one stop

haikyuu © furudate haruichi
saya tidak mengambil keuntungan materiil dari fanfiksi ini


Berikut adalah rantai semesta yang bertemu dan bergandengan; tentang seorang lelaki dan seorang perempuan.

(Begitulah yang terbersit di kepala Yachi, yang selamanya menghiperboliskan segala hal yang sebenarnya tidak penting. Atau lebih tepatnya, berlebihan mengenai perspektifnya sendiri.)

Yachi, sebagai perempuan muda, tak bisa mengelak kalau dirinya terpikat pada kapten Aoba Johsai, Oikawa. Ia telah mendengar segala desas desus mengenai pemuda itu dan baru di kesempatan ini, di podium penonton kompetisi Turnamen Musim Semi, ia menyaksikannya dengan mata emasnya sendiri.

Tentang rambutnya yang menggelikan, ditata seperti pantat angsa di kartu pos Hallmark edisi Eropa, banding Yachi. Bagaimana sapu helai rambut itu membuka intelejensi di muka Oikawa, terefleksi dari kilat determinasi di mata dan terbaca di bibir. Tidak, Yachi sedikit memajukan tubuh mungilnya ke depan. Lebih dekat ke lapangan, lebih fokus pada Oikawa. Bibir itu memang jarang tidak melengkung ke atas, tetapi dari situ bisa ia daftar bahasa sebuah kurva dalam seribu satu interpretasi.

Banyak kata dapat Yachi rangkai untuk mendeskripsikan seorang Oikawa Tooru namun sekarang ia hanya bisa membatin dia menarik, menarik, menarik—stop Hitoka, jangan kau mulai delusimu. Yachi memfokuskan diri pada tugas utamanya, tetapi benda usil di dalam iganya mendistraksinya agar kembali pada Oikawa.

Oh, tidak.

Visinya mengunci visi Oikawa.

Tidak. Mungkin.

Dan di ujung lapangan, pemuda itu melempar senyum. Lebar dari ujung telinga kanan ke telinga kiri, sorot mata coklatnya panas menembus Yachi.

Yachi pias, suhu tubuhnya mendingin seketika.

Senyum apa-apaan itu?!

Gadis ini langsung membuang muka, tak percaya kalau di dunia ini ada senyum yang bisa membunuh orang.

Ia menghitung interval, dari satu sampai entah kapan, mengestimasi kapan intensitas di netra coklat itu berhenti mencarinya. Menanti sampai indera terdalam miliknya tak lagi mengirim remang-remang ke kulit dan buruan napas di paru-paru. Tak lagi mengunci bobot tubuhnya sepersekian detik kepada gravitasi.

Perlahan, Yachi kembalikan fokus ke lapangan. Bertahap memandang situasi di depan, tak langsung bersitatap dengan Oikawa. Ia rapal lagi satu, dua, tiga—dan terima kasih kini Oikawa juga kembali fokus untuk meraih kemenangan.

Yachi harus belajar untuk mengobservasi Oikawa di lapangan (tanpa sepengetahuan dia).