~Bleach~
Pairing: Ichigo x Rukia
Genre: Drama and Romance
Warning: OOC, Typo bertebaran. Jika ada kesamaan cerita, mohon dimaafkan
Karena cerita ini sepenuhnya dari otak author.
Chapter 1 : "Prolog"
Seorang pemuda jakung dengan jaket abu-abu tebalnya dan syal hitam yang melilit lehernya menatap langit malam yang dihiasi oleh salju yang turun didepan sebuah toko buku. Topi kupluk abu-abunya menutupi seluruh rambutnya dan kacamata hitam yang menutupi bola matanya, membuat orang-orang yang berlalu lalang memandang aneh padanya. Pemuda itu tersenyum lega saat orang-orang tak mengenali dirinya.
Di arah yang berlainan, seorang gadis bertubuh mungil berambut hitam sebahu tengah sibuk mendengarkan musik dari ponselnya dengan volume rendah sambil membaca sebuah novel. Jaket ungu tebal berbulu menutupi tubuh mungilnya dan syal pink lembut yang melilit leher putihnya. Kepulan asap dari udara dingin keluar dari hidung dan mulutnya saat ia bernapas maupun bergumam pelan seraya menunggu lampu lalu lintas yang masih menyalakan warna merah.
Saat merasa para pejalan kaki berjalan, ia pun ikut berjalan dan menutup novel yang ia baca. Alunan musik klasik masih senantiasa melantun dari earphone yang terpasang di telinganya. Ia berjalan santai menuju toko buku yang berada diseberang jalan yang menjadi tujuan utamanya malam ini.
Didepan toko buku, ia merogoh kantung jaketnya dan membuka bungkus permen karet, lalu mengunyahnya. Ia buang bungkus itu di tempat sampah, lalu melangkahkan kaki mungilnya masuk ke dalam toko. Mulutnya yang sibuk mengunyah, hanya tersenyum saja saat karyawan toko menyapanya dengan hangat.
Ia berjalan menuju rak-rak novel yang sudah ia hafal dimana letaknya dan langsung memilih buku-buku yang akan ia beli. Saat menemukan buku yang ia cari, bibir ranumnya membentuk lengkungan senyum, lalu tangan putihnya bergerak meraih buku tersebut hingga tanpa sengaja menyentuh tangan seseorang yang sepertinya juga menginginkan buku itu. Ia menoleh dan mendapati seorang pemuda juga tengah menatap dirinya. Ia menautkan alisnya saat menatap penampilan pemuda itu.
"Kenapa kau menatapku dengan seperti itu, gadis kecil?" tanya pemuda itu dengan suara beratnya. Gadis itu hanya menggeleng pelan dan tersenyum sopan pada pemuda tinggi dihadapannya ini.
"Bukan apa-apa, Tuan. Hanya saja, penampilanmu terlihat mencurigakan dengan kacamata hitam itu dan juga topi kupluk yang anda pakai." Jawabnya masih dengan senyumannya. Pemuda itu hanya terdiam menatap dirinya, membuatnya menyadari sesuatu. "Ah, anda menginginkan buku ini, bukan? Silahkan anda ambil saja. Saya bisa mencari buku yang lain." Ucapnya sambil menyerahkan buku novel yang tersisa satu yang ia pegang pada pemuda itu.
Gadis itu berjalan menuju rak-rak buku novel yang lain, berharap menemukan buku yang lain, meninggal pemuda yang masih terdiam menatap buku yang telah gadis mungil itu berikan padanya.
Setelah menemukan buku yang menarik perhatiannya, ia berjalan ke kasir untuk membayar. Saat berjalan, ia tak menemukan pemuda aneh tadi lagi, mungkin saja ia sudah pergi, pikirnya. Ia langsung membayar buku novel bergenre crime itu pada karyawan yang menyapanya tadi.
"Ini saja, Rukia-san?" Tanya karyawan itu dengan sopan pada gadis yang ia panggil Rukia itu.
"Ya. Sebenarnya tadi aku menemukan buku lain, tapi sudah kuberikan pada orang lain karena buku itu tinggal satu-satunya yang tersisa." Ucap Rukia sambil merapatkan jaketnya. Ia mengucapkan terima kasih setelah membayar pada karyawan bernama Hanatarou itu dan berjalan keluar toko.
Udara semakin dingin dan ia semakin melilitkan syalnya dan memasukkan tangan putihnya yang tidak terpasang sarung tangan kedalam saku jaketnya. Ia berjalan ke arah kiri dengan langkah yang tergesa-gesa. Ia semakin mempercepat langkahnya dan melewati gang kecil agar ia lebih cepat sampai ke rumah sahabatnya.
Tiba-tiba saja, ia langsung ditarik oleh seseorang dan mulutnya dibekap oleh sebuah tangan. Tubuhnya bertubrukan dengan tubuh orang itu yang sepertinya lebih tinggi darinya, membuatnya meronta kuat untuk dilepaskan. Bukannya melepaskan, orang itu bahkan memeluk tubuhnya agar ia berhenti bergerak, namun ia tak kehabisan akal. Dipijaknya kaki orang itu, membuat orang itu merintih kesakitan dengan suara yang sepertinya tak asing ditelinga Rukia.
Saat ia memandang, ia melihat pemuda yang ia temui di toko buku tadilah yang tengah membekap mulutnya. Pemuda itu langsung melepaskan kacamata hitam yang ia pakai dan menatap tajam dengan mata hazel terangnya pada gadis berambut hitam yang juga tengah menatap tajam dirinya.
"Begitukah sikapmu pada orang yang sudah menyelamatkan nyawamu, gadis kecil?" Tanyanya dengan nada pelan.
"Menyelamatkan apanya, Tuan? Bukankah anda yang mencurigakan karena tiba-tiba menyekap seorang gadis didalam gang kecil?" Balas gadis itu. Pemuda itu menghela napas sehingga menimbulkan kepulan udara keluar dari mulutnya. Ditariknya tangan mungil gadis itu dan membawanya keluar gang, lalu mengenakan kembali kacamata hitamnya.
Setelahnya, ia melepaskan tangan gadis itu dan menatap gadis itu intense dibalik kacamatanya.
"Sebaiknya kau jangan lewat sana. Banyak pemabuk berhidung belang yang mengincar gadis-gadis disana." Ucap pemuda itu memperingatkan Rukia. Gadis itu menjadi salah tingkah dan mengangguk mengerti sambil meminta maaf karena salah menyangka tadi, lalu berterima kasih. Pemuda itu menggaruk kepalanya, bingung akan sikap gadis ini yang berubah sopan kembali padanya.
"Kau terlalu sopan padaku, gadis kecil. Biasa saja, aku tak terlalu jika terlalu formal." Ucap pemuda itu pelan dan Rukia menganggukkan kepalanya.
"Baiklah kalau begitu. Kalau boleh tahu, siapa nama anda, Tuan?" Tanya Rukia dan pemuda itu memandang bimbang pada gadis mungil dihadapannya ini. Antara mengatakan nama aslinya atau berbohong saja. Akhirnya ia mengalah dan mengatakan namanya yang asli.
"Namaku... Kurosaki Ichigo." Ucapnya pelan dan gadis itu hanya tersenyum manis padanya. Tidak terkejut ataupun berteriak histeris saat mendengar namanya. Membuatnya menyerngit heran.
"Baiklah Kurosaki-san. Terima kasih sudah menyelamatkan aku. Harus kuakui, jika kau ingin menyelamatkan seseorang apalagi seorang gadis, sebaiknya jangan menyekapnya sepertiku tadi kalau tidak mau dikatakan penculik." Ucap Rukia sambil terkikik geli sedangkan pemuda dihadapannya hanya terdiam kembali seperti ditoko buku tadi.
"Kau tidak terkejut mendengar namaku?" gumamnya.
"Untuk apa terkejut? Rasanya agak aneh kalau aku tiba-tiba terkejut hanya karena mendengar nama orang yang tidak kukenal." Ucap Rukia sambil tertawa pelan. Tangannya semakin merapatkan jaketnya, berusaha menghangatkan diri.
"Anda benar-benar aneh. Sebaiknya anda lepaskan topi dan kacamata anda. Anda ditatap aneh sedari tadi oleh orang-orang." Sambung Rukia sambil memandang orang-orang yang lewat. Kemudian ia mengulurkan tangannya pada Ichigo. "Terima kasih, Kurosaki-san. Aku harus pergi sekarang. Hari sudah semakin gelap dan dingin. Sampai jumpa lagi." Ichigo menyambut tangan itu dan tidak mengatakan apapun bahkan saat gadis itu telah pergi.
Tak lama kemudian ia tersenyum sembari menatap tangannya yang tadi menyalami tangan gadis kecil yang terasa hangat walau cuaca sudah semakin dingin. Ia kemudian melangkahkan kakinya ke arah yang berlainan dengan Rukia. Senyumnya hilang dan ia menghentikan langkahnya dengan tatapan kesal.
"Sial, aku lupa menanyakan namanya."
Disebuah mansion yang megah, seorang pemuda berambut biru tengah memainkan ponselnya sembari tidur-tiduran diatas sofa berwarna hitam yang terlihat empuk. Mata birunya memandang fokus pada layar ponsel sedangkan bibirnya membentuk senyuman kemenangan. Saat pintu dibuka, ia langsung mengalihkan pandangannya pada seseorang yang memakai kacamata dan topi kupluk yang tidak ia kenali.
"Siapa kau?" tanyanya. Orang itu langsung melepaskan kacamatanya dan topi kupluknya sehingga memperlihatkan rambut orange cerah yang terlihat berantakan dan membuangnya tepat dihadapan pemuda biru itu.
Pemuda biru itu langsung tertawa keras setelah mengetahui bahwa sahabatnya yang memakai topi kupluk tadi. Perutnya terasa melilit karena tertawa dengan keras. Ia tidak pernah membayangkan sahabatnya akan berpenampilan seperti orang aneh hanya untuk membeli buku novel. Sedangkan yang ditertawakan, langsung menendang sahabatnya dari sofa hingga membuatnya terjungkal kedepan. Ia hanya menyeringai senang menatap sahabatnya yang mengelus punggungnya yang kesakitan.
"Kau bisa membuatku tidak tampil dipanggung selama seminggu, Jeruk!" Ucapnya dengan nada keras.
"Salahmu sendiri, Grimmjow sialan. Aku bukan bahan tertawaan." Balasnya tak kalah sengit. Ia kemudian merogoh saku jaketnya dan melemparkan sebuah buku berukuran sedang pada sahabatnya yang ditangkap sempurna olehnya.
"Lain kali kalau kau mau beli novel, carilah sendiri atau minta pacarmu untuk membelikannya untukmu. Kau membuatku disangka penculik tadi." Bukannya berterima kasih, pemuda biru itu malah menengadahkan tangannya. "Mana novel yang satu lagi? Bukankah aku menitipkan dua buku padamu?"
"Tadi tersisa satu dan seorang gadis mengambilnya." Jawab Ichigo sambil mengalihkan pandangannya. Grimmjow menangkap gelagat aneh sahabatnya dan seringainya tiba-tiba muncul diparas tampannya.
"Gadis? Apa dia cantik? Seksi?" Tanya Grimmjow sambil mengelus dagunya. Seringainya masih terlihat diwajahnya. Sedangkan Ichigo langsung menendang wajah Grimmjow yang tengah menyeringai.
"Bukankah pacarmu, Nel sudah cukup?!" Ichigo langsung berjalan masuk ke kamarnya yang berada dilantai dua sambil menenteng kacamata dan topi kupluk miliknya setelah puas menendang wajah mesum sahabatnya itu. Sedangkan Grimmjow hanya berdecak dan tersenyum sembari menyeka darah yang keluar dari bibirnya akibat tendangan sahabat orange-nya itu.
Pemuda orange itu langsung merogoh saku jaketnya dan meletakkan sebuah buku novel yang tadi diberikan oleh gadis mungil padanya diatas kasur, kemudian melepaskan jaketnya dan menggantinya dengan sweater cokelatnya. Ia berbohong pada Grimmjow tadi karena ia ingin membaca buku yang di berikan gadis mungil tadi padanya. Entah kenapa ia tidak rela memberikan buku novel itu pada siapapun termasuk Grimmjow.
Ditatapnya cover novel itu. Disana terdapat gambar dua buah tangan yang saling tergenggam dan diatasnya terdapat judul, "You and I, huh?" dan nama pengarangnya, "Sode No Shirayuki." Gumamnya. Ia mulai membuka lembar novel itu dan membacanya dengan seksama.
Kuchiki Rukia menggosok-gosokkan tangannya dan menghembuskan napasnya ke telapak tangannya untuk menghangatkannya. Kemudian ia memasukkan kembali tangan mungilnya kedalam saku jaket. Ia benar-benar kedinginan saat ini dan untung saja rumah sahabatnya, Hinamori Momo tidak jauh dari tempat ia berjalan saat ini. Ia berniat menginap semalam disana untuk berdiskusi mengenai tugas kuliah mereka.
Bibir mungilnya membentuk senyum saat mengingat seorang pemuda asing yang tinggi dan aneh telah menolongnya dengan cara yang aneh. Bahkan dengan polosnya, pemuda itu bertanya kenapa ia tidak terkejut mendengar namanya. Benar-benar aneh. Ia hanya akan terkejut jika ia mengenali atau pernah mendengar nama pemuda itu, tapi tak sekalipun ia pernah mendengar ataupun bertemu dengannya, jadi ia tidak akan terkejut.
Senyumnya semakin mengembang tatkala mata violetnya yang besar melihat rumah Hinamori hanya berjarak beberapa meter lagi dan ia bisa menghangatkan diri didepan perapian ditemani secangkir cokelat panas sambil membahas tugas kuliah. Begitu sampai, ia langsung mengetuk pintu rumah sederhana itu hingga seorang gadis yang sedikit lebih tinggi darinya itu menyambut hangat dirinya dan menyuruhnya untuk masuk.
"Pasti diluar benar-benar dingin, Rukia-chan?" Tanya Hinamori sembari menyiapkan cokelat panas di dapur untuk sahabatnya yang sudah menggigil sedari tadi dan sekarang duduk nyaman didepan perapian.
"Aku hampir saja mati membeku, Momo. Kurasa Yuki-Onna benar-benar mengamuk saat ini." Ucapnya dengan nada bercanda sedangkan sahabatnya tertawa mendengar candaannya. Mana mungkin Yuki-Onna mengamuk. Semua orang juga tahu bahwa sebentar lagi pasti badai salju akan datang, makanya udara semakin dingin diluar.
"Jadi, bagaimana dengan novelmu, Rukia-chan?" Tanya Hinamori sambil menyerahkan segelas cokelat panas pada Rukia dan duduk disamping sahabatnya.
"Syukurlah, novelku laku keras. Bahkan karena novelku itu, aku diselamatkan oleh orang aneh." Ucap Rukia sambil menyesap cokelat hangat dengan senyum simpul.
"Aneh?"
"Ya, seorang pemuda dengan topi kupluk dan jaket tebalnya. Ditambah kacamata hitam yang ia kenakan saat malam, bukankah aneh?" Hinamori menganggukkan kepalanya setuju. Mana ada orang yang mengenakan kacamata hitam di malam hari, apalagi ditengah hari bersalju. "Lalu, kau diselamatkan dari apa?"
"Dari orang mesum. Ia tiba-tiba membekap mulutku dan memelukku dari belakang seperti penculik, kau tahu. Tapi, saat ia membuka kacamatanya, aku melihat mata hazel yang begitu hangat dan indah. Aku tak tahu kalau seorang pria bisa memiliki mata indah seperti itu." Ucap Rukia dengan jujur. Hinamori langsung tersenyum jahil pada Rukia begitu mendengar sahabatnya yang tak pernah tertarik dengan seorang laki-laki pun kecuali laki-laki imajinasinya kini memuji bola mata seorang pemuda yang bahkan belum ia kenal.
"Ah, aku mengerti. Kau sedang jatuh cinta, Rukia-chan." Rukia hanya tertawa kecil menanggapinya. "Belum saatnya aku jatuh cinta, Momo. Karena sekarang saatnya mengerjakan tugas. Ayo, aku tak mau Zaraki-sensei membantai kita besok." Ucap Rukia membuat Hinamori cemberut.
"Kau tak asik, Rukia-chan." Rukia hanya tertawa pelan sambil mencubit gemas pipi sahabatnya itu.
To Be Continued
fic ini selingan dari fic Reiko yang Diamond White Moon.
gimana menurut minna-san cerita IchiRuki kedua punya Reiko?
maaf jika fic Reiko masih belum bagus karena Reiko masih pemula
akhir kata
RnR, please?
