Huang ZiTao sudah siap.
Pria panda yang hobi mengobrol dengan kucing tetangga terlihat menggemaskan—dengan topi rajut motif rusa berwarna coklat abu-abu, sweater rajut polos selutut berwarna hitam dengan garis merah-kuning-hijau dibagian bawahnya, dan celana denim cutbrai biru tua, siap untuk memulai hari-harinya sebagai seorang pelayan di sebuah restoran kecil.
Dan setelah sebuah tas selempang rajut berwarna seperti akar rotan menyampir memeluk tubuh lelaki muda itu, dengan kembar mata yang berkilat-kilat cantik, Tao bergegas menjauhi kamar sederhananya di flat murah tempatnya bernaung.
Mendengung-dengungkan melodi lagu Love Today-nya Mika, telapak kakinya yang dihangatkan kaus kaki baru dicuci ia biarkan bercumbu mesra dengan lantai kayu dingin yang berderit-derit tiap diinjak. Sambil itu, tangannya sedang ia coba kenakan sebuah sarung tangan belang hitam putih. Sesekali, kepalanya menoleh ke segala arah, hanya untuk memastikan flatnya sudah siap untuk ditinggal bekerja selama dua belas jam—dan setelah dirasa pantas, tak canggung dan ragu-ragu lagi Tao mengambil sebuah sepatu boot kulit berwarna coklat madu. Hanya lima menit untuk kembali merapikan penampilannya, Tao pun melanjutkan perjalanan menuju pintu depan—setelah saklar lampu depan ia matikan dan setelah jari-jemari lentiknya bersapa dengan kenop pintu.
Sekejap, dibukalah pintu flat itu ke dalam—hanya untuk mengantarkan kepala seseorang yang jatuh menghantam kaki-kaki Tao berbalutkan sepatu boot dengan ajaibnya.
Tao melotot, terkejut dengan jantung berderap-derap kencang, dan dua detik setelah kepala-berambut-pirang-siapa-itu menimpa kakinya, lelaki muda itu menjerit histeris, dengan tak berperasaan ia menghantamkan kepala itu ke pintu hingga berdebum cukup keras, lalu mundur jauh-jauh dengan tubuh gemetar.
"a—" Kelerengnya menatap was-was di wajahnya yang pucat sekali. "—apa itu..? siapa itu..?" lantas Tao mendekat—dengan berjingkat—masih merautkan wajah was-was, dengan tambahan wajah jelek seolah melihat sesuatu yang tidak biasanya. "di—dia gila, ya..?! di musim dingin macam ini kenapa hanya memakai kemeja pendek dan celana kain saja..?!"
"hei—hei, paman.." Jari lentik Tao menujam-nujam tumpul pucuk kepala sosok yang dipanggil paman. "paman, bangunlah! kenapa kau tidur di depan flatku, hah..?! hei, bangun, dasar paman aneh! aku harus berangkat kerja!" sia-sia Tao mengoceh kesal dengan pria itu selama lima menit, tak ada satu patah pun yang meluncur manis dari bibir merah delima pria berambut pirang mentari di depannya.
Mendecih, lalu bersidekap. Tak lama Tao beranjak berdiri, mencuatkan kepalanya dari balik ambang pintu f;at, untuk mengawasi sekitar yang masih hening karena memang baru jam enam pagi—Tao berangkat pagi karena hari ini adalah piket paginya di restoran tempatnya mencari sepeser demi sepeser uang penyambung hidup. Di sisi lain, ia merasa lega karena tak ada seorangpun yang melihat sesosok pria tergeletak tak berdaya di depan flatnya—untuk menghindari tuduhan dan curigaan tetangga bahwasanya ia adalah pembunuh yang baru saja menghilangkan nyawa pria tersebut—, tapi disisi lain, ia merasa menyedihkan karena tak ada yang bisa ia minta tolong untuk membawa orang ini ke kantor polisi—maksud naluri alamiah lelaki itu adalah siapa tahu bahwa pria ini adalah pria yang tersesat, hingga akhirnya nyangkut di depan flat Tao.
Tapi... masa pria sebesar ini lupa jalan pulang ke rumah, sih..?
"Tuhan, aku sama sekali tidak menyalahkanmu, sungguh," Menunduk lemas, dahinya menempel dinding ambang pintu. "tapi kalau Engkau sedang ingin memberi cobaan untukku, kenapa harus seperti ini..? kenapa harus dengan pria-tanpa-nama ini, yang entah dia sudah mati atau belum, nyangkut di teras flatku..? duh, aku jadi mau menangis, 'kan..." pilu Tao.
Tapi sebelum terhanyut lebih dalam dengan kepiluan dramatisnya, Tao diingatkan oleh naluri alamiah tercinta, mengirimkan sinyal untuk menyingkirkan pria tak bergerak itu, dan bergegas pegi ke tempat bekerja sebelum terlambat. Maka dari itu, Tao—setelah menatap diam sosok itu, dengan setitik air mata di sudut terluarnya—hasil dari efek dramatis barusan—ia bergegas memeluk tubuh bagian atas pria berambut pirang itu. Tapi hati dan perasaannya berkhianat, bukannya satu komplotan dengan sang naluri alamiah yang memberi ide untuk meletakkan pria itu di depan pintu flat tetangga, yang ada tubuhnya justru ingin sekali membawa sosok itu masuk ke dalam rumah. Entah bisikan malaikat mana yang berhasil mempengaruhi pemuda bermata layaknya panda itu hingga lebih memilih akan membawanya masuk ke dalam—sebelum tubuh yang ternyata terasa hangat itu membeku kedinginan dan terserang hipotermia.
Namun, ketika Tao akan menggerakkan tubuhnya mundur menuju ruang santai, keping matanya yang bulat itu menangkap sesuatu yang mencuat dibalik helai pirang wangi nan lembut itu.
Sesuatu yang panjang—sekitar lima sentimeter—berwarna hijau muda dan tampak seperti jelly, dengan kondisi berdiri layu dan dibagian ujung sesuatu itu berkedip-kedip lemah. Tak lama, Tao mendengar bunyi nyaring lirih, dan bersumber dari sesuatu yang mencuat itu.
Lagi, Tao menghantam kepala pria itu ke pintu, bahkan sampai bekas hantaman itu sedikit penyok saking kerasnya—dengan kelereng mata melotot, ekspresi wajah tak terbaca, dan bulir-bulir keringat muncul dari balik pori-pori pelipisnya. Menderu-derulah nafas itu, dan kembali beringsut menjauh sambil meremas helai-helai hitam kebanggaannya, tatkala bunyi nyaring itu seolah merayapi indera pendengarnya—membuatnya pusing dan takut.
"...a," bibir kucing itu bergetar kecil, tak lama matanya berkedip pelan dan ia mendesis lirih. "apa itu..? benda apa yang ada di pucuk kepalanya..?"
.
.
.
.
.
.
When Tao Meet Mr. Alien
.
Screenplays!Kristao and other
.
T-M
.
Akai Momo
.
Yaoi/ BL/ Boys Love/ Alternative Universe with much baby typo
.
No like, don't read!
.
Poor-Human!Tao with Idiot-Alien!Yifan
.
Summary! ::
Saat Tao akan berangkat bekerja, begitu pintu flat murahnya dibuka, pria panda itu menjerit histeris saat sebuah benda jatuh kasar di lantai flatnya, menimpa kakinya—yang setelah ditelisik, barulah Tao sadar kalau itu adalah seorang pria berambut pirang yang tertidur di depan pintu flatnya semalam.
Ya. Seharusnya itu memang pria—tapi semua berubah saat mata kembar Tao menemukan benda asing yang berbunyi lirih dan berkedip-kedip lemas di pucuk kepala pria berambut pirang itu.
... Itu apa, ya..?
.
.
.
.
.
.
Ide cerita ini keluar pas Al udah kenyang baca ff dimana Oom Pedonya dibuat sekeren mungkin, jadi CEO-lah, jadi Presdir-lah, jadi MVP-lah, jadi artis(?) atau aktor-lah, deelel—ngobrol sama kucing yang lagi jilat-jilat badan, kapan ya ada ff yang Oom Pedonya dibuat idiot, tapi bukan manusia..?
Akhirnya hikmah datang pas Al nongkrong ngeliatin kucing tetangga kawin di halaman rumah. Iya, emang agak rada-rada kronologisnya. [:v]
Dan—Abrakadabra—Open Sesame..! Jadilah ff ini~~ *tebar lemper*
.
.
.
.
.
.
1/5 [In Front of His Flat Door]
.
.
.
.
.
.
"Tao, tumben sekali wajahmu seperti itu..?"
Luhan—sang kasir, menepuk pelan bahu Tao. Saat itu, Tao mendapat jadwal istirahat bersama Baekhyun, tapi lain dengan Baekhyun yang langsung lari pontang-panting ke minimarket beberapa jauhnya dari restoran kecil tempatnya bekerja, hanya untuk bertemu dengan penjaga kasir pujaan hati sang pria cantik itu, Tao memilih diam tanpa suara di kasir menemani Luhan. Luhan sudah biasa seperti itu, tapi yang membuatnya merengutkan dahi dan bibir kissable sang rusa cantik adalah kelakuan Tao hari ini yang berbeda. Biasanya Tao, sambil sibuk mengunyah menu istirahat yang dibuatkan Yixing untuk semua pelayan yang dapat jamnya, anak penyuka panda akut ikut akan mengoceh-ngoceh. Menyemburkan remah-remahan makanan dari mulutnya, yang seolah sedang menembak wajah Luhan dengan cara ajaib itu.
Terus dan terus bercerita, apapun pokok utamanya—entah soal drama di tivi-tivi yang semakin lama semakin keladi, atau soal kegiatan di hari libur kerjanya yang monoton, atau pemandangan-pemandangan unik dan lucu yang tertangkap kamera mata cantiknya saat datang maupun pulang dari tempat kerja, atau bahkan soal kucing tetangga yang masih selalu tidak merespon obrolan mereka berdua. Dan untuk yang terakhir, Luhan selalu mengingatkan bahwa kucing atau hewan apapun itu tidak bisa mengerti maupun mampu bicara bahasa manusia—racauan penuh drama yang Tao utarakan—untuk kesekian kalinya, tapi Tao bersikeras bahwa kucing yang ia ajak bicara itu mengerti apa yang ia obrolkan padanya, walau responnya hanya menatap bosan pada Tao.
Bagaimana dia tidak bosan kalau kau selalu mengajaknya ngobrol macam-macam, memaksanya mendengarkan ceritamu padahal dia tidak tahu apa yang kau obrolkan, apalagi dia tidak mengerti bahasa manusia, batin Luhan gemas.
Tapi hari ini, Tao hanya datang ke kasirnya, sambil menunduk, duduk di sampingnya sambil mengeluarkan aura-aura aneh yang membuat orang-orang menatap heran padanya. Belum lagi, mulut lelaki muda jangkung itu tidak bercuap-cuap kecuali jika sedang bekerja melayani pelanggan. Bahkan menu istirahat—sebuah Meat-Omellet, satu buah roti Brucetta rasa stroberi dipadu mint, dan segelas Hot-Ginger pun diabaikan, tidak dianggap, dan menu itu hanya bisa diam di kolong meja kasir untuk bersedih tidak diperhatikan pemiliknya.
Intinya, di mata rusa Luhan yang tampak berkilau kecil, saat ini Tao tampak sedang bersemedi—lengkap dengan aura-aura kelamnya.
Luhan sudah cukup bersabar akan rasa penasarannya dengan kondisi Tao sekarang, yang cukup mengganggu kenyamanan orang-orang, dan begitu ia selesai melayani pelanggan terakhir yang akan membayar tunggakannya, Luhan dengan tegas mengadahkan kepala tao keatas untuk beradu pandang dengan sang rusa cantik.
"eoh?" bukannya hilang, rasa penasarannya semakin bertambah—tampak dari kerutan pada dahi di balik poni rambut cokelat jatinya. "kenapa tatapanmu kosong begini, Peachy..?! kau membuatku takut, hei!" menjerit tertahan, Luhan menepuk-nepuk pipi Tao. Untuk itu, Luhan berhasil mengalihkan pandangan kosong Tao. Namun hanya gumaman tak berarti bagi Luhan.
"hu...?"
"apa-apaan itu..?! kenapa hanya gumaman tidak penting yang keluar dari mulut ini, he..?! kau kenapa sih, Peachy..?!" menujam-nujam kecil dengan kuku cantik pada bibir Tao.
Tapi Tao tidak segera menjawab, melainkan hanya diam dengan bibir bawah yang mulai digigit-gigit. Luhan gemas, ingin sekali ia bertingkah layaknya seorang fanboy melihat Tao melakukan itu, tapi ditahannya ketika Tao menghembuskan nafas dengan begitu berat—mengindikasikan jika lelaki muda itu sedang dilingkupi masalah yang membuatnya stress.
"hei," Luhan mengusap pucuk kepala Tao, pria yang rupanya kontras dengan usia itu berlutut di hadapan Tao dengan senyum menenangkan terpahat di wajahnya. "ada apa..? ceritalah padaku, berbagilah pada gege, siapa tahu gege bisa membantu..?"
"... gege.." melas Tao dua detik kemudian. Sedikit ragu, tapi Tao akhirnya memberanikan diri untuk membagi beban pikirannya. Maka dengan wajah yang sedikit mendekat, Tao berbicara dengan bisik-bisik tetangga. "begini—sebelumnya jangan tertawa, ya, janji..?—nah, tadi pagi waktu aku mau berangkat kesini, ada pria yang duduk di depan pintu flatku, karena waktu aku buka pintunya, kepala pria itu jatuh menimpa kaki."
Alih-alih merautkan wajah horror, Luhan justru menunjukkan ekspresi penasaran. "apa..?"
"iya, begitu. Terus yang buat aku aneh dan heran adalah cara berpakaiannya; kau tahu, ge, pria itu hanya memakai kemeja pendek dan celana kain panjang—hanya itu yang melekat di tubuhnya, ge! coba bayangkan..?!"
"wow, pria itu pasti gila—" mencemooh, tapi selanjutnya justru melantunkan nada pujian dan kagum. "memakai pakaian seperti itu disaat musim dingin begini."
"nah! aku juga bilang begitu, ge! lalu aku coba membangunkan pria itu, walau dalam hati aku menduga kalau jangan-jangan pria itu mati! tapi, dia dia merespon apapun selama lima menit aku mencoba, apalagi aku melihat sekilas kalau dadanya tidak naik turun seperti orang tertidur atau bernafas!"
"ya ampun! terus, tetangga curiga denganmu soal pria itu, tidak..?!"
"tidak, cukup beruntung sih, tapi aku jadi sial juga, bingung mau diapakan pria asing itu. Nah, entah bisikan malaikat apa, akhirnya aku memutuskan untuk membawa dia ke dalam. Dan gege, begitu aku merasakan tubuhnya yang ternyata hangat—benar-benar hangat—untuk akan kubawa dia masuk, aku melihat sesuatu yang menyembul dari pucuk kepalanya!"
Luhan memasang wajah datar, bahkan pria cantik itu berkacak pinggang. "sesuatu yang menyembul dari pucuk kepala? yang kau maksud itu rambut, dan itu normal, Tao."
"bukan, ge, bukan!" mengibaskan tangannya cepat-cepat. "kau pasti tidak menyangka, kalau ternyata yang menyembul di pucuk kepalanya itu benda lonjong berwarna hijau muda—seperti jelly, lembek, dan ada cahaya merah kedip-kedip di sesuatu itu! apalagi, sesuatu itu berbunyi nyaring dan cukup mengganggu telingaku!" Tao merautkan wajah horror. "dan.. dan.. saat aku masih terpaku dengan sesuatu itu, ternyata aku sadar kalau sesuatu itu bergerak-gerak kecil, dan bahkan ia semakin layu—layu, gege, seperti bunga yang nggak disiram atau diberi pupuk!"
"oke, cukup, untuk sampai disini, aku mulai meragukan ceritamu. Kau tidak sedang mengigau seperti orang tidur, 'kan..?"
"kenapa gege bilang begitu?!" Tao menjerit tertahan. Lantas melipat kedua tangannya di dada dan melengoskan wajahnya, bibirnya bahkan cemberut dan alisnya menukik kesal. "awalnya aku memang menduga gege tidak akan percaya, tapi ternyata memang benar, Bahkan kau menganggap aku sedang mengigau!"
Luhan menggaruk tengkuk, lalu mendesah untuk kemudian berdiri dan menepuk kedua pundak Tao. "bukan begitu maksud gege, Peachy. Tapi kalau dipikir lagi—menurut gege—mana ada orang yang punya sesuatu itu—yang warnanya hijau seperti jelly dan kedip-kedip di pucuk kepalanya. Coba kalau Tao cerita seperti ini pada yang lainnya, pasti mereka juga akan menganggap Tao sama seperti yang gege anggap."
Merenung sekejap, Tao membenarkan apa yang Luhan ucapkan. "aku pikir apa yang gege bilang itu benar, karena aku sendiri—aku yang menceritakan hal itu pada gege saja merasa kalau apa yang terjadi denganku tadi pagi soal pria itu seperti mimpi, tidak nyata—seperti sedang mendongeng pada gege." Tao tersenyum kecut mengakuinya. "maafkan aku, ge, berburuk sangka padamu."
"tak masalah," Luhan merenggangkan tubuhnya. lalu mengambil menu istirahat Tao yang masih utuh di kolong meja kasir. "jaa, makanlah. dan bersemangatlah, Peachy! oh ya, ngomong-ngomong, pria yang kau maksud itu kau apakan..?"
Tao menjawab sambil memakan Omellet-nya, "pria itu aku tinggal di flat—aku takut saat melihat sesuatu itu bergerak menggeliat aneh, jadi aku lansung kabur dan pergi kesini, gege."
Luhan yang akan mengambil uang kembalian untuk pelanggan, terhenti seketika. Lantas dengan mata melotot horror dan bibir yang melongo, Luhan memekik histeris. "TAO..?! KAU MENINGGALKAN PRIA ITU DI FLATMU..?! BAHKAN KAU MENINGGALKANNYA TANPA MENGUNCI PINTU..?!"
.
.
.
.
.
.
"intinya, kalau kau sedang panik sekalipun, Tao," Tao menatap horror pintu flatnya. "kau tidak boleh lupa dengan hal terpenting saat itu juga—seperti menutup pintu dan menguncinya, misalnya—dalam kasus tadi pagi." menelan bulat-bulat kegugupan yang tersangkut di kerongkongannya, berkali-kali sebanyak ia bergerak gelisah tak tenang.
Tadi, begitu Luhan berteriak hal yang membuatnya sadar jika dia melakukan hal bodoh terfatal dalam hidupnya, Tao langsung lari ke kantor tempat manajernya berada, meminta izin untuk pulang lebih awal dan memberitahukan alasannya. Namun manajer tercinta tidak berbaik hati saat itu—mungkin karena masih ada efek uring-uringan akan pertunangannya dengan sang mantan pacar dibatalkan sepihak, begitu yang Tao dengar dari gossip para karyawan—jadi pria berwajah malaikat itu hanya berkata tidak dan langsung mengusirnya sambil mengibaskan tangan, layaknya mengusir pengganggu.
Tapi Tao tidak menyerah begitu saja.
Mengabaikan rasa malu dan takut dicemooh untuk yang kedua kalinya, lelaki manis itu tanpa tendeng aling menceritakan kejadian yang tadi pagi—persis dengan ia menceritakannya pada si cantik Luhan. Tapi seperti yang Luhan duga, manajernya yang saat itu sedang terkena gejala 5L (Letih, Lesu, Lemas, Lemah, Lunglai) akibat pembatalan pertunangannya—jadi dia mendengarkan sambil menumpukan kepalanya di lipatan tangan, seperti anak kecil yang sedang menangis merajuk—hanya menggumam dan berkata kalau Tao sedang mabuk. Mabuk, hei—mabuk! Darimananya Tao bisa mabuk, minum minuman bersoda saja dia langsung teler tak berdaya. Itu, menurut Tao, apa yang diduga manajernya benar-benar tidak masuk akal dan membuatnya cukup geram.
Maka dari itu, setelah dengan kesalnya dan tidak sadar Tao mendoakan semoga manajernya menjadi perjaka tua, lelaki muda tinggi itu berjalan keluar sambil mendumel tak jelas—mengabaikan teriakan frustasi sang manajer tercinta yang terkejut dan tidak terima dengan ceplosan asal yang Tao lantunkan untuknya.
Jadi, ini dia, Tao sekarang bisa pulang ke flat tersayang di jam seharusnya ia pulang bekerja. Di depan pintu yang tertutup manis—sedikit lega menggelayut manja perasaannya, namun otaknya masih berpikir akan siapa yang menutup pintu flatnya. Namun tak lama ia tersenyum canggung, tatkala ia baru ingat jika tetangganya mengirim pesan bahwa ketika ia melihat pintu flat Tao belum tertutup, dan ia yang menutupnya meskipun tidak dikunci.
Akan tetapi Tao baru sadar dengan eksistensi pria yang memiliki sesuatu aneh di pucuk kepalanya itu—yang ia tinggal tergeletak di lorong depan flatnya.
Digelengkan kasar kepala bersurai hitam kelam lelaki muda bermarga Huang itu, ketika pikiran macam-macam akan kondisi flatnya berantakan dan beberapa barang hilang digondol pria tadi pagi—setelah asumsi sepihak batinnya menyatakan kalau tetangganya yang baik hati disekap dan ditawan mahkluk aneh itu begitu ia sadar.
"aku harap, selama 12 jam aku bekerja," telapak tangan Tao yang terbalutkan sarung tangan rajut mulai mencumbu kenop pintu, tetap bergetar kecil. "mahkluk aneh itu sudah tidak ada di flatku, ya, dia sudah sadar dan pergi! oh Tuhan, aku takut sekali kalau-kalau dia masih diam di dalam, tidur ataupun mati, aku tidak peduli yang penting dia sudah pergi! hii.. membayangkan sesuatu itu bergerak menyembul dan meliuk-liuk, membuatku geli dan merinding!"
Tiga kali, Tao menghirup rakus oksigen dan membuang karbondioksidanya—sirkulasi normal sepasang paru-paru salah satu penghuni rongga dada. Dan dengan tangan kiri yang terkepal, gaya tubuh yang berkuda-kuda siap siaga, Lelaki Huang itu mulai membuka pintu ke dalam, matanya waspada tingkat tinggi menoleh ke segala arah, lantas bernafas lega ketika mahkluk aneh itu tidak ada di lorong depan—tempat itu sudah kosong, hanya dihuni lemari penyimpan sepatu dan sebuah tempat payung dan kalender yang menggantung di dindingnya.
"hore! berarti mahkluk aneh itu betul-betul pergi entah kemana~" Tao berjingkat-jingkat dengan seruan tertahan. Ia berputar-putar dan menggeplak-geplak dinding luar flatnya. Tak lama, ia berlutut menghadap pemandangan luar dengan kepala terngadah melihat langit senja. "Tuhan, aku mencintaimu.. kau mengabulkan permohonanku tentang mahkluk aneh itu! kau membuatnya pergi.. hiks.. aku mencintaimu, Tuhan." ratapnya bahagia.
Cukup puas dengan selebrasi mendadak, Tao tanpa khawatir masuk ke flatnya, menutup pintu dan menguncinya tentu dia tidak lupa. Maka, sambil menyenandungkan lagu anak-anak yang terlintas di pikiran, Tao berniat menuju kamar untuk berganti baju dan kembali ke ruang santai untuk menghabiskan waktu sebelum tidur.
Awalnya, niat untuk menoleh ke kanan dan ke kiri hanya untuk memastikan bahwa tak ada satu perabotan pun yang lenyap dibawa mahkluk naeh tadi pagi—tapi kemudian ia menjerit heboh begitu mengetahui bahwa mahkluk itu terkapar terlentang di permadaninya—masih dengan kondisinya yang entah tidur atau mati, dan masih dengan sesuatu aneh yang menggeliat-geliat dengan lemah.
"h—hyyyaaaaahhh...!" Tao menjerit lagi, sambil menempelkan punggungnya ke dinding untuk menjaga jarak. "aduh! kenapa mahkluk itu ada di sana..?! bu, bukannya dia sudah pergi dari flatku...?!" teringatlah sosok tetangga yang saat itu berbaik hati menutup pintu flatnya sebelum pergi. Tak butuh melahap waktu lama, Tao lantas mengambil ponselnya dari dalam tas rajut, lalu menghubungi tetangganya masih dengan kancing wajahnya menatap was-was pada mahkluk itu.
/"halo, ada apa, Tao..?"/ balas suara itu ditengah kebisingan kendaraan. /"apa kau ingin menitip makan malam seperti biasanya..?"/
"tidak—eeh.. ya, tidak, aku sudah makan malam di restoran tempatku bekerja!"
setelah berbicara dengan seorang kasir di minimarket untuk menanyakan harga barang yang ia beli, pria yang dihubungi Tao itu melanjutkan, /"ho..? lalu, kenapa kau menelponku..?"/
"Sehun, kau yang menutup pintu flatku, 'kan..?!"
/"ya. Kau benar-benar ceroboh luar biasa, Tao, serius. Tapi, setelah aku telisik dalam flatmu, aku tidak menemukan perabotanmu yang hilang, kok."/
"ya memang tidak ada yang hilang, Sehun! Begini, apa kau tahu soal pria berambut pirang yang ada di lorong depan flatku..?! pria yang tergeletak diam, entah mati atau masih hidup, yang hanya memakai kemeja pendek dan celana kain panjang saja, kau tahu..?!"
/"ah..."/ jeda sesaat. /"ya, aku tahu siapa yang kau maksud. Dan aku tidak tahu, kalau pria berambut pirang tinggi menjulang itu saudaramu, bahkan aku tidak tahu kalau kau punya saudara sepertinya. Tapi serius Tao, kau jahat sekali membiarkannya tergeletak di depan lorong flatmu dengan pintu terbuka lebar. Saudara macam apa kau ini."/
"aku memang tidak punya saudara, Sehun—kau ingat 'kan, kalau aku ini sebatang kara sama sepertimu!" Tao berusaha meredam emosinya yang bercampur dengan ketakutan, ketika mahkluk berambut pirang itu menggerum mengatakan bahasa yang tidak ia pahami. Bahkan salah satu tangan pria itu mengambang di udara, seolah sedang menggapai sesuatu—masih dengan mengigau berbahasa aneh. Tao bergidik, dan punggungnya semakin menempel mesra dengan dinding bercat biru muda. "hii... Sehun, kau yang membawa masuk pria itu, ya..?!"
/"tentu saja! mana tega aku membiarkannya tergeletak di lorong depan yang dingin itu, aku tidak sama sepertimu ya, walau terkadang wajahku tidak mencerminkan kebaikan hatiku!"/
"hei, jangan curhat denganku soal raut wajah datarmu itu, Sehun! Sudah kusarankan agar kau merubahnya supaya dapat pacar untuk mengurusmu dan flatmu yang seperti kapal pecah itu! Dan pria pirang itu bukan saudaraku! cepat kembali dan bawa pria ini menjauhi flatku!"
/"ya sudah kalau kau mau menyingkirkan, aku tidak mau ikut-ikutan."/
"Oh Sehun, akan kupastikan tubuhku ini menghantamkanmu ke dinding lorong flat sampai remuk seremuk-remuknya begitu kau pulang nanti!"
/"sayang sekali, untuk beberapa hari ke depan, aku akan menginap di rumah sepupuku, Tao. Jadi, selamat mengurusi pria pirang itu sendirian."/
"mati kau, Oh Sehun muka datar seperti papan! mati kau, matiii...! aku membencimu yang membuatku terjebak di situasi chaos macam ini...! grraaahhhh...!"
Sebagai pelampiasan kemarahan selain membanting ponsel ke lantai, Tao lebih memilih menggeplak penuh emosi dinding di belakangnya—mengucapkan umpatan kasar pada Sehun disertai nada lirih tak berdaya jika ia terjebak berurusan dengan mahkluk berambut pirang aneh di ruang santainya. Tao miskin, dan karena ia masih membutuhkan ponselnya meskipun tipe lama, ia tidak jadi membanting ponsel tercinta.
Tak lama, ia menjerit lagi saat mahkluk berambut pirang aneh itu meracau berbahasa asing—seperti bahasa planet lain—dengan intesitas nada lebih keras. Tak pelak, Tao menggigil, meskipun tubuhnya berkhianat dan memilih untuk mendekati sosok tersebut. Spontan, setiap sosok itu bergerak-gerak dan sesuatu aneh itu menggeliat-geliat, Tao pasti akan menahan nafas dan gerakannya berhenti, setelah dirasa aman, Tao melanjutkan pendekatan kembali. Dan hanya membutuhkan perjuangan selama sepuluh menit, Tao kini berhadapan dengan mahkluk itu. Kelereng matanya bergulir bergantian, mengamati bentuh tubuh mahkluk aneh itu yang tampak menyerupai manusia, dan mengamati sesuatu yang masih bergerak dan berkedip-kedip lemah.
Sejujurnya Tao masih geli dengan benda panjang hijau muda yang mencuat di pucuk kepala mahkluk di hadapannya, tapi rasa penasaran tingkat tinggi kembali merayu nakal, membisikinya dengan penuh godaan untuk menyentuh sejenak saja. Awalnya tao menolak, menggeleng kencang, tapi karena memang lelaki Huang itu selalu serba penasaran dengan hal aneh, jadilah kini kelima jarinya melayang di udara—berusaha menggapai sesuatu lembek itu dengan getar kecil.
"Oh, Tuhan... jangan sampai mahkluk aneh ini bangun dan menangkapku untuk memakanku!" kuncup-kuncup lirih mengalun lancar dari balik bibir kucing Tao. "sialan, kenapa aku harus penasaran sih, dengan benda lembek yang menyembul di pucuk kepalanya..?!"
Sekejap, kelima jari lentiknya berhasil menggenggam benda itu. Tao mengerjap lucu, berkali-kali, merasa kaget begitu kulitnya merasakan rasa lembut alih-alih lembek seperti lender. Bahkan suhu benda itu hangat, sama seperti suhu tubuh pemiliknya tadi pagi. Tao menelan kegugupan dan rasa takut, dan mulai sedikit nekat, salah satu jemarinya merayap ringan menuju bulatan kecil dimana cahaya kedip-kedip itu berada—dan terkesiaplah Tao saat begitu jarinya berhasil mencumbu bulatan itu, tak lama benda tersebut yang semula layu menjadi berdiri tegap.
Tao pun menjerit kencang tatkala sepasang tangan melingkar pinggulnya, dan jeritan itu semakin histeris saat sebuah benda lunak yang hangat menjilat dada kanannya dan menangkupnya rakus-rakus.
"aaaahhhh...! uaaahhhh.."
Lelaki muda itu, menoleh ke bawah, ke wajah pria berambut pirang yang kini sedang mencumbu dada kirinya dibalik sweater tercinta—menatapa dadanya dengan sepasang mata magenta menyala bermotif spiral di dalam, tak lupa dengan kilat-kilat cantik menghuninya. Tubuh Tao gemetaran, dan semakin menjadi tatkala mulut yang melingkupi putingnya yang menjadi tegang menghisap keras—seolah sedang memancing sesuatu untuk segera keluar dari sana. Kini tangan lelaki muda Huang mencengkram lemah pundak pria aneh itu, dan sambil menahan kesadaran akan kenikmatan asing yang melanda dan menahan desah sensual, keping mata Tao yang berair dan meredup menyadari jika benda yang baru saja disentuhnya itu mulai berwarna terang, kedip-kedipannya tidak lagi lemah, bahkan mulai bercahaya semakin terang, berdirinya pun tegap gagah perkasa—sehat sentosa.
Bibir merah delima Tao yang terbuka dan bergetar-getar, semakin lama semakin lebar—berniat berteriak memanggil pertolongan kepada tetangganya, namun yang meluncur cantik adalah desahan lantang saat tubuhnya merasa mengeluarkan sesuatu dari puting dada kirinya yang dilumat pria di bawahnya.
"aaah! aahh.. aah.."
Tao merasa bahwa ada cairan yang mengalir deras dari lubang putingnya, yang meluncur masuk ke dalam kerongkongan pria aneh nan mesum di bawah tubuhnya setelah dengan nakal merembes benang-benang rajutan sweaternya, dan itu, semakin lama tenaganya semakin tertarik dan mulai menghilang.
"oh.. oh.. ah.. ah.. angghh~"
Kedua tangan Tao memeluk leher pria itu, juga meremas-remas helai rambut pirang yang ternyata teramat sangat lembut. Wajahnya merona hebat dan suhu tubuhnya meningkat tinggi—panas, sampai-sampai sudut-sudut tubuhnya memuntahkan bulir-bulir keringat. Merutuk dalam hati bahwa ia seolah menyerahkan sesuka hati dadanya di lecehkan mahkluk aneh ini dan merasa bertekuk lutut karena servisnya yang luar biasa pada puting dadanya.
Tak sadar jika kejantanannya mulai menegang dan menujam-nujam perut pria berambut pirang itu, terasa sesak meskipun tidak berhenti mengeluarkan precum.
"oh, ya ampun.. hhaahh.. ah... ah.."
Lima menit berselang, kondisi tubuh pria itu mulai membaik, bahkan kedua pipinya merah cerah tidak pucat seperti tadi, keping mata Tao menangkap perubahan signifikan itu, bersamaan dirinya yang mulai hilang kesadaran—lima detik kemudian, Tao pingsan dalam rengkuhan mahkluk aneh di bawahnya, dengan wajah yang pucat dan tubuh yang berkeringat, juga dengan salah satu dadanya yang basah kuyup dan selangkangannya yang terasa lengket sehabis meraih klimaks.
Tubuh Tao tak berdaya, dan dia diam saja, menyerahkan kesadarannya yang kini dirajutkan mimpi oleh sang malaikat.
Ia tidak peduli dengan apapun, lebih memilih tertidur cantik dalam rengkuhan hangat mahkluk yang kini menatap Tao dengan wajah segar bugar dan terkesan seperti anak polos yang idiot. Tidak peduli juga, apabila kini pria tinggi menjulang itu kembali mencumbui dadanya—bahkan dengan memasukkan kepala ke dalam sweater untuk kembali menghisap putingnya yang mulai menegang. Tidak peduli juga dengan suhu ruangan yang semakin mendingin dengan ganasnya, sebab rasa hangat asing yang menenangkan melingkupi tubuh, dengan sebuah tangan yang mengusap lembut punggungnya.
.
.
.
.
.
.
To be Continued
.
.
.
Hanya memberi tahu, mungkin ff ini akan beralurkan lambat dan banyak wordcount-nya. Jadi kalau merasa bosan sebaiknya berhenti saja daripada bercuap-cuap yang membuat Al sakit hati. :')
Jaa,
Want to review..?
.
.
.
.
