Harry tidak tahu dimana dirinya sekarang berada. Dia berjalan sambil menolehkan kepalanya ke kanan dan ke kiri mencoba mencari rumah atau tempat yang telah ia kenali sebelumnya, tapi hasilnya tetap nihil. Ia masih tetap tak dapat mengenalinya. Menurut ingatan yang dimilikinya, tempat dan rumah-rumah yang dilihatnya sekarang ini terlihat berbeda. Tak hanya kondisi dan keadaan rumah-rumahnya, jenis pakaian orang-orang yang lalu lalang dan kendaraan yang lewat pun semua seperti berada di masa.

Rambut hitam berantakannya menjadi semakin berantakan karena tertiup angin di pinggir jalanan yang kini tengah ia lewati. Baju kebesarannya yang sebelumnya sudah kusam menjadi semakin terlihat kumal karena debu dan asap yang berasal dari kendaraan yang ramai lalu lalang terlintas di jalanan ibu kota.

"Setidaknya aku masih berada di sekitar kota London," ucap Harry pelan, yang mencoba menenangkan dirinya sendiri yang mulai merasakan kepanikan.

Banyak orang-orang beraktifitas dan berlalu-lalang pergi dari tempat si Kecil Harry berjalan, tapi tak ada satu pun yang menyadari keberadaan seorang anak kecil berambut raven berantakan itu di sana. Mereka seperti tidak peduli, mereka seperti menganggap si Kecil Harry tidak ada di sana. Semua orang masih saja berjalan dan melakukan rutinitas sehari-hari mereka, si Kecil Harry seperti tidak terlihat oleh mereka.

Harry pun kemudian tetap berjalan, tak dipedulikan perutnya yang sudah lapar, tak dirasakan tubuhnya yang mulai kedinginan, kaki kecil mungilnya masih saja terus menampaki jalan yang terhampar jauh di depannya. Setapak demi setapak, tanpa adanya alas kaki yang melindungi telapak kaki kecilnya itu dari kerasnya batu jalanan.

Ohhh.. Sungguh sangat malang keadaan si Kecil Harry.. Ia terlihat seperti anak yang tersesat, sendiri, dan tak tahu kemanakah arah jalan untuk kembali pulang.

x

"Bruak!!"

Tampak pintu rumah yang beralamatkan di Privet Drive No. 4, Little Whinging, yang tiba-tiba saja terbuka. Tak berapa lama munculah anak kecil bertubuh gemuk keluar dari sana. Dia tidak sendiri, ia keluar rumah dengan tangan kanannya yang sedang memegang (atau boleh dikatakan menyeret) paksa tangan anak yang bertubuh jauh lebih kecil darinya.

"Kemana kau mau membawaku pergi Dudley??"

"Pergi bermain di taman, aku sebelumnya sudah memberi tahu teman-temanku untuk berkumpul di sana."

Harry, nama anak kecil yang tengah diseret itu pun kemudian membelalakan matanya, tubuhnya tampak bergetar takut setelah mendengar jawaban dari Dudley si anak gemuk itu. Terakhir Harry bermain dengan Dudley dan teman-temannya, dirinya berakhir dengan kedua lutut kaki dan siku-siku tangan yang terluka. Belum juga ditambah bajunya yang kotor, dirinya yang terkena marah, serta hukuman terkurung dalam kamar mungilnya tanpa diperbolehkan makan dan minum seharian.

"Harry Hunting" itu lah nama permainan yang dimainkan oleh Dudley bersama dengan teman-temannya. Dan sesuai dengan nama permainan itu, dirinyalah yang selalu menjadi sasaran untuk diincar. Harry akan berlari dan kemudian bersembunyi, sedangkan Dudley serta teman-temannya akan mengejar dan mencari untuk menemukannya.

Jika permainannya hanya "hide and seek" seperti permainan petak umpet biasa, Harry tidak akan perlu merasakan setakut itu. Tapi yang dimainkan oleh mereka terhadap dirinya lebih dari itu. Tubuh Harry yang kotor, penuh goresan luka dan lebam sana-sini, adalah hal yang selalu didapat olehnya setelah mereka selesai dengan permainan "Harry Hunting" tersebut.

"Ta- tapi.. Bibi Petunia bilang kita tidak boleh bermain keluar. Ki- kita harus tetap berada di rumah sampai Paman dan Bibi sampai di-di rumah." Harry yang tak ingin nasibnya berakhir buruk, mencoba mengelak dan melepaskan tangannya dari seretan Dudley. Tapi apa daya, dikarenakan tubuhnya yang lebih kecil dan tenaganya yang tidak sekuat Dudley, dirinya pun hanya berakhir kalah.

"Maka diamlah dan tutup mulutmu, Mummy dan Daddy tidak akan tahu jika kau tidak membukakan mulutmu. Lagipula kita akan pulang sebelum mereka tiba di rumah. Jadi selain kau membukakan mulutmu, mereka tidak akan tahu."

"Atau ketika mereka mendapati diriku yang dalam keadaan kotor, lebam, dan luka sana-sini," pikir Harry dalam hati. Paman dan bibinya pasti pada akhirnya pun akan tahu entah itu ketika mereka melihat keadaannya, atau ketika melihat pekerjaan rumah yang diberikan oleh mereka kepadanya, belum juga selesai ketika mereka sudah sampai di rumah nanti.

Dan ya, tanpa perlu kalian menebak lagi, Dudley adalah sepupu kandungnya sendiri, dan kedua orang tua Dudley merupakan paman dan bibinya. Mereka bertiga adalah keluarga kandungnya yang masih tersisa, sedangkan kedua orangtuanya, telah lama meninggal dunia ketika dia masih berusia 1 tahun.

x

"Aku bukan ibumu!! Jadi jangan pernah memanggilku seperti itu!!" kata bibinya waktu itu dengan marah ketika dirinya pertama kali mengucapkan kata "mama" kepadanya, mengikuti apa yang Dudley katakan, ketika si Dudley memanggil bibinya seperti itu. "Panggil aku bibi, Bibi Petunia! Mengerti!!" kata bibinya itu kemudian.

Ayah dan ibunya ternyata telah tewas dalam kecelakaan tunggal ketika mereka mengendarai mobil dalam keadaan mabuk berat, setidaknya itulah yang dikatakan oleh Bibi Petunia, ketika dirinya menanyakan kemanakah kedua orang tuanya pergi.

"Sungguh orang tua yang tak bertanggung jawab sekali mereka itu!! Lihat dirimu, jika mereka tidak mati, kau pasti tidak akan pernah berada di sini. Tahunya hanya bikin susah saja!!" sambung bibinya lagi dengan kesal dan penuh rasa dengki.

Dan Harry pun hanya bisa diam, mengangguk-anggukan kepalanya dalam hati, akhirnya dapat menyimpulkan mengapa dirinya diperlakukan berbeda. Mereka bukanlah orang tua kandungnya dan mereka juga bukanlah merupakan orang tua angkatnya.

"Ta-tapi, bukankah a-aku masih keponakanmu?" Harry bertanya tak mengerti, "Berarti kita masih keluarga kan?" Harry bertanya sambil menatap dengan harap, ia menginginkan rasa sayang, rasa cinta dan rasa hangatnya keluarga. Harry masih berharap seperti anak kecil pada umumnya.

"Cihh.. Jangan harap!! Jika bukan karena surat terkutuk itu!! Aku tidak akan menerimamu di rumah ini!!" kutuk bibinya yang kemudian berlalu pergi.

x

Semenjak saat itulah dirinya menyadari kalau dia adalah orang lain di Keluarga Dursley. Seorang anak yang yatim-piatu, yang hidupnya hanya menumpang di rumah orang. Jadi walau ia tinggal se-atap dengan paman dan bibi kandungnya sendiri, dia masih harus bekerja keras mengerjakan pekerjaan rumah yang sudah bisa dilakukannya, semakin banyak yang bisa dikerjakannya semakin bagus. Semua hal tersebut untuk membalas budi atas semua kebaikan yang telah diberikan oleh paman dan bibinya itu.

"Kau itu beruntung, tahu!! Kau bisa saja berada di luar menjadi anak jalanan, kedinginan dan kemudian mati kelaparan. Kau seharusnya bersyukur kau masih bisa tinggal di rumahku ini!!" itulah kata-kata yang pernah diucapkan oleh Paman Vernonnya, ketika dirinya waktu itu menolak untuk melakukan pekerjaan yang disuruh oleh Bibi Petunia.

"Kau!! Dasar anak yang tak tahu diuntung! Tak tahu berterima kasih!! Kalau kamu itu bukan keponakannya Petunia, sudah aku buang dirimu jauh-jauh ke Panti Asuhan!! Dasar anak tidak pecus!!" teriak Vernon sambil menyabet kedua tangan Harry dengan sabuk celananya, ketika si Kecil Harry tanpa sengaja menyenggol dan menjatuhkan radio kesayangan pamannya itu, ketika ia masih belajar menggunakan vacum cleaner untuk pertama kali.

"Freak!! Dasar anak tak tahu diri!! Cepat pergi ke kamarmu sekarang juga!! Jangan harap kau dapat jatah makan hari ini!!"

"Kau sama saja seperti Lily!! A Freak!! Aneh!! Dasar Anak Iblis!!"

Kata paman atau bibinya ketika Harry tanpa disadari oleh dirinya sendiri, telah melakukan sesuatu yang 'aneh', tidak maksud akal dan diluar akal pikiran.

"Apa mungkin karena ia dapat melakukan hal-hal 'aneh' itulah, paman dan bibinya begitu sangat membencinya." pikir Harry dalam hati.

Hal-hal 'aneh' seperti dia yang dengan sendirinya bisa membuat dirinya menghilang, dan kemudian tiba-tiba muncul dan berada di atas atap rumah, atau ketika keberadaannya yang bisa membuat sekeliling rumah bergetar ketika dirinya sedang menahan emosi, atau juga ketika ia bisa membuat vas bunga kesayangan bibinya yang awalnya pecah bisa kembali utuh seperti semula. Hal-hal 'aneh' itu pulalah yang kemudian membuat ia dikurung dan dikunci di dalam kamar mungilnya yang terletak di bawah tangga selama beberapa hari tanpa diberi makan.

Harry yang selalu berusaha untuk tidak melakukan hal-hal yang 'aneh', yang selalu berusaha untuk menjadi anak yang normal, anak yang biasa-biasa saja, selalu saja gagal, pada akhirnya semua itu selalu saja terjadi tanpa disengaja dan diluar kehendaknya.

Pernah suatu ketika, saat pamannya pulang larut malam dalam kondisi mabuk berat, kemudian meracau tak jelas tentang kerja kantorannya yang berantakan, Harry jugalah yang menjadi sasaran satu-satunya obyek kemarahan pamannya itu.

Harry yang saat itu tengah tertidur pulas setelah 'pekerjaan rumah'nya telah selesai dilakukannya, tiba-tiba terbangun karena gedoran keras di pintu kamarnya.

"Brak! Brak! Brak!"

"Harry!! You Damn Child!! Buka pintunya!!"

Harry yang terkaget, secara langsung membukakan pintu yang tadinya ia kunci dari dalam. Wajahnya langsung berhadap-hadapan dengan muka merah pamannya yang penuh marah dan hidungnya langsung mencium bau alkohol dari tubuh pamannya.

Harry tak tahu harus melakukan apa selain diam. Hanya dia dan pamannya saja yang berada di rumah sekarang. Bibi Petunia bersama Dudley sedang pergi dan menginap di rumah Bibi Marge selama tiga hari.

"Kau!! Semenjak kau berada di sini! Semenjak kau tinggal dirumahku ini!! Kesialan demi kesialan selalu saja datang menimpaku!!" Pamannya berkata sambil menarik tubuh Harry yang terdiam itu kemudian menguncang-guncangkan tubuhnya.

Badan Harry sampai terangkat, ia pun berusaha berontak, tapi usahanya pun hanya berakhir sia-sia.

"Kau bocah ingusan, sini biar aku kasih pelajaran dirimu," racau Pamannya yang kemudian menyumpal mulut Harry dengan kain dan mulai menghajarnya.

"Dasar Anak Setan!! Pembawa Sial!!"

"Liat dirimu, kalau kamu bukan pembawa sial, ayah dan ibumu tidak akan mati meninggalkanmu!!"

Dalam gelapnya malam dan dinginnya udara, hanya merekalah yang menjadi saksi atas apa yang terjadi di ruang lemari mungil, bawah tangga, di rumah kediaman keluarga Dursley.

Hajaran demi hajaran, pukulan demi pukulan, isakan tangis dan teriakan kesakitan yang terbungkam, serta air mata yang keluar dari dua mata hijaunya, semua tercurah dan tertumpah di malam itu.

Tubuhnya pun dihajar sampai membiru, lebam, dan penuh dengan darah di sana-sini. Tampak lantai kayu yang tadinya bersih dan hanya terdapat sedikit debu, kini telah berubah menjadi merah, basah karena darah.

Dan setelah puas menghajarnya, Paman Vernonnya pun keluar dari kamarnya dan melemparkan hanya sebotol air dan sepotong roti ke dalamnya, "Kalau sedikit saja kau mengeluarkan kata-kata atas apa yang telah terjadi malam ini, lihat saja nanti apa yang aku lakukan kepada dirimu." Ancam Pamannya, kemudian mengunci pintu kamar mungilnya dari luar selama seminggu penuh.

Dan ketika Bibi Petunia dan Dudley telah pulang, "Harry sedang sakit, jangan kau bukakan pintunya. Kita tak ingin anak kita tertular penyakitnya kan?" ucap Pamannya yang masih dapat ia dengar dari balik pintunya yang masih terkunci.

Selama itu, paman dan bibinya bersikap seolah dia tidak berada di sana. Selama itu dirinya hanya diam, meringkuk, terkurung, dan sendirian.

x

Sakit..

Semua tubuhku rasanya sakit..

Yang bisa dia lakukan hanyalah memeluk dirinya sendiri. Mencoba mencari kehangatan di dalam tubuhnya yang mulai merasakan dingin.

Tercium bau amis..

Bau Darah..

Tes.. Tes.. Tes..

Ia pun mengedip-ngedipkan kedua matanya. Di kegelapan kamarnya, dapat ia rasakan tetes demi tetes darah mengalir dari luka hidung dan mulutnya. Ia pun mengusapnya dengan telapak tangannya.

Usap.. Usap..

Tapi masih saja darah mengalir dari sana, yang kemudian turun jatuh dari dagunya dan membasahi lantai kamarnya.

Berhenti, aku ingin semua ini berhenti!!Sakit..

Semua yang dirasakannya adalah sakit..

Mata Harry sembab dan lebam, pandangannya mulai mengabur tidak fokus. Dapat ia lihat kunang-kunang dalam kegelapan di matanya yang mulai ia tutupkan.

Hummm hmmmm hummmm hmmm..

Gumaman melodi lagu yang tak tahu ia dengar dari mana, mulai ia gumamkan di mulutnya yang hanya bisa terkatup. Ia tak bisa menggerakkan mulutnya tanpa harus merasakan sakit di dagu dan bibirnya.

Hummm hmmmm hummmm hmmm..

Berhenti, aku ingin semua ini berhenti!!

Sakit..

Semua yang dirasakannya adalah sakit..

Ia melihat banyak kunang-kunang berkelap kelip di matanya yang tertutup, yang lama kelamaan kelap-kelip itu hilang satu persatu dan digantikan oleh hitam kelam.

Hummm hmmmm hummmm hmmm..

Dingin..

Dapat dirasakan tubuhnya yang semakin mendingin.

Rasa sakit yang tadinya amat sangat, semakin lama semakin memudar..

Hummm hmmmm hummmm hmmm..

Hampa..

Hummm hmmmm hum-

Gumamam lagu itu pun berhenti ditengah jalan, Harry tak lagi bersuara dan jika dilihat dari dekat, tampak ia tak lagi bernafas. Dadanya tak lagi naik dan turun. Tak ada hembusan nafas yang keluar-masuk dari hidungnya. Jantungnya tak lagi berdetak. Denyut nadinya tak lagi terasa. Sunyi, sepi.

Mati..

10 detik

30 detik

1 menit

5 menit

15 menit

-mmm hmmm..

Hummm hmmmm hummmm hmmm..

Yang tadinya hanya menyisakan kesunyian yang sepi, kini dapat terdengar kembali gumaman melodi yang tadinya sempat terhenti.

Semenjak malam itu, tanpa disadari oleh siapapun, luka petir yang ada di dahi Harry yang sebelumnya selalu tampak seperti luka baru, kini menjadi buram dan pudar hanya menyisakan goresan bekas luka petir yang sudah sembuh.

x

Seminggu si Kecil Harry terkurung dalam ruang sempit penuh kegelapan. Seminggu itu pulalah tubuh si Kecil Harry sembuh dengan sendirinya. Harry berhasil bertahan hidup dari penghajaran pamannya. Semua luka yang diperoleh dari Pamannya menghilang tanpa bekas. Yang tersisa hanyalah tubuhnya yang semakin mengurus, wajahnya yang semakin tirus dan warna kulitnya yang semakin memucat. Harry tidak tahu apakah dia harus merasa bersyukur atau justru merasa kecewa karena dia masih bisa selamat.

"Hey!! Kalau jalan yang cepat! Lambat sekali kau ini!!" teriak Dudley sambil mendorongnya maju ke depan.

Dan karena dorongannya itulah pikiran Harry kembali ke keadaan dimana dirinya sekarang berada.

Butuh sekitar 15 menit bagi mereka berdua untuk sampai ke taman. Dan ketika mereka hampir sampai, dapat dilihat segerombolan anak telah berkumbul di sana.

Harry yang juga dapat melihat mereka dari kejauhan, mulai merinding ngeri melihat seekor anjing juga tengah berada di sana. Tampaknya salah satu dari anggota geng Dudley dengan secara sengaja, telah membawa anjing itu khusus hanya untuk dirinya.

x