Discleamer : Uragiri Wa Boku No Namae O Shitteiru © Odagiri Hotaru

Pairing : Luka Crosszeria X Yuki Sakurai

Rated : T

WARNING : AU, Maybe OOC, Shou-ai, BoyXBoy, Typo. Don't Read If Don't Like..

.

.

.

Enjoy!

.

.

.

Chapter 1: The White Future's

"Bagaimana keadaan Yuki, Touko-chan?" Tanya pemuda berambut silver pada seorang gadis manis berambut coklat panjang yang baru saja keluar dari sebuah kamar rawat rumah sakit.

Gadis bernama Touko itu menggeleng lemah sambil beralih duduk di bangku rumah sakit dekat ruang rawat itu, "Aku tidak tahu harus berbuat apa, Tsukumo. Keadaannya semakin memburuk. Aku takut, aku takut hal buruk terjadi padanya, hiks," lirih Touko sambil mulai menangis.

Pemuda berambut silver bernama Tsukumo itu beralih mendekap gadis di depannya dengan lembut. Ia tahu, Touko sangat menyayangi Yuki seperti adik lelakinya sendiri. Jadi wajar, jika gadis itu sesedih dan sekhawatir ini saat tahu keadaan Yuki yang ternyata mengidap penyakit kanker stadium akhir yang sewaktu-waktu dapat mengambil nyawa pemuda itu.

Tsukumo melepas dekapannya pada Touko dan menghapus embun yang tersisa di pelupuk mata gadis itu, "Sebaiknya kita berdoa untuk kesembuhan Yuki, Touko-chan. Aku yakin, Yuki bisa bertahan, dia orang yang kuat," yakin Tsukumo, sambil tersenyum lembut pada Touko.

Gadis berambut coklat itu mengangguk dan tersenyum getir, "Ya, arigatou, Tsukumo."

OOOOOooooOOOOO

Setelah Touko keluar dari ruang rawatnya, Yuki membuka matanya yang sempat tertutup sebentar. Ia beralih duduk dengan bersandar pada bantal di bad cover. pemuda berambut coklat itu teringat perkataan dokter yang memvonis dirinya mengidap kanker stadium akhir dan berkata bahwa hidupnya tak lama lagi. Pemuda berambut coklat itu mencengkram selimutnya dengan erat.

"Kenapa? Kenapa harus aku yang mengidap penyakit ini? kenapa?" tanyanya lirih, sembari menundukkan kepalanya.

Tidak ada satu manusia pun di dunia ini yang tidak takut dengan kata kematian. Namun apa daya. Tidak ada seorang pun manusia yang bisa menghindari kematian itu sendiri. Yuki tahu itu dan ia pun sadar akan hal itu. Tapi, tetap saja ia takut mendengar kata kematian secepat ini.

Tanpa Yuki sadari, sesosok bayangan tengah memperhatikannya dengan intens. Dengan jubah hitamnya yang tersemat di tubuhnya dan wajah datar yang tak memasang ekspresi apapun. Ya, dia adalah Luka Crosszeria. Malaikat bersayap hitam yang ditugaskan untuk mengambil nyawanya.

Seorang malaikat kematian akan ditugaskan untuk mengambil nyawa manusia saat umur hidup manusia itu hanya tinggal 40 hari lagi. Sejak Yuki di vonis tentang penyakitnya itu, hari itu juga, Luka ditugaskan untuk mengambil nyawa pemuda berambut coklat itu. Dan sudah 13 hari berlalu sejak itu. Sejak Yuki divonis penyakit mematikan itu. Itu artinya, waktu pemuda berambut coklat itu hanya tinggal 27 hari lagi di dunia ini.

Keesokan harinya, dengan menaiki sebuah kursi roda, Yuki berjalan-jalan di taman rumah sakit sekedar menghirup udara segara karena beberapa hari ini, pemuda berambut coklat itu hanya termenung di ranjang rawatnya. Dengan ditemani Touko dan Tsukumo bersamanya. keadaan Yuki mulai membaik dan pemuda berambut coklat itu sudah mulai tenang sekarang.

"Ya ampun!" pekik Touko tiba-tiba. Membuat kedua pemuda yang berada didekatnya itu menoleh padanya.

"Ada apa, Touko-chan?" tanya Yuki dan Tsukumo kompak.

Gadis berambut coklat itu tersenyum salah tingkah, "Gomen, sepertinya bekal makan siangnya tertinggal di kamar," ujarnya.

"Tak apa, Touko-chan. Kita tidak lama kok," kata Yuki.

"Tidak boleh begitu. Yuki-chan harus berlama-lama di luar agar bisa relex. Jadi aku akan kembali mengambil bekalnya!" sebelum Yuki membalas, gadis itu sudah duluan pergi.

"Biarkan saja, Yuki. Touko-chan memang seperti itu. Kita tunggu saja disini," kata Tsukumo.

Yuki mengangguk mengerti, setidaknya ia sudah paham betul sifat sepupunya itu.

Tsukumo beralih duduk di bangku taman itu. Sedangkan Yuki berada di depannya.

"Nee, Tsukumo-kun," panggil Yuki.

Tsukumo menoleh dan tersenyum khasnya pada Yuki, "Ya?"

"Aku sudah memutuskan akan kembali ke rumah besok," kata Yuki kemudian. Membuat senyum di wajah Tsukumo pudar seketika.

"Doushita, Yuki?" tanya Tsukumo.

Yuki menundukkan kepalanya, "Aku sadar, tidak ada gunanya aku berlama-lama dirumah sakit, kalau pada akhirnya akan sama saja akhirnya nanti,"

"Yuki.." gumam Tsukumo.

Yuki mengepalkan kedua tangannya erat di atas pangkuannya, "Setidaknya di akhir hidupku, aku ingin bisa bahagia untuk yang terakhir kalinya. Bahagia bisa berkumpul dengan kalian dalam satu ruangan yang hangat dan bercengkrama dengan akrabnya. Bisa bercanda gurau lagi dengan kalian semua. Karena, kalianlah keluargaku yang tersisa sekarang setelah Kanata-nii meninggal, kalianlah yang selalu memperhatikanku sampai sekarang. Setidaknya, aku ingin bisa melihat kalian di akhir hidupku," jelas Yuki masih menundukkan kepalanya.

Tsukumo memandang prihatin pada pemuda di depannya itu. Ia pun berdiri dari posisi duduknya dan beralih berlutut di depan Yuki.

"Yuki?" panggil Tsukumo, membuat Yuki sedikit mengadahkan kepalanya. Pemuda berambut coklat itu sedikit terkejut saat Tsukumo menghapus air mata yang ada di pelupuk matanya dan mengusap lembut pipi kirinya.

Tsukumo tersenyum lembut, "Daijoubu. Aku, Touko-chan dan yang lain tidak akan meninggalkan Yuki sendirian begitu saja. Semua menyukai Yuki dan sangat menyayangi Yuki. Kami akan selalu berada di sampingmu," ujar Tsukumo, sambil memeluk pemuda berambut coklat itu. Setitik air mata timbul di pelupuk mata Yuki dan ia pun membalas pelukan pemuda berambut silver itu dan tersenyum, "Arigatou,"

"Yuki-chan, Tsukumo!"

Mendengar suara seruan yang familiar di telinga mereka, Yuki dan Tsukumo menoleh dan mendapati Touko kini tengan berlari kearah mereka.

"Aku sudah bawa bekalnya! Ayo kita jalan!" seru Touko semangat.

"Tentu," seru Yuki dan Tsukomo kompak.

Luka yang sejak tadi tidak jauh dari mereka, masih mengikuti Yuki dengan tenang. Sejujurnya, ia belum ingin atau lebih tepatnya tidak ingin mengambil nyawa Yuki dengan tangannya sendiri. Mengingat ia pernah bertemu dengan Yuki dulu. Dulu sekali saat ia bertugas mencabut nyawa seorang pemuda berambut raven yang bernama Kanata. Ia ingat, Kanata adalah orang yang sangat berarti bagi Yuki.

Yuki dulu masih sangat kecil, usianya baru menginjak 6 tahun. Ketika itu, Yuki yang tengah bermain bola di taman. Tak sengaja bola itu ditendang olehnya hingga ke jalan raya. Yuki pun mengejar bolanya itu. Dan bola itu tepat berhenti ditengah jalan raya. Yuki yang akan mengambil bola itu tak menyadari sebuah mobil box tengah melaju kencang kearahnya. Yuki kecil hanya bisa terpaku sebelum tubuh kecilnya itu didorong oleh seseorang, sehingga ia selamat dan hanya menderita lecet di lututnya.

Tapi, Yuki kecil hanya bisa membisu saat melihat siapa yang menyelamatkannya tadi. Kanata. Kakak laki-lakinya. Yang kini terbaring di jalan dengan bersimbah darah. Hari itu, membuat Yuki kecil hanya bisa menangis sekencang mungkin memanggil nama sang kakak agar kembali membuka matanya. Saat itu pula, Luka lah yang bertugas mengambil nyawa Kanata.

Saat arwah Kanata telah dikirimnya ke dunia arwah, Luka sejenak menatap Yuki yang masih menangis di dekat kakaknya itu. Tak sengaja Yuki mengadahkan wajahnya kearah tepat di mana Luka berada. Sebuah tatapan bola mata coklat yang penuh kesedihan dan penyesalan yang ia dapati dari tatapan bola mata Yuki kecil.

"Kakak, jangan ambil kakakku, Hiks." pintanya terseu-sedu pada Luka. Ya. Luka sempat terkejut sejenak mendapati Yuki bisa melihatnya. Memang ada banyak orang yang berada disitu. Tapi, ia yakin, tatapan bola mata coklat itu hanya tertuju padanya. "Hiks, onegai," pinta bocah berambut coklat itu pada Luka. Luka hanya menggeleng sejenak menandakan hal itu tidak mungkin dilakukannya. Dan hal itu, membuat Yuki kembali menangis dengan keras sampai ambulance datang dan membawa tubuh tak bernyawa Kanata.

Sejak saat itu, Luka tak bisa melupakan tatapan bola mata Yuki kala itu. Tatapan yang sangat membekas dingatan Luka sebagai malaikat kematian yang seharusnya tak dibolehkan memeliki perasaan seperti yang manusia miliki. Dan Luka sama sekali tidak menduga kalau ia akan ditugaskan mengambil nyawa pemuda berambut coklat itu dan harus kembali mengingat dengan sangat jelas tatapan mata Yuki kala itu padanya.

"Lho, kenapa harus naik mobil?" heran Yuki. sepertinya tadi Cuma bilang mau jalan-jalan di taman deh. Kok sekarang harus naik mobil?

"Tenang saja, Yuki-chan. Aku sudah meminta izin pada dokter untuk membawamu jalan-jalan," kata Touko.

"Tapi, kita memang mau kem,-Huwaa, Tsukumo-kun!" pekik Yuki, karena tiba-tiba Tsukumo menggendongnya dengan gaya bridal style.

Tsukumo tersenyum, "Nee, kau nanti akan tahu, Yuki," kata Tsukumo sembari mendudukan Yuki di kursi penumpang.

"Ok! Let's go!" seru Touko semangat. Yuki hanya bisa tersenyum lembut melihat betapa pedulinya keluarganya itu. Tidak ketinggalan Luka yang kini tengah terbang dengan sayap hitamnya mengikuti mobil yang membawa Yuki itu.

OOOOOooooOOOOO

"Arigatou sudah mengantar kami, Ibuki-san!" seru Touko pada seorang wanita cantik berambut coklat bergelombang yang dikuncir satu.

"Tidak perlu sungkan, Touko-san," katanya sopan.

"Kalau begitu, nanti kami hubungi kalau kami akan kembali. Salam buat otou-sama, ya!"

"Ha'i, akan saya sampaikan," kata Ibuki lagi. (A/N: disini Takashiro Naru buat jadi ayah Touko)

Setelah mobil bewarna hitam mewah itu pergi, Touko menghampiri Yuki dan Tsukumo.

"Bagaimana, Yuki-chan? Kau suka?" Tanya Touko.

"Touko-chan, ini..." Kata Yuki terbata.

"Ya, ini semua untukmu, Yuki," kata Tsukumo.

"Tsukumo! Yuki-chan bertanya padaku, kenapa kau yang menjawab?" gusar Touko.

"Hahaha.. sama saja kan?" kata Tsukumo tertawa kecil melihat gadis berambut coklat itu tengah menggembungkan pipinya kesal.

"Arigatou! Arigatou, Touko-chan, Tsukumo-kun!" kata Yuki senang. Melihat itu, membut Touko dan Tsukumo juga tersenyum senang.

Ya, di depan Yuki sekarang adalah sebuah padang bunga alami nan indah yang sudah lama tidak dilihatnya. Bunga adalah sesuatu yang disukai oleh pemuda berambut coklat itu, dan sekarang setalah sekian lama pemuda berambut coklat tidak melihat padang bunga yang seindah ini. membuat, perasaannya menjadi tenang dan damai. Ditambah dengan semilir angin yang berhembus sejuk di tempat ini.

"Sama-sama, Yuki-chan/Yuki!" seru Touko dan Tsukumo kompak sembari memeluk Yuki.

Luka yang melihat itu dari atas, tersenyum untuk yang pertama kalinya. Luka tersenyum karena bisa melihat wajah bahagia Yuki yang baru pertama kali dilihatnya. Bukan tatapan sedih yang selama ini dilihatnya.

"Touko-chan, Tsukumo-kun, arig-, Ukh! Uhuk!"

"Kyaa! Yuki-chan! Tsukumo cepat telpon Ibuki-san!" panik Touko tak kala melihat cairan bewarna merah mengalir dari celah jari tangan Yuki yang tengah menahan batuk.

"Aku mengerti!" kata Tsukumo yang segera menelpon Ibuki.

"Yuki-chan bertahanlah, Yuki-chan," kata Touko tambah panik ketika batuk Yuki semakin parah.

Luka yang melihat itu hanya terdiam. Ia sudah tahu semuanya apa yang akan terjadi pada pemuda berambut coklat itu selanjutnya. Namun, perasaannya berkata lain, Luka langsung terbang perlahan mendekati Yuki yang kini tengah tersiksa karena penyakitnya. Malaikat maut yang identik dengan warna hitam itu turun perlahan ke tanah tepat dihadapan Yuki yang kini terkulai lemas di dekapan Touko yang kini mulai menangis takut. Darah segar kini menghiasi daerah bibir Yuki yang kini tengah lemas dengan nafas yang tidak teratur.

"Yuki-chann! Bertahanlah, kumohon!" jerit Touko.

"Sial. Kenapa disaat seperti ini!" geram Tsukumo, sambil mengepalkan tangannya erat.

Luka yang melihat Yuki tersiksa seperti itu, perlahan menggerakkan lengan kanannya dan membawanya ke depan dada Yuki. Tak lama kemudian, aura bewarna ungu keluar dari tangan Luka dan merasuk kedalam diri pemuda berambu coklat itu. Yuki langsung merasakan suatu hal aneh merasuk dalam dirinya.

"Yuki-chan," bingung Touko yang melihat Yuki tersadar dan nafasnya kembali teratur.

"Yuki, kau tidak apa-apa?" tanya Tsukumo.

Yuki menoleh pada dua orang yang didekatnya itu, "A-aku baik-baik saja. Tiba-tiba rasa sakitku hilang," gumam Yuki yang juga heran sendiri. Padahal tadi ia merasakan sakit yang teramat sangat di tubuhnya. Tapi, setelah ia merasakan sesuatu yang masuk dalam dirinya, rasa sakit itu langsung lenyap.

"Syu-syukurlah, Yuki-chaaannn...~!" haru Touko yang langsung memeluk Yuki yang berada di kursi roda. Tsukumo pun tampak menghela nafas lega melihat itu.

Luka yang melihat itu, kembali tersenyum tipis. Walaupun, dia sudah melanggar peraturan karena menolong manusia yang akan dicabut nyawanya. Tapi, itu tidak dipikirkannya saat ini. yang terpenting dari itu, ia bisa melihat Yuki tidak merasakan kesakitan lagi.

OOOOOooooOOOOO

"Pulang? kenapa?" tanya Touko pada Tsukumo yang kini tengah mengemudikan mobil menuju rumah sakit dimana Yuki di rawat.

"Kenapa Yuki-chan harus kembali kerumah padahal sakitnya belum sembuh?" tanyanya lagi.

Tsukumo melirik gadis berambut coklat disampingnya, "Ini permintaan, Yuki, Touko-chan," ujar Tsukumo.

"Tapi, tetap saja hal itu tidak boleh! Yuki-chan perlu perawatan yang serius. Aku tidak mau Yuki-chan kenapa-kenapa," lirih Touko.

Tsukumo menghela nafas, "Mengertilah keadaan Yuki, Touko-chan. Yang Yuki mau hanya di rumah dimana keluarganya berada. Setidaknya, kau bersedia bukan mengabulkan permintaannya?" tanya Tsukumo.

"Tapi, aku tidak mau melihat Yuki-chan tersiksa seperti kemarin, Tsukumo. Aku, aku.. hiks," ujar Touko yang mulai terisak.

Tsukumo menyentuh lengan gadis berambut coklat itu dengan lengan kirinya sedangkan lengan kanan masih dipakainya untuk menyetir.

"Daijoubu. Percayalah kalau semua akan baik-baik saja, Touko-chan," kata Tsukumo lembut.

"Tsukumo.. aku mengeri."

OOOOOooooOOOOO

Pletak! Pletak!

Ribuan potong kertas warna-warni muncul saat Yuki memasuki rumah keluarga Giou. Disana ramai sekali. Sepertinya memang sengaja dibuat untuk menyambut kepulangan Yuki dari rumah sakit. Makanya dibuat pesta penyambutan untuk Yuki.

"OKAERINASAI!" seru semua orang yang berada disana. Ada Takashiro, Tachibana, Ibuki, Hotsuma, Shusei, Kuroto, Senshirou, Aya, Tsubaki, Uzuki, dan yang lainnya. Semua berkumpul untuk menyambut kedatangan Yuki.

Yuki sendiri yang disambut seperti itu hanya bisa terpaku karena senang, dengan dibantu berjalan oleh Touko dan Tsukumo, Yuki menghampiri orang-orang yang telah menyambutnya.

"Arigatou, minna. Tadaima," ujar Yuki bahagia. Dan seharian itu, dibuatlah pesta seharian penuh untuk Yuki.

OOOOOooooOOOOO

Sudah 17 hari berlalu semenjak Yuki pulang ke rumah. Semula, semua orang yang berada di rumah merasa heran melihat Yuki yang seperti orang sehat, karena, semenjak pulang dari rumah sakit, ia tidak pernah sekalipun mengeluh akan penyakitnya yang kambuh. Tapi, hal itu disyukuri oleh seluruh keluarga Giou yang menganggapnya sebagai pertanda yang baik.

Hari ini, Yuki berjalan sendirian keluar rumah. Karena merasa tubuhnya sangat segar dan ringan, ia pun memilih untuk menghirup udara bebas disekitar rumah. Sebenarnya, ia ingin masuk sekolah bersama Touko dan yang lain. Tapi ia masih belum diperbolehkan untuk itu. Padahal ia merasa sangat sehat dan jauh dari kata sakit. Apalagi dari kata kanker stadium akhir. Aneh memang. Kenapa rasa sakit yang seperti dulu tidak pernah ia rasakan. Apa penyakit kanker itu sudah menghilang dari tubuhnya? Mungkin.

"Rasanya sudah lama tidak berjalan-jalan disekitar sini. Sepertinya jumlah pohonnya bertambah," gumam Yuki, sambil melihat sekitar jalan yang dilaluinya. Sebuah jalan khusus pejalan kaki yang lebarnya 5 meter dengan dihiasi pepohonan yang tumbuh disamping kiri. Sedangkan jalan raya berada tepat di samping kanan Yuki yang dibatasi oleh pembatas jalan yang terbuat dari besi berwarna perak.

Hari ini Yuki mengenakan kaos warna hitam dengan dilapisi jaket bewarna hijau dan memakai celana jeans bewarna abu-abu. Ia berjalan dengan santai sambil menikmati semilir angin pagi yang berhembus kala itu.

Seperti biasa, Luka. Sang malaikat mautnya hanya mengikutinya dari belakang. Tidak seperti biasanya ia tidak menggunakan sayap hitamnya untuk terbang. Biasanya, Luka mengikuti Yuki keluar sambil terbang. Tapi sekarang tidak. Ia memilih berjalan di belakang Yuki dengan tenang.

Yuki yang akhir-akhir ini bisa merasakan seseorang tengah mengikutinya kemana saja itu sedikit agak terganggu juga. Walaupun sebenarnya pemuda berambut coklat itu tidak tahu persis apa yang mengikutinya. Tapi, pemuda berambut coklat itu Cuma bisa merasakannya. Menyampingkan masalah itu, Yuki kembali berjalan dengan santai menelusuri jalan yang lenggang itu. Minus jalan raya yang masih ramai dengan lalu lalang kendaraan.

"Sudah sampai sini. Kalau begitu sekalian saja beli makanan untuk Sodom," ujar Yuki. Sodom adalah anak anjing berbulu hitam yang dipelihara Yuki. Ia pun berjalan menuju zebra cross dan melihat lampu untuk penyebrang jalan menyala. Pemuda berambut coklat itu segera menyebrang karena toko makanan hewan ada disebrang jalan ini. Luka masih mengikuti Yuki dengan tenang.

Setelah menyebrang dengan selamat. Ia pun bergegas untuk ke toko makanan hewan. Namun, langkahnya terhenti kala melihat seorang anak perempuan kecil yang hendak menyebrang terjatuh tepat ditengah jalan raya. Tepat saat itu, lampu untuk pejalan kaki telah berganti. Anak kecil itu sepertinya tidak menyadarinya. Sampai munculah sebuah mobil yang melaju kencang dari arah kanan anak itu.

Yuki yang seperti bernostalgia dengan kejadian di depannya itu, secara reflek menggerakkan kakinya untuk berlari menyelamatkan anak itu.

Semua orang yang melihat tindakan heroik Yuki hanya bisa menahan nafas kala melihat pemuda berambut coklat itu dengan cepat mendorong tubuh anak itu ke tepi jalan. Namun, sebagai gantinya, Yuki tidak bisa lagi bereaksi ketika melihat mobil itu hanya berjarak 1 meter lagi darinya.

'Kakak...'

Hanya kata itu yang terlintas dalam benak Yuki. Pemuda berambut coklat itu reflek memejamkan matanya erat.

"Kyaaaaaaa...~~!" suara orang banyak yang berteriak terdengar jelas di telinga pemuda berambut coklat itu.

CKIIIIIIITTTTT!

BRUK!

Ternyata. Lagi-lagi Luka menggunakan kekuatannya untuk menyelamatkan Yuki. Alhasil, mobil yang tadi hendak menabrak Yuki jadi oleng dan akhirnya menabrak pembatas jalan. Yuki yang menyadari dirinya baru saja selamat dari bahaya maut, kini berjalan ke tepi di mana anak itu berada lalu terjatuh lemas di samping anak itu.

"Niichan tidak apa-apa?" tanya anak itu panik seperti ingin menangis. Yuki menggeleng sambil tersenyum tersenyum dan mengusap rambut anak itu dengan lembut, "Tidak. Kau baik-baik sajakan?" tanya yuki pada anak itu. Anak itu mengangguk mantap, "Um! Aku tidak apa-apa. Arigatou, niichan!" seru anak itu.

"Rina-chaaan!" seru seorang ibu yang tengah berlari menuju anak itu.

"Kaasaaannnn…!" balas anak itu. Sang ibu yang sudah berada di dekat anak itu segera memeluk putrinya dan mengucapkan terimakasih yang amat sangat pada Yuki.

"Arigatou, arigatou, tuan!" kata ibu anak itu, sambil membungkuk berulang kali.

"Tak apa. syukurlah Rina-chan baik-baik saja," ujar Yuki yang ingat nama anak itu tadi.

Dan suara riuh tepuk tanganpun terdengar.

Luka perlahan menggerakkan tangannya ke depan wajah. "Sebenarnya, apa yang baru saja aku lakukan?" tanyanya pada dirinya sendiri. Tak sengaja, pandangan mata Luka terarah keatas. Dan ia hanya bisa terkejut saat mendapati seorang malaikat maut disana.

"Luze?" gumamnya yang mengenal sosok malaikat kematian itu yang tak lain adik kembarnya sendiri. Namun, sedetik kemudian, malaikat maut bernama Luze itu menghilang setelah memberikan pandangan yang sulit diartikan pada Luka yang masih terpaku dengan kemunculannya itu.

Samar Yuki sekilas melihat seorang berjubah hitam diseberang jalan. Lalu, bayangan itu kembali pudar di matanya.

"Siapa? Sekilas, aku merasa pernah bertemu." gumam Yuki. bersamaan dengan itu, Yuki merasakan hal ganjil yang akhir-akhir ini menimpanya. Apakah ada kaitannya dengan sosok yang selama ini diam-diam mengikutinya. Entahlah. Yuki tidak tahu hal itu.

OOOOOooooOOOOO

"Yuki-chan, ayo makan sayuran yang ini juga ya! Tunggu, daging ini juga makan, dan ikan ini juga ya," kata Touko sambil menyumpitkan segala macam lauk ke mangkuk Yuki.

"A-arigatou," ujar Yuki sweatdrop mendapati mangkuk nasinya kini penuh dengan lauk yang menggunung di mangkuknya. Sampai karena saking penuhnya, ada beberapa yang jatuh ke meja makan.

"Nee, Touko-chan. kami juga tidak kau ambilkan?" Tanya Tsukumo.

"Ti-dak! Aku hanya mengambilkan khusus untuk Yuki-chan.. ayo habiskan, Yuki-chan," ujar Touko sambil tersenyum pada Yuki.

"Ha-ha'i,"

"Benar kata Touko, Yuki. Makanlah yang banyak. Supaya kau berenergi," imbuh Takashiro.

"Baik. Itadakimasu."

OOOOOooooOOOOO

Saat di dalam kamarnya, Yuki berpikir sejenak di atas futonnya, lalu memutuskan untuk keluar dari kamarnya karena rasa kantuk yang tidak muncul juga padahal jam sudah menunjukkan pukul 23.55. Hampir tengah malam. Mungkin karena rasa gelisah akan penyakit yang dideritanya dan perasaan bersalah kepada keluarganya, membuat ia sulit untuk memejamkan matanya. Terlebih, pada sosok seseorang misterius yang ia rasakan selalu berada di dekatnya semenjak keluar dari rumah sakit. Entah mengapa, saat merasakan keberadaan sosok itu di sisinya membuat pemuda berambut coklat itu bisa tenang.

Setelah berjalan di koridor rumahnya yang bergaya Jepang kuno, Yuki memutuskan untuk duduk di tepi koridor yang tepat menghadap taman rumah dan sebuah kolam ikan koi yang cukup besar. Yuki mengadahkan kepalanya ke atas langit yang menampakkan warna malam yang pekat dengan dihiasi sebuah bulan purnama besar nan indah dan butiran bintang yang tampak berkilau bak berlian di atas langit itu. Semilir angin berhembus membuat dahan-dahan pohon menari bebas dengan irama angin yang memainkannya. Namun, rasa dingin ini sama sekali dihiraukan oleh Yuki. malah pemuda berambut coklat itu sangat menikmati kesunyian ini. hanya terdengar suara angin yang berhembus dan suara jangkrik di telinganya. Yuki pun memejamkan matanya perlahan.

Luka yang sejak tadi terus berada di dekat Yuki terus mengawasi pemuda itu dengan intens. Sudah hampir 30 hari semenjak ia di tugaskan untuk mencabut nyawa pemuda berambut coklat itu dan ia pun sudah tahu, kalau waktu Yuki untuk berada di dunia ini sudah tidak lama lagi. Perlahan, Luka melangkah mendekati Yuki. Setelah tepat 50 cm di belakang Yuki.

"Aku tahu, selama ini kau selalu berada di dekatku. Aku pun tahu, kaulah yang selama ini menolongku. Walaupun aku tidak bisa melihat sosokmu, tapi.. aku bisa merasakan keberadaanmu," ujar Yuki tiba-tiba membuat Luka sejenak terpaku.

"Malam ini sangat indah, bukan?" tanya Yuki, pada sosok misterius itu yang tak lain adalah Luka. Malaikat mautnya.

Hanya sebuah gemercik air kolam yang berasal dari bambu yang mengalirkan air yang menjawab pertanyaan Yuki.

Yuki kembali berkata sambil memandang kolam ikan koi di hadapannya, "Kau tahu, saat petama kali aku mendengar kata kematian aku merasa sangat takut sekali. Sampai-sampai aku menangis sekencang dan selama mungkin umtuk melupakan kenyataan ini.."

Luka hanya membisu mendengar penuturan Yuki. yang dilakukan malaikat berjubah hitam panjang itu hanya berdiri dengan tegap dengan mata silver yang memandang lurus pada punggung pemuda berambut coklat itu.

Yuki kembali melanjutkan perkataannya. Entah mengapa, ia sangat yakin jika sosok yang selama ini terus berada di dekatnya, kini tengah mendengarkan perkataanya, ".. Tapi, aku sadar. Kata kematian itu tak mungkin bisa aku lupakan," Gumamnya sambil menundukkan kepalanya dan mengepalkan tangannya dengan erat, ".. dan aku juga sadar. Keberadaanku disini hanyalah beban untuk keluargaku. Baik itu untuk Touko-chan, Tsukumo-kun dan yang lain, aku hanya bisa membuat mereka kesusahan karena aku,"

Mendengar itu, membuat Luka juga bisa merasakan kesedihan yang selama ini di tanggung oleh Yuki seorang diri. Luka pun tahu, betapa rapuhnya pemuda berambut coklat itu sekarang.

Yuki tersenyum sendu, "Mungkin dengan kematianlah aku bisa membuat mereka tidak perlu kesusahan lagi, mungkin dengan kematianlah aku bisa terbebas dari rasa sakit ini dan mungkin dengan kematianlah aku bisa bertemu lagi dengan Kanata-nii di surga dan meminta maaf padanya,"

"Yu-," Luka vokum.

"Aku ingin mati," lirih Yuki, sambil menoleh ke belakang tepat dimana Luka berdiri dengan sepasang bola mata coklat yang mengalirkan embun keputusasaan, tatapan yang sama seperti dulu. "Jika kau adalah malaikat mautku, kumohon, cabutlah nyawaku secepatnya," pinta Yuki, sambil berdiri dari posisi duduknya dan berdiri berhadapan dengan Luka.

Deg!

Sakit. Ini sudah yang ke berapa kalinya Luka merasakan sakit dari dalam dirinya. ketika melihat Yuki putus asa dan lebih terasa sakit lagi saat malaikat berambut hitam itu melihat Yuki menangis. Ini salah. Luka tahu, perasaannya ini adalah salah.

"Kumohon, walaupun aku tidak bisa melihatmu, tapi aku harap permohonanku terdengar olehmu," ujar Yuki, yang kini makin putus asa.

'Permohonan?' Luka hanya bisa terpaku. Baru kali ini, ia menemui manusia yang memohon agar nyawanya cepat di cabut.

"Kesedihan, kehampaan, kesunyian, aku sudah lama merasakan itu," Yuki memutar kembali tubuhnya menghadap taman di halamannya, ".. Jadi, tidak ada alasan bagiku untuk hidup di dunia ini," Yuki menggerakkan lengan kanannya tepat ke depan wajahnya, "Walaupun sekarang aku hidup. Tapi, aku merasakan kalau aku ini sudah lama mati, ironiskan?" tanyanya sendu kembali meneteskan air mata. Namun kali ini buru-buru di hapusnya kembali.

"Sejujurnya aku sangat takut dengan kesendirian. Namun karena ada Touko-chan, Tsukomo-kun dan yang lain, aku tidak lagi merasakan kesendirian yang dulu aku rasakan setelah Kanata-nii meninggal, merekalah yang menyelamatkanku dari kehampaan. Aku sangat berterimakasih kepada mereka. Namun, sebelum sempat bisa aku membalas kebaikkan mereka, aku malah semakin menyakiti mereka dengan keadaanku sekarang,"

Yuki mengadahkan kepalanya menatap rembulan yang bersinar dengan indahnya malam itu, "Rasanya aku akan kembali tertelan oleh kesendirian itu,"

Wuusshh...

Angin berhembus kencang. Bersamaan dengan itu, pemuda berambut coklat itu merasakan tubuhnya di peluk dari belakang oleh sepasang lengan kekar dan ia merasakan seperti bersandar pada sebuah dada bidang yang terasa hangat.

"Aku disini. kau tidak sendirian, Yuki."

Samar, Yuki bisa mendengar suara bisikan yang lembut di telinganya. Perlahan, Yuki memejamkan kembali matanya dan tangannya bergerak menyentuh sepasang lengan kekar yang kini memeluknya dan ia tersenyum lembut saat bisa mengenggamnya dengan erat.

"Arigatou," gumam Yuki.

Dan malam itu, Yuki tertidur dengan pulas dalam pelukkan sang malaikat maut yang terus menjaganya sepanjang malam itu.

Tanpa Luka sadari, seseorang malaikat maut lain kini tengah mengawasi mereka dengan pandangan yang dingin. Malaikat maut itu membuat keberadaan dirinya sebisa mungkin tidak bisa dirasakan oleh Luka sekalipun.

"Niisan." Gumamnya, lalu menghilang bersamaan dengan semilir angin yang berhembus malam itu.

OOOOOooooOOOOO

-TBC-

OOOOOooooOOOOO

A/N: Gomenasaaaaaaiiiii...! ! kalau ficnya gaje dan alurnya kecepatan.. T^T.. ini fanfiction pertama Naru di fandom Uraboku. Jadi, kalau ada kesalahan dalam penulisannya Naru minta maaf.. #Bows

Kritik dan saran yang membangun selalu Naru terima dengan senang hati..^^

Dan fic ini adalah fic spesial untuk Dian Kawaii Kitsune.. semoga Neesan suka dengan fic Naru ini... ^^

-Yuki-chan: "Umm.. nanti akhirnya bagaimana, Naru-chan?" (muka penasaran)

-Naru: (lihat kearah Yuki) "Kyaaa...~ Yuki-chaannn~! ! kau manis sekaliii... ! !" (peluk Yuki)

-Touko-chan: (merebut Yuki) "Tidak boleh! Yuki-chan milikku!"

-Naru: "Nuooooo…! ! Yuki-chan milik Naruuu… ! !

-Yuki-chan: "Anoo…" (nggak bisa ngomong)

Wussh!

-Luka: "Yuki milikku." (tampang datar, langsung bawa Yuki terbang jauh)

-Naru+Touko-chan: (sweatdrop) "Luka curaaaaaaaaang..! ! !" (mengejar Luka)

-Tsukumo: "Are? Aku ditinggal sendiri. Oh ya! Jangan lupa review (mengedipkan mata). Hahaha.. sampai jumpa, Minna-san..." (melambaikan tangan, langsung pergi mengejar Luka dan yang lain)

-Luze: "..." (tampang datar)

-Takashiro: "Ini orang mau bicara apa?" =_= (sweatdrop)

Kali ini, benar-benar TBC...

_Review?_