"Hai! What are you doing?" dengan disuguhi senyuman yang begitu menyejukkan dia datang mengagetkanku, seseorang bisa saja terdiam di tempat saat melihat keindahan senyumannya yang memabukkan itu. Aku pun sudah terbiasa dan hanya menjawab seperlunya. Dia tersenyum lagi. Mendengar jawabku yang sangat singkat itu, dia masih dapat tersenyum manis layaknya gulali. Oh, bukankah sangat beruntung orang yang bisa mendapat senyuman itu setiap hari? Aku rentangkan tangan, menawarkan kehangatan. Tipikal perempuan muda yang masih perlu dimanjakan, dia menyambutku dengan pelukan yang luar biasa erat, tapi masih memberikanku ruang untuk bernafas. Kapan terakhir kali aku melihat dia makan banyak? Tubuhnya tambah gembul saat ini. Aku elus helai rambut cokelatnya, memanjakannya seperti biasa. Mengingat semua kenangan yang telah dilalui bersama yang sebentar lagi akan menemukan akhir ceritanya.
"Cotton candy, maaf sepertinya besok aku tidak bisa menemanimu menemui Carol," ucapku.
"Yahh, kenapa?" bibirnya mengerucut lucu.
"Biasa, urusan pekerjaan. Aku harus bertemu rekan kerja besok untuk membahas kelanjutan proyek kami. Aku janji, lusa nanti kita akan pergi bersama, call?" aku menyodorkan jari kelingkingku.
"Hmm, call!" katanya dengan senyum merekah sambil menautkan jari mungilnya dengan jariku.
"Oh, gawat! Sudah jam segini, aku harus les bahasa Inggris. Maaf aku duluan, dadyy. See you!" dia terburu-buru mengemasi barang-barangnya. Dari dulu masih saja seperti itu. Kapan dia akan berubah? Bagaimana kalau suatu hari tidak ada lagi yang akan menjaganya? Apa dia akan baik-baik saja? Ah, seharusnya aku mengajarkan dia untuk mandiri dari awal.
Aku memasuki ruang kerjaku yang remang-remang, menutup pintu sekaligus menguncinya, lalu bersantai di sofa bulat yang empuk. Badan ini rasanya lelah sekali, padahal seingatku aku tidak melakukan hal yang cukup berat, paling berat adalah saat aku mencuci motorku. Tapi, tidak biasanya aku seperti ini. Waktu untuk bertahan dengan topengku semakin sedikit setiap harinya. Membuatku tidak leluasa dan terpaksa berbohong kepadanya. Kunyamankan posisi dudukku, berusaha melepas topengku. Topeng yang membuatku bahagia sekaligus sengsara.
Aku terbangun, menyadari aku berada di kamarku yang minimalis. Kubangkitkan diriku, bergerak menuju kamar mandi untuk memulai rutinitas harianku yag sangat membosankan. Saat melewati kaca kamar mandi, kulirik diriku. Oh, pernahkah kalian melihat seseorang yang sangat menyedihkan seperti dia? Aku yakin tidak ada satupun dari kalian yang mau menemani dia. Kecuali satu orang (yang sudah terbukti setia sampai sekarang). Seseorang yang begitu lembut, keras kepala, dan sedikit pemberani disertai ego tinggi yang membuatnya jadi menggemaskan. Dia hanya sanggup menemuinya saat memakai topeng itu, topeng yang sangat membantunya bersembunyi. Bukankah ini yang dinamakan pengecut? Heh, memang benar, dia pengecut. Tidak berani menunjukan jati dirinya yang sebenarnya. Dirinya yang begitu menyedihkan ini. Bukankah ia seperti tidak bersyukur? Tentu dia bersyukur. Tetapi untuk yang satu ini, dia hanya tidak memiliki keberanian. Keberanian yang akan mengantarkan dia ke kebenaran, kejujuran, dan kenyataan. Tidak ada yang tahu itu akan jadi pahit atau manis.
Bagaimana perasaanmu saat dunia yang kau sayangi, yang memandangmu sebagai 'topeng yang bertengger manis di wajahmu' tiba-tiba akan berubah? Bagaimana jika orang yang selama ini selalu ada di sisimu, menyayangimu dengan tulus begitu juga sebaliknya, akan mengetahui sebuah kebenaran yang menyakitkan? Bagaimana perasaanmu saat kau sadar itu semua hanya ilusi yang tidak akan pernah nyata? Apa yang akan kau lakukan dengan topeng itu? Saat kau ingin menunjukan dirimu yang sebenarnya, tetapi kamu masih menginginkan dia. Sesuatu yang tidak pernah berhasil terucap oleh bibir tipismu itu.
