Author : Yah! Sebelumnya, saya mau bilang kalau Vocaloid atau genderbend-nya itu bukan punya saya. Jangan percaya kalau itu punya saya. Anggap saj, jika itu terjadi, kepala saya habis membentur sesuatu.

Semoga suka, minna!


Namaku Hatsune Mikuo, panggil aku Mikuo. Aku baru saja masuk ke sebuah SMA. SMA biasa dna tak ada yang spesial saat pertama kali aku kesini. Sudah seminggu aku disini. Aku adalah anak laki-laki berambut biru tosca sedikit panjang di atas telinga dengan ukuran tubuh sedang, dan agak nekat, ya itulah yang dikatakan orang tentangku. Kali ini aku pulang telat, karena ada kegiatan klub. Disini aku tidak sendiri. Aku ditemani 2 orang temanku.

Kagamine Len, temanku dari SMP. Dia adalah anak laki-laki pendek yang ceria. Dia sangat eksis dan hampir tidak pernah mendapatkan nilai di atas 83. Walaupun begitu, dia sangat pintar di bidang olahraga. Dia juga pandai melawak, ciri khasnya yaitu ... nyengirnya. Jika biasanya orang itu tersenyum, dia nyengir, ya, aneh! :P

Yang Kedua, Kagamine Rinto, sepupu Len. Anak yang satu ini berbeda lagi, Rinto sangat terkenal di kalangan anak perempuan. Dia memang memiliki aura tersendiri. Anak ini sederhana dan baik hati. Dia juga anak yang tampan, tentu saja banyak anak perempuan tergila-gila padanya, termasuk saudara kembarku Hatsune Miku.

Kali ini aku sedang berjalan-jalan di koridor, habis tidak ada yang harus kulakukan, terlebih lagi, aku belum penah mengelilingi sekolah ini. Hanya kelas, kantin dan tempat yang biasa aku lewati.

Kulihat 1 ruangan yang belum pernah kumasuki. Aku membuka pintu, ah, pintunya tidak dikunci. Eh? Itu kan suara biola? kataku dalam hati. Padahal rasanya tadi ruangan ini kosong? Aku masuk dan melihat seorang anak perempuan berambut hitam panjang. Rambutnya sedikit berantakan. Dia melirik dan tersenyum ramah, aku diam.

"Siapa namamu?" ujar gadis itu, merubah ekpresinya.

"Hatsune, Hatsune Miku," kataku pelan.

"Hmm, bagus! Aku mendapatkan teman baru rupanya," ujarnya tersenyum sinis. Di lemparnya biola yang dia pegang dan segera berlari ke arahku. Aku masih diam. "Bermainlah," bisiknya. Dia mengeluarkan sebuah pisau daging. Dan akan segera membunuhku.

"Ah! Kau gila?" ujarku berlari keluar pintu. Namun sebelum aku membuka pintu gadis itu menarik kerahku dan menghantamku ke sebuah meja. Kurasa dia bukan gadis biasa. Hebat! Ujarku dalam hati, Ah! Ini bukan saatnya untuk terkagum. Dia memukul kepalaku saat itu, dan menahan tubuhku.

"Diam!" katanya berteriak.

"Tidak mau ..." balasku dengan nada mengejek.

"Arrrgh!" teriaknya. Dia mengangkat pisaunya. Apa dia akan memecahkan kepalaku?

Kugeser kepalaku, pisaunya meleset! Kutendang perut gadis itu. Tapi tidak ada reaksi darinya. Apa dia bukan manusia? Aku yakin! Dia tidak terlalu niat untuk membunuhku kali ini. Dia menggesekan pisau ke leherku dan semua gelap kini.


Ku buka mataku pelan. Sinar yang menyilaukan! Apa aku sudah mati? Yang pertama ku lihat adalah Len dan Miku. Len nyengir melihatku sedangkan Miku terlihat khawatir, aku bangun dan menggaruk kepalaku. Apa yang sudah terjadi? Ah iya aku lupa ... bukankah aku hampir mati?

"Hai," ujar Len.

"Ini bukan saatnya untuk berkata 'Hai'," balas Miku. "Kau baik-baik saja?"

Aku mengangguk. Ku pegang leherku, hey! Aku tidak terluka.

"Kenapa?" tanya Len dengan mata berbinar-binar. "Dan ... Bagaimana rasanya?"

"Aneh," balasku singkat. "Sudahlah aku ingin pergi."


Kejadian kemarin membuatku kepikiran. Aku jadi tidak nafsu makan. Untung saja aku masih hidup, ya, rasanya kejadian kemarin itu mimpi. Aneh. Tadi pagi saat aku berjalan di koridor, aku tidak menemukan ruangan itu lagi, kurasa itu ruang musik ya pasti begitu. Padahal jumlah pintu yang kulewati kemarin dan sekarang sama. Dan aku sedang makan siang, tentu saja bersama Len dan Rinto.

"Mikuo, kau mau makan ini?" tanya Len.

"Ah, nggak, makan saja!" ujarku.

"Len, kau ini! Padahal makan banyak tapi kau pendek!" ejek Rinto.

"Ah, yang penting aku kenyang," balas Len santai.

"Tumbuh itu ke atas, bukan kesamping," kata Rinto.

"Hah! Jangan ngiklan!" ujarku.

"Rinto promosi mulu," kata Len. "Dia mau jadi bintang iklan, tapi gak tercapai dan ... Aku gak gendut!"

"Halah, kerjaanmu meledek," sergah Rinto.

Aku seakan-akan melihat aura mereka keluar dengan dramatisnya. Di tambah seperti ada sinar dewa-maksudku sinar dari petir. Aku berimajinasi terlalu jauh. Kini aku mendengar beberapa suara yang memanggilku. Aku melihat ke kanan dan kekiri. Namun tak ada siapa pun, bahkan Miku pun tak memanggilku. Uh, ini terlalu aneh. Aku tak pernah mengalami hal ini. Dan jika aku bisa, aku ingin mengundurkan diri menjadi tokoh utama.

"Ada Mikuo?" tanya Rinto.

"Hng? Nggak, kupikir ada yang memanggilku," kataku.

"Mungkin imajinasimu, atau ilusi atau ..." kata Rinto.

"Ngomong-ngomong Rinto-san, kau tau 7 misteri SMA ini? Kalau ku tanya pada Mikuo pasti dia jawab nggak tau," kata Len.

Aku memandang Len sinis, namun dia terlihat tak peduli.

"Ya, aku tau, baru saja aku diceritakan oleh Gumi kemarin, memang kenapa?" ujar Rinto.

"Oh, Megpoid Gumi dari kelas 1B itu kan?" tanya Len lagi. Rinto mengangguk. "Nah ceritakan ya!"

"Baiklah," kata Rinto. Mata Len berubah menjadi berbinar-binar. Aku sendiri tidak terlalu tertarik untuk mendengarkan. "Yang pertama ruang musik misterius!" lanjut Rinto dengan dramatisnya.

"Tunggu! Apa katamu? Ruang musik?" tanyaku langsung.

Rinto mengangguk, "Jadi, dulu itu ..."

.

.

.

To be continued


Omelan author

Nyahaha! Untuk pertama kalinya buat cerita horror

Sebenarnya ini gak ada horror-horrornya. Cuma horrornya itu di buat maksa. Kependekan? Masih ada chapter selanjutnya. Saya sih inginnya ini di potong di bagian Rinto ngomong :v

Ah, berhubung ini FF lama, jadi mungkin bahasanya masih jelek dan malah ada perkenalan tokohnya segala lagi ;-; /nangis

Saya re-upload, sebelumnya saya udah upload di grup saya.

Sampai jumpa di chapter selanjutnya!