Disclaimer: Naruto milik Masashi Kishimoto (-sama)
Meet because fate
Di sebuah rumah yang cukup megah terdengar suara suami istri yang sedang bertengkar. Entah sudah keberapa kalinya pertengkaran itu terjadi. Sampai akhirnya...
"Aku muak dengan semua ini! Lebih baik aku pergi dari sini bersama anak-anakku!"
"Kau boleh pergi dari sini! Tapi kau tidak boleh membawa anak-anak. Mengerti?"
"Kenapa tidak boleh? Aku ini ayah mereka!"
...
Some years later...
Seorang remaja dengan rambut biru tua yang lebih condong ke arah hitam berjalan melewati trotoar menuju ke rumahnya. Dia berjalan sambil memasukkan kedua tangannya ke dalma saku celananya. Dia berkali-kali menghela napas ketika didapatinya lampu di sekitar trotoar telah redup.
Dorrr!
Remaja bernama Sasuke itu berjingkat kaget. Kejadian itu tepat terjadi di depan matanya. Dia segera bersembunyi di semak-semak ketika segerombolan orang sedang menyiksa korban lain yang belum dieksekusi dengan ditembak di bagian kepalanya. Korban yang Sasuke pikir adalah seorang lelaki yang lebih tua beberapa tahun darinya.
Ketika seseorang dari anggota gerombolan itu menendang sang korban, tubuh sang korban terguling dan matanya berpapasan dengan mata Sasuke. Sasuke berjingkat, namun tidak membuat para gerombolan penyiksa itu untuk menoleh ke arahnya. Mata sang korban yang bertatapan dengannya seolah memberikan isyarat minta tolong pada Sasuke. Sasuke hanya menggeleng lemah, dia tahu kemampuannya tidak sebanding dengan kemampuan para gerombolan itu.
Sang korban menghela napas. Wajahnya seakan menyiratkan bahwa dia telah pasrah atas kematian yang akan segera dihadapinya. Sasuke menggigit bibirnya. Dia sebenarnya ingin menolong sang korban namun kemampuan bela dirinya tidak sebanding dengan orang-orang itu. Dia melihat ke arah mata sang korban, mata yang sama. Mata yang meminta pertolongan padanya.
"Ada permintaan terakhir? Hari ini,oh salah. Malam ini kau sedang beruntung."
Sang korban dihadapkan ke arah seseorang yang sepertinya adalah ketua dari gerombolan itu dengan paksa. Sasuke masih melihat dengan perasaan tegang. Tangannya berusaha untuk menekan tombol panggilan darurat namun tidak bisa.
"Aku ingin melihat wajah orang yang menyuruh kalian secara nyata," ucap sang korban. Sang ketua tertawa terbahak-bahak.
"Oh kalo itu tidak bisa. Kami menjalani misi ini dengan rahasia," jawab sang ketua. Namun tiba-tiba muncul seseorang dari kegelapan. Dan tiba-tiba pula mata sang korban terbelalak. Lalu dia berteriak sekuat tenaga. Membuat Sasuke tahu apa maksudnya.
"Orochimaru?! Kau kah Orochimaru?!" teriak sang korban. Sasuke mencoba untuk menghafal nama itu. Dan orang yang dipanggil oleh sang korban muncul juga. Sasuke memicingkan matanya, mencoba untuk memasukkan detil wajah orang itu dalam memorinya. Ya, berusaha.
"Apa cuma itu permintaanmu?"
Sang korban membisu. Mencoba untuk mengulur waktu agar Sasuke mampu menghafal segala detil dari orang yang telah membuatnya celaka. Sasuke menghafal satu-persatu detil wajah orang itu. Dia akan bersaksi di pengadilan. Sasuke menganggukkan kepalanya sebagai tanda bahwa dia telah memantapkan hatinya.
'aku akan bersaksi demi dia.'
Dorrr !
...
"Mulai sekarang kau adalah saksi kunci dari insiden pembunuhan keluarga tuan Namikaze. Karena itu, mulai saat ini kau berada dalam pengawasan. Hal ini dikhawatirkan jika pelaku akan melakukan hal yang buruk kepada saksi kunci," ujar seorang yang diyakini Sasuke adalah kepala polisi sektor Konoha bagian barat.
"Lalu, bagaimana dengan aktivitasnya?" tanya seseorang yang lebih tua daripada Sasuke. Lebih tepatnya dia adalah kakak Sasuke, Itachi.
"Kami akan menugaskan agen-agen rahasia untuk mengawasi Sasuke dari jauh. Sedangkan kau mengawasinya dari jarak dekat. Mengingat kau adalah kakaknya. Apa anda setuju, detektif Uchiha Itachi?" ujar sang kepala.
Itachi mengangguk tanda setuju. Sasuke akhirnya diperbolehkan pulang setelah menjalani masa investigasi yang menurut Sasuke sangat tidak menyenangkan. Ketika sampai di rumah, Sasuke segera menuju ke kamarnya dan berbaring. Karena merasa tidak mengantuk, Sasuke datang menghampiri Itachi yang sedang sibuk melihat apa saja yang tersisa di dalam kulkas.
"Nii-san, apa Nii-san tahu siapa yang dapat tugas untuk mengawasi aku?"
"Eh? Bukannya aku?" kata Itachi seraya menunjuk dirinya sendiri.
"Bukan itu. Selain Nii-san."
"Katanya sih dari agen rahasia Squad ANBU. Yah, kalo nama sih aku gak tahu. Soalnya kamu tahu kan ANBU itu bagaimana? Diam, tertutup dan tidak terlihat."
"Kenapa begitu?"
"Karena bisa dibilang kalau anggota Squad ANBU itu benar-benar rahasia. Banyak para saksi yang mendapat pertolongan dari ANBU tidak bisa mengenali mereka. Bahkan ada yang tidak merasa bahwa mereka sedang diawasi oleh ANBU."
"Cih, sebegitu rahasiakah?"
"Yah, tugas mereka kan bahaya. Itu juga untuk menjamin keamanan bagi anggota ANBU itu sendiri. Mereka punya banyak , orang-orang yang dekat dengan mereka akan berada dalam bahaya yang besar."
"Sebegitukah?"
Bletakkk!
Sebuah jitakan mendarat di kepala Sasuke. Sasuke hanya meringis kesakitan seraya memegangi kepalanya.
"Coba kau sendiri, kamu jadi saksi utama tanpa sengaja kan? Padahal, tugas ANBU itu seperti menjadi saksi utama dengan sengaja. Bayangkan besarnya resiko yang mereka terima," terang Itachi. Sasuke hanya mengangguk.
"Lalu, apa mereka juga mengawasiku di sekolah?"
"Yup!"
Sasuke mulai membayangkan bagaimana jika pengawas itu melakukan hal yang konyol dan protektif. Dia hanya bisa berdoa agar pengawas itu tidak melakukan hal-hal yang memalukan.
Esok harinya...
Sasuke yang telah siap untuk berangkat ke sekolah mulai keluar rumahnya sambil mengendap-endap. Dia berharap bahwa pengawasnya sedang menunggu di depan rumah karena dia ingin lihat bagaimana wajah ANBU yang sebenarnya.
Namun, apa yang diharapkannya tidak membuahkan hasil sesuai keinginan. Dia hanya mendapati lahan kosong di depan rumahnya. Hanya beberapa tetangga yang sibuk jogging dan sesekali menyapanya. Sasuke menghela napas kecewa.
Namun, beberapa menit kemudian Sasuke merasa senang karena dia tidak perlu merasa risih dengan pengawalan yang ketat. Akhirnya Sasuke berangkat dengan tenang.
Tanpa disadari dari arah semak-semak di samping rumahnya, seorang anak laki-laki yang terlihat seumuran dengannya sedang sibuk mengunci gerakan lelaki yang terus menerus menggeliat dan berusaha untuk melepaskan diri. Anak laki-laki itu tersenyum pada orang yang sedang dikunci gerakannya.
"Bolehkah aku tahu siapa yang menyuruhmu untuk mengincar anak laki-laki tadi?" tanyanya dengan (masih) tersenyum.
"Aku tidak akan pernah memberitahukannya padamu. Son of bitch!"
"Memang apa kau tahu kalau ibuku pelacur? Mungkin ketemu saja belum pernah," katanya seraya menyeret paksa lelaki itu. "Kau akan kubawa ke markas."
Kembali ke sekolah tempat Sasuke menuntut ilmu...
Sasuke berusaha untuk bersikap biasa meskipun dia sering melihat ke arah lapangan basket dari jendela kaca di kelasnya. Dia masih bingung, apa mereka terlambat untuk datang ke sini?
Hell no! Satu hal yang dia ketahui dari ANBU adalah para anggotanya yang selalu tepat waktu. Mereka selalu menyelesaikan misi dengan bersih dan tertutup. Atau jangan-jangan mereka sedang mengawasiku?
Sasuke mengacak-acak rambutnya frustasi. Akhirnya dengan sedikit urusan dengan dinding kamar mandi, dia berhasil mengontrol emosinya. Dia keluar dari kamar mandi dan mendapati pelajaran telah usai. Merutuki dirinya yang tidak mengikuti jam terakhir, dia segera pulang dengan tergesa-gesa.
Namun tiba-tiba sebuah batu melayang dan mengenai dahinya. Dengan reflek dia membungkukkan kepalanya dan seketika itu juga...
Dorrrr!
Sasuke reflek melirik ke arah sumber suara dan mendapati sebuah tiang yang berlubang tepat di bagian kepalanya tadi. Andaikata dia tidak membungkuk, mungkin saja nyawanya sudah melayang.
Lalu muncul dua orang yang datang ke arahnya. Mereka membawa pistol yang diarahkan ke Sasuke. Sontak Sasuke mundur secara perlahan. Kedua orang itu mulai menarik picu.
Bunyi tembakan memenuhi area itu. Namun, Sasuke merasa dirinya sedang berbaring di aspal. Dilihatnya seseorang yang berdiri di sampingnya sambil mempersiapkan pistolnya. Sasuke bisa melihat dengan jelas bahwa orang itu seumuran dengannya. Namun Sasuke tidak bisa melihat wajahnya karena separuh wajahnya tertutup oleh sehelai kain. Sehingga yang tampak hanya mata onyx yang hampir sama dengannya. Suara tembakan datang lagi. Kali ini berasal dari balik tembok tempat Sasuke menyandarkan dirinya.
"Kita pergi dari sini!" ucap seseorang yang disampingnya seraya memegang pistol yang dipasang peredam di tangan kirinya. Sedangkan tangan kanannya menyeret kerah Sasuke. Sasuke mau tak mau harus mengikuti orang itu berlari.
Mereka berdua lari ke sebuah rumah kosong. Tak tanggung-tanggung, lima orang berpistol menuju ke arah mereka. Sasuke ditarik untuk berlindung di balik dinding yang dekat dengan pintu. Sedangkan orang yang menariknya merebahkan diri dengan posisi tubuh menghadap ke luar di depan pintu. Kedua tangannya memegangi pistol yang diarahkan kepada para penembak tadi.
Setelah beberapa tembakan, terdengar suara sesuatu terjatuh diluar. Sasuke yakin kalau orang yang ada di sampingnya telah berhasil melumpuhkan lawannya.
"Kau tidak apa-apa kan?"
Sasuke memandang ke arahnya. Ke arah seseorang yang menyelamatkannya.
"Hn."
"Kalau begitu kita keluar dari sini."
Kejutan tidka berakhir sampai disitu. Sasuke melihat sesuatu yang menggelinding ke arah mereka. Bentuknya seperti silinder dan tiba-tiba mengeluarkan asap tebal.
"Sial! Gas beracun! Rupanya dia masih hidup," ucap orang yang disampingnya. Sasuke melihat sekali lagi dia menembakkan peluru ke arah seseorang yang masih hidup di luar. Lalu dia melepaskan kain yang menutupi wajahnya dan menggunakannya untuk menutupi separuh wajah Sasuke.
Sasuke sekarang bisa melihat wajah itu. Yah, bisa dibilang orang itu lebih pucat dari orang kebanyakan. Belum sempat memperhatikan secara detil orang itu segera memasang kain itu dengan paksa untuk menutupi mulut dan hidungnya. Lalu mereka berlari keluar rumah itu dengan melompat lewat jendela.
Ketika dirasa aman, mereka berdua berhenti. Sasuke kemudian melanjutkan kegiatannya yaitu mengamati secara detil wajah itu. Yang diamati menatap balik.
"Apa?"
"Apa kau ini ANBU?"
"Yup. "
"Kau terlihat seumuran denganku. Berapa umurmu?"
"Kurasa tidak penting."
"Kalau begitu namamu."
"Namaku Sai."
Sasuke merasa ada yang tidak beres pada Sai. Setelah menyebutkan namanya, Sai segera menutup mulut seolah-olah itu adalah sebuah pelanggaran berat. Dia bahkan menengok ke kanan dan ke kiri untuk memastikan tidak ada yang mengawasi mereka.
"Memang kenapa kalau kau memberitahukan identitasmu?"
"Itu karena kami dilarang berbicara dengan orang luar. Dan bisa dibilang,ini kali pertama aku mendapatkan misi seperti ini."
"Apa kamu baru lulus seleksi?"
"Tidak, aku biasanya menangani misi eksekusi langsung di tempat kejadian."
Sasuke ternganga. ANBU memang benar-benar berbahaya dan berani. Bagaimana tidak? Sai yang seumuran dengannya bahkan telah biasa melakukan misi eksekusi langsung di tempat.
"Sai, apa kau tidak sekolah?"
"Aku sekolah kok. Sama denganmu. Hanya saja intensitas belajarnya lebih ketat dibanding sekolah biasa. Oh ya, sudah sampai nih! Aku tinggal dulu ya," kata Sai seraya menghilang dari pandangan Sasuke. Sasuke menghela napas dan masuk ke rumah.
.
.
.
.
.
to be continued
Author's note:
*Reader: kebiasaan*
Kasumi kembali dengan fanfic yang tokohnya seperti biasa *mata kedip-kedip*. Gimana? Mau lanjut? Review ya...
