-Luhan mendapat tugas untuk menjadi Assistant seorang lelaki menyebalkan, berandal, dan 'player'. Apakah Luhan berhasil untuk mengubah sikap lelaki itu?-

~LUssistant~

HunHan story. Steffy Oh (OC). Find other cast by yourself.

GS

M rated

Short Fic (4/5/6 part)

...

DLDR! Be careful! Typo(s) are detected.

...

Beijing, China

12.10 CST

Jam makan siang sudah dimulai beberapa menit lalu. Para pekerja mulai meninggalkan pekerjaan masing-masing demi mengisi ulang energi mereka yang telah terkuras. Pusat kota Beijing yang dikelilingi perusahaan besar membuat pekerja kantoran tidak terhitung jumlahnya dan mampu menyebabkan kemacetan hingga berkilometer jauhnya. Ditambah musim panas yang mampu menambah umpatan dari mulut orang-orang yang terkena imbas panas menyengatnya.

Keramaian juga terasa di sebuah restoran di kota padat Beijing. Seperti biasa, pada jam ini akan banyak pekerja kantoran yang datang untuk sekedar memesan makan siang ataupun menumpang istirahat bersama secangkir kopi hitam pahit. Orang-orang tampak sibuk dengan urusan masing-masing dan pelayan yang mondar mandir menjadi pelengkapnya.

Sosok wanita muda baru saja memasuki restoran itu dengan keanggunan yang tak terbantahkan. Kacamata hitam yang sempat menutupi matanya ia lepas hingga memperlihatkan sepasang mata yang tidak sipit tapi juga tidak terlalu bulat. Rambut cokelat kemerahannya terurai di pinggangnya yang ramping, rupanya si wanita tidak terusik oleh panasnya matahari yang mampu memproduksi keringatnya lebih banyak. Tubuhnya tinggi semampai, hingga kesan pertama yang diberi oleh orang yang melihatnya adalah ia seorang model kelas atas yang terdampar di sebuah restoran sederhana yang ramai oleh pekerja kantoran.

Well, meski hampir semua restoran juga akan ramai di jam makan siang.

Si wanita cantik bernama Steffy Oh itu terlihat celingak celinguk. Memperhatikan setiap ujung restoran untuk menemukan satu tempat dimana bokong seksinya dapat berlabuh dan ia bisa menikmati menu Bebek Peking yang menjadi andalan restoran itu tanpa gangguan. Tapi sayangnya ia tidak beruntung, hampir setiap meja sudah terisi oleh orang-orang yang sibuk dengan urusan masing-masing.

Bruk!

"Ah, maaf Nona. Saya tidak sengaja."

Steffy jelas terkejut dengan tabrakan seseorang dibahunya dan cairan berwarna cokelat yang membasahi bagian depan pakaiannya. Sementara seorang pria yang 'katanya' tidak sengaja menumpahkan kopi miliknya itu membungkuk meminta maaf berulang kali dan mengambil kotak tissue dari meja terdekatnya.

"Tidak apa-apa.", ucap Steffy, sibuk membersihkan noda cokelat dipakaiannya dengan tissue.

"Saya sungguh minta maaf, Nona. Saya sedang terburu-buru."

"Ya. Aku bisa membersihkannya sendiri."

Steffy membiarkan lelaki itu pergi hingga tiba-tiba wanita itu merasa ada yang aneh dengan tas tangannya, dan...

"Kyaaaa! PENCURI!"

Kontan jeritannya membuat heboh pengunjung restoran. Beberapa diantaranya mendatangi Steffy untuk menanyakan apa yang terjadi.

"Dompetku dicuri. Tolong! Aku meninggalkan pasporku disana!", ujar Steffy dengan kekhawatiran tingkat dewa. Ya Tuhan! Dia sungguh cemas dengan kondisi dompetnya yang sudah raib. Alih-alih uang tunai, ia lebih mencemaskan benda-benda pentingnya terutama paspor. Kebiasaannya adalah memasukkan apapun barang pentingnya ke dalam dompet. Enrah itu kebiasaan baik atau buruk, tapi menurut Steffy itu adalah hal yang paling tepat agar tidak melupakan satupun surat pentingnya.

Hell! Dia tidak bisa pulang tanpa paspor!

Bukannya membantu mencari si pencuri, mereka justru memandang wanita muda itu dengan kening berkerut dan saling pandang dengan orang disebelahnya. Steffy nyaris mengumpat kesal melihat orang disekitarnya sebelum menyadari ia telah berbuat kesalahan.

"Ya Tuhan. Maaf. Pria itu. Tadi! Aishh!", ucap Steffy dengan bahasa China yang belepotan. Tentu tidak ada satupun yang memahami maksud ucapannya.

"Apa yang terjadi, Nona?", tanya seorang gadis berkuncir ekor kuda yang tiba-tiba sudah berada di samping Steffy. Mendengar jeritan seseorang rupanya membuat gadis itu penasaran dengan apa yang terjadi.

Steffy merasa sosok pahlawan telah datang kepadanya, walaupun cukup terkejut mengetahui gadis kuncir kuda itu bertanya dalam bahasa Korea. Ya, bahasa Nasional dari negara kelahiran Steffy. Terkejut dan senang karena akhirnya ia tidak perlu susah-susah membuka google translate untuk menterjemahkan pertanyaan gadis itu dan menjawabnya.

"Seseorang menabrakku dan dia mencuri dompetku!", ucap si wanita yang membuat mata rusa gadis berkuncir kuda membulat.

"Apa?! Aish! Tunggu sebentar, Nona!"

Gadis berkuncir kuda langsung melesat dengan kecepatan penuh saat Steffy belum sempat menanyakan apa maksud gadis itu meminta menunggunya sementara ia tidak bisa menunggu. Ia membutuhkan dompet itu jika tidak mau dirinya kelaparan tanpa satu yuan-pun tersisa di tas tangannya. Mau meminta tolong siapa jika ia disini untuk berlibur dan hanya mengandalkan internet sebagai penunjuk jalannya? Tidak mungkin ia hanya menghabiskan waktu di dalam kamar hotel hingga besok ketika ia check out.

Mau minta bantuan dari Seoul? Heol, siapa yang akan mau?

Sial.

"Nona, saya mohon tenanglah. Luhan akan menemukan dompet anda secepatnya."

Eh, bahasa Korea lagi? Apa ini keberuntungan bagi Steffy untuk menemukan dua orang yang bisa berbahasa Korea disaat ia tidak bisa berbahasa China? Meski kalimatnya terdengar aneh dan kaku untuk ukuran orang Korea, tapi Steffy memahaminya.

Kali ini adalah wanita paruh baya yang memiliki wajah mirip dengan gadis tadi.

"Sebaiknya anda duduk disini." Wanita paruh baya tadi mengajak Steffy ke suatu ruangan yang Steffy yakini sebagai ruangan khusus pemilik restoran. Steffy hanya mengikuti tanpa banyak bicara. Sebagian besar karena panik dan sebagian lagi tidak ingin menjadi pusat perhatian pelanggan lebih lama lagi.

"Apa gadis tadi bisa mendapatkan dompetku?", tanya Steffy saat wanita tadi kembali masuk ke ruangan. Tentu Steffy masih mencemaskan nasib paspor, SIM, credit card dan surat penting lain dalam dompetnya. Apakah gadis tadi mampu membawa kembali dompetnya tanpa bantuan para lelaki yang berpeluang menangkap pencuri itu dengan mudah? Oh, seharusnya gadis tadi meminta tolong saja kepada para lelaki yang sempat menanyai Steffy daripada menangkap pencuri dengan tubuh -yang menurut Steffy- sangat mungil.

"Tenang saja, Nona. Putriku pasti bisa mendapatkannya. Setidaknya dia bisa 'melawan' pencuri itu dengan tangan kosong. Saya yakin itu. Nah, silahkan diminum, Nona." Si wanita paruh baya memberikan secangkir teh untuk calon pelanggannya yang baru menerima musibah itu. Memberikannya agar Steffy lebih tenang dan tidak panik.

"Terima kasih." Steffy menyesap teh sedikit dan merasakan kelegaan dalam tenggorokannya. Meski masih cemas karena sudah lima belas menit berlalu Luhan belum juga kembali, namun efek teh itu berhasil merilekskan tubuhnya yang menegang.

"Oh ya, Saya belum sempat memperkenalkan diri. Saya Xi Liu Yen, pemilik restoran ini. Saya minta maaf karena kejadian di restoran saya mengganggu kenyamanan Anda." Liu Yen membungkuk sopan.

"Tidak apa-apa, Bibi. Disini saya-lah yang harus meminta maaf. Saya telah membuat keributan di restoran Anda karena kecerobohan saya." Steffy mengakui kesalahannya. Ya, dirinyalah yang kurang waspada dengan orang-orang yang memanfaatkan keramaian untuk berbuat jahat. Apalagi ia juga merepotkan putri wanita ini untuk menangkap pencuri dompetnya.

"Dan nama saya Oh Sena, tapi bisa di panggil Steffy Oh." Steffy menjabat tangan Liu Yen seraya tersenyum. "Apa gadis tadi putrimu?"

"Senang bertemu dengan Anda, Nona Steffy. Dan ya. Dia putriku bernama Luhan. Dia memaksa membantu bekerja disini dan tidak mau melanjutkan sekolahnya. Ck, benar-benar!"

"Memang berapa umurnya?"

"Dua puluh dua tahun. Dia tidak mau berkuliah dan-"

Brak!

"Nona, ini dompetmu!", seru seseorang dari arah pintu membuat Steffy terlonjak kaget.

"Anak ini! Kau membuatnya terkejut!"

"Hehe~ Mianhamnida, Agashi~ Ini dompet Anda.", ucap gadis berkuncir kuda yang kini ikatan rambutnya menjadi berantakan sambil menyerahkan dompet itu kepada pemiliknya. Dengan hati lega bukan main Steffy mengambil dompet pink kesayangannya dan segera memasukannya kembali ke tas. Steffy berfikir untuk mengucapkan terima kasih untuk gadis itu, tapi... oh!

"K-kau terluka?!" Steffy menunjuk luka di pelipis kiri gadis itu. Si gadis meraba pelipisnya dan sedikit mengernyit, mungkin baru menyadari jika ia terluka.

"Kau terluka? Sini Mama lihat!" Si ibu dari gadis berkuncir kuda mendekati sang putri. Tersirat kekhawatiran diwajah Liu Yen.

"Mungkin terkena pisau yang dibawa bajingan tadi.", ucapnya ringan, tanpa tersirat ketakutan sama sekali.

"A-apa itu sakit?", tanya Steffy, heran kenapa si gadis kuncir kuda tidak merasakan sakit padahal darah mengalir cukup banyak di sisi kiri wajahnya.

Awalnya gadis itu hanya tersenyum dan menggeleng. Kemudian ia meraba lukanya dan noda darah tercetak di jemarinya.

Dan senyumannya tidak bertahan lama karena tiba-tiba bibirnya memucat dan tatapannya kosong. Dan tiba-tiba,

Bruk!

"Luhan!/Nona!"

Dengan cepat Steffy membantu Liu Yen untuk memapah gadis itu ke sofa panjang di ujung ruangan. Steffy semakin takut terjadi sesuatu dan itu karena disebabkan olehnya.

"Ayo kita bawa putrimu ke Rumah Sakit!", ujar Steffy merasa ialah yang harus bertanggung jawab pada gadis yang pingsan itu.

"Tidak perlu, Nona." Liu Yen memberikan tatapan menenangkan dan sedikit tersenyum. Hal yang membuat Steffy heran karena seharusnya si Ibu khawatir pada putrinya yang pingsan bukannya tersenyum seperti sekarang. "Luhan memang selalu seperti ini."

"A-apa?"

"Phobia darah. Luhan akan pusing dan pucat saat melihat darah. Baik ditubuhnya sendiri maupun darah orang lain. Dan dampak paling parah adalah ini. Pingsan mendadak."

"T-tapi bagaimana jika Luhan benar-benar kesakitan?" Rasanya Steffy lebih ketakutan dibandingkan Liu Yen.

"Ini sudah sering terjadi saat Luhan bermain pisau di dapur. Saya hanya perlu menghapus darahnya dan mengobati lukanya." Liu Yen mengambil baskom berisi air hangat dan membasahi sebuah handuk lembut dengan air hangat itu. Dengan telaten membawa handuk itu menyusuri wajah Luhan -si gadis kuncir kuda- dan luka kecil di atas pelipisnya. Setelah itu mengobatinya dengan obat merah, membuat Luhan meringis pelan dan akhirnya terbangun.

Steffy menyaksikan sepasang ibu dan anak itu dengan diam. Berdoa agar Luhan benar-benar baik-baik saja. Dan ia bernafas lega saat mendengar ringisan Luhan hingga mata rusa itu terbuka.

"Apa darahnya sudah hilang?", tanya Luhan berniat meraba pelipisnya namun ditepis oleh sang ibu.

"Jangan disentuh! Mama sudah mengobatinya dengan obat merah."

"Oke. Oh ya, aku berhasil menyeret bajingan tadi. Sekarang dia di depan dan sedang dirubungi banyak orang."

"Oh ya? Ck! Lihat saja! Mama akan melihatnya dan membawanya ke kantor polisi!", ucap Liu Yen dengan emosi.

Luhan tertawa melihat ekspresi ibunya dan, "Oh!" Pandangan Luhan tak sengaja tertuju pada Steffy dan melihat sedikit raut ketakutan di wajah wanita muda itu. Jadi sedari tadi wanita itu masih belum pergi dan mencemaskannya?

"Kau benar-benar baik, kan?", tanya Steffy mencoba meyakinkan.

"Jangan khawatir, Agashi. Aku hanya phobia darah. Sedikit saja darah yang ditangkap mataku, maka saat itu pula mataku terpejam.", ucap Luhan dengan senyuman yang menghiasi bibirnya. Tak urung Steffy kembali bernafas lega.

"Terima kasih atas pertolonganmu, Luhan-ssi. Aku tidak tahu kalau tidak ada dirimu. Mungkin aku tidak akan bisa pulang ke Korea dalam waktu dekat sementara pekerjaanku menumpuk di sana.", ucap Steffy tulus. Tidak bohong jika Luhan adalah seorang pahlawan untuknya. Pahlawan yang dapat diandalkan tidak seperti adiknya.

Eh, kenapa menjadi membicarakan adiknya?

"Ya, aku senang bisa membantu Agashi. Tunggu, kau tahu namaku? Ck! Pasti Mama yang memberitahu sekaligus mengatakan hal buruk tentangku."

Steffy sedikit tersenyum dan mengulurkan tangannya tanda perkenalan. "Aku Steffy. Senang bertemu denganmu, Nona Luhan."

Luhan menjabat tangan Steffy dan ikut tersenyum. Steffy mampu melihat mata rusa gadis dihadapannya ikut tersenyum. "Aku Luhan. Xi Luhan. Putri dari pemilik restoran kecil ini."

Steffy mengangguk paham. Ia lalu berniat menanyakan sesuatu yang mengganggunya dari tadi. "Kau bisa bahasa Korea?"

"Ya. Mendiang ayahku adalah orang Korea. Dan aku sempat tinggal dan sekolah di Korea sejak berumur dua belas selama lima tahun."

Steffy kembali mengangguk berulang kali.

"Kau bisa menenangkan diri sebentar disini. Aku akan keluar sebentar. Mengecek apakah mama berhasil membawa bajingan tadi ke kantor polisi atau tidak."

"Aku ikut." Bagaimanapun Steffy adalah 'korban' dari pencuri itu. Steffy mengekor dan ia mengambil satu-satunya benda yang tersisa dalam tas tangannya. Ponsel. Ia lupa mengabari sang adik tentang musibahnya yang beruntung bisa teratasi.

Ia mendial satu nomor dan panggilannya terhubung dalam sekali sambung. Melakukan sambungan telepon ditengah perjalanan ke depan.

'Yeoboseyo?'

"Kau dimana sekarang?", tanya Steffy tanpa basa basi pada lawan bicaranya.

'Di Korea. Tentu saja. Bukan sepertimu yang berlibur di kota yang salah.', balas suara lelaki dengan nada menyebalkan.

"Brengsek! Kau tidak bertanya kenapa aku menelponmu?"

'Untuk apa? Uangmu habis? Tidak menemukan hotel? Atau ingin di jemput?'

"Yang terakhir."

'Maaf Nona, aku sibuk.'

"Aku serius, Brengsek!"

'Dan aku juga serius. Aku sibuk. Sibuk mengangkangi wanita-wanitaku.'

"Enyahlah kau ke neraka, setan!"

'Kalau aku setan lalu kau apa? Valak?'

"Whatever!"

'Oke. Whatever juga.'

"Dengar Oh Sehun. Aku serius. Aku terkena masalah dan harus berurusan dengan polisi sekarang." Steffy bergidik melihat dua orang polisi yang berusaha memasangkan borgol di tangan lelaki pencuri itu. Wajah lelaki itu sudah tidak berbentuk oleh luka lebam di sana sini.

Apa itu karena ulah tangan kecil Luhan? Wow!

Steffy patut bersyukur pelanggan tidak seramai tadi. Bahkan hanya beberapa meja yang terisi dan sisanya tengah dibersihkan oleh pelayan. Setidaknya ia tidak menjadi pengacau ketentraman di restoran orang dan membuat takut pelanggan yang datang.

'What the hell! Kau sungguh wanita yang 'wow'! Hari pertama berlibur dan kau sudah membuat masalah? Dan kau masih mengataiku pembuat masalah? Kau benar-benar tidak mengaca pada dirimu sendiri!'

"Well, aku tidak meneleponmu untuk mendengar ceramah!"

Klik!

Steffy melampiaskan kekesalannya pada ponselnya yang tak berdosa. Heol, seharusnya ia sudah menduga jika tidak ada gunanya memberitahu sang adik yang memiliki sakit jiwa yang akut. Bukan membantu malah membuatnya kesal setengah mati.

Seorang polisi dengan umur yang masih muda menghampiri Steffy. "Apakah Anda korban dari lelaki ini?"

Steffy harus memutar otak dan mencoba mentranslate ucapan polisi itu. Oh sial! Dia tidak mengerti apa yang polisi itu ucapkan.

"Maaf. Wanita ini adalah orang Korea. Dia tidak terlalu pintar berbahasa China."

Luhan kembali menjadi penyelamat bagi Steffy. Dia tahu karena mendengar ada kata 'maaf' dan 'Korea' yang ia pahami jadi ia menyimpulkan jika Luhan menjelaskan bahwa Steffy berasal dari Korea dan tidak lancar berbahasa China.

"Biarkan aku yang memberi keterangan dari mentranslate ucapan wanita ini."

"Kau bisa bahasa Korea?"

"Ya." Luhan mengangguk dan berbalik ke Steffy. "Katakan yang terjadi padaku dan aku yang akan mengatakannya pada polisi."

Steffy mulai menjelaskan awal dari kejadian hari ini. Termasuk saat lelaki pencuri itu menumpahkan kopi dibajunya yang sekarang nyaris mengering. Lalu tiba-tiba menyadari jika dompetnya sudah raib.

"Bagaimana kau menyimpulkan jika lelaki itu adalah pencurinya?", tanya Luhan setelah mentranslate penjelasan Steffy pada polisi.

"Sebelum ditabrak aku meletakkan kacamataku di dalam tas dan dompetku masih disana."

Luhan kembali berbicara dan polisi itu tersenyum.

"Oh ya, Luhan. Aku ingin bilang kalau aku ingin berdamai saja."

"Apa? Tapi-"

"Aku tidak mau berurusan dengan polisi di hari liburanku. Apalagi mungkin polisi masih meminta keteranganku dan aku tidak ingin meminta tolong padamu lebih banyak."

"Aku sama sekali tidak keberatan untuk membantumu, Steffy-ssi. Tapi aku menghormati keinginanmu karena kau juga harus menikmati liburanmu. Baiklah kalau begitu."

Luhan berjalan menghampiri kedua polisi itu dan nampak berbincang sebentar. Kedua polisi itu berpandangan dan mengernyitkan dahi. Lalu salah satunya menghampiri Steffy seolah ingin memastikan sendiri.

"Apa anda serius, Miss?", tanya Polisi itu dalam bahasa Inggris dan karena Steffy lancar berbahasa Inggris, ia tidak mendapatkan kesulitan sedikitpun. Oh sial, kenapa tidak dari tadi saja ia berbicara dalam Bahasa Inggris. Kekalutan membuat otaknya tidak secerdas biasanya.

"Ya. Tentu. Aku tidak ingin memperpanjang masalah dan Kurasa luka-luka itu sudah cukup membuatnya jera.", jawab Steffy dengan aksen Korea yang masih tersirat.

"Kalau begitu kami akan melepaskan pria itu. Mohon maaf atas ketidaknyamanan yang terjadi, Miss."

Steffy mengangguk dan otak kecilnya menyadari berapa banyak kata maaf yang ia dapatkan dalam selang satu jam ini.

Kedua polisi itu meminta izin pergi setelah melepaskan borgol dari tangan pria itu. Sedetik setelah dirinya 'bebas', pria itu langsung melarikan diri tanpa mengucap sepatah katapun.

"Hei! Kau belum meminta maaf pada pelangganku!" Luhan berteriak, nyaris mengejar pria itu untuk memberinya pelajaran -lagi. Tapi Steffy lebih dulu menahan tangannya dan menggeleng.

"Dia tidak perlu meminta maaf. Yang penting dompet dan surat pentingku sudah kembali. Lagipula tambah bagus kalau dia pergi dan tidak kembali lagi kemari." Luhan manggut-manggut. Ya, ucapan Steffy ada benarnya. "Sekali lagi aku ingin berterima kasih, Luhan-ssi dan Bibi Liu Yen."

"Kami sangat senang bisa membantumu, Steffy-ssi. Kalau butuh bantuan kau bisa menghubungi Luhan. Kebetulan gadis itu tidak memiliki pekerjaan yang berarti."

"Ck! Lalu apa gunanya aku disini dari pagi hingga malam? Mama sungguh tidak menghargai kerjaku!", celetuk Luhan tidak terima.

"Kerja apa? Mama sudah punya puluhan pelayan disini, jadi pekerjaanmu tidak terhitung."

Bibir Luhan mengerucut lucu. Steffy yang melihat interaksi keduanya menjadi tersenyum. Oh, seandainya keluarganya sehangat itu. Apalah daya setelah sang Ibu meninggal, Steffy harus kesepian karena sang ayah sibuk bekerja dan Steffy tidak ingin mengandalkan adiknya yang satu itu.

"Tapi Mama benar. Kau bisa menghubungiku jika membutuhkan sesuatu."

"Kalau menjadi tour guide-ku?"

Tiba-tiba ide itu muncul di kepala Steffy. Kejadian tadi sedikit memunculkan rasa trauma didirinya. Ia takut kejadian tadi kembali terulang dan tidak seberuntung tadi. Setidaknya ia bisa memiliki teman yang akan menemaninya tanpa takut tersesat dan menjadi korban kriminal.

"Tour guide?"

"Ya. Hmm itupun kalau kau mau. Hari liburku masih dua hari lagi tapi aku tidak tahu harus kemana. Mungkin kau bisa memberi info tentang kota kelahiranmu padaku?"

Luhan terlihat ragu. Ia tidak memiliki pengalaman menjadi tour guide dan ia-pun jarang keluar untuk mengetahui kota kelahirannya secara mendalam.

"Tenang saja, Luhan. Aku akan membayarmu."

Satu menit berfikir, akhirnya Luhan menjawab, "Sebenarnya aku tidak hafal spot terbaik di kota ini. Tapi aku bisa membantu jika kau ingin mencari makanan China yang enak selain disini."

"Keluargamu memiliki sebuah restoran dan kau mempromosikan restoran lain?"

Luhan tertawa, menperlihatkan lesung pipinya yang manis. "Ibuku tidak akan marah. Tenang saja."

"Jadi kau mau?"

"Ya. Steffy-ssi."

"Eonni. Panggil aku Eonni. Steffy Eonni."

"Oke, Eonni."

...

"Ugh..."

Steffy melempar tubuhnya pada kasur empuk hotel yang disewanya. Sungguh, tubuhnya lelah bukan main hingga rasanya malas mandi bahkan untuk menghapus make-upnya.

Steffy memang langsung pulang setelah mengisi perutnya di restoran milik Liu Yen dengan beberapa potong daging berkalori -Well, masa bodoh dengan kalori asalkan perutnya kenyang- dan pulang menaiki bis bersama Luhan yang mulai menjalankan tugasnya sebagai tour guide. Bukan tour guide sebenarnya, melainkan 'bodyguard' yang sayangnya terlalu cantik untuk menjadi penjaga. Tapi, memang itulah kenyataannya.

Dalam perjalanan pulang tadi, ia dan Luhan sempat mengobrol untuk membunuh kebosanan. Dari obrolan itu, Steffy tahu bahwa Luhan memiliki sabuk hitam taekwondo yang dilatihnya sejak sekolah di Korea. Wow! Steffy bahkan sampai kehilangan suaranya beberapa saat saking kagumnya. Itu juga yang membuat Steffy paham alasan nyonya Liu Yen tidak khawatir putrinya berhadapan dengan pencuri tadi.

Seorang gadis, mungil, dan cantik, tapi berbakat meremukkan tulang seseorang. Sangat sulit dipercaya, bukan?

"Semua gara-gara Oh Sehun. Semua gara-gara Oh Sehun. Semua gara-gara Oh Sehun."

Bibirnya menggerutu dengan kalimat yang sama. Terus menyalahkan Oh Sehun atas kesialannya hari ini. Meskipun ada Luhan yang bersedia membantunya, tapi tetap saja Steffy tidak akan mengalami kejadian buruk tadi jika Sehun tidak berulah.

Oh, hari yang sial.

Bagaimana tidak sial jika hari yang ia kira menjadi hari libur yang menyenangkan berubah menjadi hari mengerikan. Padahal Steffy membayangkan dirinya bisa melepas penat dari pekerjaannya bersama ratusan sketsa pakaian musim panas yang menguras habis waktu dan tenaganya.

Harusnya seperti itu. Kalau saja Oh Sehun tidak lahir di dunia ini dan menjadi adik menyebalkan untuk Steffy.

Jika menyebalkan dalam level 'normal', mungkin Steffy bisa memahaminya. Maklum, adiknya itu sangat jauh dari kesan 'baik' dan penurut. Hidup tanpa mengalami kesulitan berhasil menciptakan watak sombong dan kurang ajar pada diri Oh Sehun. Hingga membuat sang Ayah angkat tangan dan Steffy nyaris berubah menjadi ahjumma cerewet karena ulahnya.

Tapi perbuatan Oh Sehun kali ini lebih parah dibandingkan menjatuhkan wine di sketsa baju pengantin milik Steffy bulan lalu atau membawa wanita jalang ke rumah dua minggu lalu, karena perbuatannya jauh menyebalkan berkali-kali lipat.

Oke, akan kujelaskan duduk permasalahannya.

Semula tujuan liburan Steffy bukanlah di Beijing -catat-, melainkan di negara yang menyimpan banyak hal yang patut diabadikan dengan kamera full-battery di koper pink-nya. Ia mencari banyak lokasi tujuan di internet, yang sekiranya cocok untuk menjadi destinasi wisata liburannya dalam kurun waktu tiga hari. Namun saking banyaknya, Steffy tidak tahu harus kemana, terlebih ia sendirian tanpa ditemani seseorang-pun karena yang alin sibuk bekerja.

Lalu datanglah Sehun. Dengan wajah tampan titisan dewa, menanyakan kenapa sang kakak uring-uringan padahal baru kemarin berseru senang karena berhasil mendapat jatah liburan. Steffy, yang tengah kehabisan pilihan hingga membuatnya buta pada watak Oh Sehun yang tidak pernah serius, meminta saran pada sang adik tentang tujuan liburannya.

"Aku ingin berkunjung ke tempat yang bisa kupotret, tapi yang cukup dekat dari Seoul.", ucap Steffy kala itu.

"Jeju?"

"Ck! Bosan."

"Lotte world?"

"Kau pikir aku anak-anak?"

"Apgujeong?"

"Aku sedang tidak ingin berbelanja."

"Namsan tower?"

"Dan membuatku yang datang sendirian iri pada pasangan-pasangan disana? No!"

Sehun memutar otak mencoba menemukan tempat yang dimaksud kakaknya. Tiba-tiba ia menjentikkan jari.

"Aku punya ide!"

Mata Steffy berbinar dan tidak sabar mendengarkan ide Sehun.

"Ke Beijing."

"Apa? Maksudmu keluar negeri?"

"Yup! Aku pernah mendengar ada beberapa tempat yang bisa di potret dan kebetulan aku memiliki rencana untuk kesana minggu depan."

Mata Steffy membulat gembira. "Sungguh?! Jadi maksudnya, kau akan menemaniku berkeliling?"

"Ya. Tapi aku tidak lama disana."

"Tiga hari! Kau cukup menemaniku tiga hari!"

"Baiklah!"

"KYAAAA! KAU YANG TERBAIK SEHUNAAA!"

Tanpa sadar Steffy memeluk erat Sehun hingga nyaris pingsan kehabisan nafas. Sebegitu girangnya Steffy memikirkan liburannya dan semakin girang mengetahui Sehun akhirnya menjadi 'normal' dengan bersedia membantu sang kakak.

Tapi kemudian, di hari keberangkatan menuju Beijing tadi pagi, Steffy harus membiarkan rahangnya terjatuh tidak elit setelah mendengar penjelasan Sehun melalui telepon.

'Noona aku tidak jadi ke Beijing. Ternyata gadis-ku sudah disini. Jadi, silahkan menikmati liburanmu disana tanpaku. Jangan khawatir, kau bisa memotret gedung di Beijing, kan? Dah~ selamat bersenang-senang.'

-tanpa kata maaf karena tega menelantarkan kakaknya di jalur keberangkatan dan petugas bandara sudah mengambil tiketnya. Menunggu Sehun selama dua puluh lima menit membuat Steffy harus sudah berada di antrian dan ia tidak bisa membatalkannya.

Seperti yang diduga, Steffy tidak memiliki pilihan lain selain memasuki pesawat yang membawanya ke langit Beijing tanpa persiapan kamus Mandarin di kopernya.

Sialan, seharusnya Steffy sadar kalau Oh Sehun tidak akan bisa berubah 'normal'. Argh!

"Awas saja Oh Sehun! Aku akan meminta Luhan untuk menendang bokongmu hingga berbentuk segitiga!"

...

_TBC!_

...

Bayangin aja yang jadi Steffy Oh itu adalah Lee Sung Kyung, cewe yang jadi Baek In Ha di Cheese in Trap. Tapi terserah kalian juga sih kkkk! Kebetulan Rae lagi demen sama mbak2 agak sengklek itu akhir-akhir ini.

FF selingan dari A CHANCE. Niat emang bikin FF yg lebih ringan biar kalian gak stress baca A CHANCE yang terlalu mendrama. Kkkkkk!

Selamat membaca!