Fic ini dibuat untuk para penggila Aomine di luar sana~
Dan sekaligus 'hadiah' untuk 'Shimizu Anno' ^.^
Disclaimer.
© Tadatoshi Fujimaki
" I – You – We – Us "
A/N : ***** = [insert-your-name-here]
#01 ~ Aomine Daiki x You ~
Pagi ini, saat kau bangun dan mengecek Email, kau mendapat satu Email dari Momoi Satsuki — tetanggamu — yang mengatakan bahwa dia sedang sakit, dan dia menyuruhmu untuk 'mengawasi' Aomine selama seharian penuh hari ini sebagai penggantinya.
Secara refleks kau berteriak kegirangan di kamarmu.
Dengan sigap kau langsung bersiap-siap pergi ke sekolah secepatnya agar dapat menghabiskan waktu lebih banyak bersama satu-satunya orang yang dapat mempercepat kerja jantungmu, Aomine Daiki.
Kau sudah memutuskan untuk tampil sebagus-bagusnya hari ini.
Tapi rencana itu hancur total saat kau menyadari bahwa kau bangun tepat 30 menit sebelum bel masuk berbunyi.
Dengan terburu-buru kau langsung memasukkan segala peralatan sekolah ke tasmu, mandi, sarapan dan berpakaian seadanya, lalu langsung berlari ke luar rumah menuju halte bus dan naik ke bus terakhir menuju sekolah pagi itu. Kau hanya sempat merapikan penampilanmu saat berada di bus.
-.-
Kau sampai di sekolah tepat 15 menit sebelum bel masuk berbunyi.
Hal pertama yang kau lakukan adalah berjalan menuju Gym tempat para anggota tim basket Teikou biasanya berlatih.
Di pagi hari tanpa adanya jadwal latihan seperti ini, seharusnya Gym itu sedang kosong.
Kau hanya mengikuti instingmu yang menuntunmu menuju Gym ini.
'Insting'mu selalu dapat menemukan dimana dia berada, bahkan tanpa pemberitahuan apapun.
Dan benar saja, dari luar Gym kau sudah bisa mendengar suara bola basket yang di-dribble serta suara decit sepatu yang bergema memenuhi Gym.
Kau berdiri di luar pintu, ragu sejenak.
Tiba-tiba suara basket dan decit sepatu itu berhenti, digantikan dengan sebuah suara baritone yang berasal dari dalam, memanggilmu.
"Oi, *****, apa yang kau lakukan di luar situ? Ayo masuk!"
Terbentuk sebuah senyuman lebar di bibirmu disertai tawa kecil hanya karena dia memanggil namamu.
Dan dia juga menyadari keberadaanmu bahkan sebelum kau mengeluarkan suara sedikitpun.
Kau memperbaiki tatanan baju dan rambutmu, lalu menarik napas panjang, berusaha untuk bersikap normal. Setelah memastikan bahwa dirimu sudah siap, perlahan kau menggeser pintu Gym.
Tapi usahamu untuk bersikap normal berakhir sia-sia.
Jantungmu kembali berdetak lebih cepat dari biasanya, dan sensasi panas sekejap menyebar ke sekujur tubuhmu saat melihat sosok di depanmu.
Aomine Daiki.
Sepasang iris sapphire miliknya menatap iris hitam kecoklatan milikmu. Sebuah senyuman kecil terbentuk di bibirnya. Kulit kecoklatan dan postur tubuhnya yang tinggi, tegap dan kekar itu memang khas pemain basket.
"Kenapa kau diam saja?"
Pertanyaan itu akhirnya membuyarkan 'fantasy'mu tentang dirinya.
Kau tersadar dan kembali berusaha mengatur napasmu dan menormalkan detak jantungmu — yang ternyata sia-sia saja.
Aomine melemparkan bola basket di tangannya padamu. Dia tertawa kecil saat melihatmu yang tiba-tiba panik berusaha menangkap bola itu — yang akhirnya kau biarkan jatuh menggelinding karena tidak bisa menangkapnya.
"Mou, Daiki-kun! Berhenti bermain-main! Bel masuk akan berbunyi 15 menit lagi!" sahutmu dengan sedikit membentak hanya untuk menyembunyikan rasa malumu.
Dia hanya terkekeh pelan dan berjalan ke arahmu, lalu berhenti tepat di hadapanmu.
Kedekatan ini, tentu saja, kembali bereaksi buruk terhadap jantungmu.
Dan tiba-tiba, secara sengaja — untuk menjahilimu — masih dengan cengiran di bibirnya, Aomine membuka kaus hitam yang tadi dipakainya saat bermain.
"A—"
Mulutmu ternganga melihat tindakan tiba-tiba itu.
Siapapun yang melihat kalian saat ini pastilah mengira kalau Aomine sudah gila karena membuka bajunya tepat di hadapan seorang gadis.
Di depanmu terpampang jelas dada bidang Aomine beserta perut six-pack nya yang terbentuk jelas pada kulit kecoklatannya, bagaikan sebuah patung yang diukir sempurna.
Sementara itu, sang pemilik tubuh nan sempurna yang sudah menyebabkan jantungmu serasa mau meledak dan wajahmu merah padam itu hanya terkekeh geli melihat reaksimu yang hanya bisa berdiri mematung dengan tatapan kagum, mengamati tubuhnya dengan mulut menganga.
"Oi, oi, mau sampai kapan kau memperhatikan tubuhku seperti itu?"
Sekali lagi, pertanyaan darinya kembali membuyarkan 'fantasy'mu.
Kau tersadar, dan secara refleks menarik kaus hitam dari tangannya dan melemparkannya tepat ke wajahnya, lalu berbalik membelakanginya dan melipat tanganmu di dada.
"A-Apa yang kau lakukan?! C-Cepat pakai bajumu.. A-Aho! Ahomine!"
Kau dapat mendengar suara langkah kaki Aomine yang berjalan menjauh disertai suara tawanya. "Baik~ Baik~"
Setelah memastikan dia sudah berjalan cukup jauh, kau sedikit memutar kepalamu, mengintip tubuhnya yang berjalan menjauh dari sela bahumu.
Dia tiba-tiba berhenti, dan dengan sigap kau langsung memutar kepalamu kembali ke posisi semula.
"Hey, aku tidak menyangka ternyata kau seorang tsundere seperti Midorima~" ucapnya diselingi tawa yang kembali bergema dalam Gym yang hanya berisi kau dan dia.
Tidak ingin dipanggil tsundere, kau langsung berbalik, lalu mengambil bola basket yang tadi jatuh di dekatmu, dan melemparnya sekuat tenaga menuju Aomine yang masih berjalan membelakangimu.
"A-Aku bukan tsundere!"
-.-
Aomine dengan mudah menangkap bola itu dengan sebelah tangannya.
Dia berhenti sejenak, dan kau kembali memperhatikan gerak-geriknya.
Aomine memutar kepalanya 90 derajat menghadapmu. Dia memunculkan seringaian khasnya sambil berkata, "Terima kasih sudah menjemputku pagi ini, *****."
Dia berjalan memasuki ruang ganti, sementara tubuhmu membatu tak bernyawa akibat seringai mematikan itu…
-.-
Di kelas, bahkan saat pelajaran dimulai, ke-tidaktenang-an yang kau rasakan tak kunjung hilang.
Mau bagaimana lagi? Aomine Daiki duduk tepat di sebelahmu!
Yah, sebenarnya dia selalu duduk di sebelahmu — tepatnya di bangku paling belakang tepat di samping jendela — tapi biasanya, selalu ada Momoi yang menjadi penenang sekaligus pengalih perhatianmu agar tidak terus melirik Aomine di sebelahmu.
-.-
Aomine Daiki.
Kau mengenalnya saat kelas 5 SD. Perkenalan itu dimulai dari datangnya tetangga baru di sebelah rumahmu, Momoi Satsuki.
Di daerah sekitar rumahmu, tidak banyak anak-anak seusiamu yang bisa diajak bermain, sehingga dalam sekejap kau langsung berteman akrab dengan Momoi.
Hingga suatu hari, Momoi mengajakmu ke lapangan basket untuk menemui temannya.
Dan di situlah awal pertemuanmu dengan Aomine Daiki.
Sosok kecilnya yang mendribble bola melewati orang-orang yang lebih dewasa darinya itu masih tergambar jelas dalam benakmu.
Sebuah senyuman selalu muncul di bibirnya dan wajahnya selalu berseri-seri saat ia memegang bola basket — menandakan betapa cintanya ia pada olahraga itu.
Dan kau juga tidak akan pernah melupakan sosoknya yang saat itu mengulurkan tangannya padamu sambil tersenyum lebar, lalu memperkenalkan dirinya.
"Aku Aomine Daiki. Siapa namamu?"
Untuk pertama kalinya dalam hidupmu kau menemukan seseorang yang benar-benar bisa membuat jantungmu berpacu dan kehabisan kata sehingga membuatmu salah tingkah. Bahkan saat itu kau hampir saja salah menyebutkan namamu.
Rasa sukamu padanya dimulai detik itu juga saat bola mata hitam kecoklatan milikmu bertemu dengan sepasang iris sapphire miliknya.
Tapi sayangnya, hingga sekarang, status kalian masih hanya 'sekedar teman'.
-.-
"Oi, *****!"
Suaranya yang memanggilmu langsung menyadarkanmu dari lamunan tentang masa lalu kalian.
Kau terkesiap, lalu menoleh ke samping, berusaha memasang tampang se-datar mungkin.
"Ya, Aomine-kun?"
Aomine menaikkan sebelah alisnya mendengar caramu memanggilnya.
Pagi ini di Gym kau dengan santai memanggilnya dengan nama depannya, 'Daiki'. Dan selama ini kau juga tidak mempunyai masalah dengan memanggilnya dengan nama depan, karena Aomine sendiri memanggilmu dengan nama panggilanmu.
"Kau melamun? Ada apa dengan caramu memanggilku itu?" bisiknya.
"Habisnya, orang-orang bisa salah sangka kalau aku memanggilmu dengan panggilan akrab seperti itu… Lagipula, kita sering bersama… Dan aku tidak ingin menjadi korban dari para fansmu yang lain…"
Kau sedikit memalingkan wajah, malu.
Aomine terkekeh pelan mendengar alasanmu.
Dia menatap mejanya, dan membisikkan sesuatu pada dirinya sendiri.
.
"Sebenarnya aku tidak peduli kalau orang-orang salah sangka soal hubunganku denganmu…"
"Aku hanya ingin bersama denganmu, *****"
.
Sayang sekali, telingamu tidak cukup peka untuk dapat menangkap apa yang dibisikkan Aomine itu.
"Apa?" tanyamu, takut kalau-kalau kau melewatkan hal penting.
Aomine hanya mendesah dan menggelengkan kepalanya, lalu kembali berpura-pura menekuni buku pelajaran di depannya saat Sensei berjalan melewati bangku kalian.
Saat Sensei kembali ke depan kelas, Aomine mengetuk-ngetukkan pulpennya ke meja tiga kali — itu adalah tanda yang biasa kalian pakai untuk memanggil satu sama lain di kelas.
Kau kembali menoleh.
Dengan cengiran khas anak-anak pada wajah Aomine, kau berusaha membaca bibirnya yang bergerak tanpa suara,
'Se-pu-lang - se-ko-lah - te-ma-ni - a-ku.'
"Sepulang sekolah temani aku?" ulangmu, untuk memastikan.
Aomine hanya menyeringai sambil mengacungkan jempol kanannya padamu.
-.-
'Apa ini ajakan kencan?!'
-.-
Sekolah yang seharusnya memakan waktu berjam-jam kini terasa bagaikan beberapa menit bagimu akibat 'ajakan misterius' dari pujaan hatimu, Aomine Daiki.
Bel pulang berbunyi.
Saat kau masih beres-beres memasukkan bukumu ke dalam tas, Aomine langsung berlari keluar menerobosmu.
Sebelum kau sempat mengejar atau memanggilnya, kau menyadari selembar kertas berisi tulisan acak-acakan khas Aomine yang terletak di mejanya
"Akashi memanggil."
"Temui aku di Gym 20 menit lagi."
-.-
Tepat 20 menit setelah bel berbunyi, kau sudah berada di depan Gym.
Kau berdiri di pintu Gym yang terbuka, melirik kanan-kiri, mencari sosok yang kau nantikan itu.
"Ano, *****-san, apa kau mencari Aomine-kun?"
"UWAAHHH!"
Sosok yang tiba-tiba muncul di hadapanmu itu sontak membuatmu berteriak. Cukup keras untuk membuat orang-orang di dalam Gym berhenti sejenak untuk memperhatikanmu.
"K-Kuroko-kun! Jangan mengejutkanku seperti itu!" ujarmu sambil mengusap-usap dadamu, berusaha menenangkan diri.
Orang — makhluk — di hadapanmu hanya menatapmu dengan tampang datarnya seperti biasa, lalu membungkuk.
"Maaf, *****-san, tapi aku sudah berdiri di sini bahkan sebelum kau datang."
Kuroko kembali berdiri tegak dan menatapmu lekat.
"Mungkin *****-san saja yang terlalu fokus mencari Aomine-kun sampai tidak menyadari keberadaanku…" ucapnya datar.
Kau memalingkan wajahmu yang sedikit memerah.
"B-Bukan begitu! K-K-Keberadaanmu saja yang memang sulit disadari, Kuroko-kun!"
"Ng… Ngomong-ngomong, d-dimana Daiki— ah, maksudku, dimana Aomine-kun?"
Kuroko tetap menatapmu lekat dengan ekspresi datarnya.
"*****-san, kau tidak perlu malu memanggil Aomine-kun dengan sebutan 'Daiki'. Kurasa tidak masalah kalau orang-orang sedikit salah paham soal hubungan kalian…"
Perkataan Kuroko kembali membuat wajahmu memerah.
Dia mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru Gym, lalu kembali menatapmu.
"Sepertinya Aomine-kun sedang di ruang ganti. Tapi *****-san bisa langsung menjumpainya kalau mau. Seharusnya Aomine-kun sudah selesai sekarang…"
"Err… Baiklah… T-Terima kasih, Kuroko-kun…"
-.-
Kau berjalan ke ruang ganti.
Dan dengan ragu-ragu, setelah mempertimbangkannya beberapa menit, perlahan-lahan kau menggeser pintu ruang ganti sambil memejamkan mata.
Dengan perlahan, kau membuka kedua matamu,
Dan UNTUK KEDUA KALINYA HARI INI, kau melihat Aomine yang sedang bertelanjang dada tepat-di-hadapanmu.
Sebagai bonus, di dalam ruang ganti juga terdapat Akashi, Kise dan Midorima yang juga masih bertelanjang dada, masih bersiap-siap memakai kembali pakaian mereka, juga Murasakibara yang dengan santai menikmati snacknya di sudut ruang ganti.
Semua mata tertuju padamu yang saat ini berdiri mematung dengan mulut menganga dan wajah yang sudah sangat-SANGAT merah seperti kepiting rebus.
'KUROKOOO!'
.
"Araa~ Ternyata *****-chin itu mesum~" - Murasakibara.
"*****. Aku mengerti kalau kau ingin melihat Daiki. Tapi aku tidak menyangka kalau kau sampai bertekad membuka paksa ruang ganti hanya untuk melihatnya." - Akashi.
"Hwaaa! *****cchi, jangan melihatkuu-ssu!" - Kise.
"*****, seorang gadis tidak seharusnya masuk ke ruang ganti pria nanodayo." - Midorima.
Aomine hanya berdiri diam, memperhatikanmu dengan ekspresi datar.
Saat akhirnya otakmu kembali berfungsi, kau mundur beberapa langkah dan berniat menggeser kembali pintu itu, tapi—
Aomine langsung menahan tanganmu yang hendak menutup pintu.
Sebuah seringai nakal muncul di bibirnya.
Sebelum kau sempat bereaksi, dia menarikmu masuk ke dalam dan menutup pintu ruang ganti.
-.-
Aomine membekap mulutmu dengan sebelah tangannya, sementara sebelah tangannya lagi dilingkarkan di pinggangmu untuk mencegahmu melarikan diri.
Kau meronta-ronta mencoba melepaskan diri sambil tetap memejamkan matamu — menahan hasrat untuk membukanya dan menikmati pemandangan yang tersedia di hadapanmu.
"Daiki. Apa yang kau lakukan?" tanya Akashi.
Kau tetap memejamkan matamu, tapi mulai berhenti meronta-ronta.
Kau dapat mendengar suara tawa rendah milik Aomine tepat di samping telingamu.
"Akashi, bukankah tadi kau bilang ada yang ingin kau katakan padanya? Kalau begitu katakan saja sekarang. Lebih mudah, kan?"
Kau memang tidak bisa melihatnya. Tapi kau yakin saat ini Aomine pasti sedang menyeringai jahil.
Akashi mendesah.
"Bukankah lebih baik kalau kau melepaskannya dulu?"
"Tapi sebelum itu, pakai bajumu, Daiki."
Terdengar suara Aomine yang menggerutu tidak jelas di dekatmu.
Dekapan tangannya dari mulut dan pinggangmu terlepas — membuatmu merasa sedikit kecewa.
Kau tetap berdiri dan memejamkan matamu.
Tak lama kemudian, kau merasakan tepukan pelan di pundakmu.
"Sudah. Buka matamu." Itu suara Aomine.
Masih dengan agak ragu, kau membuka matamu, dan menemukan Akashi, Kise dan Midorima yang sudah kembali mengenakan seragam sekolah serta Murasakibara yang tetap tidak berpindah tempat.
Kau mendesah lega, tapi kemudian langsung terperanjat saat merasakan hembusan napas di lehermu.
Kau menoleh ke belakang, dan menemukan Aomine yang memakai kaus hitam polos yang menonjolkan lekuk tubuhnya beserta celana jeans berwarna biru gelap dan sepasang sneaker putih.
"D-Daiki-kun? K-Kenapa pakaianmu—"
Sebelum kau sempat menyelesaikan kalimatmu, Aomine menepuk pelan kepalamu.
"Aku sudah memintamu untuk menemaniku sepulang sekolah kan?"
"Apa kau tidak tau apa artinya?"
-.-
'T-Tunggu dulu.'
'Berarti ini memang… Kencan?!'
-.-
"*****."
Panggilan Akashi menyadarkanmu sebelum kau sempat memikirkan hal yang aneh-aneh.
"Ya?"
"Sesuai tradisi Teikou, setiap awal tahun sekolah kita akan mengadakan acara pesta dansa yang wajib diikuti oleh seluruh murid. Tentu saja, sesuai namanya, dalam pesta dansa ini semua murid wajib memakai pakaian formal yang pantas untuk dipakai berdansa."
Akashi melirik Aomine.
"Tapi masalahnya, semalam aku baru saja mendengar dari Momoi kalau Daiki sama sekali tidak memiliki pakaian formal."
"Dan karena itulah…"
Akashi balik menatapmu.
"Aku ingin kau, sebagai pengganti Momoi, untuk menemani Daiki dan mencarikan pakaian yang pantas untuk dipakainya ke pesta dansa itu."
"Eh?"
Kau menunjuk dirimu sendiri.
"Aku?"
Aomine menggaruk rambutnya yang pastinya tidak gatal.
-.-
'Oke…'
'Jadi… Ini termasuk kencan atau bukan…?'
-.-
-to be continued-
sekian chapter 1~
Miharu itu paling ga bisa buat adegan romance... Jadi maaf kalo romance nya ga kerasa atau fic ini kurang bagus~
mind to review? owo
segala bentuk kritik dan saran diterima kok ^^
-.-
