~ HORROR IN THE SCHOOL ~
By : Yuuka Akanaru
Hari pertamaku di sekolah baru........
Apakah ini akan menyenangkan? Dengan hadirnya teman-teman baru dalam kehidupan dan kegiatan sehari-hariku. Ataukah sebaliknya......???
"Sakura...." Seorang wanita berambut pink, sama sepertiku memanggilku. Dia Ibuku. Tiba-tiba wanita itu memelukku, seolah tidak mau berpisah denganku. Dan menangis. Di sampingnya berdiri seorang anak perempuan yang lebih tua dua tahun dariku, berusaha menghiburnya. Dia Akari, kakak perempuanku. Penampilanyya berbeda denganku. Dia berambut panjang hitam dengan belah pinggir. Sedangkan aku berambut pink pendek.
"Baiklah, Mulai hari ini Haruno Akari dan Sakura dapat mengikuti pelajaran di kelasnya masing-masing dan melakukan kegiatan sekolah seperti murid lainnya. Shizune, antarkan mereka ke ruang asrama untuk meletakkan barang-barangnya." Kata seorang wanita muda berambut pirang, Tsunade, Kepala Norx East Academy.
"Mari." Ajak Shizune, Asisten kepala sekolah.
Akari dan Sakura mengikutinya. Setelah ibu mereka memeluk mereka kembali. Untuk menuju ruangan asrama, Kami harus melewati koridor-koridor panjang yang sepi dan berliku serta menaiki beberapa anak tangga. Lalu, Kami berhenti di depan seuah pintu kayu yang besarnya kira-kira dua meter dan menemui wakil kepala sekolah. Nona Shizune menyuruh kami untuk menunggu di sofa tua di sebuah ruangan yang kecil tetapi nyaman sementara dia menemui wakil kepala sekolah untuk membicarakan sesuatu. Hawa dingin berhembus dari jendela yang sedikit terbuka di ruangan itu tetapi kami tidak merasakannya karena ada perapian di ruangan ini. Sekilas ruangan ini tampak sangat tua.
"Psst... Sakura, menurutmu berapa usia sekolah ini?" Bisik kakakku.
"Mungkin.... ehm.... seratus tahun..." jawabku malas.
Tiba-tiba aku tersentak kaget kita melihat seorang laki-laki tua tinggi besar dan berambut putih. Nona Shizune berdiri di belakangnya.
"Ini anak-anak baru itu tuan Jiraiya." Kata Shizune. Laki-laki tinggi besar yang kudengar bernama Jiraiya itu menatap kami dan tersenyum. Dia datang mendekati kami dan duduk di sebuah kursi yang agak besar di hadapan kami.
"Ehm, Baiklah... selamat datang di Norx East Academy..." Dia mulai angkat bicara. Lalu dia memberikan dua buah gulungan kertas besar kepada kami.
"Gulungan kertas itu adalah denah Norx East Academy ini. Aku pikir mungkin kalian membutuhkannya agar tidak tersesat. Apalagi kalian masih baru di sini. Bahkan para siswa yang sudah lama bersekolah di sini saja terkadang masih membutuhkannya. Tapi mungkin, lama kelamaan kalian akan tebiasa...." Tuan Jiraiya memutuskan pembicaraannya. Wajahnya terlihat sedikit agak ragu dan bingung.
"Aku ingin memberitahukan satu hal kepada kalian dan kuharap kalian mau mengikutinya bahkan harus karena ini adalah peraturan di sekolah ini.... Menyangkut keamanan dan keselamatan kalian." Dia kembali memutus pembicaraannya terlihat berpikir.
"Jangan coba-coba mendekati apalagi mendatangi tempat-tempat terlarang baik di dalam gedung sekolah, ruangan bawah tanah, maupun lokasi-lokasi terlarang lainnya yang berada di luar gedung sekolah. Seperti Hutan Blackspy misalnya." Lanjutnya.
Aku merasakan Akari, kakakku menyikut lenganku, memberi isyarat. Aku mendelik padanya.
"Ehm....... lalu.... bagaimana cara kami agar mengetahui daerah-daerah terlarang itu? Maksudku... agar kami tidak tersesat ke daerah itu? Misalnya dimana lokasi hutan Blackspy?" Aku memberanikan diri untuk bertanya.
"Lokasi-lokasi terlarang itu telah kami beri tanda 'X' dengan tinta merah. Baiklah, sekarang kalian dapat
meninggalkan ruangan ini." Ujarnya. Lalu Nona Shizune mengajak kami keluar dari ruangan tersebut.
Kami kembali melewati koridor-koridor yang sepi, panjang, dan berliku. Aku berpikir, sekolah ini sangat besar, leih besar dari sekolah-sekolah besar yang pernah kami lihat dan kunjungi sebelumnya. Kalau diperhatikan lagi, menurutku kalau dari luar sekolah ini terlihat seperti istana, benteng, atau puri yang dikelilingi oleh banyak pohon, hutan, dan perbukitan.
Kini, kami berada di lantai tujuh. Mungkin ruang asrama masih jauh. Tiba-tiba Akari kembali menyikutku.
"Hey, apa kau mendengarnya?" Bisiknya.
"Mendengar apa?" Jawabku berbisik.
"Suara itu." Jawabnya. Sementara itu Nona Shizune terus berjalan dengan tenang di depan kami. Dia tidak menoleh ke arah kami. Kami terus mengikutinya. Aku mencoba mempertajam pendengaranku agar bisa mendengar suara-suara yang dimaksud oleh kakakku.
"Aku tidak mendengarnya." Bisikku.
"Coba kau pertajam lagi pendengaranmu." Jawabnya.
Aku mencobanya. Ternyata benar, suara itu. Terdengar seperti suara rintihan, teriaka, dan jeritan meminta tolong memilukan yang terdengar samar-samar. Tetapi aku dapat mendengarnya. Mendengar semuanya. Terdengar sangat memilukan dan mengerikan.
"Ehm... maaf Shizune-sama...." Aku memberanikan diri bicara. Kalau tidak mungkin aku akan terus merasa penasaran.
"Kalu boleh bertanya... kami mendengar seperti suara rintihan, teriakan, dan jeritan meminta tolong...."
"Jangan di hiraukan!" Tegasnya memotong perkataanku.
"Tapi..." Akari, kakakku mencoba bicara.
"Lupakan saja. Itu hanya suara rintihan dari masa lalu.... Tidak perlu dipikirkan." Ujarnya mendelik dengan tatapan dingini ke arah kami. Lalu kembali berjalan dengan tenangnya.
Aku semakin penasaran dibuatnya. Suara apa itu? 'rintihan dari masa lalu' katanya?
Aku melirik ke arah kakakku. Dia hanya menunduk samil terus melangkah. Berjalan mengikuti Nona Shizune.
To be Continued
