Warning : OOC, OC, TYPO, DLL

Pairing : Sasuke x Hinata x Naruto x Sakura

Discl. : Masashi Kishimoto

.

.

.

Seorang wanita kini tengah tersenyum senang, aura bahagia yang dia pancarkan begitu terasa. Sudah hampir 15 menit dirinya masih memandang ke cermin besar dihadapannya.

Gaun pengantin berwarna putih gading yang dia kenakan terlihat begitu serasi dengan dirinya.

Sungguh wanita itu terlihat sangat senang. Hari yang telah dia mimpikan sejak kecil akan segera terwujud.

"Sakura-San.." Seorang wanita lain yang lebih dewasa keluar dari sebuah ruangan dan membawa sebuah kotak perhiasan besar.

"Shizune-San.." Sakura tersenyum menyambut kehadiran Shizune.

"Bagaimana dengan kalung ini? Aku menjamin 100%, kamu akan semakin terlihat cantik." Shizune membuka kotak perhiasan yang dibawanya dan menampilkan sebuah kalung mutiara.

Sakura hanya mengangguk.

"Aku bantu pakaikan." Shizune mengambil kalung itu dan mengenakannya pada leher putih Sakura.

"Terima kasih."

"Selesai." Ucap Shizune tersenyum senang.

Sakura meraba pelan kalung itu dan dia tersenyum tipis. Sekali lagi dia melihat dirinya melalui cermin besar dihadapannya.

"Kamu terlihat sangat cantik Sakura-San." Shizune berujar senang.

Sakura hanya tersenyum malu.

"Aku pastikan kamu akan menjadi pengantin wanita paling cantik di dunia dan sungguh Sasuke-San sangat beruntung dapat memilikimu sebagai pendamping hidupnya."

Sakura hanya tertawa kecil menanggapi ucapan Shizune.

'Aku yang sebenarnya beruntung karena memiliki Sasuke-Kun.' Ucap Sakura dalam hati.

"Eh, Sasuke-San tidak menemanimu?" Shizune akhirnya sadar bahwa hanya Sakura yang hari ini datang.

"Dia masih ada pekerjaan yang harus dikerjakan. Sasuke-Kun berjanji lusa akan datang bersama."

"Begitu.." Shizune terlihat berpikir. "Aku akan menyambut kalian dengan senang hati, jadi datang saja kapanpun kalian mau." Shizune kembali tersenyum.

"Hmm.. Terima kasih Shizune-San."

.

.

.

Seorang pria kini tengah mengemudikan mobilnya dengan kecepatan cukup tinggi. Jalanan yang dilaluinya memang terlihat sepi dan dia cukup ahli mengendarai mobilnya dalam kecepatan seperti ini.

Tangannya mengambil sesuatu dari dalam saku jasnya.

Sebuah kotak kecil berwarna biru tua.

Pria itu tersenyum tipis saat kotaknya terbuka.

Sebuah cincin emas putih dengan mutiara bening kecil menghiasi cincin itu. 'Cinta Sejati' itulah nama cincin yang tengah dia pegang. Dia membeli cincin itu tadi pagi pada sebuah toko perhiasan.

Dirinya tersenyum saat mendapati cincin manis ini untuk kekasihnya dan anggap saja ini sebagai hadiah permintaan maaf karena dirinya tidak dapat ikut menemani saat mencoba baju pengantin hari ini.

Rasa tidak sabar ingin segera kembali dan memberikan kejutan, dia kembali menginjak gas lebih dalam dan mobilnya melaju semakin cepat. Dirinya tidak sadar sebuah batu besar tergeletak dijalanan yang sedang dia lalui. Ban mobilnya terselip batu dan membuatnya sedikit terlonjak, menyebabkan kotak yang dipegang terpental jatuh ke bawah mobil.

"Tch."

Tangannya segera meraba-meraba ke bawah dan dia membagi pengelihatannya menjadi dua arah, ke bawah untuk mencari kotak cincin dan ke depan untuk memastikan tidak ada kendaraan lain di depannya.

Senyum tipis terlihat jelas saat dirinya berhasil menemukan kotak yang dia cari. Kotak itu terjatuh tidak jauh dari pedal gas. Pandangannya mulai tidak fokus ke depan, dengan reflek pula dia tidak sadar telah mengambil posisi berlawanan.

Pandangannya kembali fokus ke depan saat kotak yang dia cari sudah berada di tangannya kembali namun, sebuah truk dengan kecepatan cukup kencang melaju di hadapannya. Dirinya kembali terkejut dan membanting setirnya kuat-kuat kearah jalur sebenarnya. Tetapi karena mobilnya terlalu kencang tabrakan pun tak terhindarkan.

Mobil hitam milik pria itu menabrak pembatas jalan dan sialnya terjun ke dalam jurang. Katakan pria itu cukup beruntung dapat segera keluar dari dalam mobil sebelum mobilnya menabrak dasar jurang dan meledak. Posisinya terjatuh dengan mobilnya cukup jauh, sehingga dia tidak terkena akibat dari ledakan mobilnya.

Pria itu juga tidak bisa dikatakan selamat juga karena kepalanya terbentur sebuah batu saat terjatuh ke tanah.

"Sa-Sakura." Hanya itu yang dia ucapkan sebelum semuanya menjadi gelap.

Supir truk yang menyaksikan kejadian itu segera pergi meninggalkan tempat kejadian, dirinya takut dianggap sebagai penjahat, padahal memang dirinya tidak bersalah.

.

.

.

"Okaasan, lihat ini.. Sepertinya makanan ini terlihat enak untuk kita sajikan nanti." Sakura menyerahkan sebuah buku menu makanan kepada Mikoto.

"Okaasan terserah selera kalian saja. Apapun yang kalian pesan, Okaasan akan suka." Mikoto tersenyum bahagia sesaat, kemudian kembali diam.

"Okaasan kenapa? Sepertinya hari ini sedang tidak terlihat bersemangat, Okaasan tidak enak badan?" Tanya Sakura khawatir dan menyadari ada yang tidak beres dengan Mikoto.

Mikoto menggeleng lemah "Hanya saja Okaasan merasakan firasat buruk sejak tadi pagi. Ada apa ini?" Ujar Mikoto lemah.

Sakura hanya tersenyum lembut " Itu hanya firasat saja. Semuanya akan baik-baik saja." Sakura menghibur.

Mikoto kembali tersenyum.

Triilll.. Triilll..

Sakura menyadari telepon rumah berdering dan meminta ijin Mikoto untuk mengangkatnya.

"Hallo.."

"Selamat sore, kami dari kepolisian pusat. Benarkah ini dengan kediaman Uchiha?"

"Iya benar.. Ada yang bisa saya bantu?"

"Saya ingin menanyakan sesuatu, apakah anda mengenali mobil hitam metalik dengan plat nomor xxxx?"

"I-Iya.. Saya kenal, ada apa dengan mobil Sasuke-Kun?" Tanya Sakura semakin khawatir, tiba-tiba perasaan buruk menyerangnya.

Sakura dapat mendengar polisi itu menghela nafas pendek.

"Saya ingin mengabarkan kabar buruk. Mobil yang Sasuke-San kendarai mengalami kecelakaan di perbatasan Tokyo dan Konoha. Mobilnya jatuh ke dalam jurang dan meledak, saat ini ka-."

Sakura jatuh lemas ke lantai, ganggang telepon yang tadi masih dia pegang ikut terlepas. Dia merasa seluruh tulang-tulangnya terlepas dari tubuhnya.

"Sa-Sakura? Ada apa? Siapa yang menelepon?" Mikoto menghampiri Sakura dengan khawatir.

"Sa-Sa-Sasuke-Kun.." Sakura menangis, bahkan dia tidak sanggup untuk berbicara.

"Ada apa dengan Sasuke-Kun? Kenapa Sakura?" Mikoto menyimpulkan semua firasat buruknya menjadi kenyataan.

"Sa-Sasuke-Kun mengalami kecelakaan." Sakura berujar lemah.

Pandangannya kosong dengan air mata yang terus mengalir.

Mikoto menutup mulutnya tidak percaya.

"Sa-Sasuke-Kun.. A-Anakku.." Mikoto segera berdiri dan berlari keluar rumah.

"O-Okaasan.." Sakura hanya dapat terdiam melihat, sungguh tubuhnya tidak dapat dia gerakkan.

"Bibi ada apa?" Naruto datang di saat yang tepat sebelum Mikoto benar-benar keluar.

"Ke-Kenapa bibi menangis?" Naruto menahan pundak Mikoto. Dia mencium ada yang tidak beres.

"Na-Naruto.." Kali ini Mikoto yang merosot jatuh.

Dengan sigap Naruto berhasil menahannya.

"Sa-Sasuke."

"Ada apa sebenarnya? Ada apa dengan Sasuke?" Naruto semakin terlihat bingung.

"Sasuke kecelakaan." Mikoto menangis sejadinya dipelukan Naruto.

"A-Apa?" Naruto masih tidak percaya.

"Bibi.." Naruto menggoyangkan tubuh Mikoto karena tidak merasakan gerakan lagi.

Mikoto pingsan.

Naruto segera membawa Mikoto masuk ke dalam rumah. Dia dapat melihat Sakura yang menangis di lantai ruang tamu.

Naruto segera melangkah menuju kamar Mikoto yang meminta Bibi Chiyo untuk mengawasi Mikoto.

Naruto kembali menghampiri Sakura.

"Sakura-Chan.." Naruto berujar sedih.

"Sa-Sasuke-Kun.. Naruto."

Naruto segera memeluk Sakura. Sungguh Naruto tidak tahan melihat Sakura yang terlihat sangat menyedihkan.

"Aku akan segera menghubungi polisi untuk memastikan keadaannya." Naruto mengeratkan pelukannya kepada Sakura.

Sakura masih menangis dalam pelukan Naruto. Dia tidak percaya hari ini akan ada.

"Aku akan membawa Sasuke pulang." Naruto terlihat tidak begitu yakin tetapi mungkin ini akan sedikit menguatkan Sakura.

Naruto melepaskan pelukannya dan menatap Sakura lekat-lekat.

"Jangan menangis ku mohon." Naruto menghapus air mata Sakura.

"A-Aku ikut."

"Tidak.. Kamu harus menunggu dan temani bibi, saat ini dia sangat membutuhkanmu. Jadi, tunggulah kabar dariku." Naruto menatap Sakura penuh keyakinan.

Dia membantu Sakura untuk duduk di sofa dan kembali berlutut dihadapan Sakura.

"Jangan menangis lagi, kumohon, terlebih dihadapan bibi." Setidaknya ucapan Naruto benar untuk tidak menangis terutama dihadapan Mikoto.

"Ku-Ku mohon Naruto, berikan kabar baik saat kamu pulang nanti." Sakura menggenggam tangan Naruto memohon.

Naruto hanya mengangguk. "Sasuke itu kuat, dia pasti selamat. Aku pergi sekarang." Naruto segera meninggalkan kediaman Uchiha.

.

.

.

Naruto segera mendatangi tempat kejadian setelah mendapat informasi mengenai kecelakaan mobil Sasuke. Disana perasaannya campur aduk. Mobil Sasuke hancur tidak bersisa dan gosong akibat ledakan.

Polisi memberitahukan belum menemukan mayat Sasuke sejauh ini. Ada berbagai kemungkinan yang dapat terjadi, antara hidup dan mati. Polisi beranggapan Sasuke tenggelam atau mungkin hanyut di sungai dekat tempat kejadian. Kemungkinan Sasuke berhasil keluar dari dalam mobil sebelum benar-benar jatuh dalam jurang. Namun posisi dimana dia terjatuh masih belum diketahui.

Polisi hanya menemukan sebuah dompet di tempat kejadian dan itu sudah dipastikan milik Sasuke.

Naruto hanya menghela nafas. Polisi berkata jika dalam 3 hari belum dapat ditemukan, maka mereka akan mengambil kesimpulan Sasuke sudah meninggal.

Naruto tidak tahu harus mengabarkan apa kepada Mikoto dan Sakura. Kepalanya berdenyut sakit saat ini.

.

.

.

Sasuke berjalan tertatih-tatih karena luka yang dia alami cukup berat. Dia bahkan tidak sadar dirinya siapa dan kenapa dia bisa seperti ini.

Kepalanya terasa berat. Nafasnya mulai terengah-engah karena kelelahan dan kehausan. Dia hanya tahu sebuah kotak kecil digenggamannya saat dia tersadar dan memasukkannya kembali kedalam saku jasnya. Dia tidak tahu itu untuk siapa.

Sasuke kembali berjalan berharap menemukan seseorang yang dapat menolongnya, sebelum akhirnya dia kembali pingsan di jalanan karena benar-benar kelelahan.

.

.

.

Hinata dan kiba sedang dalam perjalanan pulang dari rumah sakit hewan. Hari mulai gelap. Jalanan sekitar Konoha juga terlihat sepi seperti setiap harinya. Kiba melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Meskipun begitu Kiba paham mengenai 'Biarkan pelan, asalkan selamat', apalagi kini dia membawa serta temannya.

"Hinata besok temani aku lagi ya menjenguk Akamaru." Kiba memohon.

Hinata menatap Kiba "Hm.. Aku tidak ja-."

Hinata bisa merasakan tubuhnya tertarik ke depan karena Kiba tiba-tiba menginjak rem kuat.

"A-Ada apa?" Tanya Hinata melihat Kiba yang juga terlihat ketakutan.

Kiba menunjuk mobil depannya.

"A-Ada orang pingsan tepat di depan mobilku." Kiba segera membuka pintu dan disusul Hinata.

Mereka berdua memekik kaget.

"Astaga."

"A-Ayo kita bawa ke rumah sakit." Hinata meminta Kiba untuk membantunya mengangkat tubuh Sasuke yang penuh luka ke dalam mobil kiba.

Hinata menjadi duduk di belakang dan memegangi tubuh Sasuke. Dia dapat melihat darah dikepala yang sudah mengering.

.

.

.

Sasuke segera ditangani oleh pihak medis saat tiba di rumah sakit. Tidak terlalu besar tetapi mereka cukup ahli.

Hinata dan Kiba menanti dengan was-was di ruang tunggu. Mereka tidak mengenal orang itu, melihatnya saja belum pernah dan mereka hanya berharap orang yang mereka tolong akan baik-baik saja.

Seorang dokter wanita keluar dari ruangan UGD.

"Bagaimana keadaannya Tsunade-San?" Tanya Hinata khawatir.

"Dia baik-baik saja, kondisinya cukup bagus. Hanya saja.."

"Hanya saja?" Tanya Kiba yang mulai tidak sabaran.

Tsunade memberikan tatapan sinis kepada Kiba karena sifat tidak sabarannya itu. Dia menghela nafas.

"Kepalanya terbentur cukup keras, aku takut dia akan mengalami hilang ingatan." Lanjut Tsunade.

Hinata dan Kiba sama-sama terdiam.

"Apa kalian mengenalnya?" Tanya Tsunade lagi.

Hinata dan Kiba sama-sama menggeleng kepalanya.

"Kalian bisa membawanya pulang karena kondisinya baik-baik saja, hanya kepalanya saja yang terluka. Usahakan dia berada dirumah yang tepat." Tsunade menatap Kiba sinis.

Mereka cukup mengerti, saat ini hanya rumah Hinata yang dapat dijadikan sebagai tempat untuk merawat Sasuke. Rumah Kiba? Ah, jangan katakan. Makanan anjing berserakan dimana-mana, sungguh tidak cocok untuk tempat merawat orang sakit.

"Aku mengerti." Ujar Kiba kesal.

"Aku akan memberikan resep obat, jika dia sudah siuman mungkin kalian bisa membawanya kembali untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut."

"Baik.. Terima kasih banyak Tsunade-San."

Hinata dan Kiba mengurus biaya pemeriksaan dan menebus obat yang sudah Tsunade berikan. Saat ini mereka kembali ke rumah Hinata dengan membawa Sasuke yang masih belum sadarkan diri.

.

.

.

Naruto dapat melihat raut kesedihan dari Mikoto dan Sakura. Dia kecewa tidak berhasil membawa kabar baik, terlebih hilangnya Sasuke lebih buruk daripada jika Sasuke telah meninggal karena meninggalkan ketidakpastian yang menyiksa.

"Maafkan aku." Ini sudah kesekian kalinya Naruto meminta maaf kepada Mikoto dan Sakura.

Mikoto hanya terdiam. Dia tidak menyangka dirinya akan ditinggal sendiri oleh keluarganya. Kembali Mikoto menangis.

Sakura memeluk Mikoto.

"Okaasan.." Sakura berniat menghibur Mikoto meskipun semua orang tahu usahanya sia-sia.

Malam ini dan seterusnya kediaman Uchiha akan diliputi aura kesedihan.

.

.

.

Hinata menidurkan Sasuke di kamar peninggalan kakak laki-lakinya, Neji. Dibantu oleh Kiba yang membopong tubuh Sasuke.

"Terima kasih Kiba-Kun."

"Tenang saja Hinata, kita yang sama-sama menemukannya, jadi aku turut bertanggung jawab membantumu." Kiba menyengir.

"Hari sudah malam, kamu mau menginap disini atau pulang?" Hinata menawarkan pilihan.

"Mungkin sebaiknya aku pulang. Aku harus merapikan peralatan Akamaru untuk besok."

"Baiklah.. Sepertinya besok aku tidak dapat menemanimu.. Maaf."

"Hehe.. Tidak apa-apa, aku bisa pergi sendiri, lagipula kamu harus mengawasinya juga."

"Hm.."

"Baiklah jika begitu, aku permisi."

Hinata mengantarkan kepergian Kiba dan menutup pintunya. Dia kembali melangkah ke dalam kamar Neji untuk sekedar memeriksakan keadaan Sasuke dan setelah itu kembali berlalu menuju kamarnya sendiri.

.

.

.

Ini adalah hari ketiga sejak kecelakaan Sasuke dan menyebabkan Sasuke menghilang tidak ada kabar. Polisi sudah menyerah dan meminta maaf kepada Mikoto, Naruto dan Sakura karena pencarian mereka berakhir dengan sia-sia. Untuk dari itu sesuai dengan keputusan mereka menganggap Sasuke telah meninggal, meskipun Sakura tidak menyetujuinya. Dia tidak mau begitu saja menganggap Sasuke telah meninggal sebelum benar melihat jasadnya.

Tetapi sekali lagi, keputusan telah dibuat dan Mikoto telah merelakannya.

.

.

.

Hinata masih terus menjaga –Sasuke- orang dia temukan dijalan saat bersama Kiba. Saat ini masih belum ada tanda-tanda orang itu akan segera bangun. Mau tidak mau, Hinata tidak pergi berjualan dan terus merawat Sasuke sambil membuat aksesoris untuk dia jual.

Malam ini seperti malam-malam sebelumnya. Masih belum ada tanda yang membuat Hinata yakin orang yang dia temukan akan segera sadar.

Hinata hanya memohon kepada Kami-Sama untuk segera membangunkan orang ini.

Tidak sampai 5 menit dia berdoa, ada pergerakan ringan dari tangan Sasuke.

Hinata menyadarinya dan segera merapatkan tubuhnya ke ranjang.

Sasuke sudah sadar.

"Hei.." Sapa Hinata saat Sasuke sudah benar-benar tersadar.

Sasuke hanya menatap Hinata lekat-lekat.

"Bagaimana keadaanmu?" Tanya Hinata khawatir.

"Dimana ini? Siapa kamu? Dan.." Sasuke memegangi kepalanya yang berdenyut sakit.

"Hm?"

"Siapa kamu?" lanjut Sasuke.

Hinata tidak terkejut karena seperti yang Tsunade katakan, kemungkinan orang dihadapannya ini akan mengalami hilang ingatan akibat benturan dikepalanya.

Hinata hanya tersenyum, bukan mengejek tetapi bersyukur karena sepertinya keadaan Sasuke benar-benar baik walaupun dia hilang ingatan.

"Sebenarnya aku juga tidak tahu kamu siapa." Hinata berujar sedih.

"Aku menemukanmu pingsan di jalan dan merawatmu. Ini rumahku dan namaku Hyuuga Hinata. Salam kenal."

Sasuke masih memilih diam.

"Maaf.. Aku tidak bisa membantu lebih banyak mengenai siapa kamu karena kamu tidak meninggalkan identitas diri dan hanya ada sebuah kotak kecil."

Hinata mengambilnya dari dalam lemari samping ranjang dan menyerahkannya kepada Sasuke.

Sasuke mengambilnya dan melihat cukup lama kotak itu.

Dia ingat itu kotak yang dia temukan saat dirinya sedang terluka entah karena apa.

"Hei.. Bagaimana jika aku memberimu sebuah nama?" Hinata memberi usul.

"Hm?" Sasuke menaikkan alinya.

"Bagaimana dengan Naruto?" Hinata terlihat senang dengan nama itu.

"Naruto?" Sasuke mengulangi nama pemberian Hinata.

"Hm." Hinata mengangguk senang.

"Kamu tidak suka?" Tanya Hinata sedikit kecewa. Dia memang tidak terlalu berbakat memberikan nama.

"Baiklah." Ucap Sasuke datar.

Hinata kembali tersenyum kembali "Baiklah, mulai hari ini aku akan memanggilmu Naruto-Kun." Lanjut Hinata.

Sasuke hanya diam melihat Hinata tersenyum. Dia merasakan sesuatu yang asing dan baru dalam hidupnya. Seperti seorang bayi yang baru terlahir, dengan kenangan baru tentunya.

.

.

.

"Apa yang sedang kamu buat? Ini sudah malam. Bukankah besok kamu masih harus pergi berjualan? Mau ku bantu?" Tanya Sasuke panjang lebar.

Hinata hanya menatap Sasuke dan tersenyum.

Ini sudah seminggu sejak Sasuke tinggal bersamanya. Hinata bahkan sudah dekat dengan Sasuke, begitu pula sebaliknya. Hinata bahkan mengenalkan Sasuke sebagai Naruto kepada semua teman-teman dan tetangganya.

"Ini harus segera diselesaikan." Hinata kembali membuat aksesoris.

"Biar ku bantu." Sasuke ikut duduk dihadapan Hinata.

"Tidak perlu, sedikit lagi akan selesai."

Hinata tersenyum senang dengan Sasuke yang masih memperhatikannya. Tiba-tiba dia menyerahkan gantungan aksesoris yang baru selesai dibuatnya ke hadapan Sasuke.

Sasuke hanya terlihat bingung.

"Untukmu." Ucap Hinata senang.

"Hm? Maksudnya?"

"Aku membuatkannya untukmu, ini adalah jimat keberuntungan. Semoga Naruto-Kun selalu diikuti keberuntungan." Hinata mengambil tangan Sasuke dan menyerahkan gantungan itu ke tangan Sasuke.

Sasuke melihat gantungan itu. Dia tersenyum tipis.

"Terima kasih."

"Sama-sama." Hinata turut tersenyum senang menyadari Sasuke menyukai pemberiannya.

.

.

.

Sakura terjebak dalam dimensi ruang serba putih. Dia mengenakan gaun pengantin. Sakura terlihat kebingungan. Dia berlari berusaha mencari jalan keluar.

Terus dan terus berlari tetapi ruangan itu masih sama, seolah dia berlari di tempat. Sakura mulai menangis ketakutan.

"Sasuke-Kun." Dia memanggil Sasuke.

"Sakura."

Sakura mendongakkan kepalanya mencari asal suara yang sangat dia yakini sebagai suara Sasuke.

"Sasuke-Kun.. Dimana kamu?" Sakura kembali melihat sekelilingnya yang memang tidak berubah.

"Sakura, aku disini." Lagi terdengar.

Sakura berlari lurus dan dia melihat sosok Sasuke yang berdiri dengan jas putih.

"Sa-Sasuke-Kun." Sakura tersenyum.

Dia berjalan perlahan menghampiri Sasuke namun, semakin dia melangkah mendekat, Sasuke semakin menjauh.

"Sasuke-Kun jangan pergi." Kali ini Sakura memilih berlari untuk menggapai Sasuke.

Sasuke memanjangkan tangannya seolah ingin meraih tangan Sakura namun sekali lagi semakin Sakura mendekat, maka semakin jauh Sasuke.

Sakura terjatuh dan Sasuke menghilang dari pandangannya.

"Sasuke-Kun." Sakura berujar sendu dan kembali menangis.

Seketika ruangan putih itu menjadi gelap.

"Sakura.."

"Sakura-Chan.."

Sakura membuka matanya.

Sebuah mimpi buruk yang begitu nyata.

"Kamu mimpi buruk?" Tanya Naruto khawatir begitu melihat Sakura yang tertidur tidak tenang.

Sakura kembali menghela nafas lelah.

"Kita sudah sampai." Naruto melepaskan seat belt.

"Naruto.."

"Ada apa?" Naruto menatap Sakura yang tidak menatapnya.

"Aku merasa Sasuke-Kun masih hidup.." Sakura menatap Naruto serius.

"Sakura-Chan." Naruto terlihat bingung.

"Percayalah padaku Naruto." Sakura mencengkram baju Naruto dan sedikit mengguncangnya.

"Aku sangat yakin Sasuke-Kun masih hidup, di-dia hanya tidak tahu jalan pulang." Sakura kembali menangis.

Naruto segera memeluk Sakura dan membelai pelan punggungnya.

"Kumohon Naruto percayalah padaku.. Aku tidak bohong.. Firasatku mengatakan Sasuke masih hidup dan dia sedang tersesat." Sakura berucap sambil terisak.

"Aku percaya Sakura-Chan."

Sakura melepas pelukan itu dan menatap Naruto lekat dengan air mata yang terus berlinang keluar "Berjanjilah padaku Naruto. Berjanjilah.." Sakura mengguncang Naruto.

"Berjanjilah padaku untuk mencari Sasuke.."

Naruto yang memang tidak tahan melihat Sakura, sahabat dan orang yang dia cintai menangis kembali memeluk Sakura.

"Ya.. Aku berjanji akan menemukan Sasuke." Sakit memang untuk Naruto.

'Berjanjilah padaku Naruto, bawa Sasuke-Kun kembali.'

.

.

.

Hari berlalu dengan cepat, tidak terasa waktu sudah berlalu selama dua minggu sejak Sasuke tinggal bersama dengan Hinata.

Hinata selalu berpikir Sasuke itu bukan orang sembarangan. Terbukti dia dapat memberikan berbagai ide untuk aksesoris Hinata. Tetapi Hinata mengakui merasa nyaman dan senang dengan kehadiran Sasuke di hari-harinya sekarang.

"Belum tidur?" Tanya Sasuke tiba-tiba.

"Eh.. Belum.." Hinata tersenyum menyadari kehadiran Sasuke.

"Apa yang sedang kamu lakukan?" Tanya Sasuke ikut duduk disamping Hinata.

Kini mereka tengah berada di atas atap rumah Hinata.

"Ini adalah tempat favoritku disaat sedang lelah." Hinata menarik nafas dalam-dalam.

"Dan pemandangan malam ini terlihat sangat indah." Lanjut Hinata menunjuk langit malam yang dipenuhi oleh bintang-bintang.

Sasuke ikut menatap langit.

"Naruto-Kun kenapa belum tidur?" Hinata melirik ke arah Sasuke sebentar dan kembali mengalihkan ke atas langit.

Sasuke mengambil sesuatu dari dalam saku celananya dan menyerahkan benda itu didepan pandangan Hinata.

Hinata menatap Sasuke bingung.

"Untukmu." Ujar Sasuke datar.

"Naruto-Kun membuatkannya untukku?" Hinata tersenyum senang.

Sasuke hanya mengangguk senang dengan wajah merona.

"Te-Terima kasih.." Hinata mengambilnya dari Sasuke dan meneliti gantungan yang Sasuke buat untuknya.

"Itu adalah jimat keberuntungan untukmu." Sasuke memalingkan wajahnya.

Hinata hanya tersenyum senang.

"Lihat-lihat… Ada bintang jatuh.. Ayo Naruto-Kun, buat permohonanmu." Hinata menarik lengan baju Sasuke dan segera meminta permohonan.

Sasuke hanya tersenyum tipis melihat kelakuan kekanak-kanakan dari Hinata.

'Aku berharap Naruto-Kun sehat selalu dan semoga ingatannya segera kembali.'

Diam-diam Sasuke memohon dalam hati.

'Semoga Hinata selalu tersenyum dan berikan kebahagian untuknya.'

.

.

.

"Haaaattccchiiiiii….." Ini sudah berkali-kali Hinata mengalami bersin-bersin.

Pagi ini Hinata bangun dengan kepala yang terasa cukup berat, hidungnya terasa gatal dan pandangannya terasa kunang-kunang.

"Hinata?" Sasuke menghampiri Hinata dengan khawatir.

"Kenapa Naruto-Kun?" Hinata sungguh sangat pusing. Tangannya berusaha memegang dinding untuk berdiri.

"Kamu demam." Sasuke menempelkan punggung tangannya ke kening Hinata.

"Tidak apa-apa, ini hanya masuk angin biasa, nanti juga sembuh sendiri."

"Kamu masih mau berjualan dengan keadaan seperti ini?" Tanya Sasuke tidak percaya saat melihat tas yang berisi aksesoris jualan Hinata.

Hinata hanya mengangguk pelan, rasanya dia mual.

"Sini, biar aku gantikan.. Kamu istirahat dan minum obat.."

Sasuke segera merebut tas itu dari Hinata.

"Eh.."

"Sudah.. Sekarang kamu minum obat dan tidur.. Tunggu aku saja di rumah, aku tidak akan mengecewakanmu." Sasuke mendorong Hinata menuju kamarnya.

"Eh.." Hinata kini sudah berbaring diranjangnya dan melihat kepergian Sasuke.

Hinata tersenyum lemah, jantungnya berdebar cepat dan ini bukan karena sakitnya tetapi efek lain.

Dia merasa senang dengan perhatian Sasuke.

.

.

.

Sasuke pulang cepat hari ini. Penjualannya berjalan dengan baik, dia berhasil menjual semua aksesoris buatannya dan Hinata.

"Aku pulang." Ucap Sasuke saat memasuki rumah.

"Naruto-Kun sudah pulang.." Hinata keluar dari arah dapur dengan apron bergambar kelinci yang masih melekat di tubuhnya.

"Kenapa memasak? Memangnya demammu sudah turun?" Sasuke meletakkan tas di kursi dan berjalan menghampiri Hinata.

Dengan jarak yang sangat dekat, wajah Hinata kembali memerah, jantungnya berdebar kencang.

"Wajahmu merah, demammu belum turun."

Sasuke hendak menyentuh kening Hinata tetapi, dengan reflek Hinata menghindar.

"A-Aku sudah sembuh Na-Naruto-Kun." Hinata terlihat sangat gugup dan berdiri membelakangi Sasuke.

Sasuke hanya menatap Hinata dengan heran.

"Su-Supnya akan segera matang, Na-Naruto-Kun lebih baik mandi dulu." Hinata kembali berjalan menuju dapur dengan langkah kikuk.

Sasuke hanya tersenyum tipis menyadari keanehan Hinata.

.

.

.

"Naruto-Kun.."

"Hm?"

"Bagaimana penjualan hari ini?"

Hinata melihat raut wajah Sasuke yang menjadi murung.

"Eh.. Tidak apa-apa.. Masih ada besok." Hinata mencoba menghibur hingga dia melihat senyuman Sasuke.

"Tenang saja, semua sudah terjual habis."

Hinata tersenyum cukup lebar "Be-Benarkah?"

Sasuke menganggukan kepalanya.

Ini pertama kalinya semua aksesoris Hinata terjual habis.

"Terima kasih banyak Naruto-Kun."

Hinata berpikir untuk bergadang kembali karena harus membuat aksesoris baru.

"Hei, jangan berpikir untuk bergadang malam ini. Kamu itu baru sembuh." Sasuke memperingati.

Hinata menggembungkan pipinya karena pikirannya begitu mudah terbaca oleh Sasuke.

"Lagipula uang ini akan cukup untuk seminggu kedepan."

Hinata kembali tersenyum saat mendapat perhatian dari Sasuke.

"Naruto-Kun, bagaimana jika minggu ini kita pergi ke Tokyo untuk jalan-jalan?"

Sasuke nampak berpikir.

"Bukan ide yang buruk."

"Baiklah.. Aku tidak sabar menantinya, hehe.."

.

.

.

Malam ini Hinata tidak dapat langsung tidur akibat pengaruh tidur tadi pagi hingga sore. Dia mengendap-ngendap menuju atap rumahnya dengan sebuah selimut tebal. Setidaknya dia sudah memastikan Sasuke sudah tertidur dikamarnya.

Pikirannya melayang jauh mengenai hubungannya dengan seorang pria asing yang lupa ingatan dan dia memberikan nama serta tempat tinggal lalu juga ingatan baru untuk pria itu.

Hinata tersenyum sendiri begitu mengingatnya. Hatinya juga terasa hangat dan Hinata sadar dirinya telah jatuh ke dalam pesona pria yang diberi nama Naruto.

Bersalahkah dia menyukai seseorang yang tidak mengetahui masa lalunya?

.

.

.

"Sasuke-Kun aku sangat mencintaimu."

"Sasuke selamat ya atas pertunanganmu dengan Sakura-Chan."

"Sakura mau kah kamu menikah denganku?"

Cincin, Pesta, Baju pengantin, Mobil, Kecelakaan, Truk.

Semua potongan-potongan kisah dimasa lalunya menghampiri mimpinya.

Sasuke segera terbangun dengan penuh keringat, kepalanya mulai berdenyut sakit.

"Argh.." Dia mengerang kesakitan dan memegangi kepalanya.

"Sasuke, Sakura, Naruto, Hinata."

Sasuke segera melihat sekelilingnya.

Masih sama seperti malam sebelumnya.

"Hahhh.." Sasuke segera beranjak dari kamarnya dan menuju dapur untuk meminum air.

Dia melihat ke kamar Hinata dan tidak ada orang, Sasuke sadar Hinata kini berada di atas atap.

.

.

.

"Kenapa masih belum tidur?"

Suara Sasuke mengejutkan Hinata yang sedang melamun.

"Apa kamu tidak takut sakit lagi?" Tanya Sasuke datar.

Hinata hanya dapat diam seribu bahasa.

"I-Itu karena aku tidak mengantuk." Cicit Hinata pelan.

Sasuke menempelkan botol minuman yang dibawanya ke pipi Hinata.

"Minumlah."

Hinata menatap Sasuke dan mengambil botol itu.

"Terima kasih."

"Hm."

"Hei, Naruto-Kun.."

"Hm?"

"Apakah saat ini kamu memiliki sebuah cita-cita?"

Hinata menyadari pertanyaannya cukup berat untuk seseorang yang kehilangan ingatannya.

"E-Eh.. Itu.. Maaf, lupakan saja pertanyaan tadi."

"Hm.. Untuk saat ini belum ada." Hinata menatap Sasuke.

"Maaf Naruto-Kun."

"Tidak apa-apa, bagaimana denganmu? Apa kamu memiliki sebuah cita-cita?"

"Cukup banyak." Hinata mengeratkan selimutnya karena memang udara sekitar semakin dingin.

"Tetapi yang paling utama adalah aku ingin memiliki sebuah toko di kota besar untuk menjual semua aksesoris buatanku." Sasuke melihat Hinata yang berbicara serius cukup membuatnya berdebar-debar.

"Kecil sekali impianmu?"

"Kurasa tidak untuk kalangan sepertiku. Hehe. Lagipula aku memiliki sebuah motto hidup."

"Hm? Apa itu?"

"Lakukanlah hal yang kamu sukai dan yang dapat membuatmu bahagia. Dengan mewujudkan impian itu sudah sangat membuatku merasa bahagia terlahir ke dunia ini."

Pertama kalinya Sasuke bertemu orang sesederhana ini.

.

.

.

Hinata sudah bisa bergadang, ditemani oleh Sasuke untuk membuat aksesorisnya. Saat ini di ruang tamu Hinata masih sibuk mendesain aksesorisnya dengan model yang lebih baru dan unik. Tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam saat Hinata merenggangkan tubuhnya yang mulai terasa kaku. Dia melihat Sasuke yang sudah tertidur terlebih dahulu dengan kepala di atas meja.

Hinata tersenyum dan mengambilkan sebuah selimut untuk menyelimuti Sasuke.

Dirinya kembali duduk diposisi semula. Tangannya membelai lembut rambut hitam Sasuke.

"Naruto-Kun.. Terima kasih atas semua bantuanmu selama ini.." Hinata mulai berdialog sendiri dengan suara pelan.

"Aku.." Hinata terdiam. "Ehm.. Bagaimana jika aku bilang aku menyukaimu? Apakah itu terdengar aneh? Aku sendiri tidak sadar dengan perasaan ini sebelumnya, hingga pada akhirnya aku mulai menyadari aku menyukaimu. Apakah itu benar? Aku bahkan terlalu takut jika ternyata kamu memiliki seorang pacar, tunangan atau bahkan istri yang kini sedang menunggu kepulanganmu. Aku harus berbuat apa Naruto-Kun.. Aku bahkan tidak dapat mengendalikan perasaan ini setiap melihatmu." Lanjut Hinata lirih masih sambil membelai pelan rambut Sasuke.

"Apakah aku terlihat menyedihkan?"

Hinata terkejut atau sangat terkejut ketika tangannya digenggam erat oleh tangan Sasuke.

"Na-Naruto-Kun." Hinata tersadar bahwa Sasuke tidak benar-benar tertidur dan dia mendengar semua ucapan Hinata.

"Gyaaaa…." Hinata berteriak dan reflek meninju wajah Sasuke.

.

.

.

"Sa-Sakit.." Sasuke meringis.

"Ma-Maaf.." Hinata hampir menangis.

Saat ini dia tengah mengobati memar biru di wajah Sasuke akibat tinju yang dia layangkan 5 menit yang lalu.

"Pelan-pelan."

"Ma-Maaf.." Hinata mengulangi perkataannya dan sudah hampir 15x Sasuke mendengar permintaan maaf dari Hinata.

"Hei.. Kenapa kamu berbicara dengan orang yang sedang tidur? Kenapa tidak berbicara denganku saat terjaga?"

Hinata menundukkan wajahnya yang memerah. Penyataan cintanya yang pertama berakhir seperti ini.

Sasuke menarik dagu Hinata dan dia bisa melihat wajah Hinata yang memerah.

"Apakah benar kamu sungguh menyukaiku hingga kamu sendiri tidak dapat mengontrol perasaan itu?" Tanya Sasuke sekali lagi.

Jantung Hinata pasti akan segera copot karena sudah berdetak cepat dengan waktu yang cukup lama.

Sasuke tersenyum licik. Baginya Hinata yang diam adalah jawaban 'iya'.

Sasuke mendekatkan dirinya dan mencium bibir kecil Hinata.

Hinata hanya dapat melotot karena terlalu cepat.

Tidak lama, Sasuke segera melepaskan ciuman singkat itu.

"Kamu ingin mendengar jawaban ku?" Goda Sasuke dan terlihat sangat seksi di mata Hinata.

Ini bahaya!

"A-Aku harus segera tidur Na-Naruto-Kun."

Hinata hendak berdiri sampai Sasuke menahan tangannya untuk tetap duduk di sampingnya.

"Kamu bahkan belum mendengar jawabanku." Lagi-lagi Sasuke tersenyum menggoda.

Hinata hanya dapat meneguk ludahnya.

"Aku juga menyukaimu." Senyuman Sasuke berubah lembut.

Hinata terdiam seolah terpaku oleh ucapan Sasuke barusan.

Sasuke membelai pelan wajah Hinata.

"Aku tidak perduli dengan ingatan masa laluku.. Bagaimana jika kita pergi ke kota yang jauh dan hidup berdua. Hanya ada kamu dan aku. Kita akan memulai segalanya dari awal." Sasuke berujar serius.

Sasuke mengeluarkan sesuatu dari saku celananya.

Cincin yang dibelinya sebelum kecelakaan.

"Cincin ini akan menjadi saksi ucapanku malam ini.. Mungkin hanya cincin ini yang dapat kuberikan kepadamu saat ini, tetapi aku berjanji akan terus membahagiakanmu Hinata." Sasuke mengenakan cincin itu ke jari manis kanan Hinata dan memberikan sebuah ciuman di tangan Hinata.

Hinata merona hebat. Sungguh luar biasa.

"Na-Naru-"

"Ssst.."

Sasuke menempelkan jarinya dibibir Hinata dan kembali mencium bibir Hinata.

Ciuman itu berubah menjadi lumatan-lumatan ciuman panas. Hinata benar-benar mabuk dengan ciuman Sasuke.

Malam ini terasa hangat untuk Sasuke dan Hinata.

.

.

.

TBC

Saya lagi suka fict tema hilang ingatan.. Hahaha..

Bagaimana dengan Fict ini?

Hanya 2 chapter saja dan chapter selanjutnya sudah tamat..

Apakah kalian sudah menerka-nerka endingnya?

Hahaha..

Baiklah Terima kasih dan semoga kalian mengerti alur fict ini.

^^/