Warning : GS, gaje, typho, kurang romantis, bahasa dan tanda baca tak sesuai EYD, alur terlalu cepat dsb

Semua cast bukan punya saya, tapi cerita ini punya saya. Dilarang copy paste cerita. Dilarang bash cast di ff ini.

Saya pinjam nama cast dari Super Junior. Tolong yang sudah membaca, tinggalkan review untuk ff ini ya. Gomawo.

xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx

Aku memandang lepas ke arah area persawahan yang ada di depanku. Melihat hamparan kuning yang begitu indah dan tak membosankan untuk dikagumi. Semilir angin senja menambah perasaan damai dan tenang di dalam hatiku.

Kuhirup wangi teh yang baru saja diseduh. Bau khasnya langsung membuatku mengingatnya. Mengingat pertemuanku dengan seseorang yang amat berarti untukku.

Lee Sung Min. Nama yeoja itu. Yeoja yang sudah mendampingiku mengarungi hidup selama lebih dari 40 tahun. Yeoja yang selalu ada didekatku, baik dalam suka maupun duka. Yeoja yang sudah menghadiahiku dua malaikat cantik berwajah serupa yang kini sudah menemukan pangeran impiannya. Yeoja yang paling sempurna yang pernah kukenal selain eommaku.

Kurasakan sebuah sentuhan halus menghangatkan bahuku. Akupun menoleh dan menemukan seraut wajah cantik yang sedang tersenyum ke arahku. Meskipun beberapa kerutan sudah menghiasi wajahnya, namun di mataku, kecantikannya tidak akan pernah pudar sampai kapanpun.

"Yeobo, kenapa belum diminum tehnya?", suara lembut itu menyapa pendengaranku. Suara yang mengalun lebih indah daripada suara penyanyi manapun di dunia.

"Aku menunggumu menemaniku. Kita minum teh bersama, ne.", ajakku sedikit bermanja.

Kembali senyum yang teramat manis itu tersungging sempurna di bibir indah nya.

"Ne, kau memang tak berubah.", ucapnya kemudian duduk di kursi rotan yang terpisah oleh meja rotan kecil tempat menaruh dua cangkir teh dan kudapan ringan.

"Gomawo.", ucapku sambil menatapnya penuh rasa cinta.

"Untuk apa? Memangnya apa yang sudah kulakukan?", dia menoleh kepadaku dengan ekspresi bingungnya yang begitu imut. Membuatku begitu gemas, ingin sekali mencium bibirnya.

"Untuk semua hal indah yang sudah kita lalui bersama. Untuk semua rasa cinta yang sudah kau bagi hanya denganku. Aku merasa menjadi namja paling beruntung, apalagi dengan kehadiran Yoona dan Seohyun, dua malaikat kembar kita, hidupku rasanya begitu lengkap.", ucapku masih sambil menatapnya dalam.

"Kalau Kyunie merasa menjadi namja yang paling beruntung. Maka, aku merasa menjadi yeoja yang paling beruntung.", ia menggenggam tanganku. Kurasakan kehangatan yang lembut mulai menjalar di sana.

"Apa kau masih ingat, bagaimana dulu kita bertemu Minnie?", tanyaku sambil masih menikmati genggaman hangat jemarinya yang lentik.

"Bagaimana mungkin aku bisa lupa. Sampai kapanpun aku akan selalu mengingatnya.", jawaban yang membuatku tersenyum dan kueratkan genggaman tanganku kepadanya.

XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX

Flashback

Aku berdiri di atas pagar pembatas jembatan dengan pandangan kosong. Kulihat air di bawah sana mengalir begitu deras. Tapi derasnya aliran itu tak terlalu terdengar dari atas sini. Mungkin karena jaraknya yang cukup tinggi.

Sekali lagi aku menghela napas panjang dan dalam. Kemudian kupandang langit di atasku. Begitu hitam, bahkan aku tidak melihat bintang sama sekali.

Aku tersenyum pahit mengingat semua kejadian siang tadi. Kejadian beruntun yang begitu membuatku sampai berpikir untuk mengakhiri semuanya.

Appa dan eomma yang mengatakan akan bercerai tanpa memperdulikanku sama sekali. Hyorin kekasihku yang kulihat sedang menggandeng mesra sahabatku, Jay. Dan terakhir, bandku yang terancam bubar lantaran perbedaan cara pandang kami yang nampaknya tidak bisa disatukan lagi.

Kugigit bibir bawahku hingga berdarah. Aku tak peduli lagi saat rasa anyir itu menyerang indra perasaku. Aku hanya ingin menyalurkan semua penatku. Aku ingin menghilangkan semua beban ini. Apa yang harus kulakukan? Apa aku harus terjun ke bawah sana?

Sejenak perasaan bimbang itu menyerangku. Hingga entah darimana arahnya, dan bagaimana kejadiannya, tiba-tiba aku sudah terjatuh dari pagar pembatas jembatan. Bukan terjatuh ke sungai, tetapi terjatuh ke trotoar yang cukup keras.

Aku meringis saat kurasakan tulang-tulangku serasa remuk. Aku berdiri sambil mengumpati siapapun yang berani menarikku hingga terjatuh dengan posisi yang sangat tidak elit.

Tapi pandanganku meredup tatkala kulihat seorang yeoja yang tersenyum begitu tulus kepadaku. Temaram lampu membuatku hanya bisa melihat wajah itu samar-samar. Tapi dilihat dalam kondisi seperti inipun, bisa kupastikan kalau senyum yeoja itu sangat manis.

"Kau tidak apa-apa?", tanyanya sambil mendekatiku. Menebarkan aroma vanilla lembut yang menenangkan. Membuatku terbuai hingga sejenak melupakan amarahku yang tadi sempat memuncak.

"Ne.", jawabku singkat.

Ia mengambil sesuatu dari tas selempang kecil yang menggantung di pundaknya. Beberapa lembar tissue yang dibasahi dengan air dan langsung diusapkan di bibirku. Rupanya darah di bibirku masih belum cukup kering. Tapi bahkan aku tidak merasakannya.

Setelah selesai ia kembali mengambil sesuatu dari tasnya. Kali ini sebotol air mineral yang langsung disodorkannya kepadaku.

"Minumlah. Aku yakin kau sudah berdiri di sana sejak beberapa jam yang lalu. Karena itu kau pasti haus.", ucapnya kemudian ia duduk di trotoar jalan.

Memang ini belum terlalu malam. Tapi sepertinya tidak banyak kendaraan yang melewati daerah ini. Jadi duduk di trotoar seperti itu mungkin bukan pilihan yang buruk.

Jadi aku memutuskan untuk mendudukkan diri di sampingnya. Kubuka tutup botol itu lalu kuteguk isinya sampai habis.

Yeoja itu memang benar. Aku sudah hampir tiga jam berada di tempat ini. Dan itu memang membuatku cukup haus.

Hei, tapi darimana dia tahu tentang itu? Jangan-jangan...

"Aku sudah mengamatimu sejak kau datang kemari.", ucapnya sambil memandang ke arah langit.

"Memangnya apa yang kau lakukan? Kau membuntutiku?", tanyaku bertubi-tubi.

"Ne, aku memang selalu mengikutimu. Bahkan aku selalu membuntutimu selama lima tahun ini.", ia menoleh kepadaku sambil tersenyum.

"Mwooo...", teriakku tak percaya. Ia malah terkekeh lalu membenarkan letak tasnya yang mungkin kurang nyaman untuk posisi duduknya saat ini.

"Aku ini temanmu dari SMP. Memangnya kau sama sekali tidak ingat kepadaku?", tanyanya sambil menoleh ke arahku.

"Ahni ya...", aku menggelengkan kepala sambil berusaha mengingat-ingat.

Kulihat samar-samar ekspresi kecewa di wajahnya.

"Kau ingat, juara martial art sekolah kita. Satu-satunya atlet yang memegang kejuaraan tingkat nasional selama tiga kali berturut-turut?", tanyanya sambil memasang ekspresi yang menggemaskan menurutku.

Aku mulai mengingat lagi. Hingga seraut wajah itu terlintas di otakku.

"Apa gadis kecil yang selalu mengenakan ikat rambut warna pink dan tidak pernah absen datang saat band ku tampil?", tanyaku mendeskripsikan apa yang berhasil terekam oleh memoriku.

"Ne, itu aku.", ia tersenyum gembira.

TBC/End

Tolong kasih review ya ... Gomawo.