Konon, dalam kematian, segalanya menjadi jelas. Sekarang Deidara tahu bahwa hal itu benar. Sambil mencekram dadanya dan terjatuh ke tanah kesakitan, lelaki itu menyadari kengerian akibat kesalahan yang dibuatnya.
Orang-orang bermuculan dan berkerumun di sekitar Deidara. Mereka mencoba menolongnya. Tetapi Deidara tidak menginginkan pertolongan–sudah terlambat.
Deidara gemetar, mengangkat tangan kirinya, dan mengulurkan jari-jarinya. Lihatlah tanganku! Wajah-wajah di sekitarnya menatap dirinya, tetapi dia tahu mereka tidak mengerti.
Pada jari Deidara terdapat sebuah cincin emas berukir, untuk sejenak, ukiran pada cincin itu berkilau di bawah matahari Sunagakure. Deidara sadar bahwa itu adalah cahaya terakhir yang dia lihat.
I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I
C5 Art Dei © Black Authors
Naruto © Masashi Kishimoto
Genre: Crime / Suspanse / Romance
I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I
.
Mereka berada di atas tebing pahatan patung para Hokage Konohagakure. Kakashi sedang tersenyum pada Anko. "Apa pendapatmu? Mau menikah denganku?"
Sambil menengadah, Anko tahu bahwa Kakashi-lah orangnya. Selamanya. Pada saat menatap ke dalam mata kekasihnya itu yang berwarna hitam, Anko mendengar bunyi lonceng yang memekakan telinga di suatu tempat di kejauhan, dan pria itu pun menjauh. Anko berusaha menggapai Kakashi, tetapi tangannya hanya menggapai kekosongan.
Bunyi alaram jam weker lah yang membuat Anko terbangun dari mimpinya. Dengan terengah-engah dan terduduk di atas tempat tidur, wanita itu menggapai jam wekernya. Pukul 06.01 pagi.
Anko berdiri, merenganggkan tubuhnya. Ia hendak berjalan keluar kamar jika saja tak mendengar ketukan dari luar jendela kamarnya.
Senyum gembira mengembang di wajah Anko. Ia langsung membuka jendela kamarnya, membiarkan Kakashi melompat masuk ke dalam kamarnya.
"Pagi Anko."
Anko mengalungkan lengannya dengan manja pada leher Kakashi. "Pagi Kaka. Aku baru saja bermimpi tentangmu."
Kakashi tersenyum. "Benarkah?"
"Mmm." Anko mengangguk sambil mengerang dengan sensual. "Kau membuatku gila Kakashi. Pergi selama seminggu untuk misi level B. Tahukah kau betapa rindunya aku padamu?" Anko meraba dada Kakashi yang tertutup rompi hijau khusus jounin.
Kakashi tertawa. "Aku juga sangat merindukanmu Anko," ia membalas pelukan Anko.
"Tak biasanya kau menjemputku lebih awal, tuan terlambat? Aku curiga ada yang kau sembunyikan dari kedatanganmu pagi-pagi beini," canda Anko.
Kakashi mendesah kecewa. "Maaf Anko. Aku datang kemari bukan untuk menjemputmu. Ada urusan mendesak. Aku terpaksa menunda liburan kita."
Anko mendadak melepaskan rangkulannya. "Apa!"
"Aku sangat menyesal. Aku harus pergi menjalani misi lagi di sunagakure. Aku akan kembali tiga hari lagi. Kemudian kita bisa berangkat pagi-pagi sekali sepulangku dari misi nanti."
"Tapi aku sudah mempersiapkan semuanya," kata Anko dengan perasaan terluka.
"Aku tahu, tapi–"
"Malam ini seharusnya menjadi istimewa –perayaan enam bulan hari jadi kita. Kau masih ingat kan bahwa kita telah bertunangan?"
"Anko," Kakashi mendesah. "Aku benar-benar tidak bisa membicarakan hal ini sekarang. Yang lain sudah menungguku di luar. Aku akan menjelaskan semuanya sepulangku dari misi nanti."
"Tapi Kakashi, kau baru saja pulang dari misi level B," Anko mengingatkan. "Apa yang sedang terjadi? Kenapa Tsunade-sama mengirimmu lagi...?"
"Bukan Tsunade-sama yang memberikan misi ini."
"Apa?"
"Sudahlah Anko. Nanti pasti akan kujelaskan semuanya. Aku janji." Kakashi menangkup kedua pipi Anko. "Aku pasti segera kembali." dia mengecup bibir Anko. "Dah..."
"Kakashi!" jerit Anko. "Apa yang–"
Terlambat. Kakashi telah menghilang dalam kumpulan asap putih.
.
I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I
.
Sore itu, Anko terduduk dengan sedih di bak mandinya. Dia membenamkan dirinya di dalam air bersabun dan mencoba melupakan rencana liburannya yang seharusnya indah bersama Kakashi.
Di manakah Kakashi berada? Anko bertanya-tanya. Kenapa dia tidak menjelaskannya dulu padaku?
Perlahan-lahan, air di sekeliling Anko berubah dari panas menjadi suam-suam kuku, dan akhirnya dingin. Anko baru saja akan keluar dari bak ketika bel apartementnya berbunyi. Anko meloncat berdiri dan mencipratkan air ke lantai ketika dia berusaha meraih jubah mandinya. Mengikatnya dengan asal. Anko keluar kamar mandi menuju pintu apartementnya.
"Kakashi?"
"Hm?" seseorang di depan pintu terkejut melihat Anko menggenakan jubah mandinya dengan air yang menetes dari rambutnya.
"Oh." Anko tidak bisa menyembunyikan kekecewaannya melihat lelaki di depannya bukanlah Kakashi. "Selamat sore, Orochimaru-sama."
"Mengharapkan pria yang lebih muda?" Orochimaru terkekeh.
"Tidak, sensei," jawab Anko merasa malu. "Ini tidak seperti yang–"
"Tentu saja." Pria itu tertawa. "Hatake Kakashi adalah pria yang baik. Jangan sampai kehilangan dia."
"Terimakasih, sensei."
Raut wajah Orochimaru mendadak berubah menjadi serius. "Anko, Aku datang ke sini karena aku membutuhkanmu di Lab Anbu Ne. Sekarang."
Anko berusaha memusatkan perhatiannya. "Sekarang hari libur, sensei. Biasanya kita tidak–"
"Aku tahu," jawabnya dengan tenang. "Ini urusan darurat."
Anko berdiri tegak. Darurat? Anko tidak pernah mendengar kata itu keluar dari mulut Orochimaru-sama. Sebuah urusan darurat? Di Lab Anbu Ne? Dia tidak bisa membayangkannya. "Y-ya, sensei." Anko terdiam sejenak. "Saya akan segera ke Lab Anbu Ne setelah menggunakan baju."
Orochimaru mengangguk, ia lalu pergi. "Aku tunggu kau di sana, Anko."
.
I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I
.
Mitarashi Anko berdiri di depan lemari pakaiannya. Ia memandang baju-baju yang terlipat rapi yang sudah disiapkan malam sebelumnya untuk rencana liburannya bersama Kakashi. Kini baju itu belum bisa digunakan karena gagalnya rencana. Dengan perasaan kecewa, Anko mengambil baju tugasnya. Sebuah urusan darurat? Di Lab Anbu Ne?
Ketika turun dari apartementnya, Anko bertanya-tanya bagaimana hari itu bisa bertambah buruk.
Anko akan segera tahu.
.
I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I^I
.
Tiga puluh kilo meter dari Konohagakure, Hatake Kakashi melompat dari dahan pohon ke dahan lainnya, semakin menjauh dari desa ninja negara Hii.
"Apa yang sedang kulakukan sekarang?" Kakashi mengerutu. Tetapi jawabannya sederhana –ada orang-orang yang kepadanya kamu tidak bisa bilang tidak.
"Hatake-san," ninja yang memimpin perjalan menoleh padanya. "Kita akan tiba setengah hari lagi."
Hatake Kakashi mengangguk sedih pada ninja yang tak begitu dia kenal. Bagus. Dia berusaha fokus pada misi yang akan dijalaninya. Tetapi dia hanya bisa memikirkan Anko.
To be continued...
