Cerita milik saya, BTS milik agensi and A.R.M.Y.

Main cast:

Park Jimin (18th)

Kim Taehyung (18th)

Jeon Jungkook (17th)

Cast:

All of member BTS

Kwon Ji Young (GD) a.k.a Jimin's daddy

Jeon In Sung (OC) a.k.a Jungkook'daddy

Park Ji Won (OC) a.k.a Jimin's mommy

Beberapa cast pendukung

HAPPY READING AND ENJOY,,,

Jusseoo...!

Rotan panjang yang di genggam erat di tangannya, siap untuk memukul siapa saja yang menyulut amarahnya. Tatapan mata yang tajam dan penuh keberingasan, siap menangkap siapa saja yang telah mengusik hari indahnya. Kaki yang melangkah cepat penuh kekuatan, siap menendang siapa saja yang membuat jengah telinganya.

"Kau yakin songsaenim, aku boleh melakukannya,,?"

"Lakukan saja, ayahnya pun menyuruh untuk menindaknya secara tegas, bahkan jika kekerasan perlu dilakukan, lakukan saja, dia memberi izin sepenuhnya, lagipula aku yakin tindakanmu tidak akan sampai pada kasus pembunuhan. Dan terlebih, sebagai anggota kedisplinan, buatlah bangga almamatermu dengan menaklukan berandalan sekolah itu,,"

Kalimat itu terus terngiang di kupingnya, membuat semangatnya untuk berperang menjadi berapi-api. Sudah lama, sudah lama dia menahan. Dan lampu hijau ini akan dia manfaatkan untuk melampiaskan rasa kesalnya juga melindungi nama baik sekolah. Ngomong-ngomong soal membunuh. Entah berapa kali niat melakukan tindakan sadis itu singgah di hatinya, namun sekali lagi itu terkalahkan oleh sisi lunak di hatinya. Tapi kali ini, jika setelah ini masih tak ada perubahan, dia menyerah, daripada mengotori tangannya dengan kasus pembunuhan, dia lebih baik menyerah,

.

.

"Dia di atap,,"ujar salah seorang yang tedengar gugup sekali. Dia pun menatap tangga itu dan mulai menaikinya, langkahnya itu sudah tidak sabar untuk sampai ke tempat si pembuat onar itu,

"Jeon Jungkook,,!"sudah kesekian kalinya, nama itu dia ucapkan dengan sangat kasar lewat mulutnya,

Jungkook tertawa terbahak-bahak memegangi perutnya sendiri sambil melihat hasil karya luar biasanya yang terpampang nyata di bawah sana. Di lapangan basket sebuah mahakarya tercipta dari tangan si karikatur profesional, Jeon Jungkook. Sayang gambar-gambar yang di ciptakan, terkesan terlalu menghina, dan perlu mendapat teguran. Persetan dengan tawa Jungkook, namja itu sudah tidak sabar lagi,

"Nyalimu berhasil membuatku sampai sejauh ini, Jeon Jungkook,,!"ujar seorang pemuda dengan ekspresinya yang sulit di baca itu, begitu datar. Jungkook yang semula menjadi diam pun mulai terkikik licik,

"Hallo Jimin,, apa kau suka karyaku,,?! Lihatlah seni yang ku buat, Luar biasa bukan,,?, Dari atas sini itu terlihat lebih menarik,,ternyata aku ini memang ahli ya,,"kata Jungkook yang masih tersenyum ria menatap hasil tangannya itu,

Pemuda dengan nametag itu 'Park Jimin' itu sudah tidak tahan lagi, dan mulai melangkah mendekati Jungkook.

'Tak,,! Tak,,! Tak,,!'

Samar-samar, Jungkook dapat mendengar ketukan sepatu dengan lantai itu semakin dekat ke arahnya.

"Satu langkah lagi kau mendekat, aku akan loncat dari sini,,"ujarnya terdengar mengancam, tapi sayang sekali, itu tidak berpengaruh karena Jimin sedang dalam mode singanya,

"Loncat saja,,!"bahkan dia malah mempersilakan. Dan bukan Jungkook namanya kalau dia hanya main-main dengan kalimatnya itu. Kakinya mulai menaiki pagar pembatas itu, dan sontak semua yang melihat dari bawah berteriak histeris dengan tindakan Jungkook itu. Tapi Jimin seolah tidak peduli dengan ekspresi datarnya terus melangkah santai mendekati Jungkook. Jungkook tersenyum sangat tipis, memejamkan mata, dan mengambil pose titanic, badannya menikmati semilir angin di ketinggian melebihi lima puluh meter itu. Jungkook mulai mengayunkan tubuhnya, senyumnya semakin licik tatkala mendengar riuh di bawah,

Dan. . . .

'BUGH,,!'

"Akkhh,,!"

Suara dentuman dan pekikkan yang bersamaan cukup keras membuat Jungkook meringis kesakitan saat kini tubuhnya di tindih oleh Jimin. Ya, dengan gerakan sangat cepat, Jimin berhasil membawa tubuh itu terhempas ke bawah membentur lantai,

Jungkook membuka matanya dan mendapati wajah Jimin di atasnya tengah menatap sangat tajam dirinya. Dan Jimin dengan kedua tangannya menopang tubuhnya sendiri agar tidak terlalu jauh dekat dengan Jungkook. Jimin manis, Jimn imut,, Jimin,,, cantik,, Jungkook akui itu, dan saat marah seperti ini, Jimin,, sexy. Jungkook lupa mengedipkan mata dan terpaku dengan sosok di depannya kini. Dan dalam jarak sedekat ini, keindahan Jimin semakin nyata. Semilir angin yang lembut menerpa rambut hitam Jimin, membuat Jungkook sadar seketika.

"Sakit bodoh,,!"umpatnya yang mulai merasa sakit karena tindihan Jimin.

"Ini tidak seberapa sakit di banding dengan remuknya tubuhmu saat membentur lapangan basket,,"sahut Jimin yang menamparnya keras.

"Berterima kasihlah,,"

"Ccihh,,!"Jungkook langsung memalingkan mukanya,

Jimin pun berdiri, membuat Jungkook juga harus dalam posisi itu,

"Sekarang kau harus mengganti rugi semua keonaran oleh tanganmu itu,,"

"Kalau aku tidak mau,,?"kata Jungkook terdengar sangat menantang,

"Aku akan menyiksamu sampai mati,,"

Jungkook tersenyum devil. Oh, Jimin semakin mendelik, entah kenapa itu... sexy.

"Woah, apa jabatanmu sekarang membuatmu tidak takut masuk penjara,,?"

Kini Jimin yang tertawa licik,

"Kalau pun ini sampai ke penjara,,ku rasa itu lebih terasa seperti kau menyerahkan diri,, kau pikir ayahmu akan membela,, kau pikir, polisi yang kau lapori itu juga akan membela. Oh, Jeon Jungkook, kasihan sekali dirimu,, kau pikir siapa yang akan membelamu,, berani sekali berkata seolah kau mengancamku hoh,,?! Bahkan seluruh dunia pun akan setuju atas tindakanku,, orang sepertimu,, pembuat onar, pemabuk, perampas, pembangkang,,, semua itu busuk,, dimana letak perbuatanmu yang dapat di jadikan alasan orang untuk membelamu hoh,,?!"

Kalah telak. Jungkook terdiam. Bungkam. Keburukannya itu nyata, dan Jimin seolah sangat tahu semuanya,, tapi dia tidak mau kalah,,

"Oh,, ya, ya, ya,, Park Jimin, kau merasa suci sekarang sudah mengatakan itu,,"tukasnya terdengar menyindir, tapi sayang sekali, Jimin tidak goyah, dia malah semakin menyeringai,

"Ku rasa aku lebih suci untuk tidak berkata padamu,,"

Mereka saling menatap. Tajam, dan saling menusuk, hingga kurun waktu yang cukup lama,

"Dari pada kau benar-benar berakhir di tanganku, segera ambil langkahmu untuk bertanggung jawab,,!"Jimin mentitah,

"Aku juga tidak sudi di nyatakan mati di tanganmu bocah,,!"

Well, siapa yang Jungkook sebut sebagai bocah, Jimin,,? Memang dia manis, dan imut, baby face tepat sekali pada tampang remaja itu, namun maaf, karena marahnya sedang mode on, Jimin lebih pantas di sebut 'HULK'.

Hari semakin sore. Jimin tidak beralih dari layar ponselnya dengan telinga yang tersumbat earphonenya. Sangat fokus namja itu menoton serial drama terbaru. Sementara tak jauh di depannya. Jungkook tengah menjalani hukumannya membersihkan karyanya, lumayan besar dan sudah hampir dua jam Jungkook berkutat dengan alat pel dan sikat lantai untuk membuat lapangan itu bersih seperti semula. Bagaimana tidak, mahakarya Jungkook itu luar biasa kreatif, dan hadiahilah Jungkook dengan bintang lima atas itu. Namun, berikan juga Jimin dan warga sekolah yang masih waras itu ketabahan untuk tidak marah saat melihat gambar yang di ketahui adalah babi itu dengan kepalanya adalah kepala Bapak Kim Namjoon, Kepala Sekolah di SMA itu. Sungguh jika saja hari ini Pak Namjoon itu tidak sedang berada di Jepang untuk study banding, pasti Jungkook si pembuat onar itu sudah di penggal kepalanya di tiang bendera.

Jimin mulai merasa langit senja perlahan semakin gelap, dan sekolah juga semakin sepi. Dia melepas eraphone beserta ponselnya dan memasukkan itu ke saku lalu menatap Jungkook disana tengah menjalankan hukuman. Terbesit rasa tanya di hatinya, kenapa Jungkook melakukan tindakan sejauh dan seperti ini. Menurut persepsi sementaranya, Jungkook hanya sedang mencari perhatian dari orang-orang di sekitarnya saja, mengetahui dia tidak punya teman dekat. Itu yang paling jelas tampak di matanya. Terlebih pemuda yang berada satu tingkat di bawahnya itu tidak pernah terlihat mempunyai kawan bicara, seorang pun. Sedikit prihatin mendengar cerita juga bahwa ibunya Jungkook meninggal saat dia masih SD, berarti belum lama. Dan ayahnya, Jimin pikir ayah Jungkook sibuk kerja, mengingat beberapa panggilan wali murid yang hanya di wakilkan oleh asisten ayahnya saja. Mungkin Jungkook kesepian dan tubuh teman ngobrol. Tapi, Hell, siapa yang mau berteman dengan orang yang bahkan jika di tanya malah seolah mengajak berkelahi itu. Yeah, Jungkook sangat kaku dan mudah main tangan. Selama ini hanya Jimin yang berani menentangnya, murid lain lebih baik bungkam dengan kelakuan Jungkook meski kelewatan

Jika bukan karena tugas yang dia emban sebagai ketua OSIS, Jimin juga akan memilih diam daripada harus berurusan dengan Jungkook, membuang waktu saja. Bukan takut, tapi sangat malas dan muak, hari-harinya sangat terganggu oleh keonaran yang selalu di buat seorang Jeon Jungkook.

"Aku tidak akan mengawasimu lagi, terserah, jika mau di lanjutkan atau tidak,, hanya ku ingatkan, besok pagi Kim songsaenim sudah pasti akan melihat kekacauanmu itu jika tidak kau selesaikan sekarang,,"ujar Jimin datar seraya menggendong tas punggungnya hendak berlalu,

'TAK,,!'

Jimin menoleh akibat suara yang mengusik telinganya itu dan ternyata apa,, dia mendapati alat pel itu sudah tergeletak sembarangan. Dan Jungkook, Ah memang kancil, sekarang namja itu sudah berlari sangat kencang dari sana, Jimin masih dapat melihat bayangan Jungkook menghilang di koridor sekolah.

Jimin melenguh kasar, sempat berpikir untuk mengabaikan, namun terlalu malas dia membayangkan bagaimana paginya yang cerah esok harus ricuh oleh kicauan Namjoon songsaenim. Pada akhirnya pemuda itu memutuskan untuk melanjutkan kegiatan mengepel Jungkook, lagipula hanya tinggal sedikit lagi. Kalau di katakan dengan jujur pada ibunya dia yakin tidak akan mendapat marah karena ini sudah satu jam telat pulang.

Jimin mulai menggerakkan pelnya, maju mundur membuat gambar itu sedikit demi sedikit mulai hilang. Tapi kegiatannya terhenti oleh sebuah benda mengkilat yang tampak silau di matanya oleh pantulan sinar matahari. Jimin mendekati itu yang berada tak jauh di depannya. Saat memungutnya, dan ternyata itu kalung, dengan bandul 'J'. Oh baiklah, Jimin cukup sadar jika itu milik sang pembuat onar. Senyum jahil pun muncul di wajahnya seraya memasukkan benda itu ke dalam sakunya.

"Jimin-ah,,!"panggil seseorang dari belakang. Jimin tidak menoleh dan memilih sibuk pada acara mengepelnya karena dia tak ingin menambah waktu terlambat pulangnya. Cukup tahu dengan si empunya suara yang memanggilnya itu,

"Kau belum pulang,,?"tanya Jimin kemudian. Pemuda dengan seragam yang sama persis dengan milik Jimin itu hanya saja lebih berantakan dan sangat kusut tampilannya, tepat sekali jika di katakan seperti orang yang baru bangun tidur,

"Menunggumu,,"jawabnya tersenyum, dia yang kini duduk sembarangan di lapangan basket itu melihat jengah pada kegiatan Jimin. Pergerakannya terlihat malas sekali, sedari tadi hanya menggeliat kesana-kemari tanpa berniat mengganggu atau bahkan membantu pekerjaan yang seharusnya tidak Jimin lakukan itu,

"Menungguku,,?! Bukan membolos dan tidur di gudang,,?"kali ini Jimin menyinggung. Pemuda itu malah tersenyum sambil menggaruk tengkuknya,

"Kau ini mau sekali menutupi kesalahannya,,"ujar pemuda itu, Jimin menyunggingkan senyum tipis,

"Bukan menutupi,, aku hanya terlalu malas di tegur oleh kepala sekolah, lagipula bukan tidak mungkin besok kepala sekolah akan memanggilku karena melihat gambar sialan ini,,"sahut Jimin yang sekali lagi datar.

"Kau pasti menyesal atas jabatanmu ini,,"

"Ah, tidak juga,, Aku hanya. . . MUAK,,!"

Dan entah kenapa jawaban itu membuat pemuda itu tertawa renyah, Jimin hanya tersenyum.

"Tae,,?!"

"Humh,,?"

"Besok ada seleksi peserta lomba taekwondo ya,,?"

"Emh,, mungkin,, aku mendengar dari Hoseok-hyung seperti itu,,"

Meski tubuh Jimin membelakanginya, pemuda yang di ketahui bernama Taehyung itu tahu jelas jika Jimin tengah tersenyum di sana. Membuat Taehyung memutar bola matanya jengah.

"Okey,, selesai,, Mau pulang bersamaku,,?"tawar Jimin yang terlihat sedikit terengah-engah dengan keringatnya yang basah di kemeja putih itu,

"Kau pikir untuk apa aku datang kesini,,"

Taehyung dapat melihat jelas, raut wajah Jimin yang letih,

"Mau ku gendong,,!?"

Jimin langsung menatap Taehyung sakarstik,

"Berhentilah beromong kosong,,!"hindar Jimin sembari mencangklung tasnya.

"Aku sangat puas hari ini Ma,,"ujar pemuda itu yang tengah berbaring tepat di sisi nisan yang tampak indah oleh bunga rosemarry yang menghiasinya. Ini sudah kesekian kalinya, entah bermonolog atau memang Jungkook sedang mengobrol dengan benda mati itu. Ah, tidak. Jungkook hanya tengah melampiaskan rasa rindunya pada sang ibu yang kini telah terbaring abadi di balik nisan itu. Sudah menjadi kebiasaan Jungkook, setiap pulang sekolah, tak mengenal itu siang atau malam, dia akan kesana dengan ouluhan tangkai mawar putih, lalu mencurahkan semua isi hatinya, bagaimana dia melalui harinya, sampai rencananya untuk waktu yang selanjutnya kepada sang ibu yang mustahil akan mendengarkannya jika di pikir dengan akal sehat. Jungkook tidak peduli jika beberapa orang yang melihatnya menganggap dia tidak waras. Dia terlalu acuh dan sibuk dengan acara curhatnya bersama sang ibu. Karena hanya itu yang bisa membuatnya lega dan tidak merasa kesepian.

Jungkook menatap ponselnya yang menyala itu. Karena pengaturan 'silent' makanya ponsel itu tidak berisik saat kini dia melihat hampir lima puluh panggilan tak terjawab, jika sudah begini Jungkook menyerah, dia tidak bisa lagi mengabaikannya,

"Hallo Pa,,?"sapanya malas-malasan pada yang menelpon.

"Kau di mana sih Kook, kata bibi Yoon kau belum pulang dari jam pulang sekolah tadi,,!?"ujar suara di seberang, seperti mengomel, tapi nadanya begitu datar.

"Aku sedang bertemu Mama, lima belas menit lagi aku pulang,,"

"Oh, begitu,"sekarang suara itu terdengar lemah. Jungkook diam menunggu instruksi selanjutnya.

"Sebenarnya kalau bisa kau sampai di rumah lebih awal soalnya Papa. . ."tersendat, sinyalnya buruk, entalah, Jungkook sendiri heran, di keramaian kota seperti ini sinyal buruk masih sering dia dapati, atau mungkin karena dia sedang berada di area pemakaman sekarang. Ah, konyol, itu tidak ada kaitannya.

"Apa Pa,,?! Tidak dengar,,! Suaranya putus-putus,,"teriak Jungkook yang kini berdiri, mulai mencari sinyal.

"Tidak. Bukan apa-apa,, hanya saja Papa tadinya mau mengajak kamu bertemu dengan Tante Park,,"

Jungkook tertegun mendengar itu, ada sedikit rasa sesal di hatinya.

"Ya sudah. Kau langsung pulang ke rumah Okey,,! Dan istirahat. . . Papa,, emh,,Papa,, akan mengajakmu bertemu dengannya besok,, Papa. . ."tersendat lagi. Jungkook mengernyit, bukan karena sinyal, ini perkara seperti orang di seberang sedang gugup.

"Papa mau melamar Tante Park malam ini,, Kau doakan ya,,?"

Jungkook terkatup mulutnya.

,

,

,

Namja itu mendudukkan tubuhnya lemas kembali di sisi nisan itu. Termenung. Selama ini hidupnya memang rusak, membuat masalah dan mengacaukan semuanya, untung saja dia masih bisa mengerem tindakannya itu untuk tidak masuk dalam dunia gelap seperti narkoba, karena bukan tidak mungkin sosok yang kurang perhatian seperti Jungkook tertarik dalam dunia itu. Dahi Jungkook mengernyit, menyadari sosok itu melintas di pikirannya. Sosok yang selalu marah padanya dan berani menghakimi dirinya atas perbuatan-perbuatan gilanya, entah itu marah atau kesal padanya, hanya orang itu yang melakukannya pada Jungkook.

'Jika dia marah berarti dia perhatian, jika dia marah bisa jadi dia sayang'. Jungkook menggelengkan kepalanya keras mengingat kata-kata itu. Tidak mungkin, pikirnya.

Dia menatap nisan ibunya sebentar,

"Ma, Tante Park orangnya baik banget, kalau dekat dengan dia, aku seperti bersama Mama, walau kami baru kenal sebentar dan mengobrol sekali, Jungkook nyaman. Mama tidak keberatan kan kalau nanti Jungkook memanggil dia 'Mama',?"

"Lagipula dengan pernikahan ini Jungkook harap Papa berubah,, tidak sibuk selalu dengan pekerjaannya. Jungkook minta maaf Ma, kalau selama ini Jungkook nakal dan bodoh, Jungkook hanya akan menghentikan tindakan Jungkook kalau Papa juga mau berubah,,, berubah perhatian dengan Jungkook, Jungkook tahu Jungkook egois Ma,, tapi apa salah Jungkook meminta perhatian dari Papa,,?"Jungkook lalu memandang langit biru pekat tanpa bintang namun di hiasi sinar rembulan itu. Membawa pikirannya menerawang jauh. Senyum indah lalu terlukis di wajah tampannya. Membayangkan sebuah garis hidup yang menyenangkan. Sederhana, sebuah keuarga kecil yang bahagia dan berkumpul, itu yang Jungkook inginkan, juga seseorang yang memperhatikannya dan memarahinya saat dia salah, rasanya ingin sekali.

Jimin masih belum sempat melepas seragam sekolahnya berjalan mengendap-ngendap ke kamar ibunya. Jimin mengintip dari balik pintu yang sedikit terbuka dan mendapati wanita cantik itu sedang berias di depan kaca. Ide jahil pun muncul di kepalanya. Perlahan tapi pasti langkahnya berusah sepelan mungkin mendekati wanita itu.

"Kau terlambat lagi Jim,,?"

'JRENG'

Hampir saja Jimin melompat ke belakang karena saking kagetnya. Ibunya terlebih dahulu memergoki aksi jahilnya itu.

"Eh Iya Mi,, biasalah,,"jawabnya santai lalu membaringkan tubuhnya di ranjang sang ibu.

"Bikin ulah lagi,,?"tanya ibunya kemudian. Jimin tahu yang di maksud ibunya dan itu tepat sekali.

"Yeah begitulah,, jangan di bahas lah Mi,,"

Wanita itu lalu memutar tubuhnya dan duduk di tepi ranjang mendekati Jimin. Dia lalu mengusap lembut surai blonde putranya itu. Oh, ingatkan ibunya bahwa Jimin itu laki-laki, tapi dia terlampau cantik dan manis, dengan matanya yang membulat seperti anak anjing itu. Apalagi karena keenakan di usap ibunya Jimin jadi tersenyum manja,

"Mami bangga karena Jimin berusaha bertanggung jawab dengan tugasnya. Tapi Jimin juga harus memikirkan diri sendiri, akhir-akhir ini perasaan Mami Jimin sering pulang terlambat,, Mami khawatir Jimin kelelahan,,"ujar ibunya terlihat cemas. Jimin hanya menanggapinya dengan senyum. Lalu Jimin menyadari ada yang berbeda dengan ibunya,

"Maminya Jimin itu cantik banget,, tapi malam ini benar-benar luar biasa cantik sekali,, Mami mau kemana humh,,?"

Wanita itu malah balik tersenyum, Jimin yang mulai berpikir kemudian segera mendapat kesimpulan,

"Wait, wait, biar Jimin tebak. Mami mau dinner romantis ya sama ,,?"terkanya dengan senyum nakal.

Wanita itu lalu menyibakkan poni yang menutupi dahi putranya itu, lalu mengecup keningnya dalam-dalam, membuat Jimin memejamkan matanya,

"Malam ini Mami mau di lamar sayang,,"

Mata Jimin langsung membulat sempurna mendengar itu,

"Yang benar Mi,,?!"

"Iya sayang,, bagaimana,,? Jimin mengizinkannya,,?"

"Astaga,, Tentu saja,,"Jimin langsung menghamburkan tubuhnya ke pelukan sang ibu,

"Jimin senang sekali Mi mendengarnya,,"

Wanita itu sangat bahagia oleh tanggapan Jimin yang begitu mendukungnya,

"Mami sebenarnya ingin mengajak Jimin, tapi sepertinya Jimin lelah sekali,, jadi Mami ingin Jimin istirahat saja malam ini,, Okey,,"

"Siap Mi,,!"

"Besoknya baru Jimin bisa bertemu dengan Om Jeon, itu pun kalau dia tidak sibuk,, akhir-akhir ini Om Jeon sibuk,, tapi katanya besok dia ingin bertemu Jimin,,"

"Tidak apa-apa kok Mi,, Jimin percaya sama pilihan Mami,, Mami tidak mungkin lah memberikan Jimin Papi yang jahat,,,"

Sang ibu sontak melepas peluknya dan mencubit pipi Jimin gemas,,

"Kau ini ada-ada saja,, Ya sudah, Mami berangkat ya,, Jimin langsung mandi, terus tidur,,,"

"Siap Boss,,!"

'CHUP..!'

Kecupan manis nan singkat mendarat sempurna di keningnya,

"Bye,,"

"Byeee..!"

Jimin kembali merebahkan tubuhnya di kasur yang terlampau empuk itu. Merasakan betapa punggungnya di manjakan. Maniknya menatap langit-langit dengan pandangan yang menerawang jauh. Sebuah senyum bahagia terlukis di wajah manisnya. Bagaimana tidak, saat dia mengingat raut bahagia ibunya dan mata indah itu memancarkan binar-binar cantik. Jimin akan sangat berterima kasih dengan pria yang telah membawa warna baru dalam kehidupan ibunya itu. Membayangkan bagaimana ibunya akan tersenyum sumringah lagi setiap harinya membuat Jimin tidak sabar.

Jimin tercekat, ponselnya berdering,, dan dia langsung mengambil itu untuk mengetahui siapa yang menghubunginya malam ini,,

'BUUGHH..!'

Jimin terjatuh dari ranjang setinggi setengah meter itu. Matanya membelalak menatap ponselnya, tak peduli jika sudut bibirnya memerah dan hampir pecah karena terbentur lantai,,, maniknya perlahan-lahan berbinar,, dan mulutnya berusah menahan tawa,,,

"SENSEEEIII,,,!"

Keesokan harinya,,

Jimin masih belum selesai membaca novel yang ia pinjam dari Hoseok. Buku novel itu tebal sekali dan membuat Taehyung malas melihatnya. Pemuda itu sedang berbaring di kursi taman dengan kepala yang ia sandarkan seenaknya di pangkuan Jimin. Taehyung menatap bosan sahabatnya yang sedari tadi terus saja membaca buku itu dan tidak menghiraukannya. Taehyung yang jahil lalu menarik buku itu seenaknya dan mengambilnya membuat Jimin sedikit terkejut.

"Kenapa..?"tanya Jimin agak kesal.

"Buku itu menghalangiku melihat wajahmu,"ujar Taehyung polos membuat Jimin tersenyum geli mendengarnya. Taehyung itu memang aneh, namun sikap manjanya ini kadang membuat Jimin illfeel.

"Menyebalkan sekali si J-horse itu, bahkan bukunya saja juga mengganggu waktuku bersamamu,"kini Taehyung mengerucutkan bibirnya dan ia sudah mengambil posisi duduk. Jimin tidak mau mempedulikan dan lanjut membaca.

"Lalu apa,?"tanya Jimin yang entah di tunjukan kemana.

"Sebaiknya jangan memprotes kegiatanku, sudah untung aku mengizinkanmu tidur di pahaku,, dan sebaiknya kau benar-benar tidur dan tutup mulut cerewetmu itu,,"ucap Jimin ketus. Taehyung agak tercelos mendengarnya, dia lalu menoleh menatap Jimin sangat intens, wajah Jimin pun teramat dekat didepannya itu. Ia terpaku dengan wajah itu. Begitu putih dan lembut, tanpa noda. Taehyung bahkan bisa mencium aroma manis tubuh Jimin dalam jarak yang sedekat itu. Taehyung heran bagaimana sahabatnya yang jelas-jelas adalah seorang laki-laki itu memiliki paras cantik dan juga aroma tubuh seperti bayi. Membuat Taehyung terlalu betah berada di dekatnya dan tidak berniat melirik yeoja-yeoja di sekitarnya. Kemudian tatapannya beralih bibir merah Jimin, niatnya untuk mencoba bibir yang belum pernah ia sentuh itu menjadi urung saat dia mendapati bercak biru yang baru saja ia sadari ada di bibir Jimin. Jemari pun bergerak menyentuh gumpalan daging itu lembut,

"Ada apa dengan ini,?!"tanyanya tanpa mengalihkan pandangannya dari bibir itu. Namja itu masih diam menatap Taehyung.

"Kenapa ada bercak biru di sini,,?"tanyanya lagi,

"Itu karena semalam aku menggigit bibir Jimin,!"sahut Hoseok yang tiba tiba berada di sana entah sejak kapan.

"Hoseok hyeong,!"Taehyung langsung sakarstik dengan kehadiran pemuda berwajah panjang yang menjengkelkan itu.

"A, Apa, yang kau katakan HYEONG,,!"bentak Taehyung, pemuda sangat shock mendengarnya. Ia menatap Hoseok tidak percaya, dan Hoseok menjadi tertawa terbahak bahak melihat wajah Taehyung seketika menjadi absurd. Jimin menatap semakin geli pada Taehyung yang mengerucutkan bibirnya, entah sejak kapan bibir sobatnya itu bisa maju sampai lima senti itu,

"Sudahlah, aku kesini untuk memanggil kalian. Seokjin Sensei akan menyeleksi siswa taekwondo yang akan di kirim untuk pertandingan nanti,"jelas Hoseok.

"HAH,,! Benarkah,?"ujar Jimin TERKEJUT dan langsung berdiri, ya, otomatis Taehyung langsung terjatuh, ia menatap Jimin kesal. Jika sudah tentang guru taekwondo itu, Jimin lupa segalanya,

"Kau seperti tidak mengenal guru itu saja,"sahut Hoseok enteng.

"Pasti nanti aku yang akan dikirim,"kata Taehyung penuh percaya diri. Keduanya pun menatap si senyum kotak itu tidak percaya.

"Hah,,! Benar benar,,"terutama Jimin.

"Kenapa Minnie,? Selama ini kan memang aku yang terkuat , memangnya sudah pernah ada murid yang berhasil mengalahkanku, bahkan Jin sensei saja kalah di tanganku,"ujar Taehyung benar benar besar kepala. Jimin malas menanggapi, terlebih Taehyung menyombongkan dirinya oleh Jin sensei. Taehyung terlalu percaya diri, padahal ada masih ada dua murid perguruan taekwondo yang belum pernah di adukan dengannya, Jungkook dan Jimin.

"Aishhh, ayolah sensei sudah menunggu,"ajak Jimin sangat bersemangat,

Seleksi telah selesai dan di dapatkan tiga kandidat dari kelompok murid tingkat satu dan murid tingkat dua, semuanya laki-laki.

"Sensei,! Memangnya berapa yang akan di kirim untuk pertandingan,?"tanya Wonwoo salah satu tingkat satu yang terpilih.

"Satu orang saja,"

"Hah,,! Hanya satu orang,? Sudah pasti adik-adik kelas itu tidak akan ada yang terkirim, sensei akan menyeleksi kami lagi kan,?!"tanya Taehyung bersemangat. Jimin hanya tersenyum. Bukan, dia tidak menghiraukan perselisihan kakak tingkat dan adik kelasnya itu. Dia hanya fokus pada satu hal. Sebuah karya Tuhan yang terpahat sempurna. Oh, ingatkan Jimin bahwa guru taekwondonya itu adalah manusia, bukan malaikat yang di kirim Tuhan untuk memikatnya. Rona merah semakin terlihat jelas di pipinya mengingat semalam senseinya itu mengirim chat padanya, meski hanya chat yang mengingatkan akan ada seleksi hari ini, namun Jimin berhasil melayang di buatnya. Tapi sungguh, rahang tegas Seokjin yang tengah serius kini berhasil mencuri sepenuhnya perhatian ini. Mendengar itu Jungkook yang termasuk di dalamnya pun tersungut kesal.

"Jangan menyombongkan diri, kalau belum mencoba melawan kami, sensei,,! Kalau begitu seleksi selanjutnya duel antar kelas, kami akan membuat para senior sombong itu menarik kata katanya,!"tantang Wonwoo penuh semangat yang berobar, tatapan kilat pun bertemu saat mata Jungkook dan Jimin beradu.

"Baik,! Itu tidak masalah,,"sahut Seokjin sensei,,,

Pertandingan pun di mulai dan yang pertama adalah Wonwoo dengan Hoseok. Dan ternyata kodrat seorang adik kelas sebagai makhluk yang paling tertindas di sekolah itu tidak bisa di elakkan, teknik yang di gunakan Hoseok bisa menjatuhkan Jaebum sekali hentakkan.

"Aah, Payah,!"umpat Taehyung yang menjadi kesal sendiri.

"Baiklah, tinggal kau Jungkook, siapa yang akan kau lawan,,?"tanya Seokjin pada satu-satunya siswa dari tingkat satu yang tersisa. Pemuda itu lalu memandang ke arah tiga kakak kelasnya itu dengan sengit, terutama pada Taehyung, entahlah, padahal sempat dia berpikir sasarannya adalah Jimin, tapi melihat kelakuan Taehyung yang terlalu percaya diri, membuat Jungkook ingin sekali membalik muka pemuda dengan senyum kotak itu. Taehyung memberinya isyarat untuk memilihnya menjadi lawan, karena dia pun sebal dengan Jungkook yang terlalu angkuh dengan sikap bajingannya itu, sementara Hoseok dengan lagak sombongnya, dan Jimin yang masih fokus pada sosok Kim Seokjin.

"Park Jimin, ayo kita lakukan,!"ujar Jungkook, dan pemuda yang di maksud agak terkejut hingga tidak terpusat lagi pada sensei tampannya. Taehyung sendiri mengerutkan dahi, tak suka karena pamuda bergigi kelinci itu memilih Jimin.

Keduanya pun saling membungkuk hormat terlebih dahulu sebelum pertandingan di mulai.

"Aku akan mengalahkanmu Jimin,,"tegas Jungkook.

"Terserah kau saja,,"sahut Jimin enteng, seolah tak berniat. Karena sungguh dia malas,, tujuan paling utamanya mengikuti kegiatan olahraga ekstrem ini hanya untuk melihat Kim Seokjin. Dia tidak menyangka akan sejauh ini, tapi tidak apa-apa, Jimin akan menunjukkan yang terbaik agar sensei tampannya itu melihat dirinya.

Jungkook tidak berkata apa-apa begitu juga dengan Jimin hanya tatapan mereka yang saling beradu. Tapi Jungkook sedikit terlena dengan manik hitam Jimin yang terlihat nyata di depannya. Dan kenapa, itu indah sekali,

Lalu,

'BUGH..!'

Tinjuan yang kencang di layangkan, sayang sekali Jimin terlalu lincah dan menghalau pukulan itu, kemudian,

'BRAKK..!'

Jungkook sedikit meringis, lalu wajahnya datar kembali, dan memandang Jimin yang di atasnya. Dia tidak mampu mengeluarkan suara, dan memandangi itu lama,

Hanya satu gerakkan sampai Jungkook benar-benar terkunci di bawahnya. Dengan napas terengah-engah, Jungkook menatap Jimin yang terlihat lelah, dia yakin Jimin pasti keberatan oleh tubuhnya yang lebih besar itu.

Jimin lalu berdiri, di ikuti oleh Jungkook. Dan tentu saja, Jimin pemenangnya. Namja itu tersenyum bangga melihat ke arah senseinya yang tersenyum dengan tepuk tangan kecil itu untuknya. Sementara Jungkook dengan ekspresi dingin dan sangat datar, seolah tak menggubris itu. Entahlah, Jungkook tidak pernah berniat untuk mengikuti ekstra apapun di sekolah itu, namun untuk acara pukul memukul ini, dia pikir cukup menyenangkan. Dan saat tahu, Jimin adalah anggotanya, perasaannya jadi malas. Dia terlihat tidak bersemangat sekali, padahal biasanya dia adalah peremuk tulang orang, bagaimana tidak, Jungkook si berandalan itu telah berapa kali membuat orang masuk rumah sakit oleh tangan kekarnya itu. Tapi entah kenapa, sekarang dia sangat tidak berniat, dan seperti kehilangan tenaga. Taehyung mengamati Jungkook yang kini berjalan ke tepi area dengan tatapan tak berarti itu. Jimin sendiri juga tidak yakin dia baru saja membanting Jungkook, oh, sekuat itukah dirinya. Jimin agak malu, dia pikir tindakannya terlalu kasar apalagi di depan senseinya, Jimin malu.

"Yey,,! Bagus Jim,,!"seru Hoseok di ikuti oleh pandangan senseinya ke arah dia, yang sontak membuatnya tertunduk malu,

"Jimin-ah,,!"

"Iya sensei,,"

"Kau lumayan. Bagaimana kalau melawan kandidatku yang belum terkalahkan, Kim Taehyung,,?"

"Humh,,?!"Jimin melirik ke arah Taehyung yang tersenyum jahil kepadanya,

"Siap sensei,,"Jimin lalu membalas tatapan Taehyung dengan pandangan mengejek, seolah meremehkan teman seangkatannya itu. Mereka kini sudah berada di area. Saling menghadap dan memberi hormat,

Taehyung pun mendekati namja manis itu dan mendekatkan bibirnya pada telinga Jimin. Jungkook melirik tajam ke arah mereka,

TBC...

Gaje,,?!.. Jeongmal Mianhae,,

Tidak bermaksud merugikan siapa pun.

And, ini pure dari otak saya.

Silakan tinggalkan comment, kritik, pesan, saran juga boleh.

Terima kasih banget udah Mampir,,

Neomu Gomawoyo,,,^_^

Chapter selanjutnya mungkin agak lama,,

Sampai Jumpa di Ch. Berikutnya ya,,?

Bye,,! Bye,,!

Annyeong,,!