aku melihatnya, akhirnya setelah sekian lama. dia begitu
cantik, malah lebih cantik dari pertama kali aku mengenalnya. aku merasa ada
yang hilang dari dirinya, Mentariku yang selalu ku rindukan. Tapi sekarang apa
yang harus aku perbuat? apa dia bisa menerima kedatanganku setelah aku
meninggalkannya dan membuat dia kecewa.

FLASHBACK ON

"Hai, kamu siapa?" seorang gadis cantik
menghampiriku yang tengah duduk disebuah batu besar sambil melukis keindahan
perkebunan teh.
"Aku, Lee Donghae. Tapi kau bisa memanggilku
Donghae" jawabku datar.
"Hai, Donghae? kamu baru ya pindah ke sini?"
tanya-nya lagi tapi kali ini ia memamerkan sebuah senyum manis yang mampu
mengalihkan duniaku (ceilah….!). ku hentikan sejenak aktivitas melukisku dan
aku memandang gadis itu.
" lebih tepatnya aku lagi liburan di sini. Aku dari
Seoul"
"Waw…! ternyata ada juga anak kota jaman sekarang
yang mau liburan ke tempat sunyi seperti ini" ucapnya dengan nada polos.
"emang kenapa? gak ada yang salah kok dari kota kecil
ini. di sini indah, sejuk,dan…."
"Dan apa, Donghae-ah" tanya gadis itu penasaran.
"ah sudahlah. banyak nanya, kamu sendiri belum menyebut
nama"
Gadis itu menepuk jidatnya "Oh iya. maaf! aku Mentari,
aku asli Indonesia tapi kalau kau kesulitan menyebut namaku, kau bisa memanggilku
Sunny, kurang lebih artinya samalah" gadis itu mengulurkan tangannya dan
aku menyambutnya sambil menahan tawa tapi sepertinya Mentari tahu.
"Mentari? Apa itu?" tanyaku merasa asing dengan kata
itu, sepertinya itu bukan bahasa Korea.
"Ne, mentari itu artinya Matahari"
"mmmmppphhhhhh" aku mencoba menahan tawaku.
"Kenapa? ada yang lucu dari nama aku?"
"Hahaha! wkwkwkwkwk…..! ya iyalah. heran! masih
ada aja orang tua yang mau ngasih nama itu ke anaknya" ucapku kelepasan,
namun aku menyadari bahwa aku telah melakukan kesalahan.
"ke…na…pa. aku salah ya, Sunny-ah"
Sunny menghapus air air matanya, lalu mencoba untuk
tersenyum. "Panggil, Sunny saja, Hae-ah. ya udah! aku harus membantu eyang
memetik daun teh. semoga kamu betah ya di sini"
"Sunny…!" panggilku sebelum dia pergi.
"Kamu mau khan bantuin aku lebih mengenal tempat
ini"
Sunnyi diam, namun akhirnya dia mengangguk. "Tunggu aku
besok jam 5 pagi di sini"
"Hah! sepagi itu? gila"
"Ya udah kali gak mau"
"Iya deh" akhirnya aku setuju.
keesokan harinya…
"udah siap?" tiba-tiba mentari muncul
dibelakangku. aku yang saat itu sedang asyik melukis jadi kaget.
"kau membuatku kaget saja" ujarku.
"Hey, lukisan kamu bagus juga" sunny mengambil
buku sketsaku.
"Yah! hanya ini satu2nya kemampuan yang bisa aku
, btw kau mau mengajakku ke mana sepagi buta kayak gini"
"Kamu bisa naik sepeda khan?"
"Ye, ditanya kok malah balik nanya sih. emang kenapa
kalo bisa?"
"Syukurlah. jadi aku nggak perlu ngebonceng kamu. tuh
sepeda yang bisa kamu pake" Mentari menunjuk sebuah sepeda yang ditenteng
seoseorang.
"Kenapa harus naik sepeda sih"
"Emang kamu sanggup jalan kaki buat muterin perkebunan
yang luasnya berhektar2 ini? Udah ah! yuk berangkat"
aku tak punya pilihan selain mengikutinyai, entah apa yang
ada dipikirannya saat ini. Aku merapatkan jaket, udara di perkebunan ini memang
sangat dingin apalagi di jam sepagi ini. Aku mengayuh sepeda dengan sekuat
tenaga tapi aku tidak bisa melampauinya. sepertinya dia sudah terbiasa dengan
sepeda, beda denganku. aku terakhir bersepeda saat mengikuti lomba untuk
memperingati Ulang Tahun Seoul.
"Dasar lamban, masa kejar cewek nggak bisa"
ledeknya saat aku tertinggal cukup jauh.
"jangan ngomong sembarangan ya" ku tambah laju
kecepatan sepeda, namun dia justru memperlambat lajunya.
"Udah! nggak perlu buru-buru, Hae"
"Lho, kenapa?"
Sunny turun dari sepedanya dan baru ku sadari ternyata ada
danau di sekeliling perkebunan teh itu. Pemandangan indah yang tak dapat kuluks
dengan kata-kata bahkan mungkin tak dapat ku tuangkan dalam kanvasku, aku cuma
bisa takjub dalam hati. ku lihat Sunny memejamkan matanya sambil menghirup
udara pagi. aku mengikuti apa yang mentari lakukan.
"Apa yang kamu rasakan…..?" tanya-nyai
tiba-tiba. ku buka mataku tapi Sunnyi masih terus memejamkan mata.
"tidak ada yang istimewa selain keindahan
pemandangannya" jawabku.
"berarti kamu tidak merasakan apa yang aku
rasakan"
"emang kamu ngerasa apa"
"KETENANGAN. Aku merasakan ketenangan dan damai.
seolah-olah kesedihan dan beban yang aku rasakan menghilang"
ucapan yeoja ini cukup mengena di hatiku. apa mungkin gadis
yang selalu memamerkan senyum manis itu punya beban. apakah sama dengan beban
yang menghimpitku selama ini.
"Pejamkan matamu, Hae dan rasakan udara pagi ini
menyatu dalam tubuhmu, paru-parumu, jantungmu, dan seluruh organ tubuhmu.
hilangkan sejenak pikiran yang menghimpitmu"
Aku masih bingung akan maksud-nya. apa mungkin masalah bisa
hilang hanya dengan memejamkan mata. namun kupilih untuk menuruti ucapan
Mentari. ku pejamkan mataku, lalu ku coba untuk menarik nafas dalam dalam.
rasanya ada yang berbeda dari yang pertama
"sekarang, apa yang kamu rasakan sekarang?"
"belum cukup terasa tapi ada yang berbeda"
"kalau begitu cobalah untuk lebih santai"
Aku menurutinya. aku mencoba menghanyutkan pikiranku pada
hamparan danau lalu perlahan-lahan ku buka mataku. sekali lagi aku takjub.
kabut tipis menyelimuti pepohonan-pepohonan menambah indahnya pemandangan
dihadapanku. dan aku juga melihat Sunnyi tersenyum di hadapanku. ku rasa orang
tuanya tak salah memberinya nama Sunnyi. pribadi dan senyumannya begitu hangat
hingga rasa dingin tak lagi menghinggapi tubuhku.
"Gomawo, Sunny-ah"
"Untuk?"
"Untuk hari ini. entah sudah berapa lama aku tak merasa
senyaman ini"
"Oh…! cheomanneyo, Donghae"
Lalu kami hanyut dalam tawa.
Hari demi hari berlalu, tak terasa aku sudah lima hari berada
di sini dan mengenal Sunny. tiap hari, dia menemaniku, mengajakku ke tempat
yang selama ini tidak pernah ku lihat, dan dia juga mengajarkanku banyak hal.
"Sunnyi, entah dengan apa aku harus berterima kasih
karena kamu sudah membantuku mengenal banyak hal"
"tidak perlu dengan apa-apa, Hae. aku senang bisa
menemani kamu dan mengenalmu" dia menyandarkan kepalanya ke pundakku.
"eh, lihat itu. ada banyak kunang-kunang"
"di danau ini kalau malam hari memang banyak
kunang-kunang"
"Tapi kenapa kemarin-kemarin tidak ada?"
"Mungkin, dia malu kali sama kamu"
"Hahaha! kamu ada-ada aja"
tak bisa ku bayangkan bagaimana perasaanku sejak mengenal
Sunny, ku rasa aku telah jatuh hati padanya. ada banyak hal yang membuatnya
berbeda dari gadis-gadis Seoul yang ku kenal. aku pernah bertanya padanya soal
mengapa ia tidak memanfaatkan kecantikannya untuk menjadi artis. namun tahukah
kalian apa jawabannya? dia berkata "buat apa? dunia itu tidak akan
membuatku merasa nyaman?
"Kenapa? bukannya dunia itu bisa membuat kita berkelimangan
materi, terkenal, populuaritas dan sebagainya yang tidak akan bisa kamu
bayangkan"
"Apa kamu pikir materi, popularitas itu penting? tidak.
ada banyak hal yang bisa membuat kita bahagia selain itu?"
"Apa?"
"Cinta, kasih sayang, dan kenyamanan. untuk apa kamu
mendapatkan semuanya tapi kamu tidak punya cinta untuk berjuang, kasih sayang
untuk lebih bisa menghargai orang lain dan rasa nyaman dengan apa yang kamu
kerjakan"
kata-kata itu benar-benar merasuki pikiranku bak sebuah
virus, aku rasa apa yang ia katakan benar"
"Lagian aku nggak mau jadi palsu, Hae?"
"Palsu maksud kamu?"
"Aku nggak mau berpura-pura tegar di depan media agar
image-ku terjaga"
Benar! Sunny benar. untuk apa kita terlihat beda di depan
orang sementara itu bukan diri kita. buat apa kita jadi orang lain di depan
orang-orang untuk terlihat baik. untuk apa semua itu. aah! tak salah memang
jika aku memilih Sunny menjadi teman.
"kamu mikirin apa, Hae?"
pertanyaan Mentari menyadarkan aku dari lamunan. "tidak
mikirin apa-apa kok"
aku menangkap mencoba menangkap knang-kunang yang ada di
hadapanku.
"jangan"
"kenapa?:
"kasihan. lagian percuma. mereka hanya dapat hidup 1
hari jadi biarkan mereka menerangi tempat ini di waktu yang mereka miliki.
aku mengerti walau saat itu aku baru tahu tentang usia
kunang-kunang (author juga baru tahu kalo umur kunang kunang cumin sehari)
"Sunny-ah…! lusa aku harus pulang. masa liburanku
sudah habis" sepertinya kaget mendengar ucapanku, terlihat dari reaskinya
yang mengangkat kepalanya dari bahuku lalu menjaga jarak.
"kamu mau ninggalin aku, Hae…?"
"tidak ada alasan buat aku tinggal di sini"
"lantas bagaimana dengan aku?"
"apa maksud kamu…..?"
Diai tidak menjawab, justru ia berlari meninggalkanku tapi
masih sempat ku lihat air matanya menetes.
"SUNNY….!" teriakku sambil
mengejarnya, namun sia-sia. sulit bgiku mengejarnya dalam keadaan gelap
sejak saat itu diai tidak mau menemuiku sampai pada akhirnya
aku harus kembali ke Seoul. saat di stasiun baru aku melihatnya. sungguh suatu
hal yang menggembirakan bagiku. aku menghampirinya.
"Jadi, kamu benar-benar mau meninggalkanku?"
"Mianhae, tapi aku tidak bisa tinggal lebih lama di
sini…"
"Kalau begitu, pergilah. anggap tidak pernah ada
apa-apa di antara kita" ucapnya dengan nada marah.
" memang tidak ada apa-apa di antara kita dan tidak
boleh ada apa-apa diantara kita. tapi aku senang bisa mengenalmu. aku jadi tahu
bagaimana buruknya kesepian itu. kesepian yang selama ini aku rasakan, semejak
aku ada di sini, aku bisa melupakan itu"

tanpa ku sadari, tanganku bergerak. ku sentuh wajah Sunnyai
yang menangis lalu ku sapu air matanya.

"aku tidak punya alasan untuk tinggal tapi aku punya
alasan untuk kembali ke tampat ini lagi. aku akan kembali untuk kamu"

"buat apa kamu kembali. bukannya kamu bilang tidak
boleh ada apa2 di antara kita" sepertinya sangat emosi. dia menepis
tanganku dengan kasar.

"mianhaei, tapi yakinlah aku akan kembali untukmu"
ucapku dalam hati sambil menahan rasa sakit hatiku akan sikapnya tadi

mengenalmu begitu indah
bersamamu begitu bermakna
bukannya aku tak ingin mencintaimu
tapi mungkin rasa itu harus aku tekan
sebab aku masih takut percaya akan cinta
satu hal yang ku inginkan
jangan redupkan cahayamu, MENTARI-ku
sinari dan hangatkan aku dengan senyummu
bersama kenangan kebersamaan kita
aku akan selalu mengingat dan menyimpat
kehangatanmu

(kali ini yang make karakter aku adalah Sunny)

aku melihatnya. Ya aku melihat cowok itu. orang yang dua
tahun ini selalu ku nanti. Rasa rindu tiba-tiba menghinggapiku. aku ingin
memeluknya namun bayangan kejadian itu membuyarkan niatku. Hatiku terlanjur
sakit untuk itu, lagian aku tidak dapat berbuat apa-apa, aku yang sekarang
bukanlah aku yang dulu.

"Sunny…." Donghae menghampiriku dengan
ekspresi wajah kaget.

"Apa yang terjadi padamu, Mentari-ku?" Donghae
menyentuh wajah sebelah kananku yang sakit.

"sudahlah, nak. Dia tidak akan bisa menjawabmu. mungkin
dia bisa mendengarmu atau bahkan melihatmu, tapi dia tidak bisa menjawab
pertanyaanmu" Park ahjumma, orang yang mejagaku setahun belakangan ini
menghampiri kami.

"Ahjumma siapa?"

"kamu bisa panggil Park Ahjumma, saya tetangga
Sunny"

"Apa sebenarnya yang terjadi pada Sunny?"

"Tahun lalu nenek nyai,keluarga satu-satunya yang ia
miliki meninggal. sejak neneknya meninggal, dia jadi pribadi yang rapuh dan
tidak punya semangat hidup. Lalu dia mencoba untuk bunuh diri dengan membakar
dirinya, namun digagalkan oleh warga tapi sayang, kamu bisa lihat sendiri khan?
wajah sebelah kanannya rusak, dan mata kanannya juga rusak, untung tidak dengan
mata kirinya. tapi sejak kejadian itu, Sunny seperti orang yang lumpuh. dia
tidak bicara, tidak bergerak padahal dokter bilang tidak ada luka serius selain
di wajah dan matanya itu"

Ku lihat Donghae menitikkan air mata, lalu ia memelukku
erat.

"Maafin aku, Sunnyi. seharusnya aku tidak ninggalin
kamu, seharusnya aku ada menyemangati kamu. Sunny, aku mohon" ucapnya
sambil terisak.

"Kamu mengenal Sunny dengan baik?"

"Ahjumma! ijinkan saya yang merawatnyai"
pinta-nya.

"Tapi…"

"saya mohon. berikan saya waktu untuk menebus kesalahan
saya"

Park Ahjumma tertunduk namun tak lama kemudian dia
mengangguk.

"Jaga dia baik-baik, nak"

"Pasti, Gomawo Ahjumma"

sebenarnya aku ingin berontak tapi tangan dan suaraku tidak
bisa bergerak. aku hanya bisa duduk diam di kursi roda padahal aku yakin tidak
ada yang salah pada organ tubuhku. Namun entah kenapa seluruh organ tubuhku
menolak perintahku.

"Sunnyi. kamu masih ingat tempat pertama kali kita
bertemu?"

Donghae membawaku ke tempat pertama kali kita bertemu,
perkebunan teh. Sudah lama aku tidak ke sini, sejak dia pergi begitu saja dan
membiarkan aku lelah dalam kesendirian.

"Sunnyi. kamu tahu? aku sangat merindukanmu. sangat
rindu. aku selalu mengingatmu"

"BOHONG" ingin sekali ku teriakkan kata itu
sebagai pelampiasan kekecewaan. tapi apa? aku hanya bisa menitikkan air mata.
sungguh bodoh diriku membiarkan jutaan butir air mata tumpah demi dirinya.

"Sunnyi. . aku ingin kamu tersenyum sepeti
dulu. senyuman yang selalu menghangatkanku" jemari lembutnya menyentuh
pipi dan air mataku dan sekali lagi dia memelukku.

"Hah! tersenyum. aku sudah lupa bagaimana rasanya tersenyum.
sejak kamu pergi, aku sudah melupakan senyum yang katamu menghangatkan
itu" Tuhan! aku ingin sekali berteriak seperti itu, tapi aku tidak bisa.

"Kamu pernah berjanji khan untuk selalu tersenyum
untukku"

"Itu sebelum kamu pergi" jawabku dalam hati.

"Aku janji. aku akan membuatmu tersenyum dan bersinar
lagi. aku akan membuatmu mejadi matahari yang ku kenal dan selalu kurindukan.
Matahari yang tak pernah redup dan selalu bersinar

Donghae membawaku ke sebuah Villa, mungkin dulu sewaktu
liburan, dia tinggal di sini. Villanya tidak terlalu besar tapi cukup nyaman.
di villa-nya banyak lukisan yang menggambarkan pemandangan kampung ini dan aku
sadar, gambar di lukisan itu adalah tempat yang aku perlihatkan padanya.

"Sunnyi. kita akan tinggal di sini. moga moga kamu
betah ya"

sebenarnya aku bingung, mengapa dia kembali. bukannya dia
bilang di antara kita tidak boleh ada apa-apa tapi mengapa kedatangan dia
seolah memberi aku harapan akan cinta yang dulu pernah aku rasakan padanya.
kalau dia tidak mencintaiku, untuk apa dia mau susah2 merawatku yang bagaikan
mayat hidup ini?

"Kamu istirahat dulu ya. besok pagi, kita akan
berkeliling perkebunan dengan sepeda seperti yang sering kita lakukan
dulu" Donghae menggendongku ke tempat tidur lalu menyelimutiku.

"tidur yang nyenyak ya, matahariku" ucapnya
sebelum dia keluar dari kamar tempat aku akan tidur.

"Donghae…." betapa kata-kata itu
ingin aku keluarkan. sungguh aku tidak pernah sungguh-sungguh membencinya.
akupun tidak pernah berhenti menunggu janjinya. Aku mencintainya, amat sangat
mencintainya. tapi, luka yang ia tolehkan padaku begitu menyakitkan.

keesokan harinya….

Donghae benar. rupanya niat dia untuk membawaku berkeliling
bersepeda sungguh dia lakukan. dengan lembut dia membantuku duduk di depannya
dan dia juga mengayuh sepedanya dengan pelan.

"Sunny. kamu ingat? dulu kita sering balapan dengan
sepeda. siapa yang lebih dulu sampai di danau, dia yang menang dan yang kalah
harus jalan kaki pulang. Hahaha" ia tertawa sumbang.

"Tentu. semua kenangan kita masih terukir jelas
diingatanku. aku tidak pernah lupa"

"Apa kamu juga ingat, kita sering menghabiskan waktu
berjam-jam di danau ini. kita memancing padahal jelas-jelas di danau ini tidak
ada ikan"

"aku ingat, Hae. aku ingat"
Aaaaaarrrrrrrrrrggggggggggg! aku benci dengan apa yang terjadi padaku sekarang.
aku tidak bisa mengungkap apapun. selalu dan selalu air mata saja yang keluar.

"Sunny. ku mohon. berhenti menangis. aku tidak suka
melihat dirimu yang sekarang. mana Sunny-ku yang dulu. mana. aku yakini, kamu
sebenarnya bisa. hanya saja kamu tidak mau. atau kamu begini karena kamu takut
menghadapi kesepianmu. kamu salah, justru dengan kamu begini. kamu akan semakin
kesepian. bukankah kamu dulu pernah bilang kamu sangat membenci kesepian, tapi
skrang mana?"

ucapannya membuat darah di bagian tanganku panas, tanpa ku
sadari tanganku terangkat dan

PLAK! tangan ini mendarat keras di pipi Donghae. dia yang
syok dan kaget langsung diam. tiba-tiba dia memegang tanganku.

"Ayo, Sunny. kamu bisa. coba lagi"

Akupun yang tadinya kaget berusaha mencobanya, tapi…!
tanganku terasa berat bagaikan terhimpit batu besar. sama sekali tidak bisa
digerakkan.

"Sunny…! ini sebuah mujizat. aku sudah yakin
kamu pasti akan sembuh"

ku sangka, Donghae akan marah karena ku tampar, tapi dia malah
memelukku.

"kita akan berusaha lagi dan maafkan kata-kata aku tadi
ya"
***

Hujan di luar sangat deras ditambah udara sekitar perkebunan
teh memang dingin membuatku mengigil. dengan sabar Donghae menyelimuti tubuhku
dan mengelus-elus rambutku.

"aku akan menghangatkanmu" bisiknya ditelingaku.

Namun, aku masih tetap merasa dingin sekali.

"Sunny. gwaenchana?, kamu kedinginan? aku buatkan teh
hangat ya? eh tapi teh lagi habis. aku ke warung dulu ya"

aku ingin mencegahnya, hujan di luar sangat deras, bisa-bisa
ia sakit kalau nekat keluar. Namun sepertinya ia tidak peduli dan itu cukup
membuatku terharu. sejak dia datang, dia terus mejagaku tanpa henti. bahkan aku
pernah melihatnya tidak tidur seharian demi menjagaku.

"Donghae, cintaku padamu tidak pernah hilang"

keesokan harinya….

lagi-lagi dia membawaku ke tempat yang penuh dengan kenangan
kami, yaitu di sebuah tebing tinggi. Kami berdua suka berteriak
sekeras-kerasnya agar gema suara kami terdengar. Ini adalah salah satu kenangan
yang tak bisa ku lupakan, karena pada saat donghae berteriak, aku merasa beban
yang ada dipundaknya hilang, meski aku tidak tahu masalah apa yang di alaminya.

" kamu ingat tempat ini khan? sekarang aku akan melukis
tempat ini untuk kamu tapi berhubung aku lupa bawa kertas gambar jadi aku
potret dulu saja ya" ucapnya

Donghae siap untuk memotret, namun ada yang aneh pada cowok
itu. wajahnya pucat, dan langkahnya sempoyongan seperti orang yang menahan sakit.
itu makin terlihat jelas saat dia memegang kepalanya. Ia seperti akan jatuh.
tidak, dia ada di ujung tebing. bisa-bisa dia jatuh.

Tubuh cowok itu limbung, entah tenaga dari mana, tiba-tiba
aku bangkit dari kursi rodaku dan menarik tangannya. Betapa kagetnya aku
melihat Donghae pingsan dan hampir jatuh ke jurang.

"Hae…" aku mengguncang-guncang
tubuhnya namun tak ada reaksi. ku sentuh keningnya, panas. pasti ia demam
gara-gara menerobos hujan demi mencarikanku secangkir teh hangat.

"Hae, bangun…."

tiba-tiba tangannya bergerak dan matanya terbuka. ia sadar

"Sunny, kamu….."

"Donghae…" aku langsung memeluk cowok
itu dan menangis.

"dasar bodoh, kalau sakit kenapa tidak istirahat"
ucapku sambil terisak.

"Sunnyi….." Donghae melepas pelukanku.

"Kamu sudah sembuh"

sejenak aku heran, namun aku tersadar. suaraku sudah bisa
keluar dan tubuhnya bergerak.

"Sunny, kamu sembuh" sekarang gantian namja tampan
itu yang memelukku.

"Ini berkat kamu, Hae. terima kasih. tapi kamu bodoh,
kamu hampir saja jatuh dari jurang. kalau terjadi apa-apa sama kamu, aku
bagaimana? aku bisa mati"

"Hust! jangan begitu. aku akan selalu ada buat kamu. aku
tidak akan meninggalkan kamu lagi. kita ke danau, yuk. aku mau lihat
kunang-kunang" ajakku.

"tapi kamu sakit."

"aku tidak apa-apa. aku mau ke danau dan melihat
kunang-kunang"

Donghae menarik tanganku dan tentu aku tidak punya
kesempatan buat menolaknya.

di danau…

"itu kunang-kunangnya, Hae"

Donghae menangkap seekor kunang-kunang dan memasukkannya ke
wadah kaca yang kecil.

"Hae! jangan, kasihan. hidup kunang-kunang
itu….."

"cuman sehari khan. justru itu, karena hidupnya sangat
singkat. aku mau dia menerangi kamu malam ini saja" aku cuman bisa
tersenyum mendengar ucapannya.

begitulah. aku merasa seperti hidup kembali. keberadaannya
membuatku nyaman tapi di sisi lain, aku takut ia akan meninggalkan aku lagi.
dan itu terbukti. sebulan setelah aku sembuh, Donghae meminta izin padaku untuk
ke Seoul.

"cuman seminggu kok dan aku akan pulang"

"Kamu bohong. kamu bakalan ninggalin aku khan"
tangisku pun pecah.

"tidak akani. kamu ingat kata-kataku, aku akan ada buat
kamu. dan ini" Donghae memberikan sebuah wajah kaca padaku.

"ini kunang-kunang yang aku tangkap tadi malam. ajaib
khan? kunang-kunang ini belum mati. dan kunang-kunang ini akan menjagamu selama
aku pergi. lagian aku pergi juga buat kamu, aku ke jakarta buat nyari dokter
yang bisa menyembuhkan mata kananmu"

"aku tidak butuh mata kanan, aku butuh kamu"

"kmu tidak boleh begitu. aku sangat tahu kamu minder
dengan mata dan wajah sebelah kananmu"

"tapi…"

'Sunny-ahi, cuma seminggu dan setelah itu akan akan jadi
bagian dari diri kamu. tunggu aku di danau minggu depan. aku akan datang
menjemputmu"

dengan berat hati, ku anggukkan kepalaku. namun aku masih
tetap takut dia tidak akan kembali.

hari demi hari aku lewati tanpanya, aku merasa hidupku hampa
tanpanya. dia selalu membuatku tertawa, bahagia, dan merasa di cintai. tiap
malam aku mengunjungi danau, tempt favorit kami. hanya ditempat itu aku bisa
merasakan keberadaannya.

hari itupun tiba, tepat seminggu namja yang ku cintai itu
pergi. dengan ceria, pagi-pagi sekali aku ke danau. aku tidak sabar menanti
kedatangannya, aku ingin memeluknya dan berkata aku sangat merindukannya.

satu jam….
aku menunggunya, aku yakin tak lama lagi dia pasti datang

dua jam
aku masih tetap yakin

tiga jam
ketakutan itu mulai melanda. aku takut dia akan pergi lagi
dari hidupku

enam jam…
Tuhan! tolong jauhkan pikiran itu dariku

delapan jam…..
aku menangis sejadi-jadinya. ketakutanku terbukti, Donghae
meninggalkan aku lagi. perasaanku hancur berkeping2

10 jam…
hampir saja aku pergi, hingga kulihat dua orang paruh baya
menghampiriku. sepetinya mereka suami istri

"Kamu yang namanya, Sunny?" tanya si istri.

aku hanya bisa mengangguk

"kami orang tua Donghae" lanjut si suami.

"Donghae…" seru-ku kaget.

"Iya…! dia menyuruh kami menjemput kamu. kamu mau
khan ikut dengan kami"

"Dia mana?"

"Donghae menunggumu di Seoul"

aku lega. rupanya dia tidak meninggalkanku. Tuhan! betapa
bahagianya aku.

aku pulang ke rumah untuk mengambil barang-barangku, di situ
aku baru sadar. kunang-kunang yang secara ajaib dapat hidup seminggu itu mati
mendadak. entah, tapi ada perasaan aneh menghinggapiku. ku coba untuk
menepisnya.

tiba di Seoul…

mobil Lee ahjussi berhenti di depan klinik mata. untuk apa
kita ke sini? apa mungkin Donghae ada di sini?

"Ahjussi…. ahjumma, untuk apa kita ke sini?"
tanyaku.

"Donghae ingin kamu memeriksakan mata kamu dulu"
jawab Lee ahjumma

"untuk apa?"

"kami juga tidak tahu. sudahlah, turuti saja mau anak
itu"

aku nurut meski aku heran. dan yang lebih mengherankan lagi,
dokter di klinik mata itu mau segera mengoprasi mata kananku. katanya kalau
tidak segera dioperasi, mata yang di donorkan seseorang akan membusuk.
lagi-lagi aku menurut, demi ingin bertemu Donghae.

"ahjumma….ahjussi, kapan aku bisa bertemu dengan
Donghae"

"sabar ya sayang. tunggu mata kamu bisa berfungsi"
jawab Lee ahjussi, ku lihar ada air mata di pipinya.

"kenapa ahjumma menangis?"

"ah, tidak. mataku kelilipan, nak" buru-buru ia
menghapus air matanya.

"terus Donghae mana? kenapa ia tidak datang?"

"anak itu sedang mempersiapkan kedatangan kamu"

dan aku percaya. itu sebabnya aku sabar menunggu datangnya
hari pelepasan perban yang menutupi mata kananku.

tiga hari sudah aku terbaring di ruang rawat klinik mata
ini. katanya, hari ini perbannya akan di buka. seorang dokter dan suster masuk
ke ruang rawatku membawa peralatan untuk membuka perban di mataku.

"kamu sudah siap?" tanya sang dokter.

"siap dok…."

perlahan-lahan dokter membuka perban itu.

"sekarang, buka mata kamu pelan pelan"

sakit…! tapi kini aku mrasakan hawa sejuk dengan terbukanya
mata itu setelah sekian lama aku merasa mataku mati rasa. betapa tak dapat
kuungkapkan perasaanku saat ini, hingga air mataku menetes.

"kamu kenapa menangis sayang" tanya Lee ahjumma
samb memelukku.

"aku senang. sekarang kita bisa khan bertemu donghae?"

"sabar ya, tunggu sampai kamu sehat"

"aku tidak kenapa-napa. aku mohon"

Lee ahjumma menatap suaminya, kemudian suaminya mengangguk.

mobil berhenti di area pemakaman. siapa yang mati? aku
takut?

"kita mau apa di sini?"

"menemui Donghae"

aku mengikuti kedua orang tua Levy yang berhenti di sebuah
makam. aku kaget, bagai di sambar petir ketika aku melihat foto Donghae di
makam itu.

"ini?"

mereka mengangguk

"tidakkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkk" sungguh perasaanku
hancur.

"sabar sayang" Lee ahjumma memelukku

"ini surat Donghae buat kamu" Lee ahjussi
mengeluarkan sepucut surat dari sakunya.

untuk matahariku yang selalu tersenyum dan
bersinar…..
Sunny, mungkin saat kamu menerima surat ini aku sudah tak
lagi di dunia ini
maafkan akui, kala itu aku meninggalkanmu karena aku tak
sanggup melihatmu
aku takut suatu saat nanti aku meninggalkanmu
aku pikir dengan meninggalkanmu aku bisa melupakanmu
tapi aku merasa aku keliru, aku justru menyiksa diriku
dengan menjauhimu

Sunny,
aku kembali karena aku sadar, aku tidak memiliki banyak
waktu bersamamu
aku ingin menghabiskan waktuku yang tersisa dengan
mendampingimu
tapi begitu aku kembali, aku hancur
melihat pancaran sinarmu memudar dan senyummu menghilang
padahal senyummulah yang membuatku kuat mejalani sisa
waktu-ku

maka dari itu, aku mohon
jika saat ini kamu menangis, berjanjilah
ini akan jadi air matamu yang terakhir
aku ingin kamu selalu tersenyum

terima kasih karena telah menjadi matahari-ku
terima kasih karena sudah menjadi penyemangatku
menjadi bidadariku
dan mencintaiku
maaf jika aku pergi
tapi yakinlah aku akan menjadi matahari di pagi hari
dan bulan bintang di malam hari
akan kuterangi setiap sudut gelap hatimu, seperti janjiku
padamu

andai satu detik saja aku bisa kembali
aku ingin mengatakan satu hal padamu
satu hal yang begitu aku takuti
AKU MENCINTAIMU…..

maafkan aku karena telah meninggalkanmu….
hidupkan aku dalam kenanganmu
lihatlah dengan jelas dunia ini dengan mata kananku
bahwa dunia ini tidak semenyakitkan yang kau sangka

yakinlah bahwa aku selalu ada dan
ku tunggu kau
di suatu tempat yang akan membuat membuat kita abadi
SELAMANYA

dari yang mencintaimu selalu

Lee Donghae

Ku tatap surat itu sekali lagi. surat yang sebulan ini
selalu aku baca berulang-ulang. kini saatnya ku buang surat itu ke danau
kenangan kami. seperti janjiku padanya, aku tidak akan menangis karena aku
yakin dia menungguku di sana.

aku duduk di tepi danau menikmati semilir angin yang
menerjang. aku merasakan keberadaannya di sampingku dan kusandarkan kepalaku di
pundaknya.