Rated: T
Disclaimer: These chara is totally belongs to Mashasi Kishimoto, but this fic is officially mine.
Warning!: Bahasa gajelas, alur lompat-lompat, setting gajelas, OOC tingkat dewa, Crack pair dsb
SasuTen slight ItaTen
Read it with ur own risk (:
couple words from author:
Haihai, akhirnya setelah absen beberapa hari aku kembali em publish fic baru. yap fic ini adalah request dari Ama-chan Chocolate Vanila yang sama-sama menyukai Tenten hehe. yak this is my first SasuTen dan ini pertama kalinya aku nyantumi Itachi, karena aku tidak begitu memperhatikan Itachi jadi ya disini Itachinya sangat amat OOC ._. tapi tetep kok masih ada sifat-sifat dasar Itachi hehe, yak langsung saja ya kita ke ceritanya hehe.
Chapter 1 (Prologue)
Daun-daun sudah terlihat menguning…
Frekuensi hembusan angin yang menusuk tulang pun semakin bertambah.
Ah tentu saja, sudah memasuki musim gugur. Ditengah cuaca yang dingin, terlihat sesosok laki-laki berambut hitam panjang tengah berjalan menyusuri jalanan kawasan pemukiman Riverside. Laki-laki itu, memiliki rambut hitam panjang yang sengaja di kuncir agak longgar, mata hitam pekatnya terlihat terkunci pada jalanan kota New York yang padat seperti biasanya. Kedua tangannya ia selipkan didalam kantung mantel coklatnya yang terlihat nyaman dan cukup hangat ditengah cuaca berangin seperti ini. Langkah kaki panjangnya membawa laki-laki itu kesebuah komplek apartemen yang terletak agak jauh dari keramaian kota New York. Dilihat dari bangunannya yang klasik dan berarsitektur tinggi semua orangpun tahu bahwa apartemen-apartemen ini ditujukan untuk para kaum jetset.
Laki-laki itu akhirnya berhenti disebuah beranda apartemen bertingkat tiga yang terlihat lebih sederhana dibanding gedung apartemen yang berada disekitarnya. Laki-laki itu mundur selangkah ketika mendapati seorang wanita paruh baya bersama seorang anak perempuan berjalan menuju pintu apartemen, bisa terlihat si ibu sedikit kesulitan dengan tasnya yang besar.
"Bisakah kau menyangga pintunya selama aku lewat, Gwen."
"Mom! Aku sedang sibuk." Laki-laki bermata gelap itu memutuskan untuk mengulurkan tangannya dan menyangga pintu apartemen, membiarkan si ibu beserta anak gadisnya yang jutek itu lewat. Omong-omong, sosok gadis kecil itu mengingatkannya pada seseorang, seseorang yang juga memiliki sifat jutek bin keras kepala. "Terimakasih anak muda." Ujar sang ibu yang langsung menggamit tangan anaknya.
"Tentu saja, semoga pagi anda menyenangkan." Sahutnya berbasa-basi. Setelah memastikan si ibu dan anak itu pergi, si laki-laki bermata gelap itu segera membuka lebar pintu apartemen yang sedari tadi ia tahan dengan tangannya. Setelah berhasil masuk, laki-laki itu segera berjalan menuju lift dan masuk kedalamnya. Laki-laki itu tersenyum samar, tak kuasa menahan gejolak bahagia yang membuncah dihatinya. TING!
Suara dentingan lift membuan laki-laki itu sedikit terlonjak, tanpa membuang waktu lelaki itu segera keluar dari lift begitu pintu lift terbuka.
Nomor 213, laki-laki itu berhenti tepat didepan pintu berwarna merah dengan nomor yang terbuat dari kuningan. Senyum di wajahnya semakin melebar ketika ia menekan bel pintu sebanyak dua kali, setelah itu terdengar langkah kaki dari dalam sana yang sepertinya melangkah menuju pintu. Dan tak lama kemudian pintu pun terbuka. Bisa terlihat dengan jelas si pemilik apartemen sedikit kaget, meskipun ia berusaha menyembunyikan ekspresi kagetnya, sementara si tamu hanya bisa tersenyum.
"Ada apa menemuiku?" Tanya si pemilik apartemen dengan suara yang dingin dan nada yang menusuk, seolah tidak memperdulikan pertanyaan sinis si pemilik apartemen, si tamu malah tersenyum sambil mengibaskan tangan kanannya diudara.
"Kami-sama, kenapa kau harus sejutek itu dengan kakakmu sendiri, Sasuke?"
xXx
"Jadi ada apa kau menemuiku, Itachi?" Tanya Sasuke begitu sang kakak menghempaskan tubuhnya diatas sofa hitamnya.
"Kami-sama, Sasuke. Tidak baik memperlakukan tamu dengan tidak sopan, setidaknya kau menawarkanku minuman terlebih dahulu sebelum bertanya." Ujar Itachi yang sama sekali tidak terpengaruh dengan tatapan tajam sang adik yang berdiri dihadapannya. Sudah delapan belas tahun Itachi menerima tatapan menusuk itu, jadi baginya tatapan itu bukanlah hal yang harus ditakutkan, justru tak jarang Itachi menganggapnya kawai.
"Come on, Itachi. Aku tidak punya banyak waktu untuk omong kosong seperti ini." Ujar Sasuke tanpa mengubah ekspresinya yang sedikit –ehem- menakutkan. Bukannya menjawab pertanyaan adiknya, Itachi malah menyentuh dagunya seraya menggeleng-geleng kecil ketika matanya menyusuri apartemen adiknya yang terkesan minimalis dan… berantakan.
"Tempat ini terlihat seperti kandang sapi, bagaimana kau bisa tidur ditempat yang penuh dengan kertas seperti ini? Kaa-san dan Tou-san pasti marah besar, terlebih Kaa-san, ia selalu disiplin soal kebersihan bukan." Sasuke menghela nafas frustasi, ia tahu dengan bertanya to the point plus nada sinis nan dingin tidak akan membantu, kakaknya tidak akan menjawab pertanyaannya, malah mungkin membuat Sasuke tambah pusing. Laki-laki berambut gelap yang ditata emo style itu memijit batang hidungnya yang mancung dengan dua jari.
"Baiklah, Itachi aku benar-benar sedang stress jadi jangan buat aku tambah stress dan harus dilarikan kerumah sakit jiwa." Ujar Sasuke dengan sedikit nada 'mengiba' di kalimatnya. Mendengar suara adiknya yang berubah drastis, membuat Itachi menoleh, menatap sosok adiknya yang berdiri tak jauh darinya.
"Let me guess, lagu baru mu stuck ditengah jalan? Lalu persediaan tomatmu habis sementara toko grosir di ujung blok kehabisan stock tomat ditambah kau belum menikmati kopi pagimu bukan, Sasuke?" Mendengar pertanyaan yang lebih terdengar seperti 'pernyataan' itu membuat Sasuke mengangkat wajahnya dan menatap kakak laki-lakinya.
"Kenapa kau bisa tahu?"
"Kertas-kertas di sekitar pianomu bicara banyak padaku saat aku menginjakan kaki disini, soal tomat dan kopi… kau pikir berapa lama aku mengenalmu? Satu tahun? Dua tahun, of course more than that." Ujar Itachi santai. Sasuke kembali menghela nafas panjang, ya kakaknya pasti tahu semua tentang dirinya, mulai dari kebiasaannya, hal yang ia suka sampai hal yang membuat moodnya hancur seperti sekarang? Lihat bukan bagaimana perlakuannya terhadap kakak laki-lakinya?
"Baik, kau sudah tahu semua itu, lalu apa tujuanmu datang kemari?" Itachi beranjak dari sofa dan menghampiri Sasuke, laki-laki itu berdiri dihadapan Sasuke. "Tak ada salahnya kan mengunjungi adik kesayanganku?"
"Bagaimana kau tahu kalau aku ada di sini?" Itachi mengangkat kedua bahunya. "Managermu mengabariku ketika kalian kembali dari Madrid."
"Shino." Gerutu Sasuke. "Jadi dugaanku tepat?" Tanya Itachi sambil melirik kearah piano berwarna merah maroon yang terletak disamping rak buku. Disekitar piano klasik itu terlihat puluhan kertas berisi not balok berserakan dimana-mana. Sasuke mengikuti pandangan kakaknya dan menghela nafas (lagi). "Yeah."
"Kau harus keluar sekali-kali, berada didalam rumah terlalu sering tidak baik untuk otak dan melihat dari kondisi apartemenmu, aku yakin kau sudah mengurung diri selama lebih dari tiga hari." Ujar Itachi sambil kembali menyusuri apartemen adiknya dengan kedua mata pekatnya.
"Aku terlalu sibuk, aku harus menyelesaikan lagu baruku untuk recital besar di London bulan depan." Ujar Sasuke. Itu benar, Sasuke harus menyiapkan tiga lagu baru untuk di sodorkan di recital besar yang akan dihadiri oleh para pianis terkemuka didunia, jadi ia harus memastikan bahwa lagu-lagunya benar-benar sempurna, kalau bisa sangat sempurna, lebih dari beberapa lagu yang ia mainkan di recital nya di Madrid beberapa hari yang lalu.
"Tapi kau tidak bisa menyelesaikannya bukan?" Mendengar pertanyaan kakaknya membuat Sasuke tersentak kaget, di kamus hidupnya tidak ada kata tidak bisa. Sasuke selalu ingin bisa melakukan apapun. Hampir seluruh alat musik ia kuasai, tapi alat musik yang paling ia gemari adalah piano. Menurutnya alunan melodi piano bagaikan obat penenangnya. Tak hanya dibidang musik, Sasuke juga selalu menonjol dibidang akademik dan olahraga ketika ia masih duduk dibangku SMA, tidak ada yang tidak bisa ia lakukan. Tapi kali ini ia mengakui bahwa dirinya tidak bisa, melanjutkan lagunya. Pikirannya stuck, inspirasi yang ia dapatkan jauh-jauh hari kini lenyap tanpa bekas, membuat Sasuke uring-uringan selama beberapa hari ini. Belum lagi persediaan tomatnya yang sudah habis dan mesin kopinya yang rusak. Lengkap sudah penderitaannya hari ini.
"Sudahlah jangan memaksakan dirimu, sekali-kali kau harus keluar rumah. Mungkin dengan begitu kau bisa mendapatkan inspirasi." Ujar Itachi sambil menyentuh pundak adiknya. Sasuke memejamkan kepalanya, meski enggan tapi ia setuju dengan pendapat kakaknya.
"Yeah kau benar, mungkin aku harus keluar rumah sekali-kali." Melihat adiknya yang tumben-tumbennya menurut, membuat Itachi tersenyum samar.
"Bagaimana kalau kau datang ke café ku? Kau selalu bilang ingin mampir kesana, tapi tidak pernah membuktikannya." Ujar Itachi. Yap, setelah café nya resmi dibuka beberapa bulan yang lalu, Sasuke selalu berjanji akan datang ke café nya, tapi sampai saat ini, nihil, Sasuke tidak pernah datang. Itachi tahu adiknya pastilah sangat sibuk dengan jadwal recitalnya di berbagai Negara, karena itulah ia tidak pernah memaksa Sasuke untuk datang.
"Apa café mu menyediakan kopi?" mendengar pertanyaan adiknya, Itachi terkekeh. "Tentu saja."
"Baik, ayo kita ke café mu."
yoo bagaimana? ini hanya prologue nya makanya belum terlihat konflik, disini udh mulai ngeliat kan ke OOC an Itachi, kalo diliat sifat Itachi disini lebih mirip ke Kakashi ya ._. hehe, tapi kan intinya Itachi sayang banget sama Sasuke yakan hehe ._. huwaa aku sebenernya ga pede mem publish ini tapi karena tekad dihati sangat kuat jadi aku publish deh, menurut kalian gimana? lanjutin apa engga ya :( reviews ya buat pendapatnya hehehe
