Last Bouquet by sureaLive
Cast
Yoongi from BTS
Jimin from BTS
And other members
OC
Length
OneShoot
Genre
Romance || Angst(?)
Warning
BoysLove(?) | Typo(s) | Full of Gajeness(?) LoL
Alur Maju-Mundur Gak jelas ^3^
[Miring = Past]
Disclaimer
The story is belong to me
The casts aren't mine, belongs to the rightful owner
[]
[hope you can enjoy it]
[]
"Maaf hyung, ada kiriman lagi untukmu." Yoongi mengangkat kepalanya dari cake yang tengah ia hias.
"Hmm, buang saja." Yoongi berkata datar saat melihat bunga yang berada di tangan Jungkook, salah satu pegawai di cafénya. Yoongi sudah hafal karena sudah menerima kiriman yang sama dalam beberpa hari terakhir. Dan Yoongi tak ingin melihatnya.
Putih. Mawar putih. 9 tangkai. Sesuai dengan tanggal lahirnya. Dengan nama pengirim yang sama.
"Apa kau tak ingin melihat kartu ucapannya dulu, hyung?" Tanya Jungkook sambil meneliti bouquet di tangannya.
"Tidak." Jawab Yoongi singkat. "Dan kau jangan coba-coba menyimpannya seperti kemarin, Kookie. Atau kau akan tau akibatnya."
Jungkook melebarkan bibirnya, memperlihatkan gigi kelincinya yang lucu saat mendengar kata-kata Yoongi hyungnya. Ya, kemarin dia dengan tanpa seijin Yoongi telah menyimpan bouquet mawar itu di meja hyungnya, hingga dia harus mendapat hukuman mencuci semua alat bekas hyungnya membuat cake, dan itu sungguh melelahkan.
"Nde, hyung. Hehehe…" Yoongi hanya tersenyum tipis mendengar kekehan Jungkook sebelum menutup pintu dapur. Setelah terdengar bunyi tanda pintu tertutup senyum di bibir Yoongi menghilang. Tergantikan dengan raut datar dengan pandangan kosong ke arah cake cantik di hadapannya.
[]
Last Bouquet
[]
Yoongi memandangi lelaki di depannya dengan raut kesal yang tak ditutupi. Sedangkan lelaki berambut pink yang menjadi target tatapan mematikan Yoongi hanya tersenyum lebar.
"Maaf Yoongi, tadi aku harus melayani pelangganku dulu. Kau tau, butikku masih dalam tahap berkembang, jadi aku harus memberikan pelayanan semaksimal mungkin. Lagipula aku hanya telat, hmm…"
"Satu jam, Jin. Satu jam." Yoongi memotong ucapan Jin yang tengah melihat jam tangannya dengan menekankan pada waktu lamanya ia menunggu.
"Selama itu? Wuaah, aku tak menghitungnya." Dengan senyuman lebar yang masih bertengger di bibirnya, Jin langsung memanggil pelayan untuk memesan makanan, tak menghiraukan raut Yoongi yang makin menunjukkan kekesalannya.
Saat pelayan sudah pergi dengan catatan pesanan Jin di tangannya, Jin memusatkan perhatiannya kembali pada Yoongi.
"Apa?" Tanyanya saat melihat tatapan mematikan dari Yoongi, "Aku kan sudah minta maaf karena keterlambatanku. Maaf, oke?"
Setelah menghembuskan napas panjang, Yoongi menganggukan kepalanya pelan. "Baiklah. Jadi, ada apa kau meminta bertemu denganku? Biasanya juga kau langsung datang ke café tanpa pemberitahuan terlebih dahulu."
"Tidak ada, aku hanya kangen padamu. Apa kau tidak kangen padaku? Sudah tiga hari kita tidak bertemu, Yoongi." Jin menjawab dengan raut sedih yang di buat-buat.
"Ya tuhan… Aku tidak tau bahwa di tinggal Namjoon ke Jepang seminggu bisa membuatmu jadi seperti ini, Jin." Yoongi menggelengkan kepalanya pelan sambil meminum kopinya yang tinggal setengah.
"Ahh, kau tidak akan mengerti. Kau tidak tau rasanya di tinggal kekasihmu selama itu, Yoon. Rasanya rindu ini menyesakkan." Yoongi hanya menarik sudut bibirnya mendengar kata-kata Jin yang begitu mendramatisir. Namun, satu sisi sudut hatinya menyetujui apa yang di katakana oleh sahabatnya itu.
'Well, mungkin akupun tengah merasakkannya. Bahkan mungkin rasaku lebih menyakitkan.' Bisik hati kecil Yoongi, mengingat orang terkasihnya yang tengah menghilang dua minggu terakhir ini.
"Sebenarnya alasan lain aku mengajakmu bertemu adalah, aku ingin kau menemaniku ke pesta pernikahan pelangganku." Jin melanjutkan perkataannya setelah menerima pesanannya yang baru saja di antarkan.
"Kenapa aku?"
"Karena Namjoon sedang tidak ada, maka dari itu aku mengajakmu."
"Dan kau pikir aku tidak ada urusan lain?"
"Hmm… Karena setauku kau belum punya kekasih, jadi ku rasa malam sabtu bukanlah malam special untukmu." Well, memang tidak ada yang tau tentang kekasihnya selama ini kan, jadi wajar kalau Jin masih sering mengejeknya single.
"Sialan kau." Yoongi melemparkan irisan lemon yang tadinya bertengger manis di sisi gelas minuman Jin ke arah sang pemilik minuman. "Dan kau pikir aku bisa meninggalkan café ku, begitu?"
"Ayolah, Yoon. Masih ada Hoseok yang bisa menjaga café. Cobalah untuk mempercayainya, café itu milik kalian berdua, jangan menanggungnya sendiri."
"Ya, tapi tetap saja…"
"Please, Yoongi-yaaa… ini adalah undangan dari pelangganku. Dia memakai gaun dari butikku."
"Jadi yang menikah itu pelangganmu?" Yoongi bertanya cuek, mengambil sesuap daging dari piring Jin.
"Iya, tadi adalah fitting yang terakhir. Jadi, please, Yoon." Jin menangkupkan kedua tangannya dan memandangi Yoongi dengan pandangan puppy eyes yang menggelikan menurut Yoongi.
"Baiklah… baiklah. Tapi aku akan memakai pakaianku sendiri, aku tidak ma…"
"Tidak… tidak. Aku sudah menyiapkan jas untukmu. Jadi, kau harus memakainya, dan…"
"Seokjin!"
"Tidak, pokoknya kau harus memakai apa yang ku siapkan…"
Dan perdebatan mereka tentu saja di menangkan oleh Jin, bukan karena Yoongi mengalah, hanya saja dia terlalu malas untuk terus mendebat Jin, melelahkan.
[]
Last Bouquet
[]
Yoongi dengan enggan menatap sosok berambut pirang pucat yang telah berdiri di hadapannya sejak 15 menit yang lalu. Sosok itu datang tepat saat Yoongi hendak mengunci pintu café nya. Dengan tubuh basah kuyup sosok itu menyorongkan satu bouquet yang sama yang sering ia terima belakangan ini.
"Aku mohon… maafkan aku." Suara lelaki di hadapannya terdengar serak, namun itu tak membuat Yoongi menerima bouquet mawar putih yang masih terangsur di depannya.
"Berhentilah." Yoongi mengalihkan tatapannya ke arah jalanan yang mulai sepi, sekarang sudah hampir pukul 11 malam tentu saja sudah sepi.
"Aku ingin menjelaskan tentang semua…"
"Tidak perlu." Yoongi memotong kata-kata lelaki di hadapannya dengan cepat.
"Aku tetap ingin menjelaskannya. Aku tau aku begitu bersalah, jadi tolong…"
"Penjelasanmu tak akan mengubah apapun sekarang. Dan berhentilah mengirimkan bunga-bunga itu." Lagi-lagi Yoongi menghentikan perkataan lawan bicaranya. Tanpa memperdulikan lelaki yang masih berdiri di bawah gerimis itu, Yoongi berbalik dan mengunci pintu café nya.
Hingga esok paginya, Yoongi menemukan bouquet basah di bawah pijakan kakinya di depan pintu.
[]
Last Bouquet
[]
Setelah memberikan wejangan seribu kata ala Yoongi, akhirnya dia meninggalkan café dalam pengawasan Hoseok. Dia bukannya tidak mempercayai Hoseok, hanya saja dia tidak ingin membuatnya terlalu capek karena Yoongi tau bahwa Hoseok masih harus mengajar di sanggar tari sebelumnya.
Yoongi keluar dari pintu penumpang mobil Jin, sambil menunggu sang empunya mobil yang tengah memberikan kuncinya pada seorang valet. Di lihat dari gedung di selenggarakannya resepsi, sepertinya mereka dari kalangan atas.
Untung aku menerima setelan yang dipilihkan oleh Jin, kalau tidak aku akan mempermalukan diri sendiri dengan pilihan pakaianku, pikir Yoongi saat melewati petugas penerima tamu yang tengah mengecek kartu undangan di tangan Jin.
Saat memasuki ballroom mata Yoongi membulat takjub dengan semua dekorasinya, begitu mewah dan berkelas. Yoongi tidak yakin dia bisa menyelenggarakan pernikahannya se'wah' ini. Menikah? Saat kata itu melintas, pikirannya kembali lagi pada kekasihnya yang entah berada di mana.
Kekasihnya tiba-tiba menghilang tanpa kabar, bahkan nomornya pun tidak bisa di hubungi. Ini sudah 2 minggu lebih dan Yoongi tidak tau harus mencari lagi kemana. Selama 2 tahun berhubungan tidak banyak yang Yoongi tau tentang kekasihnya, seperti halnya dirinya yang tak pernah mengenalkan kekasihnya pada teman-temannya yang lain, hanya para pegawainya dan Hoseok lah yang mengetahui keberadaan kekasihnya selama ini. Itupun karena kekasihnya sering mengunjungi café nya.
Tepukan Jin pada pundaknya menyadarkan Yoongi dari pikirannya sendiri, dengan agak tergesa Jin menarik Yoongi memasuki ballroom lebih dalam.
"Sebaiknya kita memberikan selamat dahulu atau makan dulu?" Jin bertanya pelan, sedang matanya tengah di edarkan mengelilingi seluruh ruangan besar yang telah dipenuhi tamu itu.
"Melihat antrian menuju pengantin yang masih begitu panjang, mungkin kita sebaiknya mencari makanan dulu." Yoongi memberikan saran terbaik saat melihat antrian panjang di depannya, dan saran Yoongi langsung di angguki oleh Jin yang langsung mendekati salah satu stand makanan.
Karena Yoongi masih belum terlalu lapar, dia hanya mengambil segelas minuman berwarna hijau cerah untuk membasahi tenggorokkannya, sambil mengikuti Jin yang tengah mengambil satu piring kecil lasagna.
"Jadi, siapa nama mempelainya Jin? Baru kali ini aku menghadiri pernikahan tanpa tahu nama pengantinnya." Yoongi bertanya sambil terus mengedarkan pandangannya.
"Ahh, aku belum memberitahumu ya?" Jin bersuara di tengah kunyahannya, setelah menelan makanan dalam mulutnya Jin melanjutkan perkataannya, "Yang perempuan itu pelanggan yang aku ceritakan kemarin, namanya Lee Ahn Ju. Sedangkan yang lelaki aku hanya bertemu sekali saat fitting satu mingguan yang lalu, namanya siapa ya, hmm… Park Jimin, ya kalau tidak salah, aku agak lupa."
Kata-kata Jin membuat Yoongi langsung mengalihkan tatapannya ke arah sahabatnya.
"Park Ji-Jimin?" Ulangnya dengan suara bergetar.
"Hmm, kalau aku tidak salah ingat." Jin menggumam pelan.
Jawaban Jin yang agak ragu membuat Yoongi mengarahkan matanya ke arah sepasang pengantin yang masih sibuk menerima ucapan selamat dari para tamu. Setelah beberapa waktu terlewat, barisan tamu itu sedikit berkurang, membuat pandangan Yoongi dapat melihat surai pirang pucat sang pengantin pria. Dan saat itulah Yoongi merasa bahwa waktu di sekitarnya telah berhenti.
Pegangannya pada gelas di tangannya terlepas, menimbulkan suara yang cukup keras, membuatnya menjadi pusat perhatian dari sekitarnya. Dan sosok yang berdiri di atas sana ikut mengalihkan tatapan ke arahnya dengan pandangan terkejut yang tak dapat di tutupinya.
Dan sosok Yoongi semakin menjadi pusat perhatian saat mempelai pria di atas sana berjalan ke arahnya dengan langkah tergesa, mencoba melewati barisan tamu yang masih melihat bingung ke arah Yoongi.
Seakan ada yang menyadarkannya, Yoongi segera berbalik dan berlari ke arah pintu keluar, tak memperdulikan suasana pernikahan mewah tersebut yang kini telah berubah ricuh di penuhi suara-suara pertanyaan dari para tamu saat menyaksikan sang mempelai pria meninggalkan mempelai wanita di atas kursi kebesaran mereka.
Ya, mempelai pria tersebut memang bernama Park Jimin.
Park Jimin yang sama yang telah menghilang dari hidup Yoongi dalam 2 minggu terakhir.
Park Jimin yang sama yang 2 minggu yang lalu masih berstatus sebagai kekasihnya.
[]
Last Bouquet
[]
Jadi ini alasan mengapa dia menghilang tanpa kabar. Menghilang meninggalkanku dalam kegamangan tak berdasar. Aku tak tau apa maksud dari semua ini. aku tak mengerti.
Apakah dia bosan? Apakah dia lelah akan diriku?
Kalau memang itu alasannya, mengapa dia tidak mengatakannya? Dia dapat menjelaskan, berikan aku alasan, dan aku akan menerimanya. Walaupun itu menyakitkan, pada akhirnya aku akan menerimanya, karena perasaan bukanlah sesuatu yang dapat kau kontrol. Tapi ini? ini sama saja dengan dia menembakkan peluru tepat ke jantungku.
Aku terus melangkah, menghiraukan panggilan Jin dan satu suara lainnya. Aku menulikan diri. Aku bahkan tak tau bagaimana caranya aku meninggalkan gedung itu dan bisa sampai ke kamarku dengan selamat. Tak menjawab suara Hoseok yang di penuhi kekhawatiran.
Aku tidak ingat apapun. Aku hanya tau bahwa aku menanggalkan setelan jas dari Jin yang telah basah kuyup di depan pintu. Tanpa membereskannya.
Sampai besok paginya Jungkook mengetuk pintu kamarku. Mungkin dia bertanya-tanya, mengapa hyungnya belum membuka café padahal jam sudah menunjukkan pukul 8 pagi lebih. Dan akhirnya aku hanya menyuruhnya menempelkan papan "CLOSED" di jendela.
Sampai tiga hari kemudian papan itu baru aku tanggalkan.
[]
Last Bouquet
[]
Yoongi menyentuh kelopak yang mulai mengering dan mulai berwarna kecokelatan di tangannya. Sedang ingatannya kembali pada wanita yang beberapa saat yang lalu baru saja meninggalkan ruangan Yoongi. Wanita yang sama yang pernikahannya telah Yoongi hancurkan lebih dari 10 hari yang lalu.
'Aku mohon datanglah…'
Suara memohon wanita itu kembali terdengar di telinganya, seolah wanita itu dengan sengaja membisikannya berkali-kali untuk menyiksa Yoongi.
'Dia mengalami kecelakaan 3 hari yang lalu. Keadaannya kritis.'
3 hari yang lalu adalah hari yang sama saat lelaki itu tiba-tiba muncul di hadapannya dengan menyorongkan se-bouquet mawar putih 9 tangkai. Mawar yang kini tengah berada dalam genggaman Yoongi.
'Aku mohon datanglah …'
Kenapa kau begitu senang menyiksaku, Park Jimin. Bisik Yoongi di sudut hatinya.
[]
Last Bouquet
[]
"Maaf. Aku kesini tidak membawa apa-apa. Aku tak bisa membawakan makanan kesukaanmu. Bahkan aku tidak sempat untuk membeli bunga sebagai ucapan 'Semoga Cepat Sembuh' untukmu." Yoongi berujar lirih, tatapannya ia pusatkan pada sosok yang telah merenggut kebahagiannya, menghempas rasa cintanya.
"Aku mengerti mengapa kau melakukan ini padaku." Yoongi kembali berkata setelah menarik napas panjang beberapa kali, seolah napasnya tengah terhalang sesuatu yang begitu menyesakkan.
"Aku sangat mengerti. Namun, yang sampai saat ini masih mengusikku adalah, kau tidak mengatakannya sedari awal. Apa sulitnya mengatakan bahwa, 'Hyung, aku lelah.' atau 'Hyung, aku menyadari bahwa hubungan kita tak akan pernah menemui ujung'. Bahkan akupun tau. Aku sangat tau bahwa memang tidak akan pernah ada masa depan untuk kita. Tidak ada masa depan untuk pasangan seperti kita. Mungkin kaupun masih ingat bagaimana terganggunya diriku karena kehadiranmu di sekitarku, sebelum akhirnya aku memutuskan bahwa tidak ada salahnya kita melangkahi hari-hari kita bersama. Dengan jari saling menggenggam untuk saling menguatkan. Tapi…"
Yoongi berhenti dan mengangkat kepalanya, mencoba menahan laju air yang akan merembesi kedua kelopak matanya. Tangannya menepu-nepuk dadanya, mencoba meredakan sakit tak kasat mata yang berkumpul di sana. Yoongi harus segera menyelesaikan ini dan pergi. Kakinya sudah tidak bisa menopang tubuhnya.
"Aku memaafkanmu. Namun aku ingin kau melupakanku, sama seperti aku yang akan melupakanmu. Aku memaafkanmu. Jangan pernah muncul lagi di hadapanku. Demi kebaikan kita berdua. Kini kau telah memiliki jalan hidupmu sendiri, dan aku tak termasuk di dalamnya. Aku akan menemukan jalanku sendiri yang tak ada kau di dalamnya. Aku memaafkanmu. Jimin." Setelah mengucapkan kata terakhir, Yoongi mengecup pelan kening Jimin yang tertutupi perban tebal lalu berbalik hendak meninggalkan ICU tempat di mana Jimin berbaring. Tapi, tepat beberapa langkah sebelum mencapai pintu, sebuah suara nyaring dari arah belakang menghentikannya. Yoongi terdiam, bahkan sampai lima detik kemudian beberapa dokter dan perawat mendobrak masuk ke sana, Yoongi masih terdiam.
Beginikah cara Jimin melupakannya?
END
Hmmm, selingan ya hehe
Sebelah belum bisa lanjut _ _|||)
Mari Lestarikan MinYoon/MinGa ehehe
