Disclaimer: Naruto by Masashi Kishimoto

Title: Bandage

Chapter 1: Mr. Late

Story by: Ninja-edit and Miyuki Izumi

Setting: Alternate Universe

Starring: Sakura Haruno, Naruto Uzumaki, Hinata Hyuuga, Ino Yamanaka, Sasuke Uchiha, dll dst.

Summary: Hubungan Sakura dengan Naruto berada di ambang kehancuran, ketika seseorang dari masa lalu Naruto telah kembali.
Akankah sang Uchiha muda memberikan kebahagiaan yang baru bagi gadis bermata emerald ini?


Sakura menatap layar ponselnya yang sariawan sejak tadi. Panggilan masuk dan bahkan sekedar SMS sepertinya masih malas mampir ke Samsung Corby touch screen warna putih tersebut.

Dua jam lamanya ia menunggu di sebuah café bernuansa klasik minimalis yang didominasi warna pastel. Namun orang yang ia tunggu tak kunjung tiba. Sakura menghela napas, mengalihkan pandangannya keluar jendela besar di samping tempatnya duduk, menopang dagunya.

Ini sudah kali kelima Naruto datang terlambat pada kencan mereka. Bukan masalah kalau ia sibuk atau apalah, tapi yang dilakukan si bodoh—menurut Sakura—itu adalah hal-hal yang tidak jelas. Seperti ketika ia menunggu selama berjam-jam di depan patung Shiba-inu di Shibuya, Naruto datang di antara gerimis hujan.

Dengan tampang tak bersalah ia berkata mendapat telepon penting sehingga datang terlambat. Atau ketika Sakura menunggu berjam-jam di depan halte bus, dan Naruto datang tergopoh-gopoh dan berkata ia ada urusan sebelumnya sehingga datang terlambat. Terus seperti itu berulangkali, hingga Sakura mulai merasa bahwa dirinya hanyalah urutan kesekian dalam daftar prioritas Naruto.

Sebenarnya tak masalah kalau Naruto hanya sekedar teman bagi Sakura, namun dia dan Naruto telah menjalin hubungan asmara sejak dua bulan belakangan ini. Satu bulan pertama, Naruto begitu perhatian dan peduli padanya.

Namun bulan berikutnya, hampir tak ada hal istimewa terjadi diantara mereka. Dikatakan 'berpacaran'-pun, itu karena Sakura menyatakan perasaannya pada Naruto setelah memendamnya selama empat tahun. Bayangkan, empat tahun! Bukan waktu yang sebentar.

Perjumpaan pertama Sakura dan Naruto tidak begitu menarik, namun perjumpaan kedua dan berikutnya begitu membekas di hati. Naruto sedikit canggung dan sering bertindak konyol, menjadi bahan lelucon kawan sekelasnya di SMP dulu, namun tak dapat dipungkiri bahwa kehadirannya selalu membawa keceriaan bagi siapa saja yang ada di sekitarnya.

Sakura sendiri tak pernah menyangka ia akan jatuh dalam pesona Naruto—yang jauh sekali dari kata 'romantis' atau 'prince-charming'. Namun begitulah cinta. Tiba-tiba saja rasa itu hadir tanpa peringatan, tahu-tahu saja kita sudah jatuh dan tenggelam di dalamnya, tanpa mampu meronta.

"Sakura," sebuah suara membuyarkan lamunan Sakura. Segera dialihkannya pandangannya pada sosok laki-laki berambut emas di samping mejanya. Itu dia, Naruto.

"Kau terlambat lagi," Sakura sedikit cemberut.

Naruto mengurut punggung lehernya dan tertawa hambar, "Maaf, aku ada urusan sebentar tadi,"

Sakura hendak bertanya lebih banyak, namun diurungkannya niatnya itu. Menghela napas sebentar, dipersilahkannya Naruto duduk dengan isyarat tubuhnya. Naruto menarik kursi dan duduk tepat di seberang Sakura. Diraihnya buku menu kecokelatan di atas meja dan mulai membolak-balik halamannya.


"Kau tidak banyak bicara selama kita makan malam tadi," Sakura membuka suara, menyibakkan keheningan yang sedari tadi menyelimuti mereka berdua.

Kedua insan itu kini tengah menyusuri jalanan lengang bersisian. Jemari mereka saling bertautan, berayun mengikuti langkah kaki mereka yang kadang melambat. Sakura memandang hamparan bintang di langit di atas kepalanya. Gelapnya malam tak membuatnya gelisah seperti biasanya, karena ada Naruto di sisinya.

Selang beberapa detik, Naruto tak menyahut. Hening menyesap, dan Sakura mulai merasa tidak nyaman. Ditatapnya Naruto di sebelahnya, yang tampak terpekur memikirkan sesuatu di kepalanya. "Naruto?"

Naruto terhenyak, segera ia menatap Sakura dengan sedikit linglung, "Eh? Iya?"

Sakura mengerutkan keningnya, "Apa yang sedang kau pikirkan?"

Naruto membelalakkan matanya sedikit dalam sepersekian detik, "Eh? Tidak kok. Aku cuma sedikit lelah," –namun Sakura menangkap sesuatu yang tidak mengenakkan.

"Tidak bisa cerita padaku?" Sakura menghentikan langkahnya. Naruto yang merasa tangannya ditarik, juga menghentikan langkahnya, menghadap Sakura walau pandangan matanya beralih pada sesuatu yang lain.

"Kubilang aku sedikit lelah, maaf," ulang Naruto, sedikit menekankan suaranya.

Sakura menghela napasnya, "Kau tahu," ucapnya, "Walau kau sekarang berada tepat setengah meter dariku, aku merasa kau tidak ada di sini sama sekali. Dimana pikiranmu tertinggal?"

Naruto sedikit membelalakkan matanya, dan kali ini Sakura dapat menangkap isyarat itu cepat, "Kau menyembunyikan sesuatu!" pekiknya.

Naruto mendecak, tiba-tiba saja Sakura rasakan tubuhnya ditarik dalam pelukan hangat Naruto. Tubuh mereka berhimpit, Naruto memeluknya erat. Memainkan helaian rambutnya perlahan, ia mendekatkan bibirnya pada telinga Sakura, "Aku hanya sedikit lelah," bisiknya pelan.


Asrama Konoha
Sabtu, 23 September 20XX
12:45

.

.

Suasana ruang loker cukup lengang, sebagian besar siswa-siswi penghuni asrama Konoha itu sudah meninggalkan gedung sekolah dan bergerombol beriringan menuju gedung asrama yang terletak sekitar 500 meter dari gedung sekolah. SMU Konoha adalah sekolah swasta dengan asrama untuk seluruh siswa-siswinya, dengan peraturan yang cukup ketat.

Hanya pada malam minggu mereka mendapat izin keluar hingga larut malam—pukul sebelas malam, lebih tepatnya, dan hanya pada saat-saat tertentu seperti hari libur nasional saja mereka diperbolehkan keluar hingga lewat tengah malam sekalipun sampai dini hari.

Sakura tengah membereskan isi lokernya yang penuh tumpukan buku dan kertas, ketika sudut matanya menangkap sosok anak perempuan berambut indigo panjang di ambang pintu ruang loker.

Seketika ditolehkannya kepalanya untuk mendapat pengelihatan lebih jelas dari apa yang dilihatnya. Tak salah lagi, sosok ramping berparas lembut itu, rambut indigo panjang itu, bola mata keperakan itu, Hinata. Hyuuga Hinata.

Sakura menelan ludah. Sungguh bukan karena ia dan gadis itu ada masalah atau apa, hanya saja Hinata adalah mantan pacar Naruto. Merasa canggung terhadap mantan kekasih dari pacarmu sendiri bukanlah hal yang tak wajar, bukan?

"Ah, Sakura….kan?" gadis berambut indigo itu tersenyum ke arahnya, menyadari bahwa Sakura tengah memperhatikannya.

Sakura terkejut, ia belum pernah memperkenalkan dirinya pada Hinta secara resmi—namun segera disembunyikannya rasa terkejutnya itu dan baals tersenyum, "Benar, kamu Hinata, kalau tidak salah?"

Hinata mengangguk kecil, melangkahkan kaki rampingnya menuju Sakura. Sakura menelan ludah, ia sungguh tak ingin berada dekat-dekat dengan gadis itu—apapun alasannya. Insting kewanitaannya tak suka—itu saja, dan itu sudah cukup menjadi alasan baginya untuk segera beranjak dari tempat itu.

"Aku ada janji dengan temanku Ino, aku duluan ya," ujar Sakura cepat, sewajar mungkin, dan melangkahkan kaki menuju pintu keluar lain ruang loker itu yang berlawanan arah dengan Hinata, tanpa menunggu jawaban darinya.

Sakura melangkahkan kakinya tergesa. Ia sudah berada di luar ruangan dan kini berjalan menyusuri lorong kelas. Namun degupan di jantungnya tetap mengusiknya.

"Mau apa dia kembali," desisnya dalam hati.


"Sakura!" sesosok gadis berambut pirang panjang yang dikuncir tinggi melambaikan tangan di seberang jalan.

Sakura beranjak menyebrang dengan sedikit senyum, "Ino, menunggu lama?" serunya setengah berteriak dan berlari kecil menghampiri sahabatnya itu.

Tiba-tiba sebuah Audi A4 2009 putih melaju dengan cepat satu senti di depan muka Sakura dan melintas begitu saja. Sakura terkejut bukan main, dan jeritan Ino menggema.

Sakura merasakan tubuhnya kaku dan masih kaget dengan kejadian yang baru saja terjadi. Salah-salah, bukan tak mungkin ia barusan berakhir terkapar di tengah jalan berlumuran darah.

"Sakura! Tak apa-apa?" dirasakannya Ino mengguncang tubuhnya keras. Sakura melihat ke sekelilingnya, pikirannya yang sempat buntu mulai awas.

"Ino…" Sakura sedikit linglung.

"Mobil brengsek! Barusan itu hampir saja kau nabrak orang tahu! Heh! Idiot! Kembali sini!" Ino mencak-mencak, menatap arah mobil itu meluncur kabur dengan wajah gusar. Sebelah tangannya mengacung ke udara dan mulutnya lanjut melontarkan seluruh isi kebun binatang.

"Ini, Ino, aku sudah tak apa-apa," Sakura mengurut keningnya dan menarik Ino ke pinggir jalan, "Kau menarik perhatian banyak orang tahu," bisik Sakura setelah mereka sampai ke trotoar.

"Biar saja! Yang salah kan si siapapun yang menyetir mobil itu!" dengus Ino tanpa niat merendahkan suaranya sedikitpun. Sakura hanya tersenyum masam.

Ino menatapnya, "Ada apa denganmu?"

"Eh?" Sakura sedikit terkejut.

"Tak biasanya kau diam begitu. Biasanya kau malah lebih berisik daripada aku," Ino mengerjapkan matanya.

"Enak saja," tandas Sakura merengut.

Ino mencengkeram bahu Sakura, "Hei, barusan itu, kalau kau yang biasa pasti teriak-teriak mencaci mobil itu. Kok kau diam saja?" cecarnya tajam.

Sakura mengangkat bahu, "Cuma sedang nggak mood," jawabnya sekenanya.

Ino mengerutkan keningnya, "Kau ini betulan Sakura? Sakura Haruno? Sahabatku sejak hari pertamaku masuk SMA? Sakura Haruno yang itu?" Ino menempelkan tangannya di dahi Sakura, lalu menolehkan wajah Sakura ke kanan dan kiri.

Sakura menepis tangan Ino dan tertawa kecil, "Tentu saja, kau ini mikir apa sih?" guraunya, beranjak menyusuri jalan, "Ayo cepat kita ke toko kue kesukaanmu itu. Kalau telat nanti kita kehabisan kue bola nanas yang terkenal itu lho," ujarnya kemudian.

Ino semakin mengerutkan keningnya, namun disusulnya juga kawan karibnya itu.

"Oh dan satu hal lagi, Ino," Sakura membuka suara. Ino menatapnya heran. "Aku tidak lebih berisik daripada kau," lanjut Sakura diakhiri dengan tawa kecil. Ino mengerling sebal.

"Bagaimana kencanmu dengan pacarmu itu?" Ino mengalihkan pembicaraan, menahan helaian rambutnya yang tertiup angin.

"Begitulah," Sakura mengangkat bahu.

"Begitulah bagaimana?" Ada sedikit nada jengkel keluar dari mulut Ino.

"Seperti biasa," Jawab Sakura tak acuh.

"Oh," Ino menyeringai lebar, "Telat seperti biasa?"

"Sialan," Sakura mendengus. Ino tertawa di sebelahnya.

Sakura menghela napas, betapa penat kepalanya belakangan ini. Pergi ke toko kue dan menghabiskan uang di sana sepertinya bukan hal yang buruk. Maka dari itulah ia kini tengah menuju toko kue langganan Ino yang terletak dekat halte bus.

Toko kue yang cukup baru, pemiliknya orang Perancis asli yang nekat membuka toko kue di sini walau merk dagang mereka belum dikenal luas. Tapi, yah, dengan cita rasa tinggi begitu, dalam satu dua tahun mendatang pasti toko kue itu bakal jadi toko kue paling laris di Jepang. Atau di Tokyo—paling tidak.

"Jadi kau sering menghela napas akhir-akhir ini, gara-gara kencanmu yang membosankan itu?" Ino kembali membuka suara. Sakura sedikit sebal dengan topik yang itu-itu saja. Ia kembali menghela napas.

"Bukan," Sakura menjawab sedikit malas, "Kalau itu sih, aku sudah terbiasa. Ah, lagipula bagiku tak membosankan kok,"

"Lalu?" Ino tak mengindahkan kalimat Sakura, "Apa dong?" cecarnya tak puas.

Sakura menendang kerikil di bawah sepatunya, beberapa detik berselang sebelum ia membuka suara, "…Aku melihatnya, tadi sebelum menuju ke tempat janjian denganmu,"

Ino mengerutkan keningnya, "Siapa?"

"Hinata," jawab Sakura pendek.

Ino membulatkan bibirnya. Tak menyahut, ia kembali melangkah dalam hening. Sakura dapat merasakan pandangan Ino padanya. Tak menyenangkan.

"Apa?" Sakura mengerutkan keningnya, sedikit kesal.

"Apanya yang apa?" Ino balas bertanya.

Oh, hebat. Bermain pura-pura bodoh—pikir Sakura.

"Kau pasti sedang memikirkan sesuatu," sungut Sakura, menatap Ino lekat, mencoba mencari kebenaran di situ.

Ino menyunggingkan senyum yang dibuat-buat, "Tidak kok,"

"Bohong! Kalau kau bohong pasti senyummu aneh begitu," timpal Sakura sengit.

Ino memutar bola matanya, "Ok, ok, kukatakan," dipandanginya Sakura sebentar, "Kau merasa tidak, kemungkinan perilaku si Naruto—pacarmu itu, yang tiba-tiba berubah dalam satu bulan belakangan ini, ada hubungannya dengan kemunculan si… siapa tadi namanya? Hinata? Ya, Hinata itu."

Sakura mengerutkan keningnya, "Tidak, itu mustahil, pasti bukan karena itu. Aku tahu betul Naruto. Pasti bukan itu sebabnya," Sakura berucap tegas.

Ino mengangkat bahu, "Yah, siapa tahu."

"Tidak mungkin," ulang Sakura, lebih pelan kini.

.

.

( TBC )


% Ninja-edit's Note:

Ini pertama kalinya bikin fic kolab. Seru juga, dua kepala memang lebih baik daripada satu. :)

Ide cerita datang dari Miyuki Izumi, secara pribadi saya suka idenya. Semoga kalian juga menyukainya seperti saya :)

.

%Miyuki Izumi's note:

Fict collab pertama sama Ninja-edit nih…. Gimana? Gimana? Gimana? Gimana? Gimana? Gi—*dibekep*

Yang ngetik chapter ini itu Teteh, yang nyusun kata- katanya juga…makanya jangan heran kalau pilihan katanya bagus dan ga berantakan seperti fict yang saia bikin sebelumnya *jongkok di pojokan*.

Chapter ini kesannya kaya si Naruto itu sedikit mengabaikan Sakura (menurutku lho), Naruto kelihatan kaya menomor sekiankan si Sakura. Ah, Naruto! Jahat kau ini!

See ya~ ^^