Untuk yang Tersayang
-- Chapter 1 – Gakuto Mukahi --
By : Orange-Maple
Fiction Rated: K+ - Indonesian- Drama/Angst
Disclaimer: Seperti biasa, Prince of Tennis karya Takeshi Konomi. Kalau saya yang buat, mungkin judulnya Prince of BL.
Puisi yang jadi inspirasi prompt, saya petik dari Shaman King karya Hiroyuki Takei. Osorezan Revoir. "Cinta adalah pertemuan, perpisahan, dan potongan kain transparan."
Pairing: (Chapter 1) OshiGaku
Warning: Angst. Hati-hati dengan angst. Kalimat yang dicetak miring Gakuto POV. /Gakuto memandang ke kejauhan/ artinya--Gakuto larut dalam kebisuan. Saya menggunakan frase ini sebagai pemanis saja.
Summary: Cinta adalah pertemuan, perpisahan, dan potongan kain transparan. Kontradiksi antara pikiran Gakuto pada Oshitari: "Yuushi! Kumohon… jangan pernah meninggalkanku!". Dan pikiran Oshitari tentang Atobe: "Pergilah. Kemanapun kau suka, sejauh apapun. Jiwaku…menyertaimu." Pandangan yang berbeda mengenai 'Cinta'. Gakuto, Oshitari, Hiyoshi, Atobe. "Shishido-kun…Ootori-kun…aku ingin pulang.".
A/n: Angsteh. Angsteh. Hohoho. "Toy Box" saya bagi jadi prologue, monologue, dialogue, epilogue. Yup! Tepat. Keseluruhan cerita ini ada empat chapter XD. Mohon terus dibaca yaa Disini penggalan 'Toy Box' mungkin sedikit membingungkan. Tapi di chapter berikutnya, kalian pasti sudah mengerti XD -senyum-senyum rahasia-
Dedicated to: Yuri-chan XD mau HiyoGaku kan? Isumi-kivic –san yang menyukai keindahan :D, Epitsu-onna –san yang doyan angsteh XP, Itifal –san yang suka crack (euuh, gada crack-nya juga sih. Gomeennn!!), Noiha -san yang suka digimon (GADA digimon-digimon nya juga!! -jitak-)
Dan semua yang bacaaa!! Terutama yang kasi review! Biasanya juga HANYA 4 orang yang tadi saya absen TT TT. Yah, pokonya, met bacaaa!!
--
xox Osorezan Revoir xox
Dia dibuang di jalanan
Dalam kesendiriannya ia menjadi tidak berhati
Dan kehilangan semangat hidup
Cinta adalah pertemuan, perpisahan, dan potongan kain transparan….
Osorezan revoir…
Meskipun sudah bersikap baik, akhirnya ia tergelincir
Dan menginginkan ketenaran tanpa perasaan
Cinta adalah pertemuan, perpisahan, dan potongan kain transparan….
Osorezan revoir…
Dan puisi tanpa cinta kasih inipun berakhir.
Negeri yang berkilau di atas kepalaku
Adalah tempat dimana Jizo berada
Cinta adalah pertemuan, perpisahan, dan potongan kain transparan….
Osorezan revoir…
Jizo : Dewa penjaga/pelindung anak di Jepang.
lxlxl Toy Box - prologue- lxlxl
Bangunan abad pertengahan.
Tembok yang dingin. Tinggi menjulang. Ruangan yang sangat luas. Beraneka pajangan memenuhi ruangan. Atap seperti kubah, itu kaca berwarna-warni. Mengantarkan sinar lembut mentari. Warna-warni matahari, membias kubah kaca. Melukis tarian cahaya di atas marmer mengkilap. Marmer itu berukir. Ya. Berukir. Sesuatu yang sama sekali tidak pernah dipikirkannya.
Anak laki-laki itu berusia tujuh atau delapan tahunan. Mengenakan pakaian yang bagus. Kemeja satin putihnya dibalut rompi kelabu dan dihiasi renda. Anak laki-laki itu larut dalam sunyi. Disana, duduk memeluk lutut di atas marmer mengkilap. Disekelilingnya berbagai macam hal berserakan. Mainan mahal, games, camilan, kaleng-kaleng kosong cola, dan macam-macam hal. Berserakan. Hatinya juga disana. Berserakan. Dan macam-macam hal. Berserakan.
Terdengar suara ketukan pintu memecah keheningan.
"Keigo-bocchama, ini saya, kepala pelayan," sebuah suara berat dan serak terdengar mengalun. Menembus hening.
Anak laki-laki itu menoleh sekilas.
"Ya. Masuklah." Sahutnya pelan.
Pintu kayu yang besar itu berderak. Ukiran di atas lapisan kayu itu mulai lapuk dimakan usia.
Seorang laki-laki setengah baya muncul dari balik pintu, tersenyum. Disampingnya, seorang anak laki-laki lain berambut biru tua berdiri tegap.
"Keigo-bocchama, perkenalkan. Yang di samping saya ini adalah putra dari salah seorang relasi bisnis Tuan Besar,"
Anak laki-laki berambut biru tua itu menunduk sedikit.
" Yuushi. Oshitari Yuushi."
xx End of prologue. Next: Monologue xx
--
-- Chapter 1 -- Gakuto Mukahi
Suara serangga musim panas terdengar nyaring. Bersahut-sahutan. Hyoutei Gakuen, sebuah sekolah elit campuran dengan jumlah siswa 1.652 orang kini tengah bergemuruh. Sorak-sorai terdengar bersahutan.
"Game won by Atobe. 6-0." Suara lantang sang wasit tenggelam dalam lautan gemuruh para supporter yang menjadi-jadi.
Atobe Keigo. Menyibak rambut kelabunya perlahan. Menyeringai.
"Oresama no bigi ni, yoi na?!" sahutnya lantang namun dengan menjaga intonasinya tetap elegan. Disambut sorak-sorai yang semakin menggila.
Para anggota reguler lainnya hanya menggelengkan kepala.
Terdengar salah seorang diantaranya berucap, "Kalau tidak begitu, bukan Atobe-san."
Kini, Hyoutei Gakuen tengah merayakan terpilihnya mereka sebagai salah satu tim yang maju ke Pertandingan Nasional. Setelah mengalami kekalahan di semi-final dari Seishun Gakuen, Hyoutei mendapat kesempatan kedua melaju ke pertandingan nasional berkat rekomendasi dari Sakaki Tarou, sang manajer Hyoutei. Ditilik dari segi kemampuan, Hyoutei memang layak mendapatkan hal ini.
Musim panas. Panas terik.
Angin bersemilir perlahan.
Panasnya cuaca tidak menyurutkan semangat para anggota klub tennis untuk berlatih. Terlebih para anggota reguler. Mereka adalah orang-orang terpilih. Memiliki kemampuan lebih dari yang lainnya. Memiliki semangat lebih dari yang lainnya. Para anggota reguler. Mereka telah bertekad untuk tidak akan pernah kalah lagi dari siapapun.
Di sana, di sudut halaman belakang kompleks sekolah Hyoutei, terdapat sebuah pohon yang sudah tua. Pohon yang sangat besar. Dan rindang. Banyak sudah pemikiran untuk menebang pohon tua itu. Namun pada akhirnya Hyoutei Gakuen membiarkan pohon itu tetap di sana. Berdiri kokoh. Tak mau kalah walau sudah dimakan usia. Ini, memberi arti pada kehidupan. Hyoutei membiarkannya tetap di sana.
Oshitari Yuushi. Bersantai di bawah pohon itu. Duduk bersandar, tangan kanannya memegang kaleng kopi, tangan kirinya memegang sebuah novel yang terbuka. Asyik membaca.
Oshitari menenggak isi kaleng kopinya perlahan. Hawa dingin menyesap, menjalar di kerongkongannya.
"Hei, Yuushi!" sebuah suara riang terdengar nyaring.
Oshitari menoleh. "Gakuto…?" ucapannya lebih seperti pernyataan daripada pertanyaan. Oshitari menghela nafas. "Kalau kau ingin mengajakku bermain, atau berlatih, atau apa, maaf, aku sedang tidak berminat." sahutnya.
Gakuto tertawa.
"Non Non Non." menggeleng kepalanya. "Aku mau ikut berteduh di sini. Cuaca panas sekali, nih!" ujarnya riang.
Oshitari mengangguk. "Duduklah."
Gakuto menghempaskan tubuhnya di samping Oshitari. Menyandarkan punggungnya di batang pohon besar itu. Rileks.
Angin bersemilir lembut. Dedaunan menari berjatuhan perlahan. Di sana, di bawah pohon, seorang pemuda berambut biru tua asyik membaca sebuah novel. Disampingnya, seorang pemuda berambut merah larut dalam suasana. Menghirup aroma musim panas dalam-dalam.
Oshitari membalikkan halaman novelnya. Senyum tersungging di sudut bibirnya. Ia menikmati apa yang tengah dibacanya.
Gakuto menoleh pada Oshitari. Memandanginya. Cukup lama.
Gakuto memperhatikan kacamata palsu yang bertengger di batang hidung Oshitari. Itu palsu.
Oshitari Yuushi. Pemuda Kansai. 15 tahun. Tidak ada masalah sama sekali dengan matanya. Dia tidak minus. Tapi memakai kacamata. Dengan alasan, untuk bergaya. Aneh. Dan yang lebih aneh, Gakuto telah bersama Oshitari lebih dari setahun lalu. Tapi, ia mengetahui kenyataan tentang kacamata itu adalah palsu, dari orang lain.
Gakuto tahu. Ulang tahun Oshitari Yuushi, tanggal 15 Oktober. Gakuto tahu. Oshitari tinggal bersama kedua orang tuanya dan seorang kakak perempuannya. Gakuto tahu. Oshitari sangat mencintai musik dan keindahan. Gakuto tahu. Oshitari pandai bermain biola. Gakuto tahu. Oshitari sangat suka membaca novel. Gakuto tahu.
Tapi Gakuto tidak tahu. Benda yang selama ini selalu terlihat di wajah Oshitari, benda yang selama ini dilihat olehnya, benda yang selama ini selalu bersamanya, adalah palsu. Kacamata itu, hanya untuk gaya. Kacamata itu, palsu.
Gakuto tidak tahu. Sampai seseorang mengatakannya.
Tawa riang terdengar bersahutan. Semuanya asyik bersenda gurau. Menikmati angin malam di perkemahan. Semuanya asyik bersenda gurau. Aku menari diiringi tawa dan tepukan tangan. Aku tertawa.
Kemudian semuanya lenyap. Dia berjalan ke arahmu. Kau tersenyum kepadanya. Dan dia bertanya. Dia bertanya.
"Kenapa kau tidak melepas kacamata palsumu itu? Acara kemping di tengah hutan begini, tidak perlu tampil gaya dan istimewa, kan?"
dan kau menempelkan telunjukmu di bibirmu.
Aku tercekat.
Begitu.
Begitu ya.
Tentang dirimu,
Ada hal-hal yang aku tidak tahu tentang dirimu.
Hal-hal yang tidak kuketahui tentang kamu.
Hal-hal yang hanya diketahui oleh dia.
Oleh dia yang kau sayang.
Angin bersemilir lembut. Dedaunan menari berjatuhan perlahan.
"Hei, Yuushi." Gakuto memecah keheningan yang dari tadi mengungkung mereka.
Oshitari membalikkan halaman novelnya. "Hm.." jawabnya tanpa melepaskan pandangan dari novelnya. Kedua bola matanya terpaku larut dalam deretan baris kalimat dalam novel di tangannya.
"Atobe baru saja pergi, lho. Katanya ada rapat dengan klub tennis Universitas Hyoutei, untuk latih tanding berikutnya." Gakuto meluruskan pandangannya. Melihat ke kejauhan. Padang rumput hijau. Hyoutei Gakuen yang menghargai alam. Hyoutei Gakuen yang mencintai alam.
"Hm.." Oshitari hanya bergumam sebagai jawaban.
/Gakuto memandang ke kejauhan/.
"Hei, Yuushi."
"Kamu tidak ikut dengannya?" lanjut Gakuto lagi.
Oshitari melirik sekilas. "Kenapa?" alih-alih menjawab, Oshitari balas bertanya.
/Gakuto memandang ke kejauhan/.
"Kau, kan selalu bersamanya." Sahutnya.
Oshitari tertawa. "Aku bukan Kabaji." Sahutnya diantara derai tawa.
/Gakuto memandang ke kejauhan/.
Ya. Kau bukan Kabaji.
Kau sangat istimewa.
/Gakuto memandang ke kejauhan/.
Angin bersemilir lembut. Dedaunan menari berjatuhan perlahan.
"Hei, Yuushi." Gakuto memecah keheningan. Lagi.
"Hm.." Oshitari tidak menoleh sedikitpun. Lagi.
"Hei, Yuushi."
Oshitari melepaskan pandangannya dari novel yang mempesonakannya itu. Menoleh pada Gakuto.
"Ada apa?" tanyanya. Suaranya rendah, baritone yang mengalun bagaikan melodi.
/Gakuto memandang ke kejauhan/.
Akhirnya, kau melihatku.
Akhirnya, kau melihat ke arahku.
"Aku-" Gakuto berhenti sebentar.
"Aku tidak ingin berpisah denganmu." Lanjutnya tegas.
Oshitari tidak terkejut. Tidak. Sama sekali tidak terkejut.
Menarik nafas, Oshitari menutup novel di tangannya.
"Gakkun,"
"Aku tidak akan kemana-mana." Sahutnya tenang.
"Kau bicara begitu, seolah aku mau pindah sekolah saja." Lanjutnya tenang.
Gakuto mendelik.
Kau selalu seperti itu.
Bersikap seperti itu.
Seolah kau tidak tahu.
Seolah kau tidak mengerti.
Aku suka padamu.
"Aku tidak mau main ganda lagi." Gakuto membuka suara.
Oshitari tidak terkejut. Tidak.
"Kenapa?" Oshitari bertanya. Tenang.
/Gakuto memandang ke kejauhan/.
Oshitari meletakkan novelnya di sampingnya. "…"
"Pasangan yang baru untukmu sudah ditetapkan." Oshitari angkat bicara.
Gakuto menoleh. Memandang wajah Oshitari.
"Hiyoshi wakashi. Si anak kelas 2. Dia kuat. Permainan tenisnya unik dan hebat." lanjut Oshitari.
Bakk!!
Gakuto memukul batang pohon tempatnya dan Oshitari bersandar. Batang pohon tua yang besar dan rindang. Daun-daun menari berjatuhan.
Oshitari tidak terkejut. Tidak.
"Aku tidak mau tahu! Aku tidak mau dia! Kalau bukan denganmu, aku tidak mau main ganda!!" teriakan Gakuto membahana.
Angin bersemilir lembut. Dedaunan menari berjatuhan perlahan.
Oshitari menatap mata Gakuto lekat-lekat. Membisu. Sorotan matanya seolah menembus jauh ke dalam diri Gakuto. Gakuto merasa dirinya 'ditelanjangi'. Transparan. Ia transparan. Kelopak matanya, bergetar.
"Yuushi…" Gakuto bersuara. Pelan. Lirih. Seperti mengiba.
Oshitari tidak melepaskan pandangannya dari kedua bola mata Gakuto.
"Kamu tidak mau main ganda, atau kamu tidak mau berpisah denganku?" tanyanya tiba-tiba.
Gakuto tersentak.
"Yang mana?" Tanya Oshitari lagi.
Gakuto menelan ludah.
"Aku-tidak mau berpisah denganmu…" jawabnya lirih. Menunduk. Menghindari tatapan mata Oshitari.
"Siapa yang bilang kita akan berpisah?" Oshitari tetap tenang.
Gakuto sedikit terkejut.
"Tapi--kamu, akan main tunggal, kan? Aku akan dipasangkan dengan orang lain, kan?? Kau akan meninggalkanku, kan??" jerit Gakuto. Suaranya bergetar.
"KAU AKAN MENINGGALKAN AKU!!" ulang Gakuto. Hysteria.
Angin bersemilir lembut. Dedaunan menari berjatuhan perlahan.
"Jangan…Jangan meninggalkanku!!" suara Gakuto tercekat.
"Kumohon…jangan tinggalkan aku!!" suaranya makin lirih.
Oshitari menghadap Gakuto. Mendekatkan dirinya.
"Siapa yang bilang aku akan meninggalkanmu?" sahutnya tenang. Tenang.
Gakuto tidak menyahut.
Oshitari menyentuh helaian rambut Gakuto. Perlahan.
"Gakkun…aku tidak akan kemana-mana,"
Gakuto masih membisu.
"Aku akan bermain tunggal. Ini saran Sakaki-kantoku sekaligus inilah pilihanku. Dan kau--" oshitari menghentikan kalimatnya "Terbanglah ke langit yang lebih luas."
Gakuto menggeleng keras.
"Tidak mau! Kalau tidak denganmu--"
"Gakuto!" Oshitari meninggikan suaranya. Memotong ucapan Gakuto.
Gakuto terkejut.
Oshitari membelai rambutnya perlahan.
"Di ujung persinggahanmu nanti…kau akan menemukan…seseorang…yang begitu berarti…" Oshitari berucap lembut. Pelan.
Gakuto memalingkan wajahnya. Menahan tumpahan air mata yang kini menggenang di pelupuk matanya.
"Apa...Apa-apaan kau?! Aku…tidak mau!! Aku…tidak mau yang lain!! Aku…." Suara Gakuto parau.
Oshitari menjauhkan jemarinya dari helaian rambut Gakuto. Ia mudur ke belakang. Ke posisinya semula. Kembali bersandar di batang pohon. Perlahan.
Oshitari mengatupkan kedua kelopak matanya. Perlahan.
Suara isak tangis menyusup gendang telinganya.
Angin bersemilir. Helaian dedaunan menari. Melayang ditiup angin. Melewati Oshitari dan Gakuto. Yang kini larut dalam hening. Selain suara isak tangis yang pelan.
Cinta adalah perpisahan, pertemuan, dan potongan kain transparan.
-- end of chapter 1--
A/n: Uwaa!! Saya benar-benar menguras tenaga untuk fic yang satu ini. Dasar saya pemalas, ngetik banyak bikin saya encok (serius!) Mohon dukungannya yaa Fic ini didekasikan bagi para 'pencari makna cinta' (alah, sok puitis XP) Puisi Osorezan Revoir, sangat indah. Ada banyak makna terkandung di dalamnya. Seperti halnya setiap orang mengartikan makna 'cinta'. Saya tidak bilang mana yang benar atau salah. Mana yang baik atau buruk. Tetapi inilah hidup, silahkan memilih dan menjalaninya dengan sepenuh hati. Begitu kira-kira. –Oooh!!NOO!! saya jadi sok bijak gini!! Yak, sebelum dipukulin pembaca sekalian, saya undur diriii :DDDD
