Title : Beautiful Soul
Genre : Romance, Fantasy
Rating : T
Cast : DongHae, HyukJae.
Disclaimer : EunHae belong to themselves and God.
Warning : Typos, Cursing, YAOI (Boy x Boy).
Summary : Seperti apakah warna jiwamu? Apakah putih? Apakah emas? Ataukah perak? Aku sungguh ingin mengetahuinya.
.
.
.
Bumi ini menangis.
Manusia terlalu banyak mengeksploitasi bumi, menjarah tiap sudut hasil bumi tanpa terbersit keinginan untuk membalas budi dengan menjaganya.
Manusia makin lama makin rakus dan tamak.
Manusia seperti tak segan mencabut nyawanya sendiri.
Saling membunuh, menipu, perang, korupsi dan kejahatan dimana-mana.
Bahkan zaman sekarang seorang ibu yang menjual anaknya sendiri sudah menjadi hal yang biasa.
Tuhan berduka melihat keadaan ini, jadi aku memutuskan untuk memberikan manusia sedikit pelajaran.
Kukirimkan air bah, gempa, kebakaran dan penyakit.
Aku ingin melihat apakah manusia mau berubah dan sedikit saja bersyukur. Sedikit saja membalas rasa cinta kasih Tuhan dengan saling mengasihi.
Tapi aku dikecewakan, harapanku hanyalah sia-sia.
Aku jadi makin tidak percaya pada manusia hingga sayapku berubah dari putih cemerlang menjadi hitam pekat.
Tanpa mereka sadari, manusialah yang membuat kami para malaikat dapat dikategorikan malaikat "baik" ataupun malaikat "jahat", selain memang semua kategori itu tergantung dari sudut mana mereka melihatnya, hati dan jiwa manusia juga mempengaruhi kami. Makin kotor hati dan jiwa para manusia maka makin kotor dan gelap warna sayap kami.
Tuhan makin bersedih melihat kondisiku, yang notabene adalah salah satu Malaikat Agung atau Archangel malah bersayap hitam.
Maka suatu malam Tuhan bersabda, Ia mengutusku untuk turun ke bumi.
Bukan untuk sekedar mengawasi seperti biasanya namun untuk mengembalikan kepercayaanku pada manusia dan memurnikan kembali sayap ini.
Tapi masihkah ada manusia yang memiliki hati dan jiwa yang murni?
Seperti apakah warna jiwa murni?
Apakah putih? Apakah perak? Ataukah emas?
Aku tak tahu, karena aku telah lupa. Telah sangat lama saat terakhir kali aku melihat warna jiwa murni.
"Tapi Tuanku, Bila sudah tak ada lagi jiwa yang murni dan tulus bolehkah aku merombak ulang bumi? Bolehkah aku membawa pesan kematian pada mereka kemudian kita mulai lagi dari awal?"
Aku memberanikan diri bertanya.
"Untuk itu kuserahkan padamu sepenuhnya."
.
-BeautifulSoul-
.
Lee HyukJae berlari dengan langkah-langkah lebar.
Lagi, ia terlambat karena semalam membantu Hyungnya mencari nafkah dengan bekerja paruh waktu.
Di dunia ini ia memang hanya tinggal berdua dengan Hyungnya tercinta, oleh karena itu keduanya berusaha keras saling menjaga.
Langkah kaki HyukJae berhenti saat melihat seorang nenek yang kesusahan menyeberang. "Halmoni, mari saya bantu."
Dengan sabar HyukJae membantu sang nenek menyeberang jalan. Setelah melambaikan selamat tinggal, segera HyukJae kembali berlari sampai matanya melihat sosok namja dalam balutan kain putih ala Yunani kuno seperti dalam film-film kolosal lengkap beserta sepasang sayap yang persis seperti sayap merpati namun warnanya hitam pekat, sedang menatap langit.
Tanpa sadar tangan HyukJae terulur hendak menyentuh sayap itu.
"Kau bisa melihatku?"
Sang namja menoleh dan matanya membor kedalam mata coklat gelap HyukJae.
"Eh? Harusnya tidak bisa ya?" HyukJae malah balik bertanya sambil memamerkan senyum khasnya yang memperlihatkan sampai kebagian gusi-gusi pinknya. "Kamu apa?" Kilau rasa penasaran memenuhi kedua bola mata coklat gelap itu.
"Malaikat."
"Ohhhh…."
Orang–orang yang berjalan melewati mereka menatap aneh HyukJae, mungkin karena namja itu sibuk berbicara sendiri ditengah keramaian jalan.
"Kau percaya?" Kembali suara merdu yang bagaikan mengalun itu terdengar.
HyukJae mengangguk.
Suara denting bel pada menara jam terdengar, menyadarkan HyukJae akan kewajibannya untuk segera menghadiri sekolah.
"Ah, malaikat, aku harus pergi. Sampai jumpa lagi."
Sang malaikat bersayap hitam memandangi punggung yang menjauh itu.
"Setelah setahun disini, akhirnya ada yang bisa melihatku. Apakah benar dia manusia dengan hati dan jiwa yang murni?"
Direntangkannya kedua belah sayapnya dan terbang mengikuti sosok yang tengah berlari menuju timur itu.
.
-BeautifulSoul-
.
Gelak tawa mengejek menggema dari sebuah kelas.
Seorang namja dengan rambut kecoklatan terduduk di lantai sambil berusaha mengumpulkan isi tasnya yang berharga.
"Jangan sok karena kau pintar ya!" Seseorang mendorong kepala namja itu.
"Kau tidak pantas masuk disini, Lee HyukJae!" Kali ini suara seorang yeoja yang terdengar, HyukJae hanya menundukkan kepalanya.
BYUUUUUUR
Seember air dingin yang bau menyiram tubuh HyukJae dari ujung kepala sampai ujung kaki. Beruntung ia sempat menyelamatkan buku-buku dan tasnya.
"Hahahahahaha… Tikus got harus berpenampilan layaknya tikus got!"
Kemudian suara tawa makin keras terdengar.
"Yah! Apa yang kalian lakukan!" Sosok seorang namja berperawakan mungil menerobos kerubungan siswa. Matanya melebar melihat keadaan mengenaskan HyukJae.
"Hyukkie Hyung, gwencana?" Tanyanya khawatir, yang dibalas dengan anggukan lemah.
"Akan aku laporkan kalian!"
"Tidak apa Wookie ah…"
"Tapi Hyung…"
"Kau dengar sendiri bukan Kim RyeoWook? Si tikus senang diperlakukan sesuai dengan jati dirinya." Seoarang namja dengan tubuh tinggi berkata sambil memainkan sebuah ember hitam di tangannya.
"Kau…. "
"Sudahlah, Wookie ah."
RyeoWook mengepalkan tangannya erat-erat. "Kali ini kalian selamat karena HyukJae Hyung yang membela kalian. Kali lain aku menangkap basah kalian bersikap seperti ini maka aku pastikan kalian akan dikeluarkan dari sekolah!"
"Wah… Wah… Si kecil Kim RyeoWook mengancam kita, teman-teman."
"Kau, benar-benar…" HyukJae menyambar lengan RyeoWook sebelum namja yang memang memiliki perawakan mungil itu menerjang namja tinggi dengan senyum arogan itu.
"Wookie ah, temani aku berganti pakaian di loker ya?"
Melemparkan death glare terakhir, RyeoWook membantu HyukJae keluar kelas sembari mengelap wajah Hyungnya dengan sapu tangan.
.
"Aku tak habis pikir kenapa Hyung diam saja diperlakukan seperti tadi pagi." RyeoWook berjalan hilir mudik saat mereka berdua tengah berada di atap sekolah.
Keduanya memang biasa menghabiskan waktu istirahat siang di atap, karena HyukJae selalu dijadikan sangsak bullying bila mereka terlihat di kantin.
"Jangan diam saja diperlakukan seperti itu, mereka perlu diberikan pelajaran. Jika tidak mereka makin merajalela!"
HyukJae membuka satu lagi kancing teratas seragamnya karena kepanasan. "Sudahlah, Wookie ah. Apa tidak lelah marah-marah terus?"
"Hyung terlalu baiiiiik~~!" RyeoWook mengeluarkan teriakan high pitch andalannya.
Pengumuman dari speaker menenggelamkan suara RyeoWook. Rupanya namja mungil itu dipanggil ke klub musik.
"Pasti YeSung Hyung rindu padamu."
HyukJae mencoba mengalihkan perhatian RyeoWook dengan menggodanya, dan memang selalu berhasil. Kapanpun dan dimanapun dalam keadaan apapun RyeoWook selalu memerah bila seseorang menyebutkan nama pacarnya itu.
"Aish.. Jangan menggodaku."
"Hahahahaha… Mian. Sekarang pergilah. Kasihan YeSung Hyung-mu menunggu lama."
RyeoWook belari menuju arah tangga setelah sebelumnya memaksa HyukJae berjanji akan melapor kepada kepala sekolah bila ia ditindas lagi. Yang terpaksa dijanjikan oleh HyukJae, membuat RyeoWook bisa bernafas lega. Karena HyukJae tak pernah melanggar janji yang dibuatnya.
"Kau manusia teraneh yang pernah aku temui dalam berpuluh-puluh dekade terakhir."
HyukJae menoleh pada sumber suara, diatas kepalanya tepatnya.
Disana beberapa meter dari lantai, melayang malaikat yang ditemuinya pagi tadi. HyukJae mengangkat sebelah tangannya untuk menghalau sinar matahari karena malaikat itu melayang tepat didepan matahari.
"Ah, malaikat bersayap hitam. Ternyata kita bisa bertemu lagi."
Sang malaikat meluncur turun dengan gerakan mulus, tanpa menimbulkan suara apapun. Kemudian ia melipat sayapnya.
HyukJae menatap sayap itu dengan takjub. Bila diperhatikan dari dekat malaikat ini sungguh amat tampan, kulitnya putih, bulu matanya panjang, bibir merah delima. Sungguh menyerupai, tidak, bahkan lebih indah dan cantik dari malaikat dalam buku bergambar manapun.
"Kau adalah manusia yang aneh." Diulanginya lagi pernyataan itu.
"Terima kasih."
"Aneh."
"Yah.. Kenapa terus saja mengulangi kata aneh, apa aku memang seaneh itu?"
"Iya, kau aneh. Manusia pada umumnya akan ketakutan, panik atau akan berpikir aku hanyalah lelucon bila melihat sosokku. Tapi kau santai sekali."
"Ohhh… Itu karena kau indah sekali, walaupun sayapmu hitam tapi kau tak memiliki aura menakutkan. Lagipula apa untungnya bila kau berbohong tentang apa dirimu?" HyukJae menjawab dengan polos.
"Kau pantas dinobatkan sebagai manusia teraneh."
"Aish… Khan aku bilang hentikan. Hey, omong-omong apa kau punya nama?"
"….."
"Tidak punya atau aku tidak boleh tahu?"
"….."
"Tidak sopan bila aku memanggilmu hey terus. Um… Kalau begitu aku yang akan memberimu nama? Boleh tidak?" Tanpa menunggu persetujuan, HyukJae melanjutkan. "Hmmm.. Apa ya…. Hmmm… Ah, DongHae…. Bagaimana kalau nama itu? Bagus tidak? Suka tidak?"
Tidak ada tanggapan lagi.
"Baiklah, sudah diputuskan seperti itu. Jadi, DongHae, namaku Lee HyukJae. Mulai hari ini kita berteman ya."
HyukJae menarik tangan DongHae dan mengajaknya bersalaman.
"Teman katanya? Manusia dan Archangel berteman? Manusia ini memang benar-benar aneh. Tapi telah lama sejak terakhir kali ada manusia yang menanyakan siapa namaku." Pikir DongHae.
.
-BeautifulSoul-
.
Jam pelajaran terakhir berakhir tigapuluh menit lebih lambat dari biasanya. Setelah memberi hormat pada gurunya, HyukJae cepat-cepat merapikan barang-barangnya dan berlari keluar kelas. Ia harus bekerja paruh waktu hari ini dan ia tak ingin terlambat lagi.
Dari lantai atas seseorang hendak menyiramkan air kotor ke arahnya yang telah berada di lantai bawah.
"Awas!"
Tiba-tiba HyukJae merasakan seseorang telah mendekapnya, aroma pinus tercium dari tubuh orang itu. HyukJae menengadah dari dada orang itu dan menemukan sepasang mata berwarna gelap menatap balik dirinya.
"Hae…."
Sang malaikat bersayap hitam memeluk tubuh HyukJae dan membentangkan sayapnya seperti kubah untuk melindungi HyukJae dari siraman air. Membalut keduanya dalam selimut berwarna hitam pekat.
Para siswa yang melihat kejadian itu terpekur. Bingung. Bagaimana mungkin air melawan hukum alam dengan tidak mengenai namja berambut coklat itu seolah-olah ia menggunakan payung tak kasat mata.
HyukJae mengangkat tangannya dan menyentuh punggung DongHae, membalas pelukan itu, menutup mata kemudian membenamkan pipinya pada dada bidang sang malaikat.
Kebinggungan para siswa bertambah saat memperhatikan HyukJae memeluk udara kosong. Sepertinya siswa pintar yang masuk sekolah elit bernama St. Angela ini sudah kehilangan kewarasan karena terlalu banyak belajar.
Bisik-bisik yang dalam beberapa saat saja berubah menjadi keriuhan terjadi.
Mereka mulai mengata-ngatai HyukJae. "Tidak waras." "Mungkin stress" "Sakit."
"Parasit macam ini harus segera disingkirkan dari sekolah."
Telinga HyukJae menangkap tiap ucapan itu tapi tak peduli, biarkan saja mereka berkata apa, beranggapan apa. Ucapan mereka tidak penting. Yang penting baginya sekarang adalah, ia berada dalam perlindungan malaikat ini, malaikat yang hanya bisa dilihat oleh dirinya. HyukJae ingin waktu berhenti agar ia dapat berada dalam kehangatan ini lebih lama.
.
HyukJae dalam perjalanan pulang dari bekerja. DongHae melayang rendah disebelahnya. Sayapnya besar dan lebar. Tak pernah sedetikpun merasa bosan memperhatikan setiap detail sosok malaikat yang dengan seenaknya dia beri nama panggilan DongHae itu.
"Bolehkah aku menyentuh sayapmu, Hae?"
"Untuk apa?"
"Hanya ingin tahu."
"Kalian manusia memang selalu ingin tahu sesuatu yang bukan urusan kalian."
"Hehehehehe… Karena itulah kami disebut manusia. Karena kami tidak sempurna dan penuh rasa ingin tahu."
HyukJae menjulurkan tangannya dan menyentuh helaian sayap DongHae.
"Halus. Seperti apa rasanya terbang?" Kedua bola mata HyukJae berkilau karena semangat yang menggebu-gebu.
"Menyenangkan. Manusia jadi terlihat seperti kumpulan semut dari atas sana."
"Bagaimana rasanya menyentuh langit?"
"Langit tak bisa disentuh. Setinggi apapun kau terbang, tapi terbang dengan warna biru menenangkan disekitarmu sangat menyenangkan."
"Uwahhh…. Keren." HyukJae menurunkan tangannya dan sesaat pada bagian yang disentuh HyukJae warna hitam pekat digantikan putih pucat.
DongHae tertegun. "Mungkin hanya perasaanku saja." Pikirnya.
"Kenapa, Hae?"
"Tidak."
Tak ada yang berbicara. Keduanya tenggelam dalam pikiran masing-masing.
"Hae, tinggalah ditempatku." Pinta HyukJae kemudian.
"Aku memang ingin mengawasi manusia teraneh diantara bermilyar manusia dimuka bumi ini." Jawab DongHae agak sinis.
HyukJae memukul sang malaikat main-main tapi senyuman tak bisa hilang dari wajahnya.
.
-BeautifulSoul-
.
"Apa kau tak pernah merasa benci?" DongHae mengajukan pertanyaan yang telah mengganggunya sejak mengenal HyukJae seminggu yang lalu.
"Tentu saja pernah. Aku bukan manusia bila tak memiliki rasa benci, iri, cemburu, atau dengki."
"Lalu kenapa kau memaksakan diri berpura-pura baik pada semua orang padahal kau benci pada teman-teman sekelasmu?" DongHae kembali bertanya. Ya, ia tahu karena ia bisa merasakan perasaan para manusia, termasuk perasaan HyukJae.
HyukJae tersenyum. "Hehehehehe.. Aku munafik ya? Um… Bagaimana ya, aku akui aku memang benci atau tidak suka lebih tepatnya pada sikap mereka dan aku tak mau melupakan atau mengubur rasa benci akan sikap mereka karena bila kulakukan, maka suatu saat aku akan meledak. Perasaan benci yang dikubur dalam-dalam akan menumpuk dan suatu saat bila telah mencapai titik tertentu akan meledak."
HyukJae menarik nafas sebelum melanjutkan. "Aku tak mau itu terjadi, jadi aku selalu mengingat setiap perbuatan mereka sebagai sesuatu yang aku benci dan bila aku saja membenci perbuatan mereka, bagaimana mungkin aku membalasnya dengan perbuatan yang sama? Bagaimana perasaan mereka bila berada dalam posisiku? Karena itulah aku belajar membalas sikap mereka dengan apa yang Hae sebut pura-pura baik."
HyukJae menatap lurus kedepan, matahari sore menimpa tubuhnya, membuat rambut coklatnya berkilau kemerahan seperti api. Bukan api yang panas membakar tapi seperti api pada perapian yang hangat.
"Seperti apa warna jiwamu?" Bisik DongHae.
"Huh? Hae tadi bicara apa?" HyukJae mendekatkan sedikit tubuhnya, membuat DongHae merasa tidak nyaman. Ia bukan manusia yang memiliki jantung tapi bila ia punya maka DongHae yakin sekarang jantungnya telah berpacu berknot-knot lebih cepat dari normal.
"Hae~~~ Tadi bilang apa?"
"Tidak ada."
HyukJae menggelembungkan pipinya.
"Aku ingin bertanya satu hal, bila besok dunia berakhir apa yang akan kau lakukan?"
HyukJae diam. Matanya berpaling kembali kedepan, perlahan dia berjalan menuju pegangan pada atap dan melihat anak-anak klub sepak bola bermain dengan gembira.
"Sebenarnya banyak hal yang ingin aku lakukan. Tapi bila besok merupakan akhir dunia, maka aku akan mengambil foto yang banyak. Aku akan mengunjungi semua sahabat-sahabatku, menghabiskan waktu dengan Hyungku, mengambil foto mereka. Aku ingin menyampaikan betapa aku mencintai mereka dan meminta mereka memaafkan segala kealphaanku. Lalu aku pasti akan menangis keras, menangisi betapa selama ini aku tak pernah menghargai setiap detik waktu yang kumiliki bersama mereka."
HyukJae merentangkan tangannya. "Ah… Kau membuatku jadi merindukan Hyungku dan Wookie. Terima kasih, Hae. Kau telah menyadarkanku."
DongHae terkejut akan jawaban yang keluar dari bibir HyukJae. "Apa kau tidak akan mengutuk atau marah pada Tuhan karena merenggut semua milikmu?"
"Aniya. Karena semua milikku adalah pemberian. Tuhan berhak mengambil pemberiannya. Tapi aku tak ingin tuhan mengambil satu hal dariku. Kalau soal ini aku akan menjadi si jahat yang egois. Aku tak akan menyerahkannya walau harus jatuh ke neraka paling dalam." Tiba-tiba kedua pipi HyukJae memerah.
"Kau kenapa?" DongHae mendekat dan menyentuh kulit putih mulus itu. HyukJae menutup matanya dan menggeleng.
"Aniya."
"Benda apa yang tidak ingin kau serahkan?"
"…"
"Tidak usah takut, aku tidak akan mengambilnya. Lagipula neraka itu tidak ada. Tuhan terlalu mencintai manusia hingga tidak mungkin Beliau menyiksa mereka seperti yang ada dalam kisah-kisah kalian para manusia."
HyukJae membuka kedua matanya. DongHae dapat merasakan suatu perasaan meluap dari jiwa HyukJae. Sesuatu yang hangat.
"Bukan benda."
"Lalu?"
HyukJae berlari ke arah pintu, kemudian menoleh. "Rahasia. Bila benar waktuku di dunia telah habis baru akan kuberitahu."
.
-BeautifulSoul-
.
Seorang namja dengan tubuh tinggi tegap merampas sebuah tas dari salah satu meja. Bersama teman-temannya ia menyobek dan menghamburkan segala isi dari tas itu.
Tidak merasa puas, diambilnya lighter kemudian membakar dan membuang serpihan kertas itu sembarangan. Gerombolan siswa itu terkekeh sadis dan meninggalkan kelas.
Tanpa mereka sadari serpihan kertas itu melayang terbawa angin dan hinggap pada gorden, pelan namun pasti api mulai menjalar.
.
Siswa St. Angela panik, entah dari mana asap datang dan api telah mengelilingi gedung sekolah. Para guru tengah mengecek jumlah siswa masing-masing kelas sementara pemadam kebakaran belum juga tiba.
HyukJae masih terjebak dalam gedung. Ia berlarian mencoba mencari pintu keluar.
"Berpeganganlah padaku. Aku akan membantumu keluar." DongHae mencoba menawarkan.
"Dengan cara apa? Membawaku terbang?"
DongHae mengangguk.
Belum sempat HyukJae menjawab apapun, dari belakang mereka seseorang terbatuk-batuk. HyukJae dengan sigap menghampiri sosok itu.
"Jangan sentuh aku dengan tangan kotormu, Lee HyukJae." Ujar namja itu dengan keras kepala.
Sama halnya dengan HyukJae yang juga dengan keras kepala menarik lengan namja itu dan memapahnya. "Kita akan keluar dengan selamat. "
Asap pekat dan panas api membuat kedua anak manusia itu makin sulit bernafas. Namja itu segera saja kehabisan nafas dan pingsan. Membuat HyukJae kesusahan membawa tubuhnya karena sang namja bertubuh lebih besar darinya.
"Lepaskan dia, aku akan membawamu keluar dulu. Kemudian aku akan kembali untuk menolongnya." DongHae menawarkan.
HyukJae hanya menggeleng. "Bawa dia dulu baru aku."
"..."
"Kumohon." Tambahnya saat melihat DongHae ragu.
"Baiklah."
DongHae memapah tubuh lemas itu dengan mudah dan segera terbang dengan mencari rute yang tidak terlihat para manusia dan menurunkan sang namja ditempat sepi, pada taman belakang sekolah.
Saat kembali ke dalam gedung sekolah, DongHae menemukan sosok HyukJae pingsan. Segera saja direngkuhnya tubuh itu.
"HyukJae…"
Perlahan HyukJae membuka matanya dan tersenyum.
"Akhirnya kau memanggilku dengan namaku. Uhuk… Kupikir tidak akan bisa melihatmu untuk yang terakhir kali." Ucapnya disela batuk-batuk hebat.
"Jangan banyak bicara. Ayo, keluar."
"Tidak akan sempat, Hae."
DongHae mengangkat tubuh HyukJae, mengistirahatkan kepala namja itu pada dadanya.
"Apa kau tidak ingin tahu apa yang tidak ingin kulepaskan itu."
"Tidak. Jangan katakan sekarang. Ini bukan akhir hidupmu."
"Hahahaha… Hae selalu berpura-pura dingin dan tidak memperhatikan tapi kau selalu mendengar apa yang kukatakan."
"Diamlah, aku akan membawamu keluar sekarang."
Mengambil rute yang berbeda dengan tadi, DongHae terbang sambil membopong tubuh HyukJae.
"Ternyata terbang memang menyenangkan. Harusnya kau mengajakku terbang lebih sering."
DongHae meluncur turun sementara para siswa dan guru menjadi ketakutan karena melihat tubuh seorang namja tiba-tiba meluncur turun dari jendela lantai lima dan mendarat dengan mulus di tanah tanpa benturan. Tak ada yang berani mendekati sosok itu.
HyukJae mengeratkan pegangannya pada bagian depan kain putih yang dipakai DongHae.
"Aku sungguh tak ingin melepaskanmu, tapi ternyata aku harus." Nafas HyukJae makin tak beraturan. "Saranghae… Jeongmal saranghae…"
Mata HyukJae tertutup dan ia menghembuskan nafas terakhirnya. Sebutir air mata mengalir dari kedua bola mata gelap sang Archangel. Sebuah sinar melingkupi tubuh HyukJae, bukan putih, bukan emas, bukan pula perak. Warnanya seperti warna pelangi.
Kilau warna pelangi itu melunturkan warna hitam dari sayap DongHae.
"Cantik… Hati dan jiwamu sangat cantik Lee HyukJae." Air mata makin deras membasahi pipi DongHae.
Sebuah suara menggema ditelinga DongHae. "Kau telah berhasil memurnikan sayapmu kembali. Selamat."
"Tuanku."
"Ada apa sahabatKu?"
"Bisakah manusia ini dihidupkan kembali Tuanku?"
"Kau tahu itu tidak bisa. Hidupnya telah tersurat berakhir hari ini."
"Tuanku…"
"Tapi Aku tahu kau mengasihinya, karena itu Aku akan memberikanmu hadiah."
Kilauan warna pelangi itu memadat dan membentuk sosok seperti tubuh seseorang, dengan warna kulit yang sama, warna rambut yang sama dan kedua bola mata indah yang sama tapi ditambah dengan sepasang sayap putih cemerlang.
"Tuanku, terima kasih."
"Segeralah kembali ke atas wahai sahabat."
"Baik Tuanku."
DongHae berdiri dan mendekati sosok HyukJae, menyentuh pipinya. "Kini, kau tak perlu melepaskanku. Berdua kita akan mencintai dan menjaga manusia."
"Tentu Hae."
Sepasang malaikat itu merentangkan kedua sayapnya dan sambil bergandengan tangan keduanya terbang menuju surga.
.
.
THE END
.
.
Hahaha… ini adalah hasil saya mendengarkan Ts Waltz semalam suntuk, jadi saya tiba-tiba terbayang bagaimana kalau Hae itu jadi angel, pastiiiiii tampaaaannnnn. Mohon maaf kalau ada kesalahan dalam FF ini, saya tidak bermaksud menyinggung kepercayaan dan agama manapun. ^^v
Ini murni hanya imajinasi saya.
FF ini saya dedikasikan untuk reader & reviewer Behind SuJu's Door chap EunHae karena yang sebelumnya saya mengecewakan. :D
Terutama FF ini saya dedikasikan untuk Ines. Saya tidak tahu ini romantis apa tidak ya karena alurnya yang super cepat. Hehehehe… Mian kalau kurang memuaskan.
Please kindly review yaw.
Love, Cho Jang Mi
