ADVANTURE TO ANOTHER DIMENSION

disclaimer: Monsta Studio

warning : OOC,OC, Gaje, Typo (maybe), Magic , judul gak sesuai dll.

summary:

Kita sebagai manusia menjalani kehidupan di dunia ini tanpa mengetahui keberadaan dimensi dunia lain yang seenarnya sangat dekat dengan dimensi dunia kita.

Sebenarnya di dunia yang luas ini terdapat beberapa dimensi dunia lain yang terhubung dengan dunia tempat tinggal kita.

-Negeri Crown-

Siang itu cuaca sangat cerah, matahari bersinar terik di angkasa. Seorang pemuda berusia 15 tahun bersurai hitam yang tertutup sebuah topi berwarna hitam bermotifkan warna kuning berjalan memasuki pintu gerbang kota. Disamping pemuda itu berjalan seorang pria yang lebih dewasa membawa sebuah tas ransel besar berisi perlengkapan penggalian.

"haaahhhh." untuk kesekian kalinya pemuda beriris gold itu menghela nafas.

"Ada apa Gempa? Dari tadi kau menghela nafas terus?" Tanya pria yang lebih tua kepada pemuda disampingnya yang bernama Gempa tersebut.

"Tidak ada apa-apa, paman Ryo. Hanya saja... " perkataan Gempa menggantung dan sukses membuat pria yang dipanggil Ryo itu heran.

"Hanya saja?" Tanya Ryo masih tetap berjalan disamping Gampa.

"Hanya saja aku merasa rindu dengan ayah." Kata Gempa. Tatapannya menjadi sedikit sendu mengingat ayahnya yang sudah meninggal satu tahun yang lalu. Sedangkan ibunya berada diluar kota karena melakukan sebuah penelitian.

"Hei, hei kenapa kau jadi sedih begitu bukankah saat ini kau sedang melanjutkan cita-cita ayahmu untuk berkeliling negeri mencari artefak?" kata Ryo kini menatap Gempa sambil berjalan mundur. " Lagipula bukankah sebentar lagi kau akan bertemu dengan pujaan hatimu, Putri Yaya ?" Goda Ryo.

"Paman Ryo ini bicara apa sih, aku dan Tuan Putri hanya teman." Gempa mencoba menyangkal. Namun, wajahnya kini merah padam. Bukan karena efek teriknya matahari, namun karna sesuatu yang lain. Gempa menyadari ada suatu perasaan dalam hatinya yang lebih dari sekedar teman terhadap putri Negeri Crown tersebut tapi sejujurnya, ia juga masih bingung dengan perasaannya itu.

"hahahahaha coba lihat wajahmu, merah seperti kepiting rebus. Kau ini benar-benar mirip dengan ayahmu. Tidak mau mengakui perasaannya sendiri terhadap wanita." Ucap Ryo teringat akan tingkah laku adiknya yang saat itu menyukai seorang wanita yang kini menjadi ibu dari keponakannya tersebut.

"Arghhh, Paman !" kata Gempa sambil mengejar pamannya itu yang sudah lari terlebih dahulu.

~~~OoO~~~

Hari sudah sore saat Gempa akhirnya sampai di rumah peninggalan ayahnya. Dia tinggal sendiri di rumah tersebut, sedangkan pamannya tinggal disisi lain kota itu. Kenpa Gempa tidak tinggal dengan pamannya? Karena ia beralasan ingin menjaga rumah yang menyimpan memori indah keluarga kecilnya itu saat dimana ibunya pergi.

"Aku pulang" kata Gempa saat membuka pintu. Ia tahu bahwa tak akan ada yang yang menjawab salamnya itu. Namun saat memasuki rumah, ia merasa heran karena menemukan lampu dapurnya menyala. 'Jangan-jangan penyusup' batinnya. Ia kemudian mengambil sapu yang berada di dekat pintu masuk sebagai senjatanya. Perlahan ia mendekati dapur, dan menemukan sosok gadis berhijab merah muda seumuran dengannya.

"Haaahhh, Putri Yaya apa yang anda lakukan di sini?" Tanya Gempa sambil menghembuskan nafas lega dan menurunkan sapu yang sedari tadi ia genggam sangat erat.

"Oh, Gempa kau sudah pulang rupanya." Kata gadis yang merupakn Putri kerajaan Crown sekaligus teman sejak kecil Gempa, Putri Yaya.

"Putri apa yang Anda lakukan di dapur saya?"Tanya Gempa dengan sopan. Walau ia dan Putri Yaya adalah teman sejak mereka kecil, namun Gempa tetap menyadari perpedaan status mereka.

"Aku hanya ingin menyambutmu, dan jangan bicara formal seperti itu denganku kita kan teman." Jawab Sang Putri santai.

"Tapi Tuan Putri-"

"Sudah lah Gempa, bukankah sudah ribuan kali panggil aku Yaya, oke!"

"eh… eum…Tu- emm Ya…ya" Jawab Gempa sedikit ragu.

"Nah begitu, oh iya nanti malam datang ke taman kota ya disana akan diadakan pensucian Emerald Stone, nanti aku sendiri lho yang akan melakukannya." Kata Putri Yaya bangga. Di negeri Crown setiap tiga tahun sekali akan diadakan sebuah perayaan pensucian Emerald Stone yang merupakan batu penjaga keseimbangan di Negara tersebut. Pensucian itu selalu dilakukan oleh keturunan terpilih dalam silsilah kerjaan Crown. Dan saat ini Putri Yaya-lah yang terpilih sebagai pemilik kekuatan suci leluhur kerajaan Crown.

"Ba-baiklah Yaya."

"Nah begitu dong, ini aku bawakan biscuit, susu dan roti gandum dengan daging asap. Aku sendiri lho yang membuatnya." Kata Putri Yaya sambil menyodorkan kotak berisi makanan yang ia persiapkan untuk Gempa.

"Te-terima kasih."

~~~SKIP TIME~~~~

Perayaan pensucian Emerald Stone akan dimulai. Gempa yang sedari tadi berada di salah satu sudut taman yang dekat dengan lingkaran suci itu terus merasa gelisah. Ada sesuatu firasat buruk menyelinap dihatinya. "Gempa…. Gempa…" panggil seseorang yang sangat ia kenal, Putri Yaya.

"Tu- Yaya,"

"Gempa doakan aku ya. Sejujurnya aku merasa sangat gugup. Aku tidak yakin apakah aku sanggup melakukannya." Aku Putri Yaya.

"Tenang saja, semua pasti kan berjalan lancar, aku tahu kemampuanmu yang sebenarnya sudah melebihi Yang Mulia Ratu. Jadi aku yakin kamu pasti bisa melakukannya." Kata Gempa tersenyum berusaha meyakinkan temannya itu. Namun, hati kecilnya berkata lain, hatinya seolah menyuruh Gempa melarang Putri untuk melakukan upacara tersebut.

"Heem, baiklah aku akan berusaha. Kau janji ya untuk selalu di dekatku dan selalu menjagaku."

"tentu saja." Jawab Gempa singkat.

Lalu sang putri berjalan menuju tengah lingkaran dan memulai upacara pensucian tersebut. Upacara itu dilakukan di tengah taman kota yang merupakan titik pusat negeri Crown. Ditaman itu terdapat sebuah lingkaran sihir yang cukup besar berumur ratusan tahun yang sudah digunakan oleh para leluhur kerajaan Crown untuk melakukan ritual pensucian Emerald Stone. Dan kini di tengah lingkaran sihir tersebut telah berdiri Putri Yaya. Sang Putri memulai ritual tersebut dengan lancer. Namun, saat upacara itu tengah berlangsung tiba-tiba langit menjadi gelap dan sesosok laki-laki bersurai hitam legam yang mengenakan jubah berwarna hijau lumut muncul mengacaukan upacara tersebut.

"Buahahahahaha, wahai Raja Crown yang agung, kali ini aku akan merebut sesuatu yang seharusnya menjadi milikku." Kata pria tersebuat.

"KAU… ADU DU SIALAN TAK AKAN KUBIARKAN KAU MENGHANCURKAN KEDAMAIAN DUNIA INI." Kata Raja Crown.

Seketika itu juga Putri Yaya yang berada di tengah lingkaran sihir sebagai pusat energy Emerald Stone, pandangannya menjadi kosong. Tubuhnya melayang ke tengah udara. Sontak kejadian tersebut mengejutkan semua orang yang berada di taman itu. Saat menyadari adanya bahaya semua orang mulai berlarian menyelamatkan diri mereka masing-masing, minus Gempa.

"Pu-Putri Yaya!" Gempa yang menyadari hal tersebut berlari menuju sang putri mencoba menggapainya. Namun sia-sia tubuh sang putri sudah berada jauh dari jangkauan tangannya.

"Akhirnya-AKHIRNYA aku dapatkan sang inti kekuatan. Hahahahahaha." Tawa Adudu menggema diseluruh pelosok taman.

"Gawat.." Kata Raja Crown.

Tiba-tiba tubuh Putri Yaya bersinar sangat terang. Setelah sinar itu meredup, ada sebuah permata berwarna putih yang melayang keluar dari tubuh sang putri. Lalu tubuh Putri Yaya terhempas ketanah dan dengan cepat ditangkap oleh Gempa.

"Buahahahaha dengan ini semua dunia akan bertekuk lutut dibawah kekuasaanku." Kata Adudu sembari mengangkat permata itu. Tanpa Adudu sadari sebuah panah yang dilepaskan oleh Raja Crown melesat mengenai permata tersebut menyebabkan benda itu hancur benjadi beberapa kepingan dan tiap-tiap keping menghilang dalam sekejap mata tersebar keberbagai arah.

"SIAL! AWAS KAU CROWN AKAN KUKUMPULKAN PERMATA ITU DAN AKAN KU HANCURKAN DUNIA INI!" kata Adudu yang kemudian hilang.

Sementara itu Gempa yang sedari tadi memeluk Putri Yaya merasa khawatir karena temannya itu tak sadarkan diri. "Putri… Putri Yaya bangunlah." Dirasakannya tubuh sang putri menjadi semakin dingin dalam pelukannya.

"Gempa," Panggil Raja Crown.

"Yang Mulia, Putri… Tubuh Putri Yaya…." Perkataannya terputus. Ia merasa tidak sanggup untuk meneruskan kata-katanya.

"Ini dekatkan pecahan permata ini pada tubuhnya." Mengikuti perkataan sang raja, Gempa mendekatkan pecahan permta itu pada tubuh Yaya. Tiba-tiba permata itu masuk dalam tubuh Putri Yaya dan tubu sang Putri kembali menghangat, detak jantung juga mulai terasa dibawah tangan Gempa. Dan itu membuat Gempa lega. Walau temannya belum sadar, tetapi setidaknya ia sudah merasakan hawa kehidupan pada diri teman yang ia kasihi itu.

" Gempa, ada satu permohonan yang ingin kusampaikan padamu."

"Apa itu Yang Mulia?" Tanya Gempa heran.

" Maukah kau pergi berkeliling melintasi dimensi dunia ini guna mengumpulkan serpihan permata kehidupan untuk menolong Yaya." Pinta Raja Crown.

"Tentu saja Yang Mulia apapun akan kulakuan demi Putri Yaya." Kata Gempa dengan segenap hati.

"Kalau begitu aku akan mengirimu menemui seseorang di dimensi lain untuk memberimu petunjuk mengenai keberadaan serpihan permata kehidupan itu." Kali ini sang ratu yang berbicara. Setelah menyerahkan tubuh Putri Yaya pada Raja Crown, Gempa berdiri menghadap sang ratu. Tak berapa lama tubuh pemuda berirish gold itu dikelilingi cahaya lingkaran sihir. ' Yaya, mohon bertahanlah, aku pasti akan menyelamatkanmu.' Dalam hati Gempa telah bertekad, pandangan terakhir yang dilihatnya adalah tatapan khawatir raja dan ratu serta wajah tenang sang putrid yang tengah terlelap. Dan petualangannya mengarungi dunia yang berada diberbagai dimensipun di mulai.

~~~OoO~~~

-Negeri Haru-

Disebuah negeri di dimensi lain, negeri yang sangat indah karena dihiasi bunga-bunga yang selalu bermekaran yang tidak mengenal musim. Dalam sebuah rumah yang sangat luas, seorang pemuda bersurai raven dengan mata yang beririskan violet berbingkai kacamata senada sedang memandang lekat bayangan yang muncul dalam sebuah kolam kecil didepan kamarnya. Pemuda itu tak henti-hentinya menatap gambaran yang mucul dipermukaan air tersebut.

"Rupanya sudah dimulai ya." Kata pemuda itu, Fang. " Haruka." Panggil Fang pada seorang gadis bersurai coklat yang diikat ekor kuda yang merupakan salah satu samurai terbaiknya.

"Ya, Tuan Muda." Jawab Haruka sambil berlutut dibalik pintu ruangan tempat Fang berada.

"Panggil Halilintar kemari." Perintah Fang yang langsung dilaksanakan oleh Haruka.

~~~OoO~~~

Sementara itu disebuah ruangan dirumah itu, pemuda bernama Halilintar sedang tidur. Pemuda beriris rubi itu bergerak-gerak gelisah. Keringat mulai meluncur dari dahinya. Bukan karena suhu yang saat itu memang cukup panas, melainkan karena mimpi buruk atau lebih tepatnya memori kelam yang selama ini berusaha ia lupakan. Memori mengenai kematian kedua orang tuanya.

"Halilintar, cepat kau pergi dari sini bersama ibumu." Ucap seorang pria paruh baya pada seorang anak beriris rubi.

"Ta-tapi ayah, aku takut, aku ingin ayah juga ikut." Kata Halilintar kecil menarik-narik lengan ayahnya.

"Hali, dengarkan ayah, kau harus menjaga ibumu, apapun yang terjadi."

Terdengar suara bantingan pintu yang cukup keras mengagetkan ayah dan anak itu. Dari balik pintu itu muncul sosok pria berjubah hijau menyunggingkan seringai yang kemenangan. Sebuah seringai yang membuat bulu kuduk berdiri.

" Cepat pergi kerempat ibumu Hali." Sang ayah mendorong anaknya menjauh. "Tomoe cepat bawa Hali pergi dari sini."

"Hali ayo ikut ibu, nak." Kali ini sang ibu yang berbicara. Halilintar kecil yang saat itu ketakutan dan bingung hanya mampu mengikuti ibunya. Tak berapa lama terdengar sebuah teriakan yang Halilintar kenal sebagai suara ayahnya.

"Ayah!" sontak Halilintar melepaskan genggaman ibunya. Dan didepan matanya sendiri, hailintar menyaksikan sosok ayahnya yang sudah terbujur kaku. Pada saat bersamaan sosok pria berjubah hijau tersebut sudah berdiri dibelakang Halilintar kecil. Pria tersebut tengah bersiap melepaskan sebuah serangan pada Halilintar, dan pada saat itu ibu Halilintar melompat melindungi anaknya. Sekali lagi Halilintar menyaksikan orang yang sangat ia sayangi terbujur kaku didepan matanya.

"Dasar wanita bodoh. Inilah akibatnya karena sudah menghalangiku." Kata pria bejubah hijau tersebut. " Nah, nak sekarang sudah tidak ada lagi yang melindungimu. Lebih baik kau menyerahkan diri. Aku tidak akan menyakitimu jika kau menurutiku."

Halilintar yang masih syok tidak mendengarkan perkataan pria tersebut. Yang ia rasakan saat ini hanyalah sebuah ketakutan yang teramat sangat dan sebuah perasaan dalam dirinya muncul. Sebuah perasaan atau lebih tepatnya hasrat untuk bertahan hidup membangkitkan sesuatu dalam diri Halilintar. Dan tanpa Halilintar sadari sebuah aliran energy listrik keluar tak terkendali dari dalam tubuhnya, menyambar apapun yang berada didekatnya.

"AAARRRGGGGHHHHHH" sebuah ledakan keras terjadi mengakibatkan rumah tempat Halilintar tinggal hancur berkeping-keping.

"cih sial. Kalau begini aku tidak bisa membawa anak ini." Ucap pria berjubah hijau itu dan kemudian dia menghilang dari tempat tersebut. Sementara itu Halilintar kecil yang tidak bisa mengendalikan kekuatannya mulai merasakan rasa sakit yang teramat sangat menyerang tubuhnya. Seakan seluruh tubuhnya akan meledak. Saat kesadarannya mulai menipis, Halilintar melihat sesosok pemuda seumuran dengannya mendekati dirinya dan saat pemuda itu menyentuhnya dan mengucapkan sebuah kalimat yang sama sekali tak ia mengerti, kesadaran Halilintarpun menghilang.

Halilintar sontak membuka matanya lebar. Keringat dingin telah mengucur deras dari dahinya.

"Tsk. Mimpi itu lagi." Kata Halilintar sambil mengacak-acak rambut hitam kecoklatan miliknya. Matanya melirik kearah pintu kamar saat disarakannya hawa kehadiran seseorang. Sebelum orang itu mengetuk pintu, Halilintar telah lebih dahulu mengetahui siapa orang dibalik pintu itu.

"Ada perlu apa Ruka?" kata Halilintar dingin sambil membuka pintu kamarnya.

"Seperti biasa ya, instingmu sangat tajam." Jawab Haruka santai yang hanya dibalas pandangan malas dari Halilintar." Tuan Muda Fang ingin kau segera menemuinya di ruang pribadinya."

"Cih,dasar. Apa lagi maunya sekarang?" kata Halilintar malas namun ia tetap melangkahkan kakinya menuju ruangan Fang diikuti Haruka. "Entahlah, Tuan Muda hanya memintaku tuk memanggilmu."

~~~oOo~~~

Didalam sebuah ruangan yang berukuran sedikit lebih besar daripada kamar milik Halilintar, Fang tengah duduk menanti Halilintar. Dahinya berkerut, menandakan ia sedang berfikir. Otaknya tengah memikirkan gambaran-gambaran yang ia lihat dalam kolam yang biasa ia gunakan untuk meramal dan untuk berkomunikasi dengan sesorang dari dimensi lain. Saat pikirannya tengah melalangbuana, pintu ruangannya itu terbuka dan muncullah sosok pemuda beriris rubi yang sedari tadi ia tunggu.

"Ah, Halilintar akhirnya kau datang juga. Baru bangun tidur, eh?" Tanya Fang sedikit mencemooh.

"Haaaahhhhh, sudahlah cepat katakana apa maumu." Jawab Halilintar ketus.

"Dasar kau ini menyebalkan seperti biasanya. Aku hanya ingin meminta tolong padamu." Fang kini menatap Halilintar dengan serius.

"Waaahh, tumben sekali Tuan Muda Fang meminta tolong padaku." Kata Halilintar sedikit menyunggingkan senyuman. Terdapat sedikit nada mengejek dalam suaranya.

"Aku serius Hali, jadi tolong dengarkan baik-baik. Aku ingin kau pergi kedimensi lain untuk menemui atau lebih tepatnya membantu seseorang."

"Hah? Kenapa harus aku?"

"Karena mungkin kau nantinya bisa memperoleh suatu petunjuk mengani orang yang telah membunuh kedua orang tuamu." Kata Fang sambil memperhatikan perubahan mimik muka Halilintar. Ekspresi yang muncul pada wajah Halilintar antara terkejut, gelisah dan diakhiri dengan sebuah senyuman kecil dibibirnya.

" Hem, menarik, baiklah aku terima tugas itu." Jawab Halilintar.

"Aku ingin kau melindungi orang yang akan kau temui dari dimensi lain ini apapun yang terjadi, kau mengerti?" kata Fang. Ia sempat khawatir bahwa Halilintar tak akan mau melakukannya. Mengingat Halilintar yang selama ini tidak pernah mau keluar dari rumah kediaman Fang karena kekeraskepalaan Halilintar untuk terus berada disisi pemuda beriris violet tersebut. Saat ditanya orang lain Halilintar hanya akan menjawab bahwa ia ingin melindungi orang yang telah "memungut" dirinya yang sudah kehilangan orang tua dan tempat tinggal. Bahkan Fang juga sudah melatih Halilintar untuk mengendalikan "kekuatan" yang ada dalam dirinya.

" Iya, iya. Dasar cerewet."

" Baiklah aku akan mengirimmu menemui 'orang itu'." Dan Fang pun mulai membacakan sebuah mantra. Seketika itu juga tubuh Halilintar diselimuti sebuah cahaya putih.

"Terima kasih Fang, atas semua perlakuan baikmu padaku selama ini." Setelah mengucapkan kalimat perpisahan itu dalam sekejap tubuh Halilintar menghilang. Fang sempat tertegun saat mendengar perkataan Halilintar.

" Hali, aku percaya bahwa kau ditakdirkan untuk berpetualang bersama dengan 'orang itu', bertemanlah, bebaslah dan temukan kebahagiaan. Karna jika kau terus berada disini, kau hanya akan selalu terjebak dalam masa lalumu dan kau akan sulit menjalani kehidupan dimasa datang. Aku tidak ingin kau menderita karena siksaan masa lalumu. Aku ingin kau bahagia." Tanpa Fang sadari air mata mengalir dipipi pemuda beriris violet tersebut melepas kepergian Halilintar yang sudah ia anggap sebagai keluarganya sendiri.

Aaahhhhhh akhirnya jadi juga posting fanfic…..

Haaaiiiiiiii saya author baru….. salam kenal….

Awalnya gak tau mau bikin fanfic gimana, tapi karena terinspirasi dari sebuah anime jadi yaaaaa beginilah….

Terima kasih buat author 'Kentut Unyu" atas infonya… juga buat reader yang udah mau baca fanfic gaje ini….. makasih…..

Akhir kata review please… ^.^b