"Game set, win by Shishidou. Six game to three."

Anak lelaki bertopi biru mengepal tangannya sembari tersenyum puas. Dia memandang ke arah satu-satunya lelaki berumur paling tua, yang tengah duduk di pinggir lapang dengan wajah datar.

'Yosh! Kau lihat permainanku tadi pelatih? Kali ini aku pasti masuk tim regular!'

Sang pelatih bangkit dari duduk sambil tetap tak merubah ekspresinya. Dia berjalan mendekat ke arah dua anak yang baru saja menyelesaikan permainan. "Kemampuanmu sudah mulai meningkat, Shishidou. Tapi, kalau hanya begini belum cukup untuk masuk ke dalam tim regular," komentarnya kepada si anak bertopi yang langsung kehilangan senyumannya.

"Ta-tapi, bukankah saya sudah berkali-kali mengalahkan anggota lain, yang bahkan dari kalangan tim regular sekalipun? Kenapa Anda masih meragukan kemampuan saya, pelatih?"

"Masalahnya bukan ada pada kemampuanmu. Kuakui kamu memang hebat. Tapi masih ada masalah dalam permainanmu, yang suatu saat mungkin akan berbalik menyerangmu."

"Hah? Lalu apa itu?"

"Kamu harus menemukannya sendiri."

"Ke-kenapa tidak katakan saja langsung?!"

"Oi, Shishidou, tenanglah!" seorang anak berambut merah mencoba menangkan. Dia yang selama ini selalu ada di sisi Shishidou tentu mengerti benar apa yang sedang dirasakan oleh sahabatnya itu. Namun, emosi tampaknya sudah terlanjur lebih dulu membutakan hati si anak bertopi biru yang terlihat hendak pergi dengan terburu-buru. "Kau mau kemana?"

"Pulang."

"Tapi latihan kan belum selesai!"

"Biarkan saja dia, Gakuto!" Atobe, sang ketua club berkata dengan tenangnya. Seakan dia tidak mencemaskan salah satu anggotanya itu.

"Sebenarnya aku pun belum mengerti. Apa sih kelemahan Shishidou yang pelatih maksud?"

Atobe mendengus kecil. "Kau tahu? Meski selama ini selalu bermain tunggal, sebenarnya Shishidou adalah pemain ganda. Tapi dia sendiri tidak pernah menyadari hal itu."

"Lalu kenapa pelatih tidak mencoba menyuruhnya bermain ganda saja?"

"Itu karena, pelatih ingin Shishidou sendiri yang menemukan pasangan gandanya."

.

"Sial! Sial! Siaaaal!"

Sejak mulai mencuci muka di bawah keran yang ada di belakang ruang club, Shishidou tidak hentinya menggerutu. Dia merasa wajahnya tambah panas karena masih belum bisa meredam emosi sejak tadi. Bajunya sedikit basah bukan karena keringat, namun karena cipratan air yang tidak segera dia seka dengan handuk. Tapi anak bertopi itu tidak peduli.

Shishidou jatuh terduduk dan bersender pada dinding bangunan di dekat sana. Memandang ke arah langit yang terlihat sangat cerah. Awan-awan yang berarak dengan pelan perlahan membuat hatinya semakin tentram. Sepertinya tak lama lagi dia sudah bisa menstabilkan emosinya seperti semula. Ya, kalau saja tidak ada seekor kucing yang tiba-tiba berlari dan melompatinya. Membuat si anak yang baru saja merasa tenang itu harus kembali kesal karena terkejut. "Dasar kucing liar!" protesnya sembari mengamati hewan berbulu yang masih berlari-larian di dekat sana.

Saat itu, tanpa sadar mata Shishidou melihat sesautu. Sepertinya si kucing sedang berusaha menangkap buruannya. Pada awalnya Shishidou tidak peduli karena memang seperti itulah altivitas hewan untuk bertahan hidup. Tapi, dia menjadi tidak bisa tinggal diam kala menangkap sesuatu berwarna putih yang sedang diterkam oleh si kucing, yang sepertinya seekor burung.

Akhirnya, Shishidou mewadahi air ke dalam telapak tangan dan menyiramkannya pada si kucing yang langsung lari terbirit-birit. Selanjutnya, dia mencoba menoleh ke arah semak, tempat di mana burung malang tadi seharusnya terkapar menanti pertolongan. Tidak terlalu sulit hingga akhirnya sebuah sayap kecil berwarna putih dapat tertangkap oleh mata Shishidou. Akan tetapi, dia harus kembali terkejut karena merasa tidak percaya dengan apa yang dia temukan.

Ternyata, kucing tadi bukanlah menerkam seekor burung. Melainkan sesosok makhluk yang bagaimanapun terlihat seperti manusia berukuran mini. Ditambah lagi, dia memiliki sayap burung di punggungnya, yang kini tampak bercak kemerahan karena terluka.

'Apa ini? Mimpi di siang hari?' Shishidou masih merasa tidak sedang dalam kondisi prima berkat latihan tadi, dan sekarang sedang mengkhayalkan hal yang aneh.

Shishidou pun berjongkok, memandangi lelaki kecil berambut perak yang tengah pingsan di hadapannya. Lelaki kecil itu tidak mengenakan baju, hanya sebuah celana selutut berwarna cokelat tua. Dengan sebuah ranting, Shishidou mencoba menyentuh lelaki mungil yang masih tidak bergeming itu. Berkali-kali dia melakukan hal sama untuk memastikan apakah sosok tersebut bukanlah sebuah manekin. Munkin dia akan berpikir demikian kalau saja si lelaki kecil tidak merintih. Saat itu Shishidou sadar bahwa dia tidak sedang bermimpi dan yang makhluk yang sedang dia lihat benar-benar nyata.

Tanpa pikir panjang lagi, Shishidou akhirnya memutuskan untuk membawa lelaki mungil tersebut ke rumahnya untuk diobati.

Sesampainya di rumah, Shishidou lekas mengambil kotak obat dan mulai mengobati luka pada sayap si lelaki kecil. Setelah itu dia menaruhnya di atas tumpukan tisu dan meninggalkannya untuk pergi mandi. Setelah merasa segar, dia pun kembali ke kamar. Namun, saat itu dia sudah tidak bisa menemukan apapun yang ada di atas tumpukan tisu pada meja belajarnya. 'Ternyata aku hanya berkhayal sedari tadi ya?' pikirnya.

"Hey, apa kamu yang menyelamatkanku?"

"Huwa!" Betapa terkejutnya Shishidou saat mendengar suara dari balik tumpukan bukunya. Dia meloncat ke belakang hingga menabrak lemari baju. "Te-ternyata aku tidak sedang berkhayal…" gumamnya pelan.

Si lelaki kecil berambut perak muncul dengan malu-malu. Dia sedikit tertunduk namun wajah manisnya yang sedikit tersipu masih bisa terlihat jelas. "Terima kasih," ucapnya pada Shishidou yang mulai berjalan mendekat.

"Sebenarnya kamu ini apa?"

"Ah, maaf sudah membuatmu terkejut. Sebenarnya aku pun sama karena ini pertama kalinya menampakan diri pada manusia."

"Jadi kamu bukan manusia?"

"Ya, aku adalah seorang peri."