Arakafsya Uchiha Mempersembahkan:
"Everything Has Changed"
Genre: Romance/Hurt/Comfort
Characters: Kaneki & Touka
Rate: T
Disclaimer: Ishida Sui
.
.
.
Warning: Fict pertama di TG, gak jamin bagus. [AU] DLDR!
.
.
.
Happy reading
.
.
.
Tahun 2010.
"Touka-chan, bagaimana?"
Suara Hide memecah keheningan yang terjadi di cafe Anteiku siang ini. Kirishima Touka, gadis manis bersurai ungu itu tersenyum menggeleng—getir—air matanya turun perlahan membasahi pipinya yang tak lagi bersemu merah seperti dulu. Genggaman surat di tangannya kian mengepal, memperburuk penampilan kertas yang sudah terlipat-lipat itu. Hide menghela nafas pasrah, ia mengenal Touka dengan baik sejak sahabat baiknya memperkenalkan Touka padanya sebagai kekasih. Touka tidak pernah bersedih di depan orang lain, ia akan selalu tersenyum meskipun beban yang ia pikul begitu berat. Tapi, Touka yang sekarang benar-benar terpukul. Ia kehilangan pegangan hidupnya.
"Biar saja," Touka membuka suara, "Aku tidak akan mengatakan apapun pada Kaneki." Lanjutnya.
Kaneki, Kaneki Ken. Pemuda itu yang Touka maksud, untuk menyebut namanya saja membuat hatinya begitu sesak. Kenapa? Kenapa ini harus terjadi padanya?
Hide menatapnya serius, "Tapi, apa kau yakin kau tidak mau menemuinya sebentar saja?"
Touka menggeleng, "Tidak, aku datang pun percuma saja. Kaneki...tidak akan mengenaliku lagi."
Ia hapus air matanya dengan kasar, "Hide, jika Kaneki sadar nanti, jangan ceritakan apapun tentangku padanya. Aku akan pergi dan anggaplah kalian tidak pernah mengenalku."
"Touka-chan, kau berarti bagi Kaneki! Jangan bicara seperti itu, bagaimana pun aku akan memberitahu kalau—"
"Cukup, Hide!" Touka memotong kata-kata Hide dengan nada yang serius, "Ada Rize-san disini, ia lebih cocok dengan Kaneki. Walaupun...walaupun Kaneki sadar, ia akan melihat kenyataan bahwa aku tidak pantas berada di sampingnya. Jangan membuat ini semakin rumit, Hide."
"Kaneki pernah bercerita padaku," Hide mengalihkan pandangannya menatap kaca jendela Anteiku, "Dulu, ia hanya sekedar menyukai Rize-san. Tapi, saat sudah mengenalmu...ia tidak bisa berhenti memikirkanmu."
Tatapan sayu Hide kini seperti kamera yang kehilangan fokusnya, "Ia mulai beajar jadi laki-laki yang berani, yang bisa melindungi wanita. Ia melakukan itu semua untukmu, untuk Kirishima Touka."
"Awalnya aku tidak percaya ia menyukai gadis garang sepertimu," Hide tersenyum, "Tapi kau sudah mengubah Kaneki, maka itu kau berharga untuk Kaneki."
Touka tersenyum pedih, "Bodoh, kenapa aku tidak sadar kalau aku begitu mencintainya?"
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Tahun 2015.
Kirishima Touka datang lebih pagi dan pulang sore dari hari biasanya. Sore ini langit Tokyo tengah hujan, udaranya dingin, angin saling bertiup dari segala arah. Ia duduk sembari menatap kaca jendela kantornya yang ia biarkan terbuka. Ia selalu suka mencium aroma hujan, mengingatkannya pada seorang pemuda yang pernah ada dihatinya—dulu—lima tahun yang lalu. Semilir angin kini meniupkan helaian rambutnya yang sengaja ia potong pendek, ia tersenyum getir.
"Touka-san, anda belum pulang?"
Sebuah suara dari balik sekat kantornya membuyarkan lamunan gadis manis itu, Touka menggeleng. Ia tidak mengatakan sepatah katapun, hanya tersenyum dan menggeleng. Bukan, Touka bukannya angkuh. Semua pegawai disana mengenal Touka sebagai gadis yang pendiam. Kantor memang sudah sepi, dan tinggal Touka di ruangan itu. Gadis itu segera membereskan meja kerjanya, merapihkan berkas-berkas laporan yang sempat ia kerjakan sedari tadi. Ditariknya laci meja kerjanya, tertegun sejenak ketika matanya menatap sebuah kertas usang yang sudah terlipat-lipat. Ah, kertas itu.
"Kaneki Ken, apa kabarmu?" lirihnya bersamaan dengan hembusan angin yang lewat.
==oOo==
Sebuah Ferrari merah meluncur membelah angin di jalan protokol dekat perkantoran Hashida, sang pengemudi harap-harap cemas sembari terus memacu kecepatan si kuda jingkrak merah tersebut. Kedua tangannya mengepal dalam kemudi, membelokkannya ke dalam gedung pencakar langit Hashida. Sementara laki-laki lain yang ada kursi penumpang itu hanya bisa menutup mata pasrah jikalau mobil yang mereka tumpangi mengalami kecelakaan.
"Oi oi oi, Kaneki! Pelanlah sedikit, kita bisa mati karena ulahmu!" teriak pemuda berambut pirang yang kini memejamkan matanya.
"Kaneki!"
CKIIIIIIIIT!
Mobil merah itu berhenti mendadak. Kedua pemuda itu terkejut bukan main, jantungnya seakan-akan berhenti berdetak detik itu juga. Mereka saling berpandangan, bertatapan ngeri satu sama lain.
"Kaneki, kau menabrak seseorang?" Tanya pemuda itu sembari melepas sabuk pengamannya.
"Entahlah, ayo kita pastikan." Jawab pemuda bernama Kaneki tadi.
Kaneki dan Hide—sebut saja mereka demikian—keluar dari mobil ketika pintu si merah terbuka ke atas, Hide bernafas lega ketika yang ia temui adalah seorang gadis yang masih benyawa. Dilihatnya Kaneki berlari kecil menghampiri gadis yang hampir ia tabrak tadi.
"Hei, kau tidak apa-apa?"
Ketika suara itu memasuki indera pendengaran si gadis, maka gadis itu pun mendongak menatap wajah Kaneki. Gadis itu terkejut bukan main, ia menutup mulutnya yang terbuka dengan tangan kanannya. Gadis itu menangis, dan Kaneki bingung karenanya.
"Maaf, aku benar-benar minta maaf. Aku bisa mengantarmu ke—"
"Kaneki...Ken..." Gadis itu mendesis.
"Touka-chan, kau kah itu?!" Kali ini Hide yang berteriak, "Touka-chan!"
Gadis yang dipanggil Touka itu sesegera mungkin bangkit dari posisinya dan berlari menjauhi mereka. Sementara Kaneki mulai merasa pusing ketika Hide meneriakkan nama yang tidak asing baginya. Touka, Touka, Touka. Nama itu terus terngiang sampai akhirnya kepalanya terasa berdenyut, begitu menyakitkan. Kesadarannya perlahan-lahan mulai menurun, sampai akhirnya ia terbaring begitu saja tak sadarkan diri.
"Kaneki!"
.
.
.
Detik demi detik berlalu sesaat setelah kejadian aneh menimpah Kaneki Ken. Ia seperti roh yang meninggalkan tubuhnya, ia berjalan di dalam mimpinya dan melihat dirinya sendiri yang kini membelakanginya dengan seorang gadis yang ia rangkul dengan hangat.
"Aku tidak peduli sekuat apapun kau, kau tetaplah wanita. Aku akan melindungimu." Kaneki mendengar dengan jelas kata-kata yang keluar dari dirinya yang kini sedang merangkul wanita itu. Meski Kaneki sendiri tidak tahu siapa wanita yang dirangkulnya itu, ia hanya tahu kalau wanita itu memiliki surai berwarna ungu.
"Aku tidak mau dilindungi laki-laki lemah sepertimu!"
Hey, wanita itu memiliki mulut yang 'pedas'. Tapi, kenapa ia malah merasa terhibur melihat dua manusia berbeda gender itu?
"Kaneki," panggil gadis itu, "Kenapa kau menyatakan cinta padaku?"
Apa? Menyatakan cinta katanya? Kapan? Ia tidak ingat pernah menyatakan cinta pada siapapun. Ia mendekati bayangan dirinya yang kini sedang mengecup kening gadis itu, lalu bayangan dirinya tersenyum pada gadis itu.
"Karena aku mencintaimu." Ucap Kaneki yang lain pada gadis itu, ia melihat bayangannya itu tersenyum bahagia pada wanita itu.
Siapa? Siapa gadis itu? Kenapa rasanya begitu hangat?
"Rize-san lebih cantik dari aku." Kata gadis itu lagi.
Rize? Bukankah Rize adalah kekasihnya sekarang? Kenapa gadis itu mengatakan tentang Rize? Warna rambut mereka sama, kalau yang disana bukan Rize...lalu siapa?
Kaneki Ken membuka matanya perlahan-lahan, kedua matanya mulai melihat-lihat lingkungan sekitarnya. Semuanya serba putih, dan Hide sedang berdiri membelakanginya.
"Hide," suara parau Kaneki akhirnya membuat pemuda bernama Hide itu membalikkan badan dan menghampirinya.
"Kau sudah sadar?" pemuda berambut pirang itu menyodorkan segelas air padanya, "Minumlah, Kaneki."
Dengan susah payah Kaneki membuat tubuhnya dalam posisi duduk, ia menerima gelas air minum itu dan meminum isinya hingga habis.
"Apa yang terjadi, Hide?"
Hide menatap Kaneki, "Kau pingsan."
Kaneki mendongak, "Ada dimana ini?"
"Ruang perawatan Hashida." Jawabnya lagi.
"Hide," Kaneki menatap keluar jendela ruang perawatan, "Aku boleh bertanya sesuatu padamu?"
Pemuda berambut pirang itu mengangguk, "Silahkan."
"Apa...apa aku pernah mengenal gadis lain sebelum aku mengenal Rize?" kedua mata Kaneki kini menatap antusias pada Hide, memohon jawaban yang dapat membantunya menyelesaikan teka-teki mimpi tadi—mimpi yang terus menghantuinya.
Hide tarik nafas sejenak, "Sebelum kau mengalami kecelakaan, kau memang pernah mengenal seorang gadis. Gadis itu adalah pacarmu. Ketika ia tahu kau mengalami kecelakaan dan dokter mengatakan kau amnesia, kekasihmu tentu sedih. Kami bertemu di Anteiku pagi itu, ia memutuskan untuk pergi dari kehidupanmu."
"Tapi kenapa?! Kalau ia memang kekasihku, seharusnya ia—"
"Tunggu, Kaneki. Aku belum selesai," sahut Hide lagi, "Ia terlalu minder untuk itu, ia yakin setelah kau amnesia kau akan melupakannya. Ia tidak mungkin datang dengan mengatakan kalau ia adalah kekasihmu, ia merasa tak pantas untukmu."
"Lalu kenapa saat itu kau dan Hinami kompak menyatakan kalau Rize adalah kekasihku?!"
Hide menghela nafas, "Kekasihmu mengatakan padaku kalau aku tidak boleh menceritakan apapun tentangnya padamu, kau harus segera menjalin hubungan dengan wanita yang sepadan denganmu. Ia merasa Rize jauh lebih cantik dan Rize patut bersamamu."
"Omong kosong!" Kaneki bangkit dari kasurnya, tak peduli surai putihnya yang acak-acakan seperti orang baru bangun tidur.
"Oy, Kaneki! Kau mau kemana?!" teriak Hide yang kini berlari menyusulnya.
Kaneki kembali merapihkan pakaiannya yang sempat kusut, entah kenapa pikiran dan hatinya tertuju pada gadis bersurai ungu yang hampir ia tabrak tadi. Ketika gadis itu memanggil namanya, Kaneki seolah merasa dejavu. Ia kenal suara itu, tapi ia tak mengenal wajah gadis itu. Dirinya terus berlari menuju mobilnya yang mungkin sekarang sudah ada di basement.
"Oy, Kaneki!"
BRUG!
Hide tak percaya pada apa yang ia lihat, ini seperti takdir yang mempertemukan kembali dirinya dengan Touka. Gadis itu bertabrakan dengan Kaneki, sementara keduanya masih sibuk meringis satu sama lain, Hide buru-buru berlari menghampiri keduanya.
"Kaneki, Touka-chan."
Ketika dua nama itu lolos dari mulut Hide, kedua anak manusia yang disebut namanya itu saling bertatapan—terkejut dan diam tanpa kata. Angin berhembus meniup rambut ketiga manusia yang akhirnya dipertemukan kembali. Mata Kaneki tiba-tiba saja melihat sebuah kertas usang yang terlipat-lipat di lantai, dengan sesegera mungkin ia menarik kertas itu.
"Jangan! Itu milikku, kembalikan!" sahut Touka yang mulai ketakutan karena Kaneki menemukan suratnya.
"Kau sempat menyebut namaku tadi, itu artinya kau mengenalku." Kata Kaneki pelan, tapi Touka enggan peduli.
"Bukalah, Kaneki." Hide ikut menimpali, yang pada akhirnya Kaneki melihat ada interaksi tak kasat mata antar Touka dan sahabatnya itu.
Kaneki menatap Touka sekilas, ia membuka surat itu dengan pelan-pelan agar tidak mudah sobek. Kertas itu berisikan surat yang ditulis langsung dengan tangan.
Desember, 2010.
Untuk Kaneki Ken yang tersayang...
Kaneki yang merasa namanya tertera disana mulai menatap Touka dengan intens, mencoba mengingat-ingat isi mimpinya barusan.
-Fin?-
Author Note:
Asli! Udah berapa lama ini saya gak ngetik-ngetik fic? Setahun? Bisa jadi, duh mohon maaf kalo tulisannya jelek gak kaya biasa—biasanya juga jelek sih—hahaha, anyway saya lagi coba-coba Kaneki Touka, sepertinya dikit ya ficnya? Okelah, saya mau ramaikan kalo gitu :') geregetan aja liat mereka berdua hahaha.
Anyone, review? Thanks! :D
