LAST DANCE
Main pair:
[Fang, Halilintar B.]
Disclaimer:
Boboiboy (c) Animonsta
WARN! GS, OOC, TYPO, AU!
I hope you enjoy this story~
.
.
.
.
TARIAN terakhir.
Lelaki dengan kulit putih bergeliat. Meliukkan tubuh seakan tak punya tulang. Berkeringat di dahi dan dada. Rambut raven sedikit basah dengan tenaga lebih.
Ia lantas kembali menari. Iringan lagu bersemangat membuat api membara. Memutar lalu melompat, bak sebuah angin tak tentu arah. Irama dan gerakan yang pas. Siapapun yang menatapnya akan terhipnotis.
Mungkin ini adalah tarian terakhirnya.
Fang masih sibuk bergerak. Membiarkan udara menjadi panas. Peluh-peluh dibiarkan berceceran. Kulit basah semakin terlihat menggoda. Seakan-akan dunia milik sendiri. Berenang dalam pikiran dan irama. Tangan dan kaki berpindah, mengikuti lagu berdentang.
"Kau masih menari?"
Wanita bermata tajam menatap. Sedikit senyuman terpatri ketika menatap sang kekasih menari. Sedangkan Fang segera menghentikan gerakan. "Ya,"
Halilintar perlahan masuk. Menapakkan kaki di lantai dansa. Merasakan hangatnya ruangan. Sang kekasih berdiri tegak disana. Senyuman tak luput dari wajah, "Padahal besok sudah hari pernikahan kita. Dan kau masih sibuk menari, Fang."
"Hehe, kau ingin menari bersama?" tawar Fang.
Namun dijawab gelengan oleh Halilintar, "Tidak. Kau saja."
Lelaki keturunan Cina mendengus. Sedikit kecewa ketika sang kekasih menolak untuk menari bersama. Sedangkan Halilintar hanya terkekeh ringan. Menatap bagaimana lucunya Fang merajuk.
Namun, bukan Fang namanya jika tak punya ide.
Ia lantas berjalan mendekat. Berusaha menggapai tubuh Halilintar. Menatap lekat mata merah dalam-dalam, "Honey."
Halilintar tahan nafas. Tubuh Fang terlalu dekat. Wajah tampan nan menggoda mulai menggerogoti penglihatannya. Ia berdebar, namun berusaha tenang. "Apa?"
Lengan kekar menggapai pinggang ramping Halilintar. Mendekatkan tubuh mungil itu dalam dekapan. Menyentuh tangan dengan lembut, "Aku tidak menerima penolakan. Ayo, menari bersama."
"Baiklah. Jika itu maumu."
Fang menampikkan wajah senyum. Musik berenejik tiba-tiba berubah menjadi lembut. Mengayunkan kedua tangan seakan tak akan lepas oleh waktu. Dua pandangan bertemu; bersapa dalam diam. Pinggang semakin direngkuh. Tak akan membiarkan lepas.
Wanita mungil diayun, diajak menari. Berdansa dengan alunan musik merdu. Menikmati tarian terakhir mereka.
Tarian terakhir, sebelum mereka melepas status lajang besok.
.
.
.
.
END
