Kris menurunkan iPhonenya dan melihat potret dirinya dengan Tao yang telanjang dalam sebuah selimut pada bagian layarnya. Ia tersenyum. Foto itu sempurna dengan Tao yang menyandarkan kepalanya di dada Kris yang berhias bercak ungu, sebuah karya agung milik Tao yang berlumur dosa.
"Aku suka foto ini," ia berkomentar.
Dengan sudut matanya, Kris tahu Tao tersenyum.
"Kau mau meng-upload ini?"
Kris menggeleng dan menekan tulisan 'back'. Ia menatap Tao sambil menjawab. "Aku butuh lebih dari ini."
Tao tersenyum malu-malu dengan aura canggung.
Kris memberi Tao sebuah ciuman hangat di bibir yang lama kelamaan makin memanas. Salivanya merembes lewat celah ciuman mereka dan Tao melenguh beberapa kali. Ia ingin mencengkram sesuatu, tapi pria itu tahu batas dan hanya melampiaskannya pada selimut yang menutupi lebih dari separuh tubuhnya. Suara 'klik' samar terdengar dan Kris melepas ciuman itu, meninggalkan Tao yang mendecak sebal dengan pipi memerah.
"Aku suka rasa bibirmu."
Tao menoleh dan Kris menyambutnya dengan wajah tegas yang hangat. "Kenapa?"
Kris mengedikkan bahu sambil kembali memainkan iPhonenya. "Antara manis dan pahit. Hangat dan lumer. Rasamu istimewa."
Tao tetap menatapnya lekat. Ia berpikir keras bagaimana bisa Kris mengontrol kata-katanya dengan sangat apik ditengah keadaan mereka sekarang; panas, telanjang, ada dalam selimut yang sama. Tao mencintai Kris, sesederhana itu. Tapi Kris bukanlah tipe orang yang mudah ditebak bahkan oleh kekasihnya sendiri.
iPhone Kris berdering beberapa saat kemudian. Tao sadar dari lamunannya ketika Kris mengucap nama seorang gadis dan ia berbalik memunggungi Kris.
"... Aku akan kembali sebentar lagi. Aku dan Tao baru saja mendapat beberapa foto..."
Kris mengerling, didapatnya Tao sedang bermain dengan bagian ujung selimut dan membuat suara-suara seperti bayi.
"... Aku bukan gay dan kau tahu itu, Cantikku..."
Tao mendengarnya, Kris bukan gay.
"... Aku terlibat dalam sebuah drama gay yang menjengkelkan dan terpaksa harus pura-pura gay agar ratingnya naik. Harus berapa kali kujelaskan?..."
Astaga... ini sakit.
Bagaimana bisa Tao menerima dengan lapang dada bahwa Kris, pria yang sering menyelinap telanjang masuk ke bawah selimutnya dan mengambil beberapa foto sensual serta menggandengnya sebagai seorang kekasih di depan publik berkata bahwa ia bukan gay sialan di dekat Tao sendiri?
Allright, Tao dibayar mahal untuk itu. Tapi... bisakah Kris sedikit punya hati nurani?
Tao sibuk dengan pikirannya sendiri dan tiba-tiba ia mendapat sebuah colekan di pundaknya. Akhirnya Tao menoleh.
"Aku harus pergi sekarang."
Tao mengangguk patuh.
Kris keluar dari selimut dengan beberapa titik tubuhnya yang berkeringat. Cepat ia gunakan pakaiannya yang berserakan di lantai dan Tao menatapnya lekat dalam diam.
Kris mengambil dompetnya di atas meja nakas, menarik sebuah cek dengan nominal lumayan dan kebali naik ke ranjang. Tangannya mengamit telapak Tao dan memberi cek itu padanya sambil tersenyum. Tangannya yang lain menyusuri dada Tao, melingkari perut berteksturnya, lalu memijat pelan dan singkat batang favoritnya di bagian bawah.
Tao menggigit bibir. "Apa aku seorang pelacur?"
Kris mengerutkan alisnya. Ia mendaratkan kecupan singkat di kening Tao dan menjalar ke bibir. "Kau adalah Mutiara Hitamku yang sempurna."
"Aku bukan siapa-siapa." Kepala Tao rasanya pening. "Kita hanya melakukan sex ringan, membuat seolah-olah kita pasangan nyata dan mengumbar kemesraan di depan public agar karirmu semakin menanjak. Aku dibayar untuk itu. Bukankah aku seorang pelacur?"
Genggaman tangan Kris mengerat dan ia memeluk Mutiara Hitamnya itu sambil memberi alasan. "Kau bukan pelacur. Tubuhmu hanya untukku, hanya boleh kusentuh." Tao mengeratkan cengkramannya di punggung Kris saat pria itu mendapat kecupan di tengkuk. "Kau adalah milikku, Huang."
Katakan bahwa Tao bodoh dan ia telah diperbudak. Namun pria itu sudah terlanjur patuh, cinta membuatnya buta dan tersesat sedangkan tak ada yang dapat menariknya kembali. Ia jatuh pada jiwa dingin itu, Tao tenggelam hanya untuk Kris,─
.
─Masternya.
.
.
.
Esclave
© Jonanda Taw
.
.
.
Pair : Kris Wu X Huang Zitao
Genre : Angst, Romance
Rated : NC +17
WARNING! SO MANY SMUT SCENE HERE!
IF YOU DON'T LIKE IT, PLEASE LEAVE THIS PAGE
Thank you
Disclaimer : Saya tidak memiliki apa-apa di FF ini kecuali alurnya
.
Happy Reading
.
.
.
Rintik gerimis turun dengan centil di bumi Seoul yang tidak tidur malam itu. Gedung-gedung di pusat kota masih terlihat berpendar dari langit, menunjukkan eksistensinya. Awan kelabu masih menggantung walau sudah beberapa jam berlalu. Udara begitu dingin hingga membuat buku-buku jari memutih, padahal ini bukan musim salju.
Seorang pria bersurai pirang keemasan masih meliuk eksotis di atas ranjang victorian beraura mewah. Deretan kamera dan lampu penyorot memusat di indah tubuhnya. Sosok itu sungguh profesional, melakukan apa yang pemandu katakan dan pastilah Zeus yang biseksual tak akan berkedip menyia-nyiakan pemandangan elok itu. Tubuhnya terlalu sempurna untuk manusia, dan terlalu berdosa untuk malaikat.
Ketika setitik peluh meluncur melewati dahinya, itulah pancaran air surgawi. Diberkahi feromon yang membuat pria-pria akan menyembahnya hanya untuk sebuah malam panjang. Seorang gadis mendekat ke arahnya, tersenyum, mengelap lelehan itu dan kembali ke titik semula. Pemotretan masih berlanjut.
"Satu set lagi, dan kita akan selesai."
Malaikat bernama Huang Zitao itu tersenyum, mengangguk, dan beranjak dari ranjang. Gadis yang menyeka peluhnya, Kim Eunmi, kembali menghampirinya dengan sebuah handuk hangat yang bulunya begitu lembut.
"Terima kasih," ujarnya.
Eunmi tersenyum dan menggiring Tao menuju sudut make-up, " Sama-sama, Honey."
Ubin terasa begitu mengerikan di kakinya, sangat dingin. Gerimis berubah menjadi hujan di luar sana, Tao takut pada petir dan Eunmi dapat mengenali rasa takut itu dengan pasti. Ia bergegas menutup celah yang tersisa dengan tirai hijau di ujung jendela dan membuat sebuah kedipan yang dapat diartikan 'semua aman terkendali', membuat Tao harus tersenyum kembali untuk berterima kasih.
Ketika Tao membuka bathrobe-nya tepat di depan cermin, Eunmi mendecak. "Ckck… Oh Jesus, aku harus berhenti iri pada tubuh Huang kecil ini."
Seorang make-up artist profesional mendekat ke arah Tao dan membersihkan lelehan madu dan sisa cocktail di tubuhnya. Rasanya lengket sekali, tapi ia tidak bisa mandi sebelum pemotretan bertema 'Eat Them All' ini berakhir. Malahan setelah ini Tao harus rela tubuhnya dilumuri whipped cream.
"Kau juga seksi, kok."
Eunmi menyentuh pinggulnya sendiri sambil memajukan bibir karena sebal. Gadis imut itu masih tak terima dikalahkan oleh laki-laki. "Pinggulmu jauh lebih indah. Kalau aku gay, aku pasti akan mengejarmu sampai Atlantis."
"Sayangnya aku tidak tahu dimana Atlantis." Lumayan, Tao cukup merasa nyaman ketika madu dan buah-buahan itu sudah enyah dari tubuhnya. Eunmi memberi Tao satu pack tissue basah beserta jeans ketat lain dengan sobekan sana-sini. Tao menoleh ke arahnya dan memberi cubitan kecil di pipi Eunmi berserta sebuah ucapan… "Terima kasih."
Eunmi mengangguk.
Tao berjalan menuju kamar ganti. Ia berpapasan dengan seorang fotografer senior di sana dan membungkuk hormat, memberi salam dengan begitu elegan. Kru lain sibuk memilih beberapa foto yang mereka anggap layak untuk dimuat. Tao meringis kecil ketika bagian dadanya dicolek seorang pria dari sie properti dan tiba-tiba ia melihat Eunmi memberi pukulan yang cukup kencang di kepala kru tersebut. "Jangan ganggu modelku!"
"Pria ini bahkan lebih manis daripada fotonya." Tao mendapat sebuah tangan terulur akan menyentuh pipinya. Ia menunduk sambil menutup bagian dadanya dengan jeans yang ia pegang sedari tadi.
"Ayo, Tao," Eunmi menarik Tao sebelum pria itu menyentuhnya. "Aku tidak mengerti jalan pikiranmu. Jangan terlalu baik, dunia hanyalah sebuah ranjau busuk."
Tao menatap punggung Eunmi yang mungil. Usia mereka hanya terpaut empat tahun dan Tao selalu merasa seperti bayi kecil saat dilindungi seperti ini. Ia berujar lirih meminta maaf. Eunmi melepaskannya dan mengangguk dengan muka masam begitu mereka sampai di depan ruang ganti.
"Pantas saja Kris mencintaimu setengah mati." Tao berhenti melangkah dan mengangkat wajahnya begitu Eunmi menyebut nama pria terkasihnya itu. "Kau sempurna, Tao. Tubuhmu indah dan kau begitu lembut. Tuhan membuatmu dari apa, sih?"
"Entahlah. Lagipula aku tidak ingin terlahir seperti ini," jawabnya sambil tersenyum tipis tanpa dapat Eunmi lihat.
"Apa mak─" BLAM! Pintu ruang ganti tertutup lebih dulu sebelum Eunmi menyelesaikan kalimatnya. "─sudmu?"
Kini, tubuh malaikat itu polos. Ia bercermin dan Tao bisa melihat bercak dosa dengan jelas di tubuh moleknya. Jemarinya menyusuri pipinya sendiri, melangkah ke bibir dan turun ke leher melewati dagu, kemudian berhenti di colar-bonenya. "Andai mereka tahu…" Tao mendesis, berharap.
.
.
.
Huang Zitao terlahir di Qingdao, China. Masa balita hingga akhir sekolah dasarnya ia habiskan di wilayah penghasil arak itu. Semuanya terasa menyenangkan, ia cinta pada musim kelahirannya, musim semi. Ia menyukai sensasi berenang di pinggir pantai saat musim panas. Musim gugur selalu mengasyikkan dengan mengoleksi daun-daun kekuningan yang gugur perlahan-lahan, dan jangan pernah melewatkan musim dingin yang hangat disana.
Tepat saat ia lulus sekolah dasar, Ayahnya dipindah tugaskan ke Paris, tempat yang selalu ingin Tao singgahi. Apartemennya di seberang Île Saint Louis membuatnya sering berkunjung ke sebuah salons de thé mungil di tengah pulau magis itu. Jika eksotis adalah aura si Huang, maka coklat adalah aromanya. Ia mencintai coklat dengan sepenuh hati dan belajar mengolah coklat di kedai itu hingga masa Sekolah Menengahnya usai adalah suatu keberuntungan.
Waktu membawanya ke Korea Selatan pada musim gugur lima tahun lalu. Seoul adalah rumah ketiganya dan kota itu memiliki perpaduan antara Qingdao dan Paris. Kehangatan asia dan aroma soju yang mirip seperti di Qingdao, serta jejeran sungai romantis dan kerasnya hidup di Paris. Tao hampir tak punya masalah besar dalam lingkup adaptasi, tapi ketika ia sadar bahwa sukmanya terjerat dalam pesona seorang Kris Wu, Tao ingin pulang.
"Kau adalah tipe pria yang kuinginkan," itulah rayuan Kris pada Tao ditengah aroma teh chamomile hangat kesukaannya. Tao mendongak menatap Kris, lalu pria pirang itu menggeleng. "Maksudku, tipe pria yang cocok dengan tugas ini."
Tao mengangguk dan membuat huruf 'o' kecil dengan bibirnya.
"Kau adalah satu-satunya pria gay yang dekat denganku." Tao mengerutkan alis mendengar penekanan kata gay pada ucapan Kris, ia tidak suka. "Aku tak punya pilihan lain."
"Lalu mau kau apakan gadismu itu, Wu?"
Kris mendengus dan melempar punggungnya ke sandaran sofa. "Come on, it's not real. Kita hanya akan menjadi kekasih di depan sorotan kamera, dan seorang rekan kerja di balik layar. Dua tahun bukan waktu yang lama, bukan?"
"Tapi juga tidak bisa dikatakan sebagai waktu yang singkat," Tao menambahkan. "Aku memang hanya seorang model gay di majalah porno, tapi bukan berarti aku dapat dibeli dengan uang hanya untuk popularitasmu. Aku bahkan tidak pernah tidur dengan laki-laki!"
Pemuda di hadapan Tao tertawa. "Benarkah?" Kris bertanya dengan nada sarkastik sambil menaikkan sebelah alisnya. Ia merogoh saku dalam jaket kulitnya dan meletakkan sebuah flashdisk di atas meja tamu Tao. "Silahkan tonton isinya."
Tao mendecak. "Aku tak akan terperdaya olehmu," ucapnya sambil masuk ke kamarnya untuk mengambil MacBook Airnya yang masih menyala dan memutar sebait denting piano yang Kris kenali sebagai salah satu karya Beethoven. 'Selera bocah ini bagus juga,' pikir Kris.
Ketika satu-satunya file dalam flashdisk itu diputar, Tao hanya dapat tertegun menatap tubuh telanjangnya dalam layar. Kris bersamanya dalam video itu dan meletakkan kameranya di meja nakas samping ranjang, kemudian menciumi bibir Tao yang nampak mabuk.
"A-apa ini?!" Tao tak memindahkan fokus pandangnya, masih berpusat pada kegiatan panas dua pria dalam monitor MacBook di depannya.
Kris berpindah duduk di samping Tao, menyentuh titik-titik sensitif yang sudah Kris kenali di punggung Tao dan membuat pria disampingnya mengerang. "Osaka, pemotretan volume 129 musim lalu," Kris berbisik seduktif di telinga Tao. Pria itu memejamkan matanya ketika tangan Kris ganti bermain di bibir ranumnya. "Siapa bilang kau tidak pernah tidur dengan laki-laki? Kau hanya tidak sadar saat itu."
"Kau bilang…. kau straight," Tao bersusah payah meredam gejolaknya, namun jemari Kris terlalu mahir bermain di tubuhnya.
Tao adalah penerima jika Kris adalam pemberi. Ia tidak bisa menolak apapun, kuasanya tiba-tiba meluap. Bunyi deru nafasnya menggema di ruangan itu berlomba-lomba dengan suara video di MacBook Tao yang masih berputar. Ketika video itu berhenti, Tao hanya tahu bahwa Kris duduk di perutnya dengan dada telanjang dan memerangkapnya dalam hawa nafsu. Tao sendiri kepayahan mengambil nafas ketika Kris menciumi tengkuknya yang terekspos karena kancing kemejanya lepas.
"Kau milikku, dan harus mendengarkanku, Manis. Kau mengerti?"
Tao ingin menggeleng, berteriak 'TIDAK' dengan lantang dan melapor polisi bahwa ia diperkosa. Tetapi ketika Kris meremas batangnya yang bersarang diantara paha eksotis itu, Tao terpaksa mengangguk dalam tangisnya.
Mulai saat itulah, Tao resmi menjadi budak Kris.
.
.
.
Tengah malam adalah ketepatan waktu ketika Tao diba di apartemennya. Ia berada di luar lebih dari satu hari. Ini adalah tanggal 29 dan Tao ingat betul ia pergi bekerja tanggal 27 sore, seusai program musik di salah satu channel TV berakhir. Tao sempat bermalam di apartemen Eunmi kemarin dan gadis itu hanya punya sofa sebagai alas tidur yang cukup layak, maka Tao harus menerimanya. Pulang ke apartemennya saat itu bukanlah suatu pilihan bijak karena begitu jauh dengan lokasi pemotretan sebelumnya.
iPhonenya berdenting dan artinya sebuah pesan elektronik masuk. Dengan malas Tao merogoh sakunya dan kembali membaringkan diri di ranjangnya yang empuk. Bau sperma masih dimana-mana, ia belum sempat mencucinya karena Kris datang pagi-pagi dua hari lalu dan baru pulang satu jam sebelum Tao pergi ke tempat pemotretan.
.
From : incrediblewu *
.
"Kris…" Tao mendesis. Ia mengambil nafas panjang dan mengeluarkannya pelan-pelan sambil memejamkan mata sebelum membaca e-mail dari pria itu.
.
From : incrediblewu * (*)
To : yellowpeach * (**)
.
Subject : Please check your drawer
.
Aku kerumahmu pagi ini. Seperti yang kukatakan kemarin lusa, aku akan mengantarkan surat perpanjangan kontrak sendiri padamu. Tapi kau tidak ada dirumah. Aku menelponmu lewat LINE dan Kakao tapi kau tak menjawabnya, maka aku meletakkannya di laci meja nakasmu. Telpon aku begitu kau menemukan kontrak itu.
.
Sampai jumpa, My Pearl.
.
Kris selalu memanggilnya dengan sebutan-sebutan manis yang memabukkan tetapi Tao harus ingat bahwa itu hanya di mulut saja. Kris mempunyai kekasih lain, seorang gadis, pacar sungguhan Kris yang tidak ia pertontonkan didepan umum. Tugas Tao disini adalah menjadi tameng penjaga hubungan mereka dari campur tangan orang lain. Ia harus menerimanya, karena dari awal ia sudah meng-iya-kan permohonan Kris.
Andai Tao punya kuasa. Andai Tao punya kekuatan. Ia ingin mati, seandainya Tao tak ingat masih memiliki Ibu yang perlu uluran tangannya. Ia ingin mati, seandainya Tao tak punya rasa terima kasih pada Tuhannya. Benar kata orang, jatuh cinta itu sakit, melebihi jatuh dari atas jurang dan dicabik belasan singa karena setelah itu penderitaannya akan berakhir. Tapi melabuhkan cintanya pada Kris malah memerangkapnya dalam sebuah sangkar emas yang abadi, tanpa akhir sejati.
Kepalanya terasa pening, seolah-olah ada sesuatu yang menyumbat pembuluh darah di otaknya. Ruangannya seolah berputar, ia mual seakan-akan baru turun dari sebuah wahana ekstrem. Tao tergopoh mencari sebotol obat di lemari kacanya dan bergetar begitu tiga butir obat ada di telapak tangannya sendiri. Tanpa air putih ia menelannya sekaligus, kerongkongannya sakit.
Menangis sesenggukan adalah keadaan Tao saat ini. Ia merosot turun lalu membenamkan wajahnya diantara lutut. Tangannya mengepal memukul kepalanya sendiri sambil memaki Tuhannya dalam bahasa Perancis yang begitu fasih. Semuanya hancur, hidupnya bukan lagi apa-apa. Tao ingin berhenti, namun tak ada rem yang dapat mencegahnya untuk tetap maju menantang waktu.
.
.
.
Udara yang Tao hirup saat itu benar-benar dikenalnya. Campuran lelehan coklat dan wangi stroberi segar yang lembut. Ada jalanan yang disusun dengan batu-batu unik dalam pijakannya dan lalu lalang pria dan gadis berambut pirang ada di sekelilingnya. Ini adalah kesempurnaan Paris yang ia rindukan. Gedung-gedung berjendela mungil bagai memberinya sapaan ketika pria itu berlari kecil hingga angin mencium tiap lekuk wajahnya. Tao tersenyum. Saat langkah Tao terhenti, segerombolan merpati terbang ke arahnya dan semuanya memutih. Aroma menenangkan itu juga ikut musnah.
Cahaya matahari mendesak masuk ke kelopak matanya, Tao mengerang kecil. Punggungnya sakit, ia menegapkan tubuhnya. Semalaman ia tidur dengan posisi duduk di lantai dan kepalanya menelungkup diatas ranjang. Bunyi retakan kecil yang sedikit nyeri muncul dari sendi-sendinya ketika Tao menggerakkan tubuhnya. Setidaknya, ini lebih baik.
Ia berjalan terseok ke arah dapur. Ada cermin kecil yang menempel di pintu lemari es dan ia menatap wajahnya yang kusut dengan rambut berantahkan. Kepalanya masih pening, namun ia bisa menghadapinya tanpa obat. Ia mengambil gelas dan mengisinya dengan air dingin dari lemari es itu dan satu tegukan air membuat tenggorokannya terasa nyaman.
Bunyi bel apartemen membuatnya menoleh ke arah ruang tamu. Tao meletakkan gelasnya di meja makan lalu merapikan rambut serta pakaiannya. Pelan ia berjalan ke arah pintu utama apartemennya tanpa menilik monitor di dinding yang terhubung dengan CCTV.
Seorang gadis dengan gaun tunik cerah dan legging hitam yang menampilkan lekuk kakinya yang ramping dan mempesona berdiri angkuh di depannya. Tao tahu ia memakai wedges belasan sentimeter yang mengerikan sebagai alas kaki walau ia masih beberapa sentimeter lebih pendek dari Tao. Wajahnya memerah, pertanda ia menahan emosi. Sedangkan Tao sendiri tidak tahu apa yang terjadi.
"Apa apa, Jiayi?"
Xuan Jiayi mengangkat telapak tangannya dan langsung menampar pipi Tao tanpa aba-aba. Cukup keras hingga Tao menoleh ke samping dan ia diam. Cemoohan Jiayi sudah akrab di gendang telinganya namun ia belum pernah ditampar siapapun, bahkan oleh orang tuanya sendiri.
"Homo sialan!" Tao memang gay, tapi orientasi seksual bukan kuasanya, kan? "Menyingkir dari kekasihku!"
Tao menunduk. Ia memang orang ketiga dalam hubungan Kris dan Jiayi, ia tak bisa melawan.
"Kalau kau memang menjual dirimu, jangan incar Kris!"
Kepalanya Tao dongakkan ketika mendengar kalimat pedas itu.
"Aku sudah muak berbagi Kris denganmu!" Jiayi melotot, bahkan diameter softlens-nya terlihat lebih kecil. Telunjuk dengan kuku indahnya menekan dada Tao, menudingnya. "Batalkan perpanjangan kontrak itu," ia mendesis kemudian, "atau ibumu adalah jaminannya."
To Be Continued
(*) FIKTIF! Wu Yifan secara harafiah dalam bahasa Inggris adalah 'the incredible', maka saya membuat nama e-mailnya seperti itu.
(**)FIKTIF! Huang Zitao secara harafiah dalam bahasa Inggris adalah 'yellow peach', maka saya membuat nama e-mailnya seperti itu.
.
.
.
COMEBACK WITH A NEW CHAPTER FANFICTION XD /slapped
Hohoho... Maaf ya... Aku udah gatel pingin nulis ini XD
Xunzhao Xingfu aku pending dulu. Filenya hilang hiks... Aku harus ngulang ngetik lagi. Tapi FF itu pasti dilanjut kok :3
.
BLACK SWAN SYMPHONY SUDAH SAYA HAPUS DARI AKUN INI [DISCONTINUED]
.
Maaf bangettt buat KaiSoo shipper, FF itu terpaksa aku hapus karena aku rasa lama-lama ceritanya mirip Anterograde Tomorrow Filenya masih di laptopku kok, jadi ada kemungkinan aku rombak dan publish di kesempatan lain :3
ADA YANG MASIH INGET XUAN JIAYI? Dia muncul kembali di FF ini xD
Tapi bukan sebagai istri Tao, malah jadi pacarnya Kris :3 #ditabokmassa
Jangan bully dia ya... Kan alesannya dia kaya gitu juga jelas. Siapa sih cewek yang gak marah kalo dimadu? /astaga bahasa gue/
.
DITUNGGU BAYARAN BUAT AKU YA XD (read : review)
.
Review itu penting banget buat Author (apalagi yang pemula kaya aku)
Kalian kan tidak aku pungut royalti buat baca FF abal-abalku, ya setidaknya tolong relakan sedikit kuota dan waktunya untuk memberi sedikitnya sepenggal kalimat yang membuat aku termotivasi untuk ngelanjutin FF ini :3
Aku kaya author haus review ya? XD
Maaf... aku lagi gemes sama pelaku-pelaku tak bertanggung jawab yang seenaknya klik close tab begitu sudah baca FF. Oke lah kalo dia masih promoin FF itu di akun socmed-nya, lha kalo yg langsung ditinggal ngeluyur?
Setiap author pasti ingin dihargai, sejelek apapun karyanya.
Seperti seorang tukang becak yang ingin dibayar walau ngayuh becaknya pelan banget /apaini
Jadi, sempatkan review ya xD
Terima kasih untuk yang sudah membaca sampai sejauh ini :3
사랑하자~
.
Sign,
Jonanda Taw
