HURTS

.

.

.

Please hargai karya saya

Tidak suka silahkan 'Close'

Thanks^^

.

.

.

CHAPTER 1

.

.

.

-Prang-

"HUANG ZITAO!" Teriaknya geram.
Berani sekali gadis itu mengabaikannya. Dengan langkah penuh emosi ia menghampiri Zitao yang masih tertunduk diam di lantai dekat dengan pintu beranda. Dengan kasar ia mencengkram dagu Zitao agar wajah pucat namun masih tetap memancarkan kecantikan alaminya itu tepat berhadapan dengan wajahnya.

"Aku sedang berbicara denganmu, sialan. Tatap aku!" bentaknya dan semakin memperkuat cengkramannya. Mengabaikan cairan merah yang secara perlahan mengaliri wajah sang gadis. "HUANG ZITAO... Kau... sudah berani melawanku?!" Emosinya semakin menjadi-jadi kala melihat untuk pertama kalinya Zitao mengabaikan ucapannya.

Pasti ini karena pemuda tadi sore itu. Ya, tidak salah lagi. Pasti karena pemuda itu Zitao mulai berani mengabaikannya.

"Apa karena pemuda sialan itu kau sekarang berani mengabaikanku? Kau bermain di belakangku? Hah!"

Menatap datar manik coklat yang sangat disukainya dulu, "Lalu siapa gadis itu, Kris?" Zitao akhirnya memberanikan diri menanyakan hal yang sudah sebulan ini mengganjal di hatinya dengan nada santai namun terselip ketegasan di dalamnya.

Kris, pemuda yang menjadi pelaku kekacauan ini tercekat saat mendengarnya. 'Jadi... Zitao sudah mengetahuinya?!' Batin pemuda itu.

"Kau bahkan telah menggandeng tangannya, memeluknya, dan menciumnya."

'Seberapa jauh gadis ini tahu?' Pikir Kris semakin kalut.

"Kau yang bermain dibelakangku, Kris."

-Plak-

-Sreeek-

Perih, sakit, panas, dingin secara bersamaan bercampur menjadi satu saat tubuhnya terjatuh tepat diatas serpihan kaca beranda. Zitao hanya bisa diam menerima semuanya. Tidak ada lenguhan rasa sakit atau perih dari bibir manisnya akibat tamparan pada pipi dan luka pada pergelangan tangan serta kakinya. Rasa sakit ini bahkan tidak seberapa jika dibandingkan dengan sakit hati yang di pendamnya slama ini. Sedikit bergetar akibat dinginnya air hujan yang sedikit demi sedikit mulai membasahi tubuhnya, Zitao memilih untuk diam mendengar semua teriakan cacimaki Kris.

"Baiklah, kalau kau memilih diam seperti ini. Aku akan mencari tahu sendiri. Lihat saja, kalau terbukti kau bermain dibelakangku aku akan langsung memasungmu, Zi." ancam Kris sebelum meninggalkan Zitao dengan semua kekacuannya.

-Brak-

Pintu apartemen tertutup dengan sangat kasar. Merubah posisinya, melipat kedua kaki. Zitao menatap kedua telapak tangannya. Mungkin mulai sekarang telapak tangannya takkan sehalus dulu, seperti yang dikatakan oleh teman-temannya di kampus. Mereka tidak akan iri lagi pada telapak tangan yang sekarang ini mendapatkan beberapa luka sobekan dan sepihan kaca kecil yang menancap. Pikirnya.

Terkekeh pelan. Ia jadi teringat pada kebanyakan orang yang secara jelas mengatakan jika sangat iri padanya. Padahal sebenarnya apa yang harus mereka irikan darinya?

Kekayaan?

Kecantikan?

Kepintaran?

Atau tunangan yang kaya raya dan tampan itu?!

Apa arti semua itu jika kehidupanmu bahkan lebih menyedihkan dari orang biasa diluar sana. Seandainya saja mereka tahu.

Karena kekayaan, ia tidak bisa merasakan kasih sayang kedua orangtua secara utuh.

Karena kecantikan dan kepintarannya, tidak sedikit orang yang membencinya.

Karena tunganannya, ia harus menahan sakit secara fisik ataupun batin setiap saat.

Jika melihat kenyataan itu apakah mereka akan tetap iri padanya?!

Pasti tidak.

Bahkan kalau boleh berkata jujur, Zitaolah yang iri dengan kehidupan mereka. Seandainya dia diijinkan untuk hidup kembali. Ia lebih memilih menjadi gadis biasa dengan kehidupan biasa. Dengan itu, ia dapat bertemu dengan kedua orangtuanya setiap hari, merasakan kasih sayang mereka secara utuh, dan yang terpenting ia tidak akan mengenal seorang pewaris tunggal salah satu perusahaan besar di Korea dan beberapa negara, Kris Wu.

Tapi semua hanyalah harapan fiksi yang tak akan pernah terjadi. Inilah garis kehidupan yang Tuhan berikan padanya. Menjadi anak dari salah satu pengusaha terkaya di Korea dan tunangan seorang Kris Wu.

Pemuda yang sangat dicintainya. Bahkan setelah semua kekerasan ini dia rasakan.

Bukankah itu terlihat sangat bodoh?

.

.

.

"Cepatlah, Chan. Nanti makanannya akan dingin."

"Iya.. iya.. Sabar, Baek." Mengikuti langkah cepat gadis di depannya. "Kalau dingin kita bisa memakai microwave untuk memanaskannya."

"Aku sudah sangat lapar. Tidak bisa lagi menunggu."

"Tunggu. Apa yang kau lakukan?" menahan tangan Baekhyun.

"Ha?" Menatap Chanyeol heran. "Tentu saja membuka pintunya. Mau apalagi?"

"Memangnya kau tahu passwordnya? Bagaimana kalau Zitao marah pada kita karena sudah seenaknya masuk kedalam apartemennya?" Chanyeol sangat tahu dengan sifat sepupunya yang satu itu. Sekalipun mereka bersaudara sekaligus bersahabat, tapi Zitao gadis yang sedikit tertutup. Zitao sangat menjaga privasinya rapat-rapat. Ia tidak akan mengijinkan orang lain tahu dan ikut campur perihal masalah pribadinya, jika bukan karena ia yang mengijinkannya.

"Tenang saja. Zitao sendiri yang memberikan password apartemennya padaku. Hari ini dia sedang tidak enak badan. Makanya dia takut saat kita datang dia sedang tidur dan tidak mendengar bellnya." Baekhyun memencetkan beberapa angka.

"Kalau begitu seharusnya batal saja bukan?"

"Dia tidak ingin acara ini dibatalkan. Katanya sangat sulit mendapatkan hari libur yang sama. Kita sudah merencanakannya sejak lama dan selalu gagal karena memiliki tugas masing-masing. Lagi pula, jika dia sedang sakit bukannya bagus ada kita yang bisa merawatnya?"

"Lalu apa gunanya Kris?"

Baekhyun terdiam sesaat. Rasa tidak suka sedikit terpancar di matanya, namun beruntung Chanyeol tak menyadari hal itu.

"Aku tak yakin dia akan merawat Zitao."

"Apa terjadi sesuatu diantara mereka?" Chanyeol mengerutkan kedua alisnya mendengar ucapan Baekhyun tadi. Walau tak yakin, ia dapat menangkap nada sarkastik di dalamnya. Baekhyun tak akan seperti itu jika dia tak menyukai sesuatu.

"Bukan begitu... Maksudku... Kris mungkin sangat sibuk. Kau tahukan dia sudah membantu ayahnya dikantor?"

"Walau begitu, jika tunangannya sedang sakit sudah seharusnya ia menjaganya."

-Tilulilut-

Terdengar kunci apartemen itu telah berhasil dibuka oleh Baekhyun.

"Sudahlah. Kalau ada waktu luang aku yakin Kris pasti akan menjaga Zitao jika dia sakit." membuka pintu apartemen. "Dia kan tu- Astaga, Zitao!" Baekhyun melebarkan matanya kaget menatap kekacauan yang terjadi dan seorang gadis tengah basah kuyup sedang tersenyum kearahnya.

"Ap- Zitao! Apa yang terjadi?!" Chanyeol berlari masuk ke arah Zitao. Ia semakin melebarkan matanya kala melihat gadis itu berada diantara serpihan kaca dengan luka disekitar tubuhnya. "A-apa yang sudah terjadi, Zi?!"

"Kalian sudah datang. Kenapa lama sekali?" senyum Zitao, namun dengan bibir pucat begetar akibat kedinginan.

Mungkin jika kondisi saat ini berbeda, Chanyeol akan mencubit gemas pipi Zitao. Baginya senyum Zitao terlalu menggemaskan seperti anak kucing. Tapi saat ini gadis itu sedang kedinginan dan terluka. Bibirnya saja sudah terlihat sangat pucat. Bukannya gemas, Chanyeol justru sedikit merinding menatap senyum itu.

"Berhenti tersenyum seperti itu. Kau sangat mengerikan." Dengan perlahan dan hati-hati Chanyeol menggendong tubuh Zitao agar tidak semakin melukai gadis itu.

"Kau akan membawaku kemana? Aku suka berada disini."

"Apa kau gila?! Kita harus ke rumah sakit."

"Tidak. Aku ingin berada diluar sana." Zitao sedikit meronta dalam gendongan Chanyeol disaat mereka sudah berada di dalam ruangan. "Langit sedang menghiburku. Dia tahu apa yang terjadi padaku."

"Demi Tuhan. Kau sedang terluka, Zi. Berhenti bergerak seperti itu. Kau akan membuatnya semakin menancap kedalam tubuhmu."

"Tidak, Chan. Aku tidak apa-apa. Ini bahkan tidak terasa sakit sedikit pun. Turunkan aku! Turunkan aku!"

"Diam!" Bentak Chanyeol, mempererat gendongannya. Menyadari keterkejutan diwajah Zitao, dengan cepat ia memasang wajah menyesalnya. "M-maaf, aku tidak bermaksud seperti itu."

Zitao telah berhenti memberontak seperti sebelumnya tapi tidak terlihat sedikit pun niatan gadis itu untuk membalas permohonan maaf Chanyeol. Tersenyum kecut. Chanyeol melanjutkan kembali langkahnya menuju pintu apartemen dimana Baekhyun masih terdiam ditempatnya.

"Baek," Menyadarkan Baekhyun, "Kita harus segera ke rumah sakit."

"Hm.," angguknya, mengikuti Chanyeol dalam diam.

.

.

.

HURTS

.

.

.

Merebahkan tubuhnya diatas kursi kerjanya. Ia menutup kedua matanya dan mendesah legah. Hari ini benar-benar sangat sibuk dan melelahkan. Entah sudah berapa banyak pasien yang ia tangani, walaupun sampai sejauh ini masih tergolong luka ringan, tapi tetap saja melelahkan.

Menatap jendela, hujan semakin deras dari sebelumnya. Dengan cuaca seperti ini, ia jadi teringat pada kebiasaan yang sering ia lakukan jika sedang memiliki waktu senggang diapartemen. Tidur. Kegiatan yang sangat menyenangkan dilakukan saat cuaca seperti ini.

Baru saja ia menyamankan duduknya dan ingin menutup mata kembali. Pintu ruangan telah terbuka bersamaan panggilan suster kepadanya.

"Permisi dokter, ada pasien yang membutuhkan penanganan anda."

Dengan sigap ia bangkit dan memakai jas putih selutut miliknya. "Ah, iya."

Melangkahkan kakinya dengan sedikit tergesa-gesa, ia mengikuti sang suster ke salah satu bilik.

.

.

.

Tbc

.

.

.

Terimakasih sudah mau membaca FF abal-abal ini

Reviewnya ya^^

Menerima segala masukan dan kritikan asal dengan bahasa yang sopan

Sampai berjumpa Chapter selanjutnya.