Halo! Fettu balik lagi nih

Fic kali ini Hibiya x Reader. Hahaha baru kali ini aku bikin chara x reader.

Cerita ini sebenarnya cerita mimpiku. Tapi ada bagian yang aku rubah sedikit. Karena mimpiku terlalu absurd untuk dijadikan fanfiction-

(y/n) for your name

Kagerou project © Jin (Shizen no teki-p)


Langit berwarna merah menyala sedang menyelimuti kotaku, terik matahari kian memadam, angin berhembus dengan sejuknya dari barat ke timur. Saat itu aku sedang berjalan ke ruang guru untuk memberikan tugas, perlahan aku memutar knob pintu ruang guru

"permisi"

langkah per langkah aku masuk ke ruang guru. Ruang guru saat itu bagaikan pemakaman dimalam hari, ya, suasananya hening membuat aku gemetaran bagaikan suatu arwah sedang meghantui ruangan itu. Karena ini kesalahanku mengumpulkan tugas tidak tepat pada waktunya. Ini disebabkan oleh kebiasaan burukku, tidur saat pelajaran.

Tapi kebiasaan burukku kali ini memang tidak bisa dimaafkan, sepanjang pelajaran fisika, aku tertidur sehingga tidak tahu tugas dan catatan hari ini. Karena pelajaran fisika adalah pelajaran terakhir, sensei memberikanku detensi sehingga aku harus menunda kepulanganku 2 jam, ditambah tugas segunung yang diberikan olehnya.

Aku memberikan berlembar lembar kertas yang tidak sanggup kuhitung kepada sensei. Sensei hanya tersenyum melihatku babak belur karena tugasnya, tapi senyumanya itu senyuman licik. Aku tidak tahu mengapa sensei sering seperti itu haah-

saat aku membalikkan badanku untuk pergi dari ruangan mengerikan ini, sensei menahanku, lalu meminta pertolongan padaku "(y/n), tolong panggilkan temanmu yang bernama... sensei lupa namanya"

"siapa, sensei?" tanyaku

"Sensei lupa, dinama belakangnya itu ada kata kata yang mirip dengan 'maman'" entah kenapa kalimat yang terlontar dari mulut sensei ini membuatku tertawa kecil. Sensei segera membuka buku nilainya, ia mencari nama anak itu didaftar nilai.

"Ah- ini dia, namanya Hibiya Amamiya. Tolong panggilkan ya. Ada beberapa nilai yang kosong"

Aku yang mendengar nama itu langsung tersedak air liurku sendiri 'Hibiya Amamiya'? Sepertinya nama itu sangat familiar ditelingaku. Kalau diingat ingat, aku memang tahu siapa itu Hibiya, tapi itu didalam dunia 2D, artinya ia tidak nyata didunia ini. Ini merupakan salah satu character favoritku. Dari Mekaku City Actors. Tidak mungkin aku bertanya pada sensei 'Hibiya yang dari Mekaku City Actors itu?' Karena itu mustahil baginya untuk mengetahui itu

Jadi kuputuskan bertanya pertanyaan yang lebih masuk akal "sensei, Hibiya itu siapa?" Tapi sensei malah balik bertanya "loh? Itu anak yang duduk tepat disamping tempat duduk kelasmu. Masa kamu lupa? Kau selalu berbicara dengannya"

'selalu berbicara dengannya'? berarti selama ini aku mengenalinya? tapi kenapa aku tak ingat? ada apa dengan kepalaku-

"ta-tapi, sen-"

"tidak ada tapi-tapi-an! cepat cari dia."

"ba-baik."

Aku segera keluar dari ruangan itu, berusaha mencari anak yang bernama Hibiya Amamiya yang katanya dekat denganku, seperti kakak-beradik.

Sampai lah aku di kantin belakang sekolahku, Aku melihat sesosok anak kecil bersurai coklat memakai seragam sekolah sedang duduk dibangku kantin dan menundukkan kepalanya. Aku menghampiri anak itu dan ya, tebakan aku benar, dia adalah anak yang aku cari, Hibiya Amamiya. "Hibiya? Kau Hibiya kan?" Tanyaku padanya, karena dia sangat mirip dengan Hibiya yang ada di mca ataupun Kagepro.

"Kepalamu kenapa? Tumben kau bertanya seperti itu. Iya. Aku ini Hibiya" jawabnya dengan dingin.

"kenapa kau tidak pulang? ini sudah sore" sebenarnya bel pulang sudah dari jam 2.30 siang. Karena aku menunda kepulanganku 2 jam, itu berarti kini waktu sudah menunjukkan angka 4.30 sore.

"Itu bukan urusanmu." Jawabnya.

Ia sedang menatap secarik kertas kecil yang bergambarkan sebuah foto gadis perempuan bersurai hitam dikuncir ponytail, mempunyai mata yang berwarna coklat tua, memakai baju hitam dengan lengan sampai siku dan baju luaran berwarna pink-ungu, dan memakai sandal berwarna coklat bergaris merah-muda.

Tanpa kusadari Hibiya meneteskan air matanya, Langka sekali baginya untuk berbuat seperti itu. Aku segera duduk disampingnya menatapnya tajam "kau kenapa?" Hibiya mengusap air matanya yang tak lekas henti "hari ini adalah peringatan 40 hari kematian temanku" ia meremas foto yang dipegangnya

Kutatap gadis yang berada difoto itu. Tanpa kusadari kalimat menyakitkan terlontar dari bibirku "oh, aku tahu! Hiyori kan? Hiyori Asahina!" Mendengar ucapanku, air mata Hibiya semakin mengucur dengan deras, aku pun panik, segera meminta maaf padanya. Tetapi ia tidak mengucapkan sepatah kata pun kepadaku.

"Sudah jangan menangis. Lupakan Hiyori. Kan ada aku disini" aku memalingkan wajahku

"Apa maksudmu." Ia mengerutkan dahinya menatap aku dengan tatapan tajamnya namun air matanya tetap tergenang di kelopak matanya.

"Bu-bukan seperti itu. Maksudku- lupakanlah masa lalu, mulai sekarang kau harus fokus ke masa depan! Jangan khawatir! Kan ada Mekakushi dan!" Ucapanku bagaikan aku termasuk anggota mekakushi dan.

"Darimana kau tahu Mekakushi dan?" Air matanya berhenti mengucur. Sekarang ia berfokus kepada topik pembicaraan kami.

Tidak mungkin aku menjawabnya seperti ini 'karena aku menontonmu setiap hari!' Itu akan membuatnya semakin canggung dan mungkin ia akan menjauhiku.

Jadi kuputuskan menjawabnya seperti ini "kau kan sering menceritakan padaku!"

"Aku tidak ingat." Jawabnya

"Ba-bagaimana kalau kita ke pemakaman Hiyo- maksudku temanmu itu? Ini hari peringatan 40 hari kematiannya kan? Apakah kau tidak ingin mengucapkan selamat tinggal padanya?" Aku berusaha membelokkan topik pembicaraan. Aku hampir lupa kalau Mekakushi dan adalah kelompok rahasia.

Akhirnya pada saat itu juga aku pergi ke pemakaman temannya. Hibiya lupa membawa uang, jadi aku yang membelikannya setangkai bunga mawar. Mawar berwarna merah darah yang cocok dengan kecelakaan yang menimpa Hiyori saat itu. Hahaha aku hanya bercanda. Tidak mungkin aku berbuat hal sekejam itu kepadanya.

Dipemakaman, Hibiya berbisik "Hiyori, maaf aku selalu lupa mengunjungimu. Bagaimana kabarmu disana? Aku berharap kau tenang di alam sana. Aku tidak akan melupaimu" aku yang berdiri dibelakangnya hanya bisa tersenyum melihat Hibiya berbisik.

"Ah– aku hampir lupa. Ini teman sekolahku, (y/n). Dia yang membelikan bunga ini. Aku lupa membawa uang hehe. Lain kali, aku akan membelikanmu bunga kesukaanmu dengan uangku sendiri. Oh iya, (y/n) itu selalu tidur tengah pelajaran. Dia memang pemalas. kuharap kau bisa akrab dengannya." Lanjutnya

Kata kata terakhirnya memang menyebalkan. Membuatku ingin menyetrumnya. "Aku tidur bukan karena malas, tapi faktor kebiasaan. Lagipula bagaimana aku 'bisa akrab dengannya'? Dia kan sudah tiada."

Kami setiap hari selalu bertengkar, jadi tidak asing bagiku untuk mendengar perkataan kasarnya. Terkadang kami bertengkar di tempat yang salah. Contohnya di pemakaman ini.

Hibiya tidak merubah posisinya. Telapak tangannya masih menempel dengan telapak tangannya yang lain. "Berisik. Perkenalkan dirimu sekarang."

Dengan terpaksa aku merubah posisiku, aku bersimpuh mengikuti posisi Hibiya. "Namaku (y/n). Teman sekelasnya Hibiya. Senang berkenalan denganmu, Hiyori-chan"

Hibiya berdiri, Ia mencium telapak jarinya dan menyentuh nisan dengan jari yang telah ia cium. Aku tidak mengerti apa yang dilakukannya—

Saat aku keluar dari pemakaman, aku melihat toko Ice cream paling enak yang ada di kotaku. Karena cuaca saat i itu sejuk angin barat, aku segera mengunjungi toko itu. "Kenapa kau kesini?!" Tanya Hibiya

"Aku mau beli Ice cream. Memang kau pikir aku mau apa lagi? Kalau kau mau ambil saja." Tenang, aku punya trik trik untuk memancingnya untuk menemaniku.

"Aku mau pula-" Hibiya berusaha pergi meninggalkanku, tetapi aku berhasil mencegahnya dengan memegang tangannya. "Tenang, aku yang membayarkanmu"

"Baiklah kalau itu maumu. Aku mau rasa Pumpkin." Lihat? Lihat? Aku memang bisa mengandalkannya hahaha

Kami duduk dibangku depan toko Ice cream seraya memakan Es yang sudah kami beli. Suasana saat itu sangat hening. Aku tidak mempunyai topik pembicaraan yang cocok dengan suasana seperti ini.

"Nee, (y/n), apakah kau pernah kehilangan orang yang kau sayangi?" Tanyanya. Mendadak Hibiya menjadi serius. Aku pun bingung harus menjawab apa.

"Ya. Memang kenapa?" Firasat buruk menghantuiku. Aku tidak terlalu suka dengan topik pembicaraan yang terlalu serius.

"Dan bagaimana kalau orang yang kau sayangi itu meninggal karena menyelamatkan kau? padahal kau tahu itu adalah takdirmu untuk mati" air mata Hibiya kembali bercucuran.

Dia tidak menatapku dia hanya menatap ice cream yang perlahan mencair. Aku hanya diam saja. Tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulutku.

"Jawab pertanyaanku."

"Yah– kalau dia menyelamatkanku, itu artinya orang itu masih mempunyai kepercayaan kepadaku untuk terus menjalani hidup kan? Tidak mungkin ia menyelamatkanku tanpa alasan. Bisa jadi orang itu membalas kebaikan yang kita berikan kepadanya selama ini. Atau mungkin dia memang menyayangiku. Kalau soal takdir sih- selama aku berusaha, aku pasti bisa merubahnya ya kan?"

Ternyata penjelasanku yang cukup panjang lebar kali tinggi itu membuahkan hasil yang cukup mengharukan bagi Hibiya. Air matanya tidak berhenti namun ia tersenyum "terima kasih."

Hibiya memang menyebalkan, tapi kalau melihatnya seperti ini air mataku jadi ingin jatuh. Aku mengusap air mata Hibiya yang jatuh keatas pipi lembutnya dengan sapu tanganku. "Sudah jangan menangis" kataku.

"(Y/n), aku tidak ingin kehilangan orang yang kusayangi untuk kedua kalinya. Aku—" sebelum dia menyelesaikan perkataannya, aku langsung memeluknya.

"Aku tahu perasaanmu, Hibiya. Itu menyakitkan. Sangat menyakitkan." Tanpa kusadari air mataku jatuh keatas pipiku lalu jatuh keatas bahu Hibiya.

"(Y/n)..." namaku disebut olehnya. Ia memelukku kembali.

Aku dan Hibiya melepaskan pelukan kami. Dia berkata hal yang jarang sekali ia ucapkan yang membuatku kaget "(y/n), entah kenapa jika aku bersamamu aku merasa nyaman. Itulah sebabnya aku selalu ingin dekat denganmu."

Hibiya mengusapkan air matanya, tersenyum, tetapi ia tidak menatapku. Aku diam seribu bahasa. Aku tidak tahu bagaimana aku menjawab perkataannya.

Hibiya menyentuh tanganku yang tengah menopang badanku "(Y/n), aku—"

"Hibiya~ kami datang menjemputmu~ kau darimana sih? Kita harus menjalani mis— ah maaf mengganggu"

Sebelum Hibiya menyelesaikan kalimatnya, tepat didepan kami muncul dua orang. Perempuan bersurai hijau dan lelaki bersurai pirang. Singkatnya lagi mereka adalah salah satu trio mekakushi dan, Kido dan Kano. Sedangkan Kido hanya diam menatap kami dengan tatapan mengerikannya, ditambah dengan blush yang tergambar diwajahnya.

Wajah Hibiya berubah merah karena ketahuan memegang tanganku oleh Kano dan Kido. Memang sih Hibiya tidak pernah seperti itu kepada siapapun. Tidak pernah walau dengan orang yang disukainya.

Dengan cepatnya ia menjauhi tangannya dari tanganku, diwaktu yang sama, Kano dan Kido membalikkan badan mereka berniat meninggalkan kami berdua. Lalu Hibiya berteriak "hoi! Kalian salah sangka! Kembali!"

Aku yang melihat mereka bertiga hanya bisa ber-sweatdrop. Karena teriakan Hibiya, Kano dan Kido berhenti. Kano memutarkan 180 derajat badannya "ayo! Ini sudah malam! Hibiya~" Hibiya beranjak dari tempat duduknya "terima kasih untuk hari ini (y/n)."

Ia melambai lambaikan tangannya kepadaku dan pergi. Aku hanya bisa tersenyum dan membalas lambaiannya.

Aku sempat mendengar Kano bertanya "kau tidak mengajak temanmu itu?" Lalu Hibiya menjawab "(y/n)? Rumah kami beda arah"

Saat aku beranjak dari bangkuku, Kano menghadapku melambaikan tangannya, berteriak "selamat tinggal, (y/n)-chan~!"

Dan saat Hibiya pergi, sudah tidak kasat mata lagi, aku ingat, aku belum menyampaikan amanah dari sensei. Aku sudah tidak bisa membayangkan bagaimana marahnya sensei padaku esok hari.