ROOT of Uchiha.

Rated : T

Disclaimer : masashi kishimoto.

Chapter 1

Jlegar!

"ahk!"

Anak lelaki kecil itu langsung berteriak sambil menutup kedua telinganya dan menekukkan kedua lutut ke tubuh. Ia meringkuk ke sudut dinding dengan tubuh gemetar, di bawah ranjangnya sosok lain menangis tersedu-sedu. Ya, dua kamar dengan satu tempat tidur bertingkat.

"hiks! Hiks!"

Plup!

Lampu seketika padam. Sosok lain terdengar tergopoh-gopoh mendekat kearah mereka. Bocah tadi melebarkan matanya, mencoba melihat siapa orang yang mungkin datang dan berkunjung kearah kamarnya ini. Biasanya saat-saat seperti ini ia akan menyelipkan diri kedalam selimut, tapi ia tidak bisa hidup tanpa cahaya. Dan itu mengganggunya, seolah akan selalu ada kejahatan dalam kegelapan.

"a-aaku t-ttakut!"

Suara itu mengganggunya. Dan ia langsung memilih menutup mata rapat-rapat sambil bersiap menyelipkan tubuh ke dalam selimut. Saat itu juga karena makin lama keadaan makin dingin dan gelap hingga semuanya terasa seperti indranya tidak bisa mengecap ransangan apapun; itu membuatnya takut.

"t-ttakut!"

"cerewet! Diam saja!"teriaknya pada anak di bawah ranjang. "jangan membuat keadaan jadi lebih menyebalkan."

"ibuuuuuuuuuuuuuuuu!"

"ibuuuuuuuuuuuuuuuuu!"

Seketika suara itu membuatnya melebarkan mata. Ternyata semua anak juga mencari ibu mereka. Ibu dengan mata hijaunya dan kaca mata bulat yang diletakkan di atas hidung. Tak ketinggalan, anak dibawah ranjangnya melompat berlari secara instingtif kearah pintu kamar mereka dan segera melesak keluar. Dan ia tak mau ketinggalan, ia pun berlari mengikuti yang lain karena sendirian dalam kegelapan bukan sesuatu yang akan disukainya.

Ia takut gelap. Ia benci kegelapan.

"ibuuuuuuuuuuuu!"

Masing-masing anak saling berpapasan di koridor. Di luar suara angin membuat mereka tahu bahwa sedang terjadi badai musim dingin. Bukan cuaca yang favorit, semua anak saling menyenggol dan bertubrukan di lorong. Sampai akhirnya sesuatu tampak berkilau dari balik pintu dengan mantel penutup kepala.

Seseorang dengan lentera di tangan dan mata sehijau lumut pepohonan yang sejuk. Semua anak langsung berlari kearah sana.

"ibuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu!"

Semua anak langsung berebut berpelukan. Tak terkecuali ia yang jadi ikut-ikutan. Dimana-pun dan kapanpun ia juga tak mau kalah, ia adalah pemilik ibu mereka 'nya' dan ia tak mau ada orang lain yang memanfaatkan kesempatan untuk berdekatan dengan ibunya. Dan itulah ia langsung berlari dan melompat kedalam pelukan sosok itu. Sosok wanita muda yang cantik dan sangat ramah padanya.

"gelap! Aku takut!"

"tak apa, aku ada disini. Shhh."

Semua anak berkerumun dengan titik pusat sang ibu. Wanita itu mengelus punggung satu per satu anak yang paling dekat dengannya. Memberikan kehangatan dalam pelukannya. Disebelahnya sebuah lentera berkaca diletakkan di lantai, mata hijaunya kelihatan memandang raut wajah ketakutan tiap anak satu per satu. Itu menimbulkan sebuah persepsi lain dalam hatinya.

'apa harus secepat ini?'

"ibuu aku takut."

"shhh. Ayo, disini ada ibu."

Dikejauhan, dari dalam kegelapan siluet berpakaian putih dan hitam kuno khas para pendeta mendekati mereka. Seorang wanita baya dan lelaki tua yang kelihatan masih cukup kuat di usia senja-nya. Serentak mereka berkumpul, di tengah simpang lorong dan mengandalkan sebuah lentera mini untuk penerangan. Dilihatnya wajah kedua pendeta tadi baik-baik, sebelum akhirnya berdiri dari posisi berjongkoknya.

"ibu."panggil si pendeta wanita tua. "menurutmu apa yang harus kita lakukan?"

Dengan hembusan napas lelahnya sosok dengan sapaan ibu itu melirik kearah kegelapan. Menerawang kearah sebuah pintu besar di dekat ujung lorong yang amat gelap dan terpencil. Tersudut. Ia menyentuh ujung kacamatanya perlahan, lalu meraih tangkai pegangan lenteranya. Matanya sekali lagi berpapasan dengan dua sosok pendeta yang kelihatan amat khawatir tadi.

"aku yakin mereka akan-"

"bukan saatnya. Lebih baik kita bawa anak-anak ini lebih dulu ke dalam ruang rekreasi."ia berdiri dan membuat jalan baginya untuk menuntun yang lain ditengah minimnya pencahayaan. "aku masih cukup kuat dan tak ada alasan lain bagi mereka. Kita akan berdiplomasi, percayalah padaku."tangannya bergerak menyentuh punggung anak-anak disekitarnya, membimbing mereka berjalan kearah ruang yang didestinasikan.

"ayo. Ikut ibu anak-anak."

Ia membimbing semua anak berjalan, melirik sebentar-sebentar kearah langit-langit dan terus mempercepat langkahnya. Anak-anak mengikutinya dengan patuh sambil terus menempel ketubuhnya. Sekilas matanya menerawang kedalam kegelapan dan mencoba memastikan apa yang pastinya akan ada dibelakang sana. Sampai suatu ketika tanpa disadarinya sosok lain muncul. Di dalam kegelapan dengan topeng putih yang amat familiar dan menempel di atas langit-langit lorong. Menggantung layaknya kelelawar yang menatap mangsanya yang mendekat.

Dan di telinga anak-anak, suara yang entah ditujukan pada siapa bergaung. Meninggalkan jejak kemisteriusan tersendiri.

"kalian bukan lagi tuanku."

Orang yang diberi ucapan itu menatapinya dengan topeng menutup wajah. Samar-samar tampak senjata tanto bergagang hitam mencuat dari balik punggungnya, lagi-lagi sosok itu tak bergeming, malah sebaliknya menatapnya dengan pandangan sulit diartikan sebelum pergi dari tempatnya. Tak bisa dikatakan senang malah kewaspadaan Nonou yakushi semakin meningkat. Ia meliriki semua anak panti yang dibawa bersamanya. Memastikan semua selamat dan tak ada yang kekurangan apapun juga. Pintu besar berdaun dua berada di pojokan lorong. Ia langsung membimbing semua anak dan melangkah sedikit agak lebih cepat.

"ayo anak-anak. Ibu yakin kalian akan takut pada gelap, jadi cepatlah."

Semua anak menurut tanpa banyak bicara. Dan ia dengan secepat kilat membukakan dua daun pintu besar itu begitu sampai didepannya. Semua anak dibawa masuk dengan ia sebagai yang pertama dan membawa pelita. Di sana, seperti yang telah dijanjikan suasana jadi lebih menentramkan. Dalam langkah-langkah dan suara keheningan ia mendekati satu persatu lilin yang sengaja di letakkan sebagai sasaran api saat mati lampu di tengah-tengah setiap kondisi seperti saat ini. Setumpuk boneka ada dibagian sisi lain ruang sedangkan tikar tatami menjadi alas lantai dalam ruangan.

"apa semua sudah berada disini?"matanya meneliti keseluruh pojok ruangan, memastikan tak ada satu anakpun yang terlewatkan. "sekarang duduklah yang manis, dan bermainlah boneka."

"apa ibu akan bermain bersama kami?"tanya salah satu anak penasaran. Ia mengambil salah satu boneka dan membawa salah satu lainnya kedalam pelukan. "aku bawa dua, ibu mau bermain tidak denganku?"

Nonou tidak bisa berkata tidak dengan tawaran dan tatapan polos sedemikian. Tapi ada sesuatu yang gawat, instingnya berteriak dan sosok lain yang terus melintasi isi kepalanya. Senyumnya mengembang sedikit, sementara daun telinganya mendengar sosok pendeta pertama membukakan pintu yang berarti ada tamu tak diundang di tengah badai seperti ini. Sosok lain didengarnya tengah menapakkan langkah kaki kearah ruangan ini, dari suaranya yang tak beraturan tampak sekali kalau orang yang dimaksud sedang diburu waktu yang mendaruratkan.

Ia mengembangkan senyum kasihnya, kemudian menghela napasnya dalam-dalam dan menyentuh kepala anak tadi."ah. Ibu akan melihat beberapa pekerjaan ibu dulu.. kau bisa mengajak temanmu yang lain untuk bermain bersama."

"tapi-"

Sreeeeeeeeeeek!

Suara pintu digeser dilebarkan terdengar. Nonou menegakkan tubuhnya sambil mengusap kepala anak tadi secara sekilas, gestur wajahnya seperti batu. Ia begitu tegang walau tak ada anak panti yang menangkap ketegangannya. Hawa dingin secara tiba-tiba memenuhi sepanjang lorong. Dan disana, di dekat seorang wanita tua renta pendeta panti yang ketakutan sosok lain berdiri, sosok berjubah hitam yang hanya satu-satunya dan memiliki kanji sewarna keunguan berbentuk lengkungan atas bawah yang bagian tengahnya mengarah lurus ke sisi bibir berdiri berdampingan.

Ada kacamata, sosok penyensor. Dan ia tahu mengapa ia tak bisa mendeteksi orang itu. Senyum kecil diperlihatkan disana, orang berkulit pucat dengan warna pakaian kontras dengan warna kulit tubuhnya itu menatapnya intens. Mereka berhadapan sebelum dengan tergaga-gagap ia bisa mendapati bahwa wanita tua pendeta panti itu menatapnya memelas. Seperti meminta tolong atau apapun semacamnya.

"i-ibu.. s-seorang datang untuk mengunjungimu."ujarnya terbata-bata. Pria tinggi tadi meletakkan sebelah tangan kearah wanita tua ini, kelihatan seperti menyentuhnya secara biasa dan hangat. Tapi sesuatu berbeda dan buruk malah datang pada si pendeta tua. Ia kelihatan seperti keberatan menahan beban hingga keringatan. Dengan santainya pria tadi memiringkan kepalanya sedikit, masih tetap memberi kontak mata kepada nonou yakushi dan mengalihkannya ke dalam lorong di luar ruangan rekreasi.

"jangan membuat kami menunggu nonou. Tuan sudah berbaik hati mengunjungimu kemari."

Si pendeta tua makin kelihatan tertekan seolah-olah sebuah tangan pucat di pundaknya itu berberat ratusan ton kilogram. Perlahan lututnya bergetar, keringat makin gencar turun melorot dekat pelipisnya. Matanya kelihatan tegang dan terbuka lebar dengan kerak-kerak mata pertanda sakit. Suasana seolah ditenggelamkan dalam kesunyian sedangkan pria tadi tanpa gentar memberikan senyum menawannya. Meski kontak mata mereka terhalangi oleh kacamata hitam khas clan yang dikenakan si pria nonou bisa membaca ada yang tak beres disana; sebuah kebiasaan yang sangat memuakkan.

Dan sesuatu yang juga baru saja dilakukannya. Dan itulah ia, senyuman palsu. Yang cukup efektif, menawan dan baik dimata orang yang tak bisa melihat perbedaannya dengan snyum asli. Yang menenangkan sekaligus diwaktu yang sama bisa membuat semua orang mati kutu.

"tuan tak menunggu nonou.. lekas pergi sebelum tempat ini jadi sarang salju.."

Secara nonou akhirnya tersadar bahwa semua anak-anak sudah mengeluhkan kedinginan dan meringkuk di lantai. KI yang ditembakkan cukup kuat dan efektif atau bahkan sangat kuat hingga rasa-rasanya mampu membekukan lebih baik dibanding salju itu sendiri. Suasananya benar-benar tidak nyaman dan bahkan sekalipun lilin menyala tapi apa gunanya mencairkan salju tak kasat mata?

"nonou.."desak pria itu lagi. "satu atau wanita ini..."

Sebelum semuanya terlambat si ibu anak-anak panti itu pun melangkah maju. Merampas bahu wanita itu dari cengkraman si pria dan mengadu tatapan mereka yang terhalangi kaca mata si pria.

"aku tak punya tuan.. dan.. aku tak ada urusan dengan kalian. Lekas berdiplomasi dan jangan menggangguku lagi.."

Pria tadi meniupkan napasnya seperti geli. Ia menggiring nonou yakushi dan si pendeta tua kearah lorong gelap tempat sang tuan yang diagungkan menunggu. Jubahnya terurai dalam gelap, membuatnya terlindung dari dinginnya musim ini dan juga sebuah gelar kehormatan yang diberi sendiri oleh sang tuan yang dipatutinya. Sosok tuan yang selalu diagungkannya.

"seperti jika kau bisa melawan konoha nonou. Mungkin harusnya kau mengecek persediaan makan sebelum kau mengancam kami dengan ucapan kritismu itu."

Nonou yakushi menggertakkan gigi saat itu juga.

Ketiganya melangkah dalam hening menuju satu-satunya ruang yang berada dekat dengan pintu masuk dan satu-satunya tempat yang pasti mengeluarkan cahaya lilin di area ini. Perjalanan terasa begitu cepat dan sama sekali tak panjang; seperti seekor hiu mengikutimu dan kau akan menurutinya atau kau akan kehilangan kepalamu. Pria jangkung tadi menggiring mereka seperti menggiring bocah balita kedalam kamar, semudah air mengalir jatuh kedaerah yang lebih rendah—dan nonou takluk pada semua itu. Meski begitu ia mampu menguasai diri dengan baik hingga yang terlihat dari matanya hanyalah kekosongan. Ketiga orang ini langsung memastikan arah langkah mereka sesaat setelah menembus kegelapan untuk menjumpai sosok penting dalam ruang berpintu terbuka yang didalamnya terdapat lilin bercahaya.

Seketika saat itu juga matanya menatap sosok berpengawal pucat yang sama jangkungnya dengan pria dibelakang mereka. Di dekatnya sosok paling tak ingin ditemuinya, duduk dan menatap kearahnya dengan pandangan paling tenang dan rambut kusut hitam kelam. Mata pria itu berseteru menatapnya sementara mulutnya terbuka dan suara desisan keluar dari sana.

"aku tak punya tuan dan jangan melibatkanku dalam ini lagi."

Suasana hening menyelimuti suasana.

. . . . . . . .

"sambutan yang hangat nonou."sahut danzo setelah beberapa saat. "kau kelihatan sedikit lebih berekspresi sekarang."

Si ibu yang telah memasuki ruangan menajamkan pandangannya. Danzou shimura yang melihat ini hanya mampu melempar pandang kearahnya, membalas tatapan tajam yang seolah berusaha mengulitinya pelan-pelan. "itu bukan namaku lagi. Dan kenapa lagi kau memanggilku? Kita telah mendiskusikan masalah dana konoha sebelumnya."

Mata danzo mengamati gestur wajah mantan shinobinya itu. Seolah-olah menerawang dan menganalisis sendiri apa-apa yang bisa dilakukannya dan tak bisa dilakukannya. Disebelahnya seorang pengawal suruhan yang tadi dimintanya menjemput si gadis telah kembali dan mengapit dirinya dan pengawal satunya. Tiga orang berjubah hitam itu saling memandang dengan tiga sosok pendeta yang saat ini saling memberi mereka tatapan penuh kekesalan.

"gadis berjalan yang dulu amat dikagumi pasukan inteligen telah disulap menjadi sosok pengasuh bayi. Hanya perlu beberapa saat bagiku untuk tidak melihatmu dan sekarang yang kudapat hanyalah gambaran bahwa kau telah menjadi payah. Dan itu semua karena kau tidak bisa mengatasi emosimu sendiri nonou."

Nonou yakushi, sosok bernamakan oleh NE itu memberikan tatapan dinginnya. Tanpa ragu ia menatap langsung kedalam mata si komando NE dihadapannya, menegaskan apa yang mungkin dan akan dilakukannya untuk tidak membuat masalah ini terungkit dan diungkit-ungkit lagi. Dan yang terpenting atas nama konoha, itu bukan sesuatu yang terlalu behubungan pada konoha dan likuiditasnya menurutnya.

"kembali ke permasalahan awal. Aku tahu kita telah membuat kesepakatan dan untuk apa kau memanggilku lagi?"kata nonou tak sabar. "aku memiliki hidupku sendiri sekarang. Dan aku bukan lagi bagian dari kalian."

Pengawal disisi kiri danzou menyahut, matanya yang seperti ular itu melebar, ia tersenyum. Senyum yang lagi-lagi sama menyebalkannya dengan senyum si pengawal pertama.

"semudah itukah kau memutuskan hubunganmu dengan markas intel? Kelihatannya kau salah besar."ia melirik lagi kearah danzou dan memberinya kesempatan untuk berbicara. Si tetua mengangguk pelan lalu kembali memberikan atensi penuhnya kepada sosok gadis pirang dihadapannya.

"tentu saja karena kau adalah elit pasukan ini. Tapi melihat caramu kelihatannya kau berhenti mendapatkan informasi setelah keluar dari ROOT. Biar kujelaskan, sedikit pemberitahuan bahwa aku disini bukan untuk membahas masalah uang."

Nonou mengatupkan rahangnya kuat-kuat. Pengawal berkacamata yang tadi menjemputnya ikut angkat bicara. Suaranya terdengar lebih tegas dan sopan, ia memulai ucapannya tepat setelah danzo mengucapkan kalimat penjelasan singkatnya. Nonou dan kedua pendeta memasang telinganya baik-baik.

"kami menangkap informasi rahasia bahwa Iwagakure akan melaksanakan sebuah rencana yang licik."

Sesaat pengawal itu berhenti, ia mengamati baik-baik ekspresi nonou dan dengan mudahnya melanjutkan ucapannya. "kami ingin kau menyusup kesana. Mencari kebenaran mengenainya dan eksekusi.. dan kalaupun dugaan kami benar kami ingin kau mencaritahu apa rencana musuh, detailnya dan kapan perencanaan akan dilaksanakan. Ini sebuah misi rumit yang akan jadi panjang."

"dan kami memintamu. Sesederhana itu."timpal pengawal lainnya. "kami menginginkan gadis berjalan kami untuk beraksi lagi dan tak menjadi karatan karena mengasuh bayi."

Nono menggelengkan kepalanya, ia meneguk ludahnya sendiri dengan susah payah. "kalau begitu kelihatannya kalian salah orang. Aku bukan lagi seperti dulu."ia melempar pandangannya ke belakang, memberi isyarat meyakinkan. "aku memiliki hidupku sendiri sekarang."

Dibelakang nonou kedua pendeta kelihatan tidak senang. Ia menatap ketiga shinobi berjubah hitam itu dengan pandangan menyipit. Salah satu dari mereka mengangkat tangannya dan wajahnya kelihatan amat murka. Ia menuding kearah danzou dan dua pengawalnya bergantian. "mana bisa begitu! Ibu sangat penting bagi anak-anak dan panti asuhan ini! Ini masalah kalian dan kenapa tidak menyelesaikannya sendiri?!"

"karena kalian takkan mengerti. Tak ada intel lain yang lebih baik darinya. Tidak seperti yang lain nonou memiliki kemampuan yang sulit ditandingi dan loyalitas yang kuat. Kalian tak akan mendapatkan konoha terlindungi oleh sosok penghianat tapi nonou bisa memberikan kepercayaan bahwa konoha tak akan dihianati. Ia tidak akan seperti ninja lainnya yang menjual konoha. Nonou adalah elit ninja konoha yang loyalitasnya telah terbukti."

Pendeta wanita tua mendengus. "kalian punya selusin pasukan kenapa malah menyerahkannya pada ibu!"

Orochimaru dan si pengawal clan aburame menyeringai. Tapi mereka tak mengungkapkan apapun sebagai balasan. Danzou mengabaikannya, lebih sibuk memandangi wajah dari gadis NE-nya yang dinamai Nonou. Matanya berkilat terkena cahaya lilin, seperti biasa wajahnya masih tetap tenang bak batu terpahat yang dahinya berkerut-kerut. "dan melihat ekspresimu aku tahu bahwa kau telah mengerti, kau juga harus tahu bahwa konoha akan berhenti memberikan dana-nya saat kau menolak menjalankan misi. Sederhana dan mudah, kau hanya perlu membuat pilihan nonou."

"aku-"

"aku akan melaporkan tindakanmu pada hokage ketiga! Ia pasti tak akan mengijinkanmu untuk melakukan itu!"kecam pendeta pria. "kami akan mengadukan tindak-tandukmu. Dan hokage ketiga pasti akan menindakmu hingga kau tak bisa menyentuh kami."

Tak perlu isyarat si pengawalpun membela tuannya. "dan kalian harus siap dengan sekawanan perampok. Aku yakin itu harus dilakukan agar uang kalian tak dicuri dan butuh dana lebih untuk menyewa orang agar menjaganya. Belum lagi kami bisa saja mencuri anak asuh kalian dan kalian tak akan bisa melakukan apapun. Satu pilihan menentukan segalanya."

Si pendeta terbungkam dengan wajah murkanya yang berapi-api. Ia medecak keras, sedangkan nonou dipengaruhi dengan rasa bimbangnya. Amarahnya begitu memuncak walau begitu tak ada yang bisa dilakukannya melebihi ini, ini ninja dan shinobi kuat. Ini kapten dan bahkan sekaliber dengan hampir semua ninja konoha!

"kalian adalah orang kotor dan tak layak disebut sebagai shinobi! Mana bisa kalian memeras bagian dari desa kalian sendiri!"

Orochimaru tertawa, sinis dan dingin. Ia menarik berbagai atensi kearahnya, "kalian yang tak mengerti. Inilah jalan satu-satunya menjadi shinobi."

Semua orang terdiam dan hanya suara desau angin diluar ruangan yang bisa terdengar. Api lilin bergerak-gerak menari-nari mengikuti arah angin yang menyelinap masuk melewati celah-celah sempit lubang ventilasi udara di ruangan. Suasana begitu senyap sampai beberapa waktu, tak ada yang bergerak dari tempatnya selagi nonou berkutat dengan pemikirannya sendiri.

"kau tahu nonou, ini adalah satu-satunya jalan untuk melindungi konoha. Melindungi panti ini dan semua anak didalamnya."

"ibu jangan terpengaruh!"seru pendeta lainnya. "mereka adalah orang-orang licik dan-"

"aku mengerti."potong nonou cepat. "tak ada yang bisa kita lakukan jika ini menyangkut keamanan kalian dan desa."ia melirik kearah dua pendeta yang mendampinginya. "dan perampok tak mungkin bisa dihindari. Mereka benar-benar bukan tandinganku."

Ia melirik kearah danzou lagi. Entah bagaimana salah satu kerutan di wajah pria tua itu kelihatan mulai menghilang, "kau menjadi lemah karena gagal menangani emosimu nonou. Seharusnya kau kulatih untuk mengendalikannya lebih baik dan bukannya berjamur menjadi pengasuh disini. Sangat amat disayangkan."

Dua pendeta tadi masih mengeluh dalam diam dan sesekali membisiki telinga si ibu. Membuatnya sadar dan menarik kembali ucapannya agar mengabaikan misi itu dan melaporkan masalah ini pada sang hokage. Tapi semua hal jadi percuma seolah-olah pemikiran si ibu sudah hilang dimakan arus. Arus keheningan yang menenggelamkannya sampai seperti hari pertama si ibu menginjakkan kaki di tempat ini. Begitu hening dan kosong. Wajah mereka kelihatan benar-benar prihatin dan tak ada apapun yang bisa dilakukan untuk itu.

. . . . . . . .

Disisi lain ruangan sosok kecil bersembunyi di balik pintu. Mata hitamnya melebar saat mendengar perdebatan panjang antar orang dewasa itu. Ia menggigit bibir, merasa kesal dengan tiga sosok yang kelihatannya teramat ingin menyakiti ibunya. Dan dengan keberaniannya, ia yang benci melihat itu melangkah maju. Mendorong pintu dan langsung melesak kedalam sambil mengambur kearah ibunya dan menatap garang kearah tiga shinobi tadi.

"aku benci kalian dan pergi! Jangan ganggu ibuku!"

Ketiga shinobi tadi menatap kearahnya. Satu dengan pandangan dingin, satu dengan pandangan ingin tahu dan yang terakhir, si komandan sendiri yang terduduk memicingkan mata kearah si bocah kecil. Menatapnya dengan pandangan tak terdefinisi yang berakhir dengan suara lantang superiornya.

"kelihatannya aku membutuhkan anggota tambahan.. nonou.."

Pihak panti melebarkan matanya dan menatap menyesalkan kearah si anak yang memeluk ibunya.

Insiden itu benar-benar menarik perhatian kesemua orang dalam ruangan. Nonou yakushi yang terkejut, si pendeta yang terperangah, pendeta lainnya yang mematung, dan satu orang berjubah yang kelihatannya sedang menimbang-nimbang sesuatu. Tapi kelihatannya ada yang salah, pria tua itu memandangi si bocah dengan pandangan datarnya. Walau tak dipungkiri bahwa matanya seperti jelalatan menyapu tiap inchi tubuh bocah kecil berkulit pucat yang menatapnya garang itu.

"aku tak akan membiarkan kalian menyakiti ibu!"

Untuk sesaat para prajurit konoha itu beradu pandang. Danzou kembali menatap nonou yakushi yang sekarang tengah menunjukkan emosi kekhawatirannya, wanita itu mendekap bocah kecilnya defensif.

"naruto, apa yang kau lakukan?!"tanyanya was-was sambil mencoba menutupi bocah itu dari jarak pandang orang-orang kelaparan di hadapannya. "pergi dan tidur! Ibu tak akan kenapa-napa."

"ibu bohong! Mereka kelihatan mengancam ibu tadi! Aku mendengar semua-nya!"

"ancaman.."ulang salah seorang pengawal danzou. Nonou yang mendengar ini langsung membalik wajahnya menatap kearah dua pendeta dibelakangnya. "bawa dia ke kamar! Tolonglah!"

Sebelum naruto bisa berkata lebih banyak ia sudah dibawa paksa oleh pendeta panti yang dimintai tolong nonou. Orang tua itu langsung bergegas memaksanya untuk kembali ke kamar sedangkan si bocah meronta dan beberapa kali berkelit untuk tetap bertahan dalam ruangan. Suasana kembali sunyi, sedangkan pendeta tua satunya telah meninggalkan nonou mengikuti pendeta pria yang memboyong naruto dengan maksud untuk menidurkan semua anak panti. Malam semakin larut, dan tak ada tanda-tanda listrik akan dihidupkan kecuali ada keajaiban yang disepakati.

Dan ia akan menyepakati perjanjian itu.

"bocah yang mengagumkan. Kau mengajarkan pengenalan akan ancaman padanya."

Nonou memandang orochimaru tidak terima. Ia mengeratkan kepalan tangan di samping tubuh tatkala selanjutnya danzou yang mengambil alih keadaan. "kembali kepercakapan, kami membutuhkan anggota tambahan nonou. Kelihatannya aku sudah memiliki calon yang cocok."

Dada si ibu bergemuruh. Ia memandang garang kearah komandan tua itu yang kelihatannya nyaman-nyaman saja dengan semua yang terjadi. Ia benci orang itu, ia benci orang yang telah dan akan merenggut masa depan salah satu anak yang disayanginya.

"kenapa kalian mengincar anak-anak?! A-aku sudah bilang aku yang akan menggantikannya!"

Si pengawal berkacamata mengangguk kaku. "mulai sekarang kami akan memberi kalian pinjaman uang. Tapi syaratnya haruslah ada satu anak panti yang menjadi gantinya. Dan tuan telah memilih salah satu dari mereka.."

"tapi kau tak berhak! Kau-"

Tiba-tiba suasana menjadi sunyi. KI dalam jumlah setara level kage ditembakkan secara mendadak, menenangkan ruangan dan membungkam apa-apa yang akan diungkapkan si ibu. Wanita itu bergetar dan jatuh terduduk dengan lutut. Salah satu dari mereka yang bermata-kan emas seperti ular melebarkan senyum melihat ini sekalipun ia tak mengeluarkan kata-kata. Danzou dengan caranya yang efektif segera mengambil kesempatan itu untuk membicarakan perencanaannya selanjutnya. Wajahnya kosong melompong pertanda ia selalu serius dan tak bisa ditolerir lagi.

"kau tak bisa melarangnya. Mungkin saja ia ingin jadi shinobi dan kenapa tidak? Aku tahu kau bukan orang bodoh nonou. Dan ia bisa jadi menolong dana untuk kalian.. hanya butuh satu anak untuk menebus dana dari kami dan semuanya akan berlangsung seperti seharusnya."

"tapi bahkan dia masih anak-anak! Anak 6 tahun dan kalian sudah berencana untuk membuatnya menjadi senjata?! Kalian benar-benar!"geram nono dengan napas tertahan. "kenapa harus dia? Aku bisa menggantikannya! Aku lebih baik dan terlatih darinya! Kenapa dia?! Di masih kecil. Bukan saat baginya untuk.."

"untuk membuatnya lemah dan payah. Mungkin aku akan mengusulkanmu untuk melatihnya sebagai ucapan perpisahan.. tapi kalau ia berbakat aku tak akan bertoleransi. Konoha selalu butuh ninja muda yang berbakat."danzou berdiri dari tempatnya duduk. Sekali lagi ia menatap kearah nonou yakushi, seolah-olah memberikan kecaman dari cara bertatap-nya.

"dan jangan coba-coba melakukan hal bodoh.. aku akan meninggalkan orang untuk mengawasimu.."

Selepas berkata begitu ketiga orang itu-pun keluar. Tanpa aba-aba dan pemberitahuan lebih awal ketiganya menyambut deru angin musim dingin konoha. Badai masih bersiur-siur di luar, sementara pandangan mata nonou tak mampu teralihkan dari daun pintu yang terbuka. Hanya perlu beberapa kata dan sesuatu di dalam dirinya bergolak, sedetik kemudian lampu hidup dan semuanya menjadi terang-benderang. Seperti janji dan kesepakatan, ini adalah sesuatu yang absurd dan mungkin tak akan pernah dimaafkan dalam hidupnya.

"ibu.."tiba-tiba seorang nenek tua memanggilnya. Bahkan hanya untuk merasakan kehadiran sosok itupun ia telah menjadi amat tumpul. Sendi-sendi-nya terasa kaku dan tak bisa digerakkan. Terlebih saat melihat sorot getir diwajah nenek tua itu.

"jadi apa yang harus kita lakukan selanjutnya?"

Nonou menahan napasnya. Ia melangkah ke pintu dan menutupnya tanpa mengucapkan kata apapun. Tubuhnya berbalik setelahnya, memandang wanita tua yang berdiri menatapnya ragu-ragu.

"selalu ada jalan.. sekalipun harus berakhir buruk aku yakin selalu ada jalan."ujarnya pada diri sendiri.

.

.

.

Keesokan paginya.

"ibu ingin membawaku kemana?"naruto bertanya sambil menatap kearah ibunya. "kenapa kita harus pergi ke hutan ini? Bukankah ini musim dingin?"

Keduanya terus berjalan keluar menjauh dari lokasi panti. Naruto kecil dibawai sebuah tas kecil ransel punggung yang dibawanya dengan cukup antusias walaupun cuaca benar-benar tak bersahabat. Titik-titik salju menghiasi rambut hitamnya. Tapi lebih penting dari itu semua ia tetap mengikuti si ibu yang membawanya tanpa banyak bicara.

"sebentar lagi dan suasana-nya akan lebih hangat. Ayo cepat."

Semua lapisan tanah sudah tertutup salju tipis. Pepohonan sudah dipenuhi mahkota putih yang akan mencair bila tersentuh. Asap hangat mengepul dari hidung mereka, sedangkan jejak-jejak kaki bertebaran di lahan putih lapangan itu. Terus berjalan dan berjalan, nonou bahkan menghiraukan sudah lelah atau belum si anak. Jika mereka berhenti di tengah jalan maka itu sama saja dengan bunuh diri dan mati kedinginan, sekalipun tempat yang dituju merekapun tidak akan menjanjikan banyak kehangatan yang lebih baik. Semak-semak beku terus menghiasi sepanjang jalan setapak buatan manusia itu.

"kita akan masuk kedalam gua sana!"tunjuk nonou pada akhirnya. Mereka beradu pandang dan melangkah mendekati tempat yang dimaksud. Naruto kecil yang melihat tempat berteduh menjadi sedikit lebih bersemangat, ia sedikit berlari menuju kearah sana sebelum akhirnya ada sesuatu yang mengganjal.

"ibu.. ruangan ini begitu gelap dan menakutkan."untuk alasan yang tak dapat dikatakan nonou tersenyum dalam hati. Meski ini tak begitu diinginkannya tapi sebuah keajaiban kelihatannya muncul. "baguslah. Karena setiap hari aku akan melatihmu didalam kegelapan ini."

Mendengar hal tersebut naruto melebarkan matanya. Ia membiarkan sang ibu masuk lebih dulu dan berharap agar ada sedikit penerangan yang membantu. Sebenarnya ia bisa melihat dalam gelap, tapi benda-benda dalam kegelapan memberi hawa tidak mengenakkan sendiri untuk dilihat. Lebih gelap dan menyeramkan.

"aku.. takut gelap bu!"

Tapi nonou mengabaikannya. Ia malah masuk dan meletakkan segulungan benda di atas meja batu datar yang terlihat sebagai meja batu eksperimen.

"naruto.. bisa kemari?"

Naruto-pun melangkah kearah ibunya. Ia berdiri berhadapan dengan sang ibu yang menggelar segulung besar benda berkanji yang dikenalnya sebagai fuinjutsu. Seperti yang dibacanya di buku fuinjutsu mengandung simbol-simbol aneh penuh makna yang sulit dipahami dan sulit diartikan. Tapi benda itu istimewa dan tak bisa dibuat oleh semua ninja. Buruknya ia tak berbakat dalam hal itu, entah bagaimana selalu saja ada yang salah dalam setiap caranya menulis. Tapi ia cukup kenal beberapa huruf kanji fuinjutsu.

"ibu akan mengajarkanmu ninjutsu medis.. kau harus mulai memperhatikannya sekarang."setelah melakukan sebuah seal secara terampil sebuah kepulan asap muncul diiringi oleh seekor ikan tak bergerak yang kelihatan sekarat. Naruto memperhatikannya sampai pada prosesi dimana sang ibu meletakkan kedua tangan hampir merapat pada si ikan, kedua tangan dirapatkan dan dengan sedikit kemampuannya cahaya hijau berpendar keluar dari sana. Cahayanya berpendar, dan sekejab berikutnya si ikan telah hidup dan menggelepar-gelepar.

Nonou melihat naruto mengerutkan kening. Ia menyentuh dahi anak itu lembut.

"sekarang giliranmu naruto.."

Sang ibu bergeser dari tempatnya memberi naruto kesempatan untuk mencoba. Kali ini hanya sebuah ikan yang ukurannya lebih kecil dari yang dihidupkan si ibu. Hewan itu terkapar di tengah-tengah fuinjutsu, tapi tanpa perlu ditanya yang dilakukan naruto adalah mengcopy apa yang dilakukan si ibu. Ia berkonsentrasi, mengikuti arah tangan si ibu sebelumnya yang telah menghidupkan ikan itu.

"kalau kau memberinya terlalu sedikit cakra, ikan itu tak akan hidup. Tapi kalau terlalu banyak dan kau tak bisa mengendalikannya, ikan itu akan mati."bimbing nonou sambil mengamati pendar kecil yang baru saja akan keluar dari telapak tangan naruto. "tetap konsentrasi dan alirkan hawa hidup ke telapak tanganmu. Alirkan dan konsentrasi.."

Mulanya sangat sulit untuk melakukan hal tersebut. Tapi setelah beberapa menit lebih lama dari waktu yang diperlukan nonou untuk menghidupkan ikan pertamanya naruto berhasil mengeluarkan cakranya. Nonou amat terkejut, ujung matanya menatap serius kearah apa yang akan dilakukan naruto. Semakin lama bentur cakra itu semakin teratur dan membaik, tapi ada yang salah. Dan itu terlihat dari cakra yang dikeluarkan sebab yang dibutuhkan ninja medis adalah cakra penyembuh dan bukannya cakra lain yang kelihatannya..

"ibu?! Kenapa cakranya berwarna biru?! Ah! I-ikannya m-mati bu! M-mati!"

Dan apa yang terjadi selanjutnya adalah ikan tersebut pecah dan tulangnya bermuncratan kemana-mana. Kepalanya terpelanting ke berbagai sisi dan pecahan isi perutnya mengotori meja tersebut.

"ibu.."

Nonou masih terdiam selama beberapa saat. Wajahnya terlihat murung dan sedikit lebih tidak bersemangat. Ia memandang naruto dan mengelus kepalanya perlahan, memeluknya.

"kelihatannya harapan kita sudah pupus.."gumamnya kosong. "dan bakatmu lebih menyeramkan dibanding medis.. aku tidak yakin tapi semuanya terlihat.. kacau."

. . . . . . . .

Diluar gua seorang ninja bertopeng polos yang telah melihat cukup banyak kejadian itu langsung beringsut pergi. Seperti tergopoh-gopoh untuk melaporkan pengamatannya hari ini. Disana, di dalam sana sepasang mata hijau menatapi punggungnya dengan pandangan menyeramkan. Tentu saja karena didalam sana ada elit yang lebih tinggi tingkatnya dari dirinya.

'cukup.. tuan akan menyukai apa yang kubawa hari ini.'

Ia pun menghilang meninggalkan kelebatan hitam yang melompati pohon-pohon.

TBC

Aku berharap fic ku yang ini bisa sedikit lebih menarik dibandingkan yang satunya. Aku berharap bisa membuat beberapa reader tertarik untuk membacanya atau bahkan hanya sekadar memberi saran atau apalah itu di dalam kolom review. Jika kalian menyukainya maka aku akan melanjutkannya. Tapi jika tidak. Kupikir aku akan mencari ide untuk fic yang lain yang didukung kalian. Intinya aku sangat berharap bisa melihat sejumlah review untuk memastikan bahwa kalian menyukai apa yang kutulis. Karena jika tidak aku pasti akan berhenti mempublishnya lagi. Author membutuhkan sejumlah semangat dan review adalah sumbernya. Semoga fic-ku yang ini tidak membosankan.