Title: Hungry
Pairing(s): MuraKuro. mentioned!AoKise
Warning(s): OOC, typo(s).
Kuroko no Basket © Fujimaki Tadatoshi
Enjoy!
.
.
.
"Kurochin, aku lapar,"
Murasakibara menatap lawan bicaranya dengan wajah malas. Disana—di depan Murasakibara, tepatnya—terdapat banyak sekali bungkus-bungkus makanan yang dibiarkan menggungung.
Sementara Kuroko—empunya meja itu—hanya menyeruput sebuah Vanilla Milkshake dengan wajah yang terlewat datar. Jam dinding berdetak dengan lambat. Istirahat baru dimulai 5 menit yang lalu, tetapi Murasakibara sudah menghabiskan 10 maiubou.
Perkataan—atau lebih tepat disebut sebuah kode—tidak mempan terhadap Kuroko. Entah ia memang sengaja mengabaikannya, atau kadar ketidakpekaan Kuroko sudah lebih dari dosis maksimum, entahlah.
Yang diabaikan menghela nafas. Kelas Kuroko terlihat ramai—ramai sekali malah. Ia bisa mendengar dengan jelas teriakan fangirl ababil yang mengarah entah kesiapa. Ia tidak peduli. Yang terpenting; ia butuh makanan ASAP.
Tidak; Murasakibara tidak se-kere yang kalian kira. Dompetnya bahkan sangatlah tebal—walaupun, lebih tebalan dompetnya Akashi. Omong-omong, dompet Akashi terlihat mencurigakan. Setiap ia mengeluarkan uang, yang keluar hanyalah uang dua ribuan. Entah di dompetnya tebal karna uang dua ribuan, atau—tidak jadi. Masih sayang nyawa, maaf.
Kembali ke topik. Pasti kalian terheran-heran—oke, ini geer—kenapa dengan dompet yang tebal, Murasakibara tidak membeli snack lagi.
Alasannya cuma satu. One and only. Mau tahu? Jawabannya adalah...
Mager.
Memang kurang logis, sih. Tetapi, menurut Murasakibara, itu adalah alasan paling logis. Dan sepertinya, posisi snacks and sweets di hatinya sudah digusur dengan sesuatu yang bernama mager. Entah sejak kapan, hanya Murasakibara dan Tuhan yang tahu.
Sebentar. Untuk Murasakibara—di dalam kata mager, bukan hanya terdapat arti malas gerak, tetapi ada sesuatu yang lain. Selain malas gerak, maksud dari kata mager adalah mau geratisan. Oke, agak maksa. Tapi Murasakibara tetap keukeuh dengan prinsipnya.
Jangan salah, Murasakibara menyukai gratisan bukan karena ia kere—sudah dibilang, dompetnya tebal—tetapi, karena ia ingin menabung untuk masa depan. Jangan pernah rendahkan Murasakibara, karena walaupun banyak makan, tetapi dia selalu rajin menabung. Luar biasa, kan?
.. Tidak juga sih.
Intinya, Murasakibara mager. Ia sudah mengkode ke Kurochin tercintanya, tetapi yang dimaksud tidak pernah peka.
Sebenarnya, orang ter-peka yang pernah Murasakibara temui adalah Kise. Setiap Murasakibara meringis kelaparan, Kise akan mengasihnya coklat—walaupun itu ia dapatkan dari fans-fansnya. Sejujurnya, ia ingin mengkode Kise lagi, tetapi ia masih punya harga diri, kok. Tenang.
Omong-omong Kise, kemarin, terdengar suara mencurigakan dari ruang ganti basket Teikou. Saat Murasakibara dengan hati tegar membuka pintu tersebut, ternyata Kise sedang meringis—atau mendesah?—kesakitan karena dipakaikan perban oleh Aomine—oh ya! Aomine. Seketika, ia ingat jurus yang dengan nistanya diberikan Aomine ke Murasakibara tadi pagi.
Murasakibara menyeringai.
"Kurochin~ wajahmu pucat,"
Kuroko sedikit menaikkan alis. "memang wajahku berwarna putih pucat seperti ini, Murasakibara-kun,"
"Are, bukan itu maksudku, Kurochin. Mukamu lebih pucat dari biasanya,"ujar Murasakibara dengan wajah cemas. Entah acting, atau tulus dari hati.
"Oh?"
Hening. Murasakibara geram. Ia tidak menyangka Kuroko bisa se-sialan ini.
".. Kurochin,"
Kuroko menggumam. Ia masih asyik menyedot Vanilla Milkshakenya.
"apa kau yakin, tidak ada racun di dalam milkshakemu?"
Kuroko menggeleng kecil. "memangnya kenapa?"
Grab. Kedua tangan Murasakibara diletakkan di bahu Kuroko. Matanya mendelik tajam. Raut mukanya tampak serius. Diam-diam, Kuroko menarik nafas panjang.
".. a-ada apa?"
Jangan tanya saya kenapa Kuroko tergagap seperti itu. Jangan. Kumohon, karena yang tahu jawabannya hanyalah Kuroko dan Tuhan.
Murasakibara langsung menghapus jarak diantara mereka. Kuroko terbelakak kaget. Seisi kelas hening—tatapan tertuju kearah mereka.
Seakan tidak memerdulikan sekitar, Murasakibara melumat bibir Kuroko—setelah Kuroko membuka akses, tentunya. Ciuman itu tidak berlangsung lama—dan sepertinya ada yang kecewa. Kuroko yang pertama membuat jarak. Terlihat jembatan saliva yang seakan masih menyatukan mereka.
Tersadar dengan teman-teman yang melihat dengan muka aneh—sebagian jijik, sebagian berbinar-binar, walaupun kebanyakan yang berbinar-binar—Kuroko pun mundur selangkah.
"M.. Murasakibara-kun!"
Oke, yang barusan adalah suara tertinggi yang pernah Kuroko keluarkan.
Yang dipanggil hanya menggumam tidak jelas sambil memiringkan kepalanya. "ya?"
Terdapat sembrutan tipis di wajah Kuroko. "tadi itu.." ia membisu, tidak sanggup melanjutkan perkatannya.
"Ooh, tadi? Wajahmu terlihat pucat. Jadi, mungkin dengan menciummu virus-virus yang terdapat pada dirimu sebagian beralih ke dalam diriku dan Kurochin akan terlihat sehat," jawab Murasakibara polos.
Yang semula bertanya membelakak matanya. Kuroko tidak tahu apakah ini semacam gombalan atau perkataan tulus, tetapi sekarang sepertinya ia sudah terlena. "Benarkah?"
"Tidak hanya itu, sih. Ada tiga alasan. Kedua, karena kau tidak mau mengasih milkshakemu padahal aku sudah mencoba berbagai kode. Aku pikir kalau aku menciummu akan terasa milkshakenya,"
Kuroko menaikkan alis. "Ketiga?"
"Sebenarnya, alasan ini yang paling berpengaruh. Kata Minechin, cara untuk mengenyangkan perut adalah mencium orang. Dan, ternyata benar,"
Lalu pada sore harinya, terdengar suara jeritan suara berat menggema di koridor. Murid-murid yang kebetulan melintas langsung berlari secepat yang mereka bisa.
Semoga kau diberkati disisi-Nya, Aomine Daiki.
.
.
.
END?
A/N: BIAR SAYA JELASKAN. OMG. pertama. ini sejenis fanfic pelampiasan (lagi?) habis selesai ukk. kedua. believe me, ini nyimpang dari plot asli. serius. di tengah perjalanan, tbtb pgn bikin adegan kiss. ampuni saya. tbh, tadinya, mau bikin pure comedy. eh..
sudahlah. *sighs* agak ga pede sebenernya jadi.. mungkin beberapa review bisa membuat hari saya menjadi lebih baik. ;) *dibakar*
