Gelap.

Keadaan hutan pada malam hari begtu gelap. Hanya terdengar suara jangkrik yang mengalunkan irama indah.

Namun itu hanya sebatas pendengaran biasa.

Suara langkah kaki yang begitu teratur terkesan santai perlahan mendekat. Diperhatikannya keadaan sekeliling. Langkah tersebut hilang, dan tak lama desiran angin malam mengusap lembut rambut cokelat gelapnya.

Kembali menyipitkan kedua mata hitamnya untuk meyakinkan.

Dan langkah itu kembali terdengar namun kali ini begitu samar hingga nyaris hilang kembali. Sebelum sempat ia membalikan tubuh untuk berputar, sesosok laki-laki telah berdiri dengan pasti dihadapannya.

Mengangkat kedua tangannya yang memegang sebuah pedang hitam. Senjatanya untuk menghadapi musuh yang telah diberikan keluarganya secara turun-temurun oleh para leluhur. Menatap sengit laki-laki rupawan yang masih berdiri dihadapannya dengan mata amethyst yang begitu lembut juga waspada dalam waktu bersamaan.

amethyst?

Ya, ia telah merubah warna lensa matanya ketika bertemu dengan makhluk bersurai biru gelap. Atas dasar sebuah perasaan, ia menyadari betapa berbahayanya sosok itu bermata hijau itu. Dan sebelum semuanya terlambat, langkah tepat untuk menghindar adalah dengan sedikit penyamaran. Walaupun ia yakin sesaat lagi hal itu bukanlah pilihan yang tepat.

Laki-laki bermata hijau menatap dengan enggan juga mengintimidasi agar sosok pemuda bersenjata pedang hitam itu mundur dan memberikan jalan baginya untuk mengejar seseorang yang lebih penting dari pertemuan tak terduga ini.

" Aku tidak memiliki urusan dengan mu"

Suaranya bagaikan dewa Ares, berani dan penuh dengan keyakinan membuat siapapun gentar jika berhadapan dengannya. Jelas sekali bahwa ia bukanlah manusia dari kalangan biasa. Biasa dalam arti banyak di dunia ini.

Tetapi pemuda cokelat itu tidak sedikit pun takut dengan musuh dihadapannya. Hal yang membedakan dirinya dengan para makhluk lain ketika menghadapi sosok lain dihadapannya. Dan tentu saja tidak memiliki waktu untuk memuja betapa rupawannya sosok asing itu. Ia bukanlah makhluk yang mudah jatuh dalam keindahan semu yang dimiliki siapapun.

" Tapi anda telah memasuki wilayah yang salah, tuan "

Diangkatnya kembali pedang yang berada ditangannya, mencoba menebas namun sengaja tidak ia arahkan pada sosok laki-laki itu.

" Carilah jalan lain. Aku yakin, anda pun tidak bersedia mengulur waktu disini."

Pemuda cokelat menoleh kearah hutan. Sosok pemuda lain bersurai biru gelap menghela nafas. Lelah. Ia sudah kehilangan minat untuk mengejar buruannya malam ini. Hilang. Karena sosok dihadapannya. Bukan, bukan karena ia takut untuk menghadapi musuh barunya. Hanya saja, pilihan untuk mengulur waktu dirasa cukup baik untuk menjalani situasi macam ini.

" Baiklah..."

Laki-laki berjubah hitam panjang itu memilih untuk mundur dan memutar kembali dari pada harus memulai perkelahian konyol. Terdengar seperti pengecut memang. Namun itulah yang terbaik baginya karena ia masih belum ingin berurusan lebih jauh dengan siapapun.

Sang pemuda cokelat masih menatap bayangan sang musuh dengan tatapan dingin sebelum menghilang dibalik gelapnya hutan. Mencoba mengamati dengan kepastian siapakah sosok yang ia temui tadi. ia sudah mengetahui, tetapi belum mampu memastikan dengan baik.

" Kira, ayo masuk. Malam sudah sangat larut."

Kira atau Pemuda cokelat yang sebelumnya telah dijelaskan, hanya memandang diam pada arah hutan tempat menghilangnya sang pemuda asing. Dan karena belum memberikan tanggapan apapun, sebuah jemari menyentuh pundaknya lembut. Kira pun mendapatkan sebuah senyuman lembut dari sang gadis. Ia kemudian membalas dengan senyum yang lebih baik. Setidaknya sang gadis telah memberikan rasa tenang di tengah kacaunya pikiran.

" Maaf telah membuatmu keluar di tengah malam begini, Lacus."

Sang gadis dengan senyum lembut kemudian menarik pergelangan tangan Kira dalam diam.

Angin malam kembali berhembus kali ini diiringi dengan gugurnya daun-daun rapuh. Helai demi helai merah muda surai sang gadis pun ikut tertiup. Kira menariknya pelan. Kemudian menenggelamkan wajah lelahnya dalam gelombang surai merah muda. Sang gadis menautkan jari-jemarinya pada jemari Kira. Dingenggamnya erat.

" Ia pasti baik-baik saja." Sang gadis kembali berucap. Lirih.

" Ku harap juga demikian."

To Be Continued

A/N : mohon maaf atas kesalahan dalam EYD yang kacau balau dan deskripsi yang membingungkan. jujur, saya cuma ingin menyampaikan isi pikiran tanpa maksud lain. jadi mohon maaf kalau ada yang merasa sangat ga suka dengan potongan cerita diatas. dan, ini adalah fic pertama saya di fandom ini. saya biasanya cuma jadi reader disini dan sekarang nyoba2 nulis. hehe. jadi miinaa,, tolong review nya yaa. mohon koreksi dan masukannya untuk kelanjutan cerita ini.