Fandom: Got7

Characters: The Whole Got7

Pair: Yugyeom x Bambam

Hope you enjoy it!

.

Yugyeom suka sekali menggambar. Saat berumur 5 tahun, ia tidak seperti kebanyakan anak, ia lebih memilih untuk menghabiskan kertas daripada merengek meminta mainan kepada orang tuanya. Dan orang tuanya juga sempat lega, karena ia tidak harus menghaburkan uang lebih banyak. Menurut Yugyeom, menyalurkan imajinasi dengan medium yang kita sebut pensil lalu dituangkan ke kertas untuk merealisasikannya jauh lebih menyenangkan daripada bermain dengan alat-alat yang sering dipajang di toko mainan tersebut.

Kini Yugyeom sudah berumur 18 tahun, dan hobinya itu masih saja melekat di dalam hati. Ia merasa, di saat ia menggoreskan pensil, adrenalin di dalam tubuhnya mulai memompa dirinya. Darah-darah yang tadinya mengalir dengan santai, kini telah mengalir dengan derasーhatinya berdebar-debar di kala ia mengekspektasi apa yang akan terlihat di kertasnya.

Meskipun Yugyeom begitu semangat setiap ia menggambar, kedua orang tuanya menolak untuk memasuki anaknya itu ke jurusan seni. Yah, Yugyeom juga sadar diri, ia tahu bahwa penghasilan seorang illustrator, pelukis, ataupun manhwaga tidak akan mencukupi kehidupannya. Mungkin bisa, namun itu pun juga tergantung dari popularitasnya. Maka dari itu, Yugyeom pun memutuskan untuk menetapkan kesenangannya tersebut hanya sekedar hobiーbukan hal yang serius maupun ditekuni.

Sampai suatu hari, Yugyeom nekat untuk mengajukan naskah manhwanya. Ia diam-diam mengerjakan itu di waktu luangnyaーtanpa sepengetahuan yang lain, bahkan teman-teman dekatnya juga orang tuanya. Dan kini, Yugyeom sedang berada di depan gedung kantor penerbit.

Yugyeom menarik nafas dalam-dalam, kemudian menghelanya. "Ayolah Yugyeom, kau pasti bisa." batinnya. Dengan begitu, lelaki bersurai hitam tersebut pun menapakkan kakinyaーmemberanikan dirinya untuk masuk ke kantor itu. Di dalam, ia celingak-celinguk mencari bagian customer service. Saat menemukannya, ia segera berlari kecil ke tempat tujuannya.

"Uh, permisi, aku mau menyerahkan naskahku."

Wanita yang berada di hadapannya pun membalas, "Oh, apa anda sudah membuat janji dengan salah satu editor kami?"

Pada saat itu juga, isi kepala Yugyeom menghilang seketika, "...Ya?" tanyanya tanpa sadar.

"Saya ulangi, apa anda sudah membuat janji dengan salah satu editor kami?"

Tegang bukan main, itulah yang dirasakan Yugyeom. Kakinya yang tadi berdiri dengan sigap, kini sedikit bergetar. Ia tidak tahu harus menjawab apa, ia kira untuk menerbitkan manhwa hanya perlu berbicara dengan editor secara langsung, ternyata tidakーmereka harus membuat perjanjian terlebih dahulu. Yugyeom benar-benar terpukul akan kejadian ini, rasanya ia ingin menghantamkan kepalanya di dinding terdekat.

Sementara itu, wanita tersebut hanya menatap Yugyeom kewalahan. "Dari reaksi anda, pasti belum ya," ujarnya. Yugyeom mengangguk sebagai balasan.

"Anda beruntung, ada satu editor yang sedang beristirahat, mungkin ia mau berkonsultasi dengan anda, mohon ditunggu di sofa sebelah sana." tutur wanita itu seraya menunjuk sofa yang berada di dekatnya.

Yugyeom, dengan senyuman lebar di wajahnya, menjawab, "Terima kasih banyak!" kemudian ia menjauhi meja customer service tersebut dan berjalan menuju sofa yang tadi ditunjuk. Sang Wanita hanya tertawa pelan melihat tingkah Yugyeom yang begitu kekanak-kanakan.

Tak lama kemudian, seorang lelaki muncul di hadapan Yugyeom. Yugyeom pun spontan berdiri dan membungkukkan badannya, "Se, selamat siang! Aku Kim Yugyeom!"

Lelaki yang berada di hadapannya sedikit tersentak akan Yugyeom yang begitu tinggi, namun ia acuhkan hal itu. "Kau telah menganggu makan siangku."

"Ah... M- maaf..."

Melihat perubahan ekspresi yang begitu drastis, lelaki tersebut merasa agak tertekan. "Ugh, sudahlah, jadi kau ingin menyerahkan naskahmu? Ngomong-ngomong namaku Park Jinyoung." ucap lelaki itu.

"I, iya, tapi ini baru pertama kalinya aku kesini, jadi-"

Sebuah kerutan nampak di dahi Jinyoung , "Pertama kali?" tanyanya.

Yugyeom mengangguk, "Uhm."

"Jadi maksudmu... Kau ingin debut?"

Pemuda bergigi kelinci tersebut hanya menggaruk-garuk lehernya yang tidak gatal, "Aku rasa kau bisa menyebutnya seperti itu." ujarnya diiringi sebuah kekehan.

Tanpa basa-basi, Jinyoung pun berdiriーsontak membuat Yugyeom terkejut. Ia bahkan tidak melirik pemuda yang lebih tinggi itu sama sekali.

"Kau kesini tanpa persiapan, kau bahkan tidak membuat perjanjian untuk pertemuan ini," ucap Jinyoung yang masih saja tidak mendaratkan pandangannya ke Yugyeom.

"Lebih baik kau menyerah saja."

Mata Yugyeom terbelalakーnamun di dalam ia merasakan bahwa perasaannya kini bergejolak. Ia mengeratkan kepalannya; kesal. Pemuda dengan landang dibawah mata kanannya itu dengan tidak ragu-ragu mencegah Jinyoung pergiーia mencengkeram lengan pemuda yang hendak berjalan tersebut.

"Apa?"

"Kau bahkan belum melihat naskahku! Tolong pertimbangkan terlebih dahulu!"

Beberapa pasang mata kini kian menatap kedua pemuda tersebut. Jinyoung menghela nafas, mau tak mau ia pun duduk kembali. Melihat hal itu, air muka Yugyeom kembali berubah.

"Jam makan siangku sebentar lagi akan selesai, lebih baik kau bergerak cepat."

Wajah Yugyeom yang tadi serius pun berubah menjadi gembira, dengan cekatan ia mengambil naskahnya dan memberikannya kepada Jinyoung. Pemuda yang berada di hadapan Yugyeom itu pun segera membaca naskah tersebut.

Jinyoung membacanya dengan seksama, sesekali ia mengangguk atau bahkan berdecak kagum (dengan pelan) akan tarikan garis Yugyeom yang rapih dan juga bersih itu. Tidak seperti kebanyakan orang yang baru pertama kali membuat manhwa, ilustrasi Yugyeom sangatlah tegas dan juga manusiawi. Jinyoung pun akhirnya melepaskan pandangannya dari naskah-naskah itu, dan melihat Yugyeom yang tengah mengantisipasi komentar dari dirinya.

"Kau.. Umurmu berapa?" tanya Jinyoung dengan tatapan tajam.

Yugyeom meneguk salivanyaーsedikit ragu-ragu, "Eer... 18 Tahun." jawabnya dengan canggung.

Kedua mata Jinyoung kian membuntang. Ia tidak percaya akan jawaban Yugyeom. Lelaki tersebut pun meletakkan kembali naskah Yugyeom ke amplop cokelatnya, ia menatap nanar lelaki yang lebih muda itu dan berkata, "Kau mempunyai bakat, kuakui itu." Tidak lupa ada senyuman yang menghiasi wajahnya.

Wajah Yugyeom yang tegang kini menjadi riang. Sebuah senyuman lebar muncul di saat ia melihat Jinyoung yang memberikan kartu namanya.

"Ini kartu namaku, ah ngomong-ngomong apa aku bisa meminta nomer hapemu? Agar aku bisa mengabari diterimanya naskahmu atau tidak."

Yang lebih tinggi mengangguk semangat, "Tentu saja!" ujarnya. Kemudian Yugyeom menulis nomer hapenya di robekan kertas dari mini notebooknya yang selalu ia bawa kemana-mana.

Jinyoung dengan senang hati pun menerima robekan kertas itu, "Baiklah, aku akan mengabarimu besok, sampai jumpa." Setelah berkata begitu, Jinyoung berjalan dan meninggalkan Yugyeom yang menggebu-gebu di tempat.

"Aku harap mereka menerima naskahku!"

.

Hari itu, Yugyeom bangun pada pukul sembilan pagi, padahal jadwal kuliahnya baru dimulai pada pukul dua belas siang. Mungkin gara-gara ia terlalu semangat untuk mendengar kabar naskahnya hari ini.

Ah sungguh, jika ditanya bagaimana perasaan Yugyeom hari ini, jawabannya adalah; bercampur-campur.

Rasanya tegang, bersemangat, namun juga ketakutan. Akan tetapi, Yugyeom telah berjanji kepada dirinya, kalau naskahnya tidak diterima di kantor kemarin, ia akan mencari kantor yang lain.

Tidak sabar, Yugyeom cepat-cepat membuka ponsel pintarnyaーberharap Jinyoung, editor yang menemuinya kemarin, telah mengirimi sebuah surat atau menelponnya. Namun realita menghantam dirinya, tidak ada satupun surat atau telpon yang masuk dari nomer Jinyoungーyang ada malah sms promo dari provider ponselnya. Yugyeom menghela nafasnya pasrah.

Tanpa disadari, setelah bermalas-malasan untuk beberapa waktu, jarum jam kini menunjukkan pukul jam setengah dua belas. Lantas, Yugyeom buru-buru ke kamar mandi dan memakan dua potong roti tawar, tidak lupa pula segelas air putih yang berhasil menyegarkan tenggorokannya. Dengan begitu, Yugyeom siap untuk berangkat ke kampus.

Di kelas, sebenarnya Yugyeom tidak terlalu menonjol. Yah, ia mahasiswa yang biasa-biasa saja. Toh para mahasiswa di kelasnya tidak begitu peduli dengan hal lain kecuali nilai akademik mereka (berhubungan Yugyeom adalah anak jurusan teknik dan kebanyakan anak teknik bisa dibilang kurang pergaulan).

Akan tetapi di luar kelas teknik, ia cukup terkenal karena bakatnya ituーdan mungkin juga karena sifatnya yang easy going. Oh jangan lupakan wajahnya yang tampan itu, membuat orang lain merasa panas jika berbicara dengannya. Sekedar info tambahan, semua teman Yugyeom berasal dari luar kelas teknik. Jujur saja, Yugyeom merasa kesepian saat ia berada di kelas, namun di saat yang bersamaan ia senang karena bisa fokus dengan pelajaran.

"Hey Yugyeom~ my bro!"

Sebuah seruan menyadarkan Yugyeom dari layar ponselnya, "Oh, Bambam!" kemudian ia pun berjalan dan melakukan sebuah salam khas untuk mereka berdua.

Ya, salam dab.

Setelah melakukan hal yang tidak berfaedah itu, Bambamーsahabat Yugyeom, pun bertanya, "Kau tampak ceria sekali hari ini! Ada apa?"

"Begini, aku-"

Ah, sial. Aku harus merahasiakan hal ini.

"Bukan apa-apa! Tadi mamaku bilang ia menambah saldo rekeningku untuk bulan ini~" Untuk kali ini, Yugyeom bersyukur atas kemampuannya untuk membual.

Bambam hanya terkekeh pelan melihat tingkah sahabatnya, "Ahaha~ baguslah bro! Aku turut senang mengetahuinya~" ucap pemuda bersurai putih tersebut seraya merangkul Yugyeom. Yang dirangkul pun ikut tertawa kecil untuk menghidupkan suasana.

Di saat yang bersamaan, ponsel Yugyeom pun bergetar. Lelaki tiang itu membuka ponselnya dan mendapatkan sebuah sms.

Sms dari Sang Editor, Park Jinyoung.

Jinyoungsshi:

Naskahmu diterima, tolong bertemu denganku pukul empat sore nanti

TBC