Bagi Erza, mungkin Crime Sorciere merupakan guild tanpa aliansi yang merupakan dimensi baru dari masa lalunya, terlebih mengingat ada Jellal di dalam guild itu. Namun mungkin bagi Jellal, Fairy Tail merupakan sebagian kecil dari masa lalunya―terlebih bila mengingat kenyataan bahwa gadis berambut merah tua itu ada di dalamnya.
Namun begitu mendengar berita bahwa Erza menderita amnesia―Jellal hanya bisa berharap semoga telinganya salah dengar begitu mendengar berita itu.
.
.
Amnesia
Story by Titania aka 16choco25
Fairy Tail © Hiro Mashima
Main Cast :
Erza Scarlet
Jellal Fernandes
And another Fairy Tail cast
.
.
Erza sudah tidak habis pikir bila mengetahui kelakuan lelaki berambut biru dengan tato di sebelah matanya itu―yang menurutnya jauh dari dugaannya yang sebelumnya, jauh, sangat jauh. Lelaki itu―melarikan diri dari penjara―dibantu oleh Ultear dan Meldy. Ia pun seolah berupaya melarikan diri dari masa lalunya, kematian Simon, masalah dengan Anggota Dewan, hilang ingatan, hingga melarikan diri dari penjara. Dan ia mendadak muncul di hadapan Erza bersama anggota Fairy Tail lainnya―bersama Ultear dan Meldy, bertudung biru gelap dan mengenalkan mereka sebagai Crime Sorciere, guild pembasmi guild gelap yang merupakan guild independen, tidak tergabung dalam aliansi, dan pada saat itu, Erza belum bisa menerima seluruh hal yang ia dengar saat itu.
"Begitulah yang terjadi, Erza." Hanya itulah yang terucap dari bibir Jellal begitu melihatnya―saat Erza menatap Jellal dengan kedua alis tertaut. Saat itu Erza hanya bisa terdiam dan ia sebenarnya ingin bicara sejujur-jujurnya―bahwa ia begitu merindukan lelaki konyol itu.
Bagi Erza, sekarang Jellal merupakan lelaki pendiam tanpa ekspresi, tidak seperti Jellal yang dulu. Bila kau melihat ekspresinya, jika Jellal tertawa, ia hanya akan tertawa kecil dengan senyum dinginnya. Lelaki itu tidak bisa menangis―dan syukurlah, karena Erza benci lelaki yang menangis, dan bila Jellal gugup―lelaki itu tidak menampakkan kegugupannya di hadapan semua orang. Dan Erza langsung merasa waktu nyaris berbalik, memutar jarum jam dengan berlawanan, memutar tahun, bulan, hari, jam, hingga detik, seakan kembali ke bertahun-tahun silam. Ia kembali bertemu Milliana, Jellal, dan―Simon. Hatinya terasa nyeri setiap mengingat semua hal tentang Simon―terlebih lagi bila mengingat kenyataan bahwa Jellal yang telah―membunuh lelaki penyayang tersebut.
Erza tidak menyalahkan Jellal yang kehilangan ingatannya, tidak. Ia hanya merasa Jellal sama seperti Ultear yang mengakui bahwa ia banyak melakukan dosa dalam hidupnya. Banyak melakukan kesalahan dalam hidupnya. Terkadang Erza hanya berpikir, kenapa Gray bisa menerima kembali keputusan Ultear yang seperti itu, dan kenapa ia masih ragu akan keputusan Jellal yang seperti itu? Ia hanya merasa logikanya sulit mencerna keputusan-keputusan penyihir suci itu dalam hidupnya. Pilihan-pilihan Jellal dalam hidupnya. Lelaki itu membuat Crime Sorciere bukan untuk sesuatu yang bernama kejahatan―melainkan Crime Sorciere adalah sarana untuk menebus dosa-dosa dalam hidupnya. Tapi―ia selalu benci bila Jellal berkata bahwa dirinya tidak pantas hidup.
Bodoh sekali, bukan? Erza mengutuk setengah mati ucapan lelaki itu. Baginya Jellal Fernandes yang ia kenal saat ini sebagai anggota Crime Sorciere, bukan Jellal Fernandes yang dulu―yang selalu berjuang keras untuk mempertahankan hidupnya. Seakan-akan ia hanya memiliki satu nyawa dan nyawa itu adalah barang berharga yang harus selalu ia jaga baik-baik. Pikiran Jellal sekarang baginya sangat dangkal. Bisa-bisanya ia berpikir seperti itu. Erza marah bila mendengarnya berkata seperti itu. Ia marah karena ia tidak mau kehilangan Jellal, walau ia tahu mempertahankan Jellal sekarang baginya hanya seperti melihat matahari terbit dari barat―mustahil. Kadang ia hanya bertanya, apa kehilangan memori pada seseorang juga dapat membuat beberapa sifat alami orang itu menghilang?
Terkadang ia hanya perlu memercayai Jellal dengan sepenuh hatinya, dan mendukung keputusan yang diambil Jellal dalam hidupnya.
Ia menghempaskan gelas di hadapannya dan ia berjalan menghampiri Natsu, Gray, dan Lucy yang sedang mengobrol dengan berisik―seperti biasanya. Natsu sedang makan sebanyak-banyaknya, Gray juga minum air es sebanyak-banyaknya, dan Lucy hanya tertawa-tawa begitu melihat kelakuan kedua lelaki berisik tersebut. Natsu mengacungkan ayam gorengnya padanya dan berteriak, "Erza, kau mau makan?" dan ia hanya bisa buru-buru menggeleng begitu melihat betapa besarnya ayam goreng itu―dan dia akan berpikir lemak di perutnya akan kembali bertambah dan ia tak akan bisa mematut dirinya dengan gaun pengantin dengan tubuh langsingnya.
Gaun pengantinnya bersama Jellal, tentunya.
Lucy menoleh ke arahnya, tersenyum. "Master bilang, kita ada pekerjaan, jadi Natsu memutuskan untuk makan dulu sebanyak-banyaknya dan itu akan menghimpun banyak tenaga untuknya. Dan dia meminta... ayam goreng dengan ukuran besar." Erza hanya menaikkan alisnya sebelah begitu mendengar kata-kata Lucy barusan dan melihat lelaki berambut merah muda mencolok itu sedang sibuk makan dengan mulut besarnya itu. Ya, ya, terserahlah. Lelaki berkepala api itu pasti tahu mana yang baik untuknya dan mana yang tidak.
"Pekerjaan apa?"
Gray menoleh ke arah Erza. "Pekerjaan dari daerah pertengahan timur Magnolia, di sebuah desa bernama Alfheim. Menangkap seseorang yang bernama―aku sendiri tak yakin akan namanya, seseorang yang bernama Shadow Black."
Shadow Black―Bayangan Hitam. Mendengar namanya saja sudah membuat bulu kuduk berdiri.
Lucy menoleh, antusias dan nampak tertarik. "Shadow Black, ya? Katanya ia adalah penyihir ilusi pikiran yang cukup andal. Identitasnya sendiri masih misterius. Aku sendiri pernah mendengar beberapa kabar tentangnya di koran. Ia bisa mengendalikan pikiran lawannya, dan dengan mudahnya ia bisa membuat lawannya itu kehilangan ingatan. Terakhir ditangkap oleh Anggota Dewan dua tahun lalu, namun ia melarikan diri dari penjara dan ia kembali beraksi di daerah timur Magnolia, saat ini."
Identitasnya masih misterius.
Kata-kata itu membuat aura Titania Erza meluap penasaran akan sekuat apa orang bernama Shadow Black itu.
Erza memejamkan matanya, muak. Kata-kata Lucy membuatnya teringat kembali akan Jellal, tentang hal-hal Shadow Black yang bisa membuat lawannya kehilangan ingatan dan ia melarikan diri dari penjara―sama seperti Jellal. Erza merutuk dalam hati, mengapa ia harus kembali mengingat Jellal di saat-saat seperti ini?
"Lalu, apa tindakan Anggota Dewan begitu mendengar aksinya itu?" tanya Erza, berusaha membuyarkan lamunannya tentang Jellal.
"Untuk sementara, bila Shadow Black sudah tertangkap lagi, mereka terpaksa akan menyegel kekuatan sihirnya," jelas Lucy. Erza hanya mengangguk-angguk. Ia rasa tindakan yang diambil Anggota Dewan benar, membiarkan penyihir berbahaya seperti Shadow Black adalah keputusan paling bodoh―langkah terbaik yang harus diambil hanya menyegel kekuatannya dan mengurungnya dalam penjara. Apalagi ia adalah penyihir ilusi pikiran, dan dapat mengendalikan pikiran lawannya, dan bisa membuat seseorang hilang ingatan.
"Jadi..." Ia menarik napasnya panjang. Bila tentang penyihir ilusi, ia langsung mengingat nama Rufus dari Sabertooth. "Kapan kita harus berangkat?"
"Tentu saja, setelah Natsu menghabiskan makanannya yang banyak ini! Dan aku pun senang karena banyak ikan disini! Aye, Sir!" jawab Happy dengan ikan di tangannya. Natsu menjulurkan lidah apinya, dan kembali memakan semua yang ada di hadapannya dengan tatapan rakusnya yang memuakkan itu. Wajah Erza langsung berubah menjadi wajah datar, seolah menahan rasa kesal yang menghantui pikirannya.
Exceed itu, batin Erza dongkol. Kenapa yang ada di dalam otaknya hanya tentang ikan?
.
.
Hari ini Erza, Lucy, Natsu, Gray, dan Happy berangkat untuk misi. Makarov-dono hanya bisa berpesan seperti biasanya, 'hati-hati' atau 'jaga diri kalian baik-baik' dan yang lain-lain. Kana, tentu saja dengan barel bir di tangannya, mencoba meramal peruntungan mereka, dan dengan keadaan mabuk seperti itu, Erza agak ragu tentang ramalan yang akan dilontarkan Kana. Kana hanya bilang, 'seorang gadis sebagai pertanda.' Dan Erza tidak yakin apakah yang dimaksud Kana adalah dirinya atau Lucy. Dan Levy dan Wendy, hanya bisa melambaikan tangan dan berkata 'semangat' seperti biasanya. Dan Gajeel dan Laxus―dengan sisi dingin mereka, mereka bisa menyemangati Natsu dengan kata-kata kasarnya.
"Salamander, aku tak akan memaafkanmu kalau kau tidak pulang dengan selamat," ancam Gajeel dengan wajah mengintimidasi Natsu. Natsu hanya bisa tertawa-tawa sambil menggaruk-garuk kepalanya.
Laxus, seperti biasanya, dengan nada dingin, menepuk pundak Natsu keras. "Hhh.. aku tak bisa bilang apapun, tapi sebaiknya kau hati-hati, Natsu."
"Tenang saja, Gajeel, Laxus! Kau jangan cemas begitu, Gajeel! Kau mencemaskanku? Bilanglah yang jujur!" Natsu menepuk pundak lelaki besi itu. Gajeel hanya bisa menatap Natsu kesal―lelaki besi itu memang tak pernah bisa jujur dalam urusan perasaan. "Aku tidak mencemaskanmu, Bodoh!"
Mereka menaiki kereta untuk mencapai timur Magnolia, atau desa yang disebut sebagai Alfheim. Natsu harus menyiapkan fisiknya dan rasa mual yang menghantui perutnya―terutama karena Wendy tidak bisa lagi memberikan troia―sihir anti mual padanya, karena kata Wendy, sihir itu akan semakin lemah bila digunakan terus-menerus. Ia terpaksa berangkat tanpa troia. Maka saat itu, Erza, Gray, dan Lucy tidak bisa menahan tawanya begitu melihat ekspresi Natsu―muka nyaris putih pucat kebiruan, menutup mulutnya yang ingin muntah, mata membelalak, mulut mengerucut, dan keringat dingin memenuhi keningnya.
"Natsu, bisakah kau tidak mual untuk kali ini saja?" kata Lucy dengan wajah menahan tawa.
"Perutku... muual... muaal..." Natsu masih menatap Lucy dengan wajah tidak berdayanya.
Gray tertawa keras, dan Erza hanya bisa tersenyum kecil. "Bersabarlah, Natsu. Perjalanan ke timur Magnolia masih lama. Kira-kira sehari penuh kita berada di kereta," kata Erza langsung. Natsu langsung membelalakkan matanya begitu mengulang kata-kata Erza. Bersabarlah, Natsu. Perjalanan ke timur Magnolia masih lama. Kira-kira sehari penuh kita berada di kereta. Tunggu dulu―sehari penuh ada di kereta? Ia langsung bertingkah gila layaknya orang yang sudah tidak waras, khas Natsu seperti biasanya. Lelaki rakus itu meracau sendiri.
"Perutkuu! Perutku! Sabar, perutku! Mual... Mual... Mual..."
"Natsu, tenanglaaah!" teriak Lucy frustasi. Erza, Gray, dan Happy pun kalang kabut begitu melihat reaksi lelaki berambut merah muda mencolok itu yang sekarang nampak seperti orang kesetanan. Sekarang Natsu melonjak-lonjakkan tubuhnya seperti menaiki trampolin. Lelaki itu rupanya sudah benar-benar gila. Sekarang ia menjatuhkan tubuhnya ke lantai kereta dan menggoyang-goyangkan tubuhnya frustasi, seperti ikan karper yang baru saja dipancing dan diletakkan di bawah tanah. Nyaris kehabisan oksigen.
"Natsu, tenanglah, Natsu!" teriak Happy keras, semakin khawatir.
Namun lelaki berambut jabrik itu seakan tidak mendengar teriakan khawatir teman-temannya itu, dan dia terus menerus memegang perutnya, mencengkramnya untuk menghilangkan rasa sakit, dan ia terus menerus berkomat-kamit sendiri. Pandangannya gelap, asupan oksigennya terasa semakin berkurang, dan aliran darahnya seolah berhenti. "Peruutkuu... Peruuuuttkkuu..."
Memang, seharian penuh di dalam kendaraan seperti kereta adalah hal yang paling menakutkan bagi seorang Natsu Dragneel.
.
.
Begitu sampai di timur Magnolia, tepatnya desa Alfheim, mereka disambut pemandangan hutan yang begitu asri. Bukit-bukit hijau terbentang dan suasananya begitu berbeda. Orang-orang berjalan beriringan, para wanitanya berpakaian sari seperti orang India, dan laki-lakinya berpakaian seperti para pendeta. Mayoritas pekerjaan mereka adalah berkebun, dan Erza bisa melihat itu, melihat deretan wortel, kangkung, dan cabai yang tersusun rapi di perkebunan yang terhampar di pinggir jalan. Erza, Natsu, Lucy, dan Gray berjalan beriringan, sementara Happy terbang dengan sayapnya. Udaranya begitu segar dan Erza semakin bingung―untuk apa penyihir andal seperti Shadow Black menyerang pedesaan asri seperti ini? Kalau ia menjadi Shadow Black―ia akan mencari lokasi yang membuatnya merasa tertantang dan bisa mendapat banyak keuntungan. Perkotaan, misalnya.
Mereka berjalan di bawah angin gunung yang membelai lembut. Mereka menyusuri bukit, dan menemui jalan setapak yang berhias batu-batu hiasan yang cantik. Natsu, Erza, Lucy, Gray, dan Happy begitu menikmati lanskap alam yang memenuhi mata mereka dengan indah. Sebentar-sebentar suara gemericik air memenuhi telinganya dan membuat Erza semakin nyaman. Disini ada bangku dari kayu pohon jati, gubuk dengan atap daun-daunan yang lebar, dan batu-batu sungai yang bisa digunakan untuk beristirahat. Dan Erza menengadah, melihat lembayung oranye mentari terbenam di ujung sana, begitu indah memikat.
"Haah! Seminggu disini pun aku akan betah walau ada Shadow Black! Udaranya segar sekali, kalian tahu." Natsu menyilangkan kedua belah tangannya di belakang kepalanya, menghirup napas berulang-ulang, menikmati udara yang begitu segar. Erza, Lucy, dan Gray yang sedang mengitarkan pandangannya kemana-mana dengan terkagum-kagum, langsung mengangguk setuju akan pendapat Natsu.
Suasana menjadi hening. Beberapa orang menatap mereka tajam, banyak yang berkasak-kusuk, dan menatap mereka penuh kebencian. Atmosfer di sekitar mereka terasa sangat berbeda dari sebelumnya―memanas. Gray menyiku perut Natsu yang ada di sebelahnya, dan Natsu sadar ia benar-benar telah salah bicara. Namun, bodohnya Natsu, lelaki itu malah berkata dengan polosnya, "apa? Aku tak salah bicara, bukan? Desa ini memang indah, benar, bukan?"
"Shadow Black? Kenapa kalian bicara seperti itu?" Seorang nenek tua dengan kerutan yang memenuhi beberapa bagian dari wajahnya menoleh dengan wajah menyeramkannya ke arah mereka yang langsung terdiam seakan-akan telah salah bicara. Nenek yang wajahnya penuh kerutan itu, dengan tubuh kurus dan pendeknya, serta rambut yang nyaris putih semua karena bertambah uban―faktor utama nenek-nenek lanjut usia, secara tiba-tiba mengingatkan Erza pada Obaba-sama dari Lamia Scale.
Nampaknya bila menyebut namanya saja, Shadow Black memang sudah mengerikan. Pantas saja begitu Natsu menyebutkan nama itu, beberapa orang di sekitar mereka langsung berkasak-kusuk dan memandang mereka jeri dan seakan memusuhi mereka.
Natsu langsung ambil alih suara, mewakili kawan-kawannya yang ragu untuk memulai terlebih dahulu. "Maaf atas kelakuanku tadi. Namaku Natsu dari Fairy Tail. Kami datang dari jauh untuk memenuhi panggilan kepala desa disini tentang serangan Shadow Black."
Nenek itu langsung tersenyum begitu mendengar kata-kata Natsu, dan menyalami tangan Natsu hingga Natsu merasa tangannya telah diguncang-guncangkan oleh angin besar―karena nenek tua itu menggenggam tangannya dengan begitu bersemangat. "Aaah, kau Natsu Dragneel dari Fairy Tail. Ya, ya, aku pernah mendengar tentangmu, Nak! Kau yang dijuluki Salamander itu, bukan? Kau bersama teman-temanmu? Ya, aku kepala desa Alfheim yang memanggil kalian. Namaku Jodie."
"Namaku Lucy. Lucy Heartfilia. Halo, Nek." Lucy menjabat tangan nenek itu―seperti biasanya gadis berambut pirang itu memang sangat ramah dan bersahabat pada siapapun. Gray tersenyum kecil. "Namaku Gray Fullbuster." Dan Erza, dengan senyum sekilasnya, menyapa nenek tua itu. "Erza Scarlet. Senang berkenalan denganmu."
Nenek itu tersenyum ramah. "Namaku Jodie Isabell. Salam kenal, semuanya."
"Ah, kalau begitu... Bisakah kau langsung menceritakan tentang Shadow Black selengkapnya, Nek?" kata Gray sambil kembali mengitarkan pandangannya ke beberapa sudut. Nenek tua itu tersenyum, tangannya menunjukkan sebuah jalan bertapak.
"Boleh, Nak. Lewat sini. Kita akan menuju rumahku."
.
.
Tiba-tiba saja, di markas Fairy Tail, masuklah seorang lelaki berambut biru yang terkesan misterius dengan kain di wajahnya dan topi hitam serta baju tebalnya, serta beberapa senjata di punggungnya. Dilengkapi tudung tebal berwarna biru tua. Berjalan perlahan menghampiri para anggota Fairy Tail yang sedang mengobrol di meja bar.
Panther Lily menoleh, dan exceed hitam itu langsung berwajah kaget begitu mengenali sosok yang berjalan ke hadapannya. "Pa-pangeran..." desisnya kaget dan Mirajane, Elfman, Wendy, Gajeel, dan Kana yang sedang ada di meja bar langsung berwajah seakan-akan tidak percaya akan sosok yang mereka lihat di hadapan Lily, sosok yang dijuluki Panther Lily sebagai 'sang pangeran', sosok yang memiliki masa lalu yang cukup mendalam dengan Erza, dan sosok yang kini menyamar sebagai Mystogan selama ia masih berada di Magnolia.
Wendy dan Mirajane langsung menutup mulutnya kaget.
Kana menjatuhkan barel birnya dengan gugup.
Gajeel dan Elfman saling berpandangan kaget.
"Mystogan―Jellal?" kata mereka secara bersamaan.
Jellal Fernandes―lelaki berambut biru yang menyamar menjadi Mystogan itu, langsung membuka kain yang menutupi wajahnya, dan tersenyum dingin. "Kurasa kalian memang sudah bisa menebaknya."
Wendy langsung bangkit. "Kenapa kau... ada disini?" tanyanya ragu, seakan masih tidak percaya akan sosok yang dilihatnya. Mirajane, Kana, Gajeel, dan Elfman bangkit dari kursinya pelan-pelan, dan Lily, exceed itu hanya bisa menatap Jellal kaget, tidak bisa berkata apapun lagi.
Jellal hanya tertawa kecil. "Kalau aku datang kemari, tentu saja bukan karena urusan remeh, Wendy."
"Bukan urusan mengenai lamaran Erza, bukan, Mystogan-kun? Gihihihi," Gajeel tertawa, tawa khasnya, dan Elfman memukul kepala besi itu kesal. Bisa-bisanya pria besi itu bercanda di kondisi seperti ini. Mirajane mempersilakan Jellal duduk dan lelaki berambut biru itu duduk, dikelilingi seluruh anggota Fairy Tail yang ada disitu―Mirajane, Wendy, Elfman, Gajeel, dan Panther Lily.
Jellal hanya bisa tertawa kecil begitu mendengar perkataan Gajeel―walau sebenarnya jauh di dalam hatinya ia merasa bahwa tebakan Gajeel tidak sepenuhnya salah, ia memang bermaksud mencari Erza kali ini―namun bukan untuk melamarnya―setelah mengutarakan keperluannya ini. "Bukan. Kuharap Fairy Tail bisa membantu kami dalam masalah ini. Kami datang kemari atas nama guild kami, Crime Sorciere."
Elfman nampak tertarik. "Tentang apa?"
Jellal menatap Elfman beserta seluruh anggota Fairy Tail lainnya serius. "Shadow Black."
Mata seluruh anggota Fairy Tail yang ada disana terbelalak kaget begitu mendengar kata-kata Jellal―benar-benar tidak diduga bahwa Crime Sorciere juga mengincar penyihir ilusi pikiran itu. Jellal berdeham, sedikit terbatuk dan melanjutkan ucapannya. "Aku yakin kalian telah tahu siapa Shadow Black. Kudengar sekarang dia membuat kekacauan di desa Alfheim, desa kecil di bagian timur Magnolia. Sebenarnya secara diam-diam, Crime Sorciere sudah menyelidikinya."
Jellal terhenti sebentar, memandang satu-persatu anggota Fairy Tail yang mengelilinginya.
"Mungkin kalian sudah tahu tentang Shadow Black yang misterius―semisterius namanya. Ia penyihir gelap yang juga berasal dari timur Magnolia. Aku tidak tahu dia berasal dari kawasan mana, tapi menurut sepengetahuanku, Dewan Penyihir pun sudah sering membicarakannya, ia memang berasal dari kawasan itu. Ia penyihir ilusi pikiran yang andal. Jenis kelaminnya bahkan belum diketahui. Ia bisa mengendalikan pikiran lawannya dengan sihirnya, dan dengan mudahnya ia bisa membuat lawannya itu kehilangan ingatan. Aku ingat, terakhir kali ia tertangkap, ia mengendalikan pikiran penjaga penjara dan penjaga penjara itu melepaskannya, dua tahun lalu. Dan kini ia kembali beraksi di desa Alfheim."
"Lalu? Apa yang kau minta dari kami?" Tiba-tiba saja sosok kakek pendek tua yang beruban muncul di hadapan mereka dan para anggota Fairy Tail yang lain langsung memandangnya kaget. "Master!" teriak mereka bersamaan. Rupanya lelaki tua itu sudah mendengar percakapan mereka sejak tadi, berdiri di belakang mereka. Makarov-dono memandang Jellal, yang buru-buru bangkit dari kursinya dan berjalan mendekati Master Fairy Tail itu dengan sopan.
"Atas nama Crime Sorciere, kami meminta bantuan Fairy Tail untuk..."
"Ikut memburu Shadow Black?" potong Makarov-dono memotong ucapan Jellal tiba-tiba dan lelaki berambut biru yang merupakan salah satu penyihir suci itu mengangguk pelan. Makarov-dono hanya bisa berdeham dan menundukkan kepalanya pasrah. "Kau tak perlu lagi memintanya, Jellal. Seandainya aku bilang terlebih dahulu padamu, Jellal... Aku sudah memerintahkan Natsu, Lucy, Happy, Erza, dan Gray untuk menuju desa Alfheim. Aku tahu keputusanku agak mendadak, namun kepala desa kecil itu sudah meminta kami untuk ikut ambil bagian dalam kasus Shadow Black ini."
Anggota Fairy Tail yang lain terdiam, memandang Jellal yang langsung menundukkan kepalanya.
"Begitu," ujar lelaki berambut biru itu pendek.
Makarov-dono menundukkan kepalanya. "Maafkan aku."
Jellal mengangguk-anggukan kepalanya kecil. "Tak apa-apa, Master. Aku sangat berterima kasih kau telah menyuarakan pikiran kami―maksudku Crime Sorciere terlebih dahulu, dan aku benar-benar sangat berterima kasih."
Makarov-dono hanya bisa mengangguk, membalikkan tubuhnya, lalu pergi meninggalkan mereka. Panther Lily, mendekati Jellal yang mengetuk-ngetukkan jari-jemarinya ke meja kayu, dan lelaki berambut biru dengan tato di bagian bawah sebelah matanya itu hanya bisa menatapnya dan lelaki itu sedikit menyunggingkan senyum dinginnya. Lily duduk di sebelah lelaki pendiam itu.
"Kenapa kau tak bilang padaku, Lily?" bisik lelaki itu tiba-tiba.
"Tentang apa?" tanya Lily heran.
"Tentang..." Jellal ragu sejenak, ia menarik napasnya dalam-dalam. "Erza yang pergi."
.
.
Natsu menghempaskan tubuhnya di kasur besar berwarna putih yang sekarang ada di hadapannya. Gray, Erza, Lucy, dan Happy, tidur disebelahnya. Betapa menyebalkan nenek tua bernama Jodie itu, ia terpaksa menyatukan Natsu, Lucy, Erza, Gray, dan Happy di satu kamar dan satu kasur yang besar karena tidak ada kamar lagi di rumah kepala desa itu sehingga dengan terpaksa mereka harus tidur bersamaan. Lihat saja apa yang terjadi kali ini. Happy―dengan dengkuran kerasnya memeluk Gray yang sedang bertelanjang dada, Erza mengambil seluruh alih bagian kasur Lucy, sehingga Lucy harus berusaha sekuat tenaga untuk mempertahankan posisi tidurnya. Dan Natsu―seperti biasa, tangannya menjalar kemana-mana dan ia mendengkur dengan keras seperti naga―yah, sebenarnya dia memang seperti naga berkepala api, bukan?
Tiba-tiba, Natsu merasa pikirannya terasuki sesuatu. Ia tak tahu, kepalanya merasa pusing sekali, ada sejenis kekuatan yang mendesaknya bangun dan ia merasa tubuhnya ikut tertarik untuk bangun dan ia bangun dengan keringat yang menyelimuti keningnya, ia melihat ke arah tembok. Terpantul sebuah bayangan yang berdiri di hadapannya, dan bayangan itu melirik Gray yang sedang tertidur dengan pulas dan bayangan itu kembali berubah menjadi kabut yang secara tiba-tiba menghilang. Natsu membelalakkan matanya kaget, matanya sukses membulat dengan sempurna. Tiba-tiba Natsu mendengus, merasakan dirinya menjadi orang lain, ia menggertakkan gigi taringnya dan ia menyerang Gray tiba-tiba tanpa ia sadari. "Karyuu no tekken!"
Semburan api keluar, menerjang Gray.
"Panaaasss!" Gray langsung terbangun dengan teriakan keras, celananya nyaris terbakar. Teriakan keras Gray membangunkan seluruh anggota Fairy Tail di kamar itu. Lucy kembali mengikat rambut pirangnya, dan meregangkan otot-ototnya, Erza, mengerang dan mengucek-ucek matanya, Happy, terbangun dari mimpinya dan saat melihat Natsu, tatapannya berbeda dari Natsu yang mereka kenal, dan Erza begitu kaget saat melihat ujung celana Gray yang terbakar. Natsu tiba-tiba menatap mereka bingung―ia benar-benar tidak tahu apa yang terjadi.
"Bocah kepala api! Apa-apaan kau? Kenapa mendadak kau menyerangku? Aku nyaris mati, Bodoh!" protes Gray sambil mencekal kerah baju Natsu emosi, dan Happy buru-buru menyiram celana Gray dengan seember air yang ia ambil dari kamar mandi. Natsu memandang Gray heran. Ia benar-benar tidak tahu apa yang telah terjadi sekarang. Mengapa celana Gray tiba-tiba terbakar. Yang ia ingat adalah, ia sedang tertidur, lalu―tunggu dulu. Setelah itu ia merasa ada sejenis kekuatan asing yang merasukinya, merasuki jiwanya, otaknya, dan tiba-tiba saja ia menyerang Gray setelah melihat―bayangan yang berdiri di hadapannya. Ia hanya ingat bagian itu, selebihnya ia tak ingat apapun.
"Jangan bodoh, bocah es! Aku tak tahu!" bentak Natsu keras, seperti biasanya, ia sangat keras kepala. Ia balik mencekal bahu Gray geram. "Dengar ini, dan kalian harus memercayaiku! Aku tiba-tiba bangun, dan aku merasa ada kekuatan aneh yang..."
"Jangan melantur, Bodoh!" teriak Gray, tatapannya mengintimidasi Natsu. "Mengapa sekarang kau bicara tentang kekuatan aneh? Apa kau sudah gila, Natsu? Kau nyaris membakar pantatku, Bodoh! Lalu kau berdalih tentang kekuatan aneh dan lain-lain, dan sekarang kau berpikir aku dan yang lain akan mempercayaimu!"
Natsu berteriak―tidak tahan lagi akan sikap Mr. Know-It-All yang dimiliki Gray, ia berteriak dengan kesal, "Gray! Kalau kau tidak mempercayaiku, terserah! Aku tidak akan menceritakannya padamu! Aku hanya tahu, ada sejenis kekuatan aneh yang mendorongku untuk bangun, dan aku melihat bayangan aneh yang berdiri di hadapanku, lalu tanpa kusadari aku menyerangmu! Seakan-akan kelakuanku terkendali dengan sendirinya! Kau harus percaya itu!"
Lucy mengernyitkan keningnya. "Natsu, kurasa benar apa kata Gray. Apa kau melantur? Mana ada kekuatan seperti itu?"
Natsu mengangkat tangannya, bersumpah―Erza bisa melihat wajah Natsu, tidak ada gurat kebohongan disana, yang ada hanya wajahnya yang bersungguh-sungguh. "Sungguh! Aku berani bersumpah! Aku melihat bayangan itu, aku benar-benar melihat bayangan itu! Bayangan itu lalu berubah menjadi kabut lalu menghilang! Sungguh!" teriaknya bersikeras.
Lucy, Happy, dan Gray tertawa terbahak-bahak, menertawakan kekonyolan Natsu, tapi berbeda dengan mereka, Erza, nampak mengernyitkan keningnya dan menaikkan sebelah alisnya. Nampak berpikir keras. Agaknya otak Titania itu sedang berpikir dengan otomatis. Bayangan yang berubah menjadi kabut? Kelakuan yang terkendali dengan sendirinya?
Gray tertawa datar. "Hahaha, lucu sekali, Natsu. Tapi kurasa leluconmu gagal kali ini. Pertama, tidak ada kekuatan seperti itu, kekuatan yang mengendalikan perilakumu dengan sendirinya, dan kedua, tidak ada bayangan yang bisa berubah menjadi kabut..."
"Ada," sela Erza tiba-tiba, memotong ucapan Gray dengan wajah serius. Dengan nada tegas. Gray, Happy, dan Lucy langsung terdiam karena segan pada Titania berambut merah tua itu. Erza menatap Natsu serius. "Aku percaya padamu, Natsu."
"Lihat! Lihat! Erza saja percaya padaku, apa kalian masih tidak percaya padaku?" seru Natsu sambil menunjuk-nunjuk Erza dengan jari telunjuknya. Happy, Gray, dan Lucy hanya bisa terdiam, tidak bisa manjawab apapun. Karena bagi mereka sekarang, tidak ada yang bisa membantah seorang Titania―dan mungkin bagi mereka untuk sekarang berdalih dengan seorang Erza Scarlet bukan pilihan yang tepat―begitu melihat pandangan tajam sekaligus waspada Erza yang sekarang mengalihkan pandangannya ke segala arah, seakan-akan mencari sesuatu.
"Ta-tapi, Erza..." Happy mencoba menjernihkan suasana. "Benar kata Gray, ti-tidak ada ke-kekuatan seperti itu..." Exceed itu terbata-bata. Erza memalingkan wajahnya, menatap Happy, Natsu, Lucy, dan Gray secara bergantian, dengan tatapan serius.
"Ada," ujarnya dingin.
"A-apa itu, Erza?" tanya Natsu yang kini gemetar ketakutan.
Erza mengerjapkan matanya cepat, dan menarik napas panjang.
"Kekuatan ilusi milik Shadow Black."
Tiba-tiba saja sebuah bayangan ilusi melintas di hadapan mereka dengan cepat, mengaburkan dirinya seperti asap, dan menghilangkan wujudnya. Hingga sampai di hadapan anggota Fairy Tail yang nampak kaget. Dan mereka semua―Gray, Lucy, dan Happy―langsung tersadar bahwa Natsu―lelaki berambut jabrik berwarna merah muda itu, tidak berbohong sama sekali dengan ucapannya.
Shadow Black.
.
.
"Senang berjumpa denganmu, Shadow Black." Erza maju, dengan berani menghampiri bayangan itu, yang sekarang mengelilinginya dengan berputar-putar, seakan menilai sosoknya, dan Erza benci hal itu. Natsu, Lucy, Gray, dan Happy masih terperangah kaget, seakan-akan tidak percaya akan yang mereka lihat―nampaknya seorang Shadow Black nampak sangat ringan sekali di hadapan mereka, tapi Natsu tidak pernah menyangka bahwa bayangan seringan itu dapat mengendalikan pikirannya―sehingga ia bisa menyerang Gray tanpa sepengetahuannya―ia dalam keadaan tidak sadar. Rupanya lawan mereka kali ini benar-benar tangguh.
"Namamu Erza Scarlet, bukan, manis?"
Erza menegakkan posisi berdirinya begitu mendengar suara serak menyeramkan itu. Ia menatap tegas bayangan ilusi yang berwarna hitam itu―sekarang bayangan itu mengaburkan sosoknya, dan kini bayangan itu berubah menjadi asap dengan cepat, dan menyelimuti Erza. Sekarang bayangan itu malah terlihat seperti gumpalan asap berwarna hitam. "Kurasa kau mengenalku cukup baik, Shadow Black," kata Erza tanpa rasa takut. Bayangan itu kini membelakanginya, memandangnya sinis, dan Erza bisa merasakan tatapan bernada kesinisan itu.
"Kau melihat apa?" tanya Erza, tidak tahan. Suasana misterius kembali menyelimuti ruangan itu.
Desahan tawa keras Shadow Black menghantui pikirannya. "Aku hanya memandangmu, Titania. Aku tahu segala-galanya tentangmu."
"Kau tahu apa, Bodoh?!" teriak Natsu tidak tahan, begitu melihat bayangan itu seakan mengaburkan sosok Erza dengan gumpalan asap tebalnya. Tawa keras Shadow Black terdengar lagi, dan bayangan itu menghampiri Natsu dengan ringannya. Tiba-tiba bayangan itu kembali memandang Erza.
"Erza Scarlet, kau punya hubungan dengan Jellal, bukan?"
Mata Erza membesar kaget, ia tidak bisa berkata apa-apa lagi begitu mendengar nama Jellal yang disebut oleh bayangan hitam itu. Lidahnya kelu, ia tidak bisa berpanjang kata. Bayangan hitam itu kembali berubah menjadi kabut, menyelimuti Erza. "Jellal Fernandes... Ia anak nakal yang merupakan salah satu dari penyihir suci... Ia yang telah membunuh Simon..."
Erza mengepalkan tangannya, berusaha keras menahan emosinya. "Berhenti... Berhenti bicara tentang Simon... Berhenti!" teriaknya tidak tahan. Natsu ingin menghampiri Shadow Black yang sekarang sedang menyelimuti Erza dengan asap hitamnya, namun Gray menahannya. Entah apa yang terjadi kalau Gray tidak menahan Natsu, mungkin kamar ini sudah berubah menjadi medan perang. Gray menatap Shadow Black marah, dan Lucy menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Ia ketakutan. Benar-benar ketakutan.
"Erza Scarlet... Titania... Aku tahu segala-galanya tentangmu... Aku tahu sejarahmu dengan Simon... Jellal, atau Milliana... Aku tahu segala-galanya... Kau jangan pernah meremehkanku..."
Erza memejamkan matanya, tidak tahan mendengar ucapan Shadow Black yang terkesan meremehkannya. Ia mengepalkan tangannya kesal.
"Berisik, Bayangan Bodoh! Karyuu no Yokugeki!" Natsu yang sudah bisa melepaskan diri dari tangan Gray yang mencekalnya, langsung mengeluarkan jurus andalannya tersebut. Kobaran api keluar, namun yang membuat Gray, Happy, Lucy, dan Erza tercengang adalah serangan Natsu mengarah ke tembok kamar. Meleset. Tidak mengenai bayangan ilusi tersebut.
Gray langsung menggertakkan giginya marah begitu melihat kejadian itu. "Ice make bazzoka!" teriaknya langsung dengan marah, bazzoka es yang mengeluarkan es itu, dengan mudah mengenai Shadow Black, tapi Gray hanya bisa tercengang begitu melihat Shadow Black perlahan-lahan berubah menjadi kabut, menghindari deburan es itu dengan mudah, dan ia kembali berbentuk bayangan sempurna.
"Karyuu no Tekken!"
"Ice Make Prison!"
Gray dan Natsu mencoba menyerang bayangan itu berkali-kali, namun serangan mereka selalu meleset. Puncaknya, serangan Natsu mengarah ke Gray, dan serangan Gray mengarah ke Natsu. Shadow Black tertawa begitu melihat kedua lelaki itu terpental dari serangan mereka masing-masing. Erza tertawa kecil begitu melihat Natsu dan Gray yang saling mengumpat satu sama lain. "Apa boleh buat, sepertinya aku yang harus menghadapimu, Shadow Black."
Bayangan itu tertawa keras lagi, seolah meremehkannya. "Sebelum itu... Biarkan aku yang menyerangmu terlebih dahulu..."
Lucy menutup mulutnya takut.
Bayangan itu kembali berubah menjadi kabut. "Aku adalah ilusi, Fairy Tail... Aku adalah misteri yang tidak dapat dipecahkan... Oleh siapapun..."
Tiba-tiba saja bayangan itu menyelimuti Erza, dan tiba-tiba Erza merasa pusing, tatapannya gelap, beban tubuhnya seakan-akan tidak bisa ditopang oleh tubuhnya, dan tubuhnya perlahan jatuh ke lantai. Lucy buru-buru meraih Erza yang memejamkan matanya, pingsan. "Erza? Sadarlah, Erza!" teriak Lucy keras. Natsu bangkit dan menghampiri bayangan itu dengan kesal. "Sial, apa yang kau lakukan pada Erza, Bodoh!"
Tawa keras bayangan itu membuat Natsu muak, dan bayangan itu hanya menjawab, "Seorang gadis sebagai pertanda. Ia akan kehilangan beberapa ingatannya. Sampai jumpa lagi, Fairy Tail. Selagi lonceng akhir abad belum berdentang." Bayangan itu tiba-tiba menjadi seperti ilusi, tiba-tiba menghilang dari pandangan para anggota Fairy Tail.
"Sial! Ia kabur!" teriak Gray.
"Erza? Erza!" teriak Lucy, ia mengguncang-guncang tubuh Erza keras, berusaha menyadarkan gadis Titania itu.
Natsu langsung melotot, tiba-tiba teringat kejadian itu.
Kana sedang ada di ruang tengah, berkutat dengan kartu tarotnya dan ia tiba-tiba menatap Erza, Natsu, Lucy, Happy, dan Gray bingung. "Sebuah gadis sebagai pertanda," ucapnya heran dan kening Lucy langsung berkerut. Erza menaikkan alisnya sebelah. Natsu, Gray, dan Happy berpandangan tidak mengerti.
"Apa maksudnya?" tanya Lucy heran. Kana menggeleng-gelengkan kepalanya heran. "Aku tidak mengerti. Kenapa ada saat-saat tertentu aku bisa meramal dengan tepat, dan ada saat-saat tertentu ramalanku menjadi aneh?" rutuknya berkata pada diri sendiri. Natsu tiba-tiba melirik barel bir yang berada di tangan sebelah kiri Kana.
"Mungkin penyebabnya akibat ini," Natsu mengulurkan tangan kiri Kana yang memegang barel bir.
Semua yang ada di ruang itu tertawa.
Dan Natsu baru tahu, ramalan Kana benar-benar tepat walaupun ia sedang mabuk.
.
.
"Erza terkena retrogade amnesia," ucap Poluchka-san putus asa sambil melihat Erza yang terbaring dalam tidur nyenyaknya di kasur begitu Natsu, Lucy, Gray, dan Happy, kembali membawa Erza pulang ke markas Fairy Tail. Saat sebelum dibawa pulang, Erza sudah sadar di desa Alfheim, dan mulai meracau-racau sendiri dengan bertanya dengan pertanyaan sejenis 'siapa diriku', 'siapa namaku', 'siapa kau', dan lain-lain. Natsu, Lucy, Happy, Gray, beserta anggota Fairy Tail yang lain hanya bisa memandang Erza prihatin dengan tarikan napas panjang.
Amnesia―kehilangan ingatan.
"Oh ya, omong-omong..." Lucy memajukan dagunya penasaran. "Apa arti dari retrogade amnesia itu, Poluchka-san?"
Poluchka-san menarik napasnya panjang. "Retrogade amnesia―keadaan dimana ketidakmampuan seseorang untuk memunculkan peristiwa masa lalu yang lebih dari sekedar peristiwa lupa biasa. Erza perlu banyak istirahat... ia harus memperbanyak melatih otaknya untuk banyak mengingat masa lalunya."
Seluruh anggota Fairy Tail hanya bisa menghela napas panjang.
Tiba-tiba seorang lelaki berambut biru berlari-lari, menghampiri ruang kesehatan. Natsu, Lucy, Happy, dan Gray langsung membelalakkan matanya kaget begitu melihat lelaki berambut biru itu terengah-engah, sebelah tangannya memegang dipan pintu ruang kesehatan, berusaha keras mengatur napasnya, dan ia melirik ke dalam ruang kesehatan, dan buru-buru memasukinya dengan langkah cepat.
"Ke-kenapa Jellal ada disini?" tanya Lucy kaget.
"Tunggu, Jellal!" teriak Natsu, namun―ia yakin ia terlambat untuk mengingatkan Jellal, lelaki itu sudah duduk di depan ranjang Erza yang sedang tertidur, memegang rambut merah tua gadis itu, dan menciumi rambutnya pelan. Seluruh anggota Fairy Tail yang ada di luar tidak bisa mengganggu Jellal, begitu melihat tatapan lelaki berambut biru itu. Tatapan itu adalah ekspresi kecintaan seseorang lelaki pada seorang wanita yang sangat menyayanginya. Tatapan itu adalah tatapan seorang Jellal Fernandes yang begitu menyayangi Erza Scarlet sama seperti ia menyayangi nyawanya sendiri.
"Erza..." panggilnya pelan.
Tiba-tiba Erza bangun, menggeliat, dan menampar wajah Jellal dengan keras. Seluruh anggota Fairy Tail yang ada di luar tersentak kaget. Jellal merasakan panas yang menyengat di pipinya. Gadis itu menamparnya dengan keras, khas gadis itu. Erza turun dari tempat tidur dan menatap wajah lelaki berambut biru itu. Mereka saling berpandangan satu sama lain. Jellal menatap Erza. Sementara Erza―menatapnya dengan seluruh perasaan kebenciannya yang mewarnai bola matanya.
"Sekarang kau keluar atau aku yang keluar," ujar Erza sambil menatap Jellal tajam.
"Kau ingat aku, Erza?"
"Aku tidak ingat siapa namaku atau diriku sebenarnya, namun aku mengingatmu. Jellal Fernandes. Si pengkhianat. Yang telah," Erza berhenti sebentar, "membunuh Simon."
Seluruh anggota Fairy Tail tercengang, namun Jellal masih sanggup menahan emosinya.
Jellal berdiri hendak mendekati Erza, namun gadis berambut merah itu mundur selangkah.
"Erza, kau tidak bermaksud..."
"Pergi," perintahnya dengan nada datar.
"Erza, kau jangan gila! Kau tidak bermaksud mengusirku..." seru Jellal dengan cepat.
"Ya, memang itu yang kumaksudkan. Pergi sekarang juga," suaranya perlahan.
Betapa Jellal takkan lelah bila melihat orang yang ia sayangi―tepatnya ia cintai begitu kacau seperti ini.
"Keluar," Erza membuang pandangan dan menguatkan suaranya, mendorong Jellal keluar dari pintu kamarnya, lalu membanting pintu kamarnya.
Sekeras-kerasnya.
.
.
"Pangeran," ujar Lily, begitu lelaki berambut biru itu keluar dari kamar Erza. Lelaki itu hanya tertawa kecil, dan menepuk Lily yang kini sedang memandanginya dalam. Tentu saja ia tahu bahwa Lily―mengkhawatirkannya. Ia memutar pandangannya ke seluruh anggota Fairy Tail yang kini memandangnya dengan wajah sedih.
"Tenang saja," ujarnya pelan. "Aku akan mencari tahu siapa sebenarnya sosok Shadow Black itu."
Lily masih memandangnya dengan pandangan sedih. Jellal belum pernah melihat wajah Lily yang seperti itu.
Jellal kembali tertawa kecil.
"Walaupun ia kehilangan memorinya," ujarnya lagi. Terhenti sebentar.
"Aku tetap menganggapnya seperti Erza yang dulu. Erza Scarlet, gadis yang bisa membuat semangatku membara."
.
.
To be continued.
.
.
Hehehe, gimana nih? Btw, tokoh Shadow Black itu sebenernya terinspirasi dari Rogue, hehehe. Review ya, minna! Sebenarnya scene pertarungan Erza sama Shadow Black itu terinspirasi banget pas Gajeel vs Rogue di Dai Matou Enbu (sumpah, Rogue keren pas lagi natep Gajeel pake mata merahnya itu). Untuk Erza yang amnesia... entahlah. Tapi retrogade amnesia itu memang benar-benar ada di dunia nyata, loh. Oh ya, ngomong-ngomong, menurut kalian, siapa coba si Shadow Black itu? Kok dia bisa tahu kisah masa lalu Erza? Kenapa coba dia bisa manggil Erza Titania? Aku udah nanya ke beberapa temen aku yang baca ff ini, tebakannya macem-macem loh. Ada yang bilang Milliana, ada yang bilang Simon (emang dia reinkarnasi gitu?) Ada yang bilang Kagura wkwkwk, ada juga yang bilang si nenek tua Jodie... hahaha.
Anyway, i'm waiting your reviews!
