Brother
LeoN / Neo
Hakyeon, Taekwoon, Wonshik, Hyuk
VIXX
Romance & Hurt
T/M
Yaoi & Typo
.
.
.
.
.
.
Sebuah mobil melaju kencang dikeramaian jalan Kota Seoul. Penumpang depan dan sang pengemudi tak peduli dengan pengemudi lain yang terus memperingatkan mereka untuk berkendara perlahan. Namun keduanya tak acuh dan terus adu mulut. Mereka juga tak peduli dengan kedua anak mereka yang takut bahkan menangis mendengar perdebatan mereka yang tak kenal lelah. Salah satu anak yang bertubuh agak besar dan tinggi mendekap sang adik yang menangis terisak.
"Jika memang muak, kita akhiri saja!"
"Baik. Kau pikir dirimu siapa?! Tak bejus menghidupiku, untuk apa aku mempertahankanmu?!"
"Besok aku akan menggugatmu, dan hak anak jadi milikku"
"Hah?! Dasar pria gila! Aku yang mengandung dan melahirkan mereka brengsek!"
Tiiin Tiiin Tiiiin
Kedua orang itu memandang kedepan, menatap syok truk yang melaju berlawanan arah dengan mereka, dan melaju semakin dekat dengan mobil mereka.
"AAAAAAKKKH!"
.
.
.
.
.
.
.
.
"Aaaaakkh!" Seorang namja berumur 26th terbangun dari tidurnya, wajah namja itu penuh dengan peluh dan nafas yang tersenggal-senggal. Dia meraba-raba tepian kasur dan mendudukan dirinya pelan-pelan di pinggir kasur.
"Sekretaris Han!" Panggilnya pada seseorang. Namja itu berdiri, tangannya terus meraba – raba sekitarnya. Namun pandangannya hanya menatap kedepan, mata coklat itu begitu bersinar dan indah namun seperti tidak ada kehidupan didalamnya. Ketika tangannya menyentuh sebuah tongkat sepanjang 30cm, senyum itu terukir jelas diwajahnya, sangat teduh dan manis.
Kleeek
Dengan sekali hentak tongkat yang berukuran cuma 30cm itu menjadi panjang sekitar 1m. Namja itu lantas berjalan menggunakan tongkatnya sebagai pengganti matanya. Benar, mata. Namja itu tidak dapat melihat. Dia seorang tunanetra.
"Sekretaris Han!" Panggilnya lagi pada seseorang yang belum menampakan dirinya.
Tap Tap Tap.
Namja berkulitan tan itu menoleh ketika mendengar derap kaki menuju kearahnya.
"Hah hah hah. Selamat pagi Sajangnim" seorang namja tinggi dengan pakaian olahraga itu tampak kelelahan akibat berlarian menuju Direktus yang dimaksudnya.
"Hah Hah ayolah jangan cemberut seperti itu Tuan Hakyeon." Sekretaris Han meraih tangan Hakyeon dan diletakan pada lenganya. Dia menuntun Hakyeon ke ruang makan untuk sarapan.
"Hari ini masak apa?" Tanya Hakyeon mencoba mencium-cium, menebak makanan yang dihidangkan. Namun hidungnya tak mencium aroma apapun.
"Sekretaris Han~!"
"Saya minta maaf Sajangnim" Ucap sekretaris sambil membungkuk.
"Ya sudah, kita sarapan diluar saja"
.
.
.
.
.
.
.
.
Sekretaris Han, bernama lengkap Han Sang Hyuk ini berjalan menuju ruang rapat untuk mengurus segala masalah pekerjaan milik Hakyeon. Selain sebagai orang yang paling dekat dengan Hakyeon dan juga orang kepercayaan Hakyeon, Sekretaris Han bisa dibilang satu-satunya keluarga yang dimiliki Hakyeon.
Sekretaris Han berhenti saat berpapasan dengan salah satu karyawanya. Kim Won Shik, pekerja magang yang merupakan teman Hakyeon dan terpaksa dia menerima Wonshik bekerja karena permintaan Hakyeon sendiri.
"Berkas rapat kemarin, tolong bawakan ke ruang Direktur Cha" ucap Sekretaris Han sedikit tak acuh pada Wonshik yang hanya menundukkan kepalanya paham. Dengan begitu Hyuk langsung langsung pergi meninggalkan Wonshik yang meliriknya sinis.
"Ck, sombongnya" cibir Wonshik saat melihat Hyuk telah masuk ke ruang rapat. Wonshik lantas pergi dan melakukan apa yang diminta Sekretaris Han. Dia segera mengambil berkas di Ruangan Sekretaris Han dan membawanya ke Ruang Hakyeon.
Tok Tok Tok
"Masuk" ucap Hakyeon dari dalam.
Wonshik masuk dan melihat Hakyeon yang sedang membaca sebuah dokumen dengan meraba tiap-tiap katanya. Wonshik hanya menunduk memberi hormat, walaupun dia tau Hakyeon tidak akan melihatnya tapi sopan santun harus tetap dia lakukan.
"Sajangnim, ini laporan rapat kemarin" Ucapnya seraya meletakan berkas itu diatas tangan Hakyeon.
Hakyeon langsung menerimanya dan tersenyum manis. "Terimakasih, kau bisa keluar".
Ceklek
Hyuk masuk dan berpapasan dengan Wonshik yang hendak keluar. Tanpa bercengkrama mereka hanya saling melewati, tidak satupun dari mereka yang memberikan senyum.
"Eoh, Sekretaris Han. Bagaimana?" Tanya Hakyeon antusias.
"Mereka masih belum menemukan apapun"
Wonshik yang hendak menutup pintu menjadi urung saat mendengar percakapan kedua orang di dalam ruangan itu. Wonshik berdiri dengan tangan yang menahan pintu agar tidak tertutup rapat.
"Sudah 18 tahun aku mencarinya, kenapa susah sekali menemukan Jisoo"
"Lebih baik anda focus dengan operasi anda. Umur anda sudah 26 tahun, operasi itu bisa dilaksanakan"
"Tapi aku ingin Jisoo ada disini. Dan menemani operasiku nanti"
"Tapi jika anda sudah dapat melihat, akan lebih mudah untuk menemukanya"
Wonshik terdiam dan menutup pintu ruangan itu. Dia tampak memikirkan sesuatu.
"Eoh!" Pekiknya dan langsung berlari meninggalkan ruang Hakyeon menuju kesuatu tempat yang membuat senyumnya tak berhenti mengembang.
.
.
.
.
.
.
.
.
BRAAAAK
Sekelompok namja mengobrak abrik sebuah rumah makan kecil yang berada di sebuah desa. Namja-namja itu merusak segala perabot yang terdapat disana.
"Dimana Bos kalian?! Bawa dia keluar" ucap salah satu namja yang tengah duduk diatas meja.
Tidak jauh dari tempat itu, dua orang namja pula tengah bersembunyi dibawah meja.
"Dimana Hyung-nim? Aku tidak bisa menghubunginya?" ucap salah seorang namja yang bertubuh lebih kecil dari namja yang satunya.
"Coba hubungi, Wonshik saja"
"Ada apa ini?" ucap seorang namja putih dengan kemejanya yang tak tertutup sempurna, menatap sinis sekumpulan orang yang tengah mengubrak-abrik rumah makanya.
"Eoh, Jung Taekwoon. Kau datang rupanya"
"Mau apa kalian?"
"Kau janji akan membayar hari ini bukan?" ucap namja itu sambil berjalan mendekati Taekwoon.
"Aku belum ada uang" ucapnya santai.
Greeep
"Hei brengsek! Aku bisa membunuhmu jika aku mau" Namja itu mencengkram kerah Taekwoon dan menatapnya nyalang.
"Lakukan" Taekwoon tersenyum sinis. "Dan kau tidak akan mendapat uangmu"
"Cih, kau bilang apa?!"
"Tunggu tunggu!" Wonshik berlari dan merelai namja tadi yang akan memukul Taekwoon.
"Kita akan membayarnya besok" ucapnya yakin.
"Ck, dengan apa huh?! Kau jual dirimu hahaha"
"Kami janji akan membayar besok. Jika tidak kalian bisa membunuh Taekwoon hyung"
"Apa?!" Taekwoon mendelik kearah Wonshik yang hanya tersenyum miring kepadanya.
"Baiklah. Tepati janjimu" sekumpulan namja onar tadi lantas pergi meninggalkan rumah makan itu.
Taekwoon menatap tidak terima dengan ucapan Wonshik. "Apa-apaan kau tadi?"
"Hyung, aku bersungguh-sungguh. Kita akan dapat uang banyak"
"Ck. Jangan bermimpi" Taekwoon berjalan meninggalkan Wonshik masuk kesebuah ruangan di rumah makan itu. Wonshik yang merasa dicueki segera mengejar Taekwoon.
"Hyung, dengarkan dulu. Aku punya berita bagus"
Taekwoon hanya duduk dan menatap Wonshik yang berdiri bersedekap didepanya. Wonshik dan Taekwoon telah menjadi sahabat sejak kecil kedua keluarga mereka memang tidak berkecukupan. Mereka selalu mencari makan terkadang dengan mencuri dan merampok. Usaha yang mereka dirikan ini juga salah satu dari hasil mereka meminjam dari para sekumpulan namja tadi.
"Atasanku sedang mencari saudaranya yang hilang"
"…"
"Kau bisa berpura-pura jadi dia"
"…"
"Kita ambil semua uangnya dan pergi"
"…."
"HYUNG!"
"Kenapa harus aku?"
"Dia temanku Hyung, kalau aku yang menyamar tidak mungkin. Lagi pula itu sudah 18 tahun yang lalu. Dia juga buta. Dia tidak akan mungkin tau kalau kau itu palsu"
"Bagaimana jika yang asli datang?"
"Itu bisa diurus nanti Hyung. Tenanglah. Yang penting kita ambil dulu semua hartanya"
"Siapa namanya?" ucap Taekwoon yang mulai tertarik dengan ide dari Wonshik itu.
"Cha Jisoo. Aku juga tidak tau seperti apa dia. Tapi pura-pura saja kau lupa ingatan. Aku dengar Hakyeon buta juga karena kecelakaan yang membuat kedua orang tuanya meninggal dan adiknya menghilang."
"Hakyeon?" Taekwoon menyipitkan matanya ketika mendengar sebuah nama yang begitu menarik untuknya.
"Eoh, dia atasanku. Cha Hakyeon"
Taekwoon terdiam memikirkan sesuatu. Jemari tanganya dimainkanya asal untuk menghilangkan rasa gugupnya.
"Cha Hakyeon"
.
.
.
.
.
.
.
.
Hakyeon berjalan pelan keluar dari kantornya. Beberapa pegawai yang melihatnya menunduk hormat, dan ada beberapa yang membantu Hakyeon untuk masuk kedalam lift. Ketika Hakyeon telah keluar dari lantai atas perusahaanya. Dia mulai membuka tongkatnya dan berjalan sesuai dengan arah tongkatnya membawa.
Tak Tak Tak Tak
Bunyi ketukan tongkat Hakyeon terdengan sangat keras, namun hal itu sudah menjadi kebiasaan para pegawai. Walaupun Hakyeon tidak dapat melihat namun dia bisa dengan baik membawa perusahaanya untuk lebih maju dan Berjaya. Walaupun harus dengan usaha caki dan maki yang ia dapat tapi Hakyeon tak pernah menyerah. Ia tetap ingin mempertahankan Perusahaan keluarganya yang dibangun orang tuanya selama 35tahun ini.
Bruuuuk
"Aakh!" Hakyeon terjatuh saat dirinya hendak melewati pintu keluar yang memutar. Dirinya lupa jika pintu itu berlawanan arah. Sempat Hakyeon ingin berdiri, namun seseorang telah membantunya untuk bangun.
"Kau tidak apa-apa?" Tanya orang itu seraya memberikan tongkat Hakyeon yang terjatuh.
"Hakyeon menolehkan wajahnya kepada orang tersebut. Walapun Hakyeon tidak dapat melihat tetapi pendengaranya sangatlah tajam. Dia tau dimana letak seseorang yang tengah berbicara denganya.
"Terimakasih" Hakyeon menunduk hormat kepada namja tinggi dengan setelan jas hitamnya itu.
"Jisoo-ah!"
Hakyeon mengerutkan dahinya ketika mendengar nama adiknya dipanggil oleh seseorang. Dia mendengar derap langkah cepat seseorang yang mendekatinya, dan berhenti dengan nafas yang tak beraturan.
"Eoh, aku mencarimu. Kau sudah datang" namja yang baru saja bergabung ini adalah Wonshik. Dia menatap Taekwoon yang terus mengamati ekspresi Hakyeon yang masih mengerutkan dahinya.
Merasa dicueki, Wonshik menyikut perut Taekwoon dan memberikan kode mata padanya untuk berbicara.
"Maaf aku terlambat" ucap Taekwoon.
"Aaaah Sajangnim" Wonshik berlagak baru menyadari keberadaan Hakyeon disana. Dia menunduk hormat pada Hakyeon.
"Wonshik-ah, siapa dia?" Tanya Hakyeon pada Wonshik yang langsung tersenyum menang.
"Dia sahabatku namanya Cha Jisoo. Kita tinggal bersama, karena sewaktu masih kecil dia mengalami kecelakaan dan terpisah dari keluarganya"
Hakyeon kembali mengerutkan keningnya. "Cha..Cha Jisoo?" ucap Hakyeon mencoba memperjelas apa yang baru saja dia dengar.
"Apa kabar, saya Cha Jisoo" ucap Taekwoon pada Hakyeon yang langsung menghadap Taekwoon.
Kedua tangan Hakyeon terangkat, dia meraba lengan Taekwoon. Kedua mata Hakyeon menyorotkan kesedihan juga kerinduan yang mendalam. Bendungan air mata menumpuk di kedua mata indahnya. Taekwoon hanya membiarkan saja Hakyeon yang meraba-raba dirinya. Hingga kedua tangan itu berhenti pada wajahnya.
"Kau.. sungguh Jisoo?" Tanya Hakyeon sedikit bergetar.
Taekwoon terdiam dan menatap Wonshik yang tengah tersenyum lebar dan memberikan kode menganggukan kepala pada Taekwoon.
Taekwoon menghela napas berat, dan kembali menatap Hakyeon. "Iya"
Dengan satu kata itu dapat mebuat air mata Hakyeon jatuh dengan sangat mulusnya dari kedua matanya. "Jisoo, Cha Jisoo hiks, ini sungguh kau hiks" Hakyeon meraba-raba wajah Taekwoon untuk menggambarkan bagaimana bentuk wajah Jisoonya sekarang. Dia menyentuh pelan setiap inci wajah Taekwoon dari kening, mata, hindung, kedua pipi, dan mulut Taekwoon.
"Kau.. hiks telah tumbuh besar hiks Jisoo-ya. Hiks kau sangat tampan" Hakyeon tersenyum manis mengetahui bagaimana adiknya itu tumbuh dengan sangat baik.
Taekwoon mengerutkan keningnya mendengar ucapan Hakyeon yang terus memanggil dirinya Jisoo, ada sebuah perasaan bersalah yang tumbuh dihatinya ketika dirinya sadar dia telah menipu seseorang yang sangat lugu dan manis itu.
Wonshik melihat Hakyeon yang berhasil termakan umpanya, mengembangkan senyum yang sangat lebar. Dia bahkan sempat mengepalkan tanganya, berhasil.
"Sajangnim, apa anda mengenal Jisoo?" Tanya Wonshik mulai berakting kembali ditengah senyumnya yang masih mengembang.
"Hiks Jisoo, Jisoo-ya, kau adikku. Kau adikku Jisoo-ya" ucap Hakyeon dan langsung memeluk Taekwoon, melepaskan rindunya. "Kau bahkan hiks tumbuh sangat tinggi, Jisoo-ya"
Taekwoon diam dan membiarkan Hakyeon memeluknya, dia menatap tubuh Hakyeon yang bergetar menangis. Taekwoon kembali menghela nafas berat untuk yang kedua kalinya.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Anda tidak bisa mempercayai dia begitu saja Sajangnim" Ucap Hyuk yang begitu emosi mengetahui Hakyeon yang kembali ke kantornya dan membawa seorang namja yang mengaku sebagai adik Hakyeon itu.
"Dia benar-benar Jisoo, Sekretaris Han. Hanya saja dia tidak mengingat kejadian kecelakaan itu. Aku yakin dia Jisoo" ucap Hakyeon yang berdiri berdampingan dengan Taekwoon yang menuntunnya untuk duduk di meja kebesaranya. "Jisoo-ya?" Panggil Hakyeon pada Taekwoon yang hendak pergi.
"Kalian bicara saja dulu, aku akan menunggu di luar" Ucap Taekwoon yang berlalu melewati Hyuk yang menatapnya sinis.
"Sajangnim, ini sangat aneh"
"Apanya yang aneh Sekretaris Han?"
"Dia tiba-tiba saja muncul, dan… bagaimana dia bisa mengenal Wonshik. Anda tau Saya sangat tidak menyukai Wonshik kan"
Hakyeon tertawa renyah mendengar omelan dari orang terdekatnya ini. "Sudahlah. Dia akan tinggal bersama kita mulai saat ini. Kau bisa keluar" ucap Hakyeon seraya membuka beberapa dokumen didepannya.
"Eoh, tolong panggilkan Jisoo, ya" ucap Hakyeon dengan senyum yang sangat bahagia itu. Hyuk hanya mampu diam dan menuruti titah atasannya.
Hyuk melangkah keluar dan tidak begitu lama Taekwoon masuk kembali ke ruangan Hakyeon.
"Kemari Jisoo—auhh" Hakyeon hendak berdiri namun kakinya tersandung tumpukan dokumen yang berada disamping bawah mejanya. Taekwoon yang melihat Hakyeon terjatuh langsung membantu Hakyeon berdiri.
"Hati-hati" ucap Taekwoon pada Hakyeon yang dibalas dengan cengiran.
Taekwoon menuntun Hakyeon, dan mereka berdua duduk di sebuah sofa. Hakyeon menggenggam tangan Taekwoon.
"Jisoo-ya aku tau ini sangat mengejutkan untukmu. Kau bisa mengingatnya pelan-pelan"
Taekwoon hanya terdiam mendengarkan ucapan Hakyeon.
"Kembali dan tinggalah bersamaku."
"Kenapa kau begitu yakin jika aku adalah adikmu?"
Hakyeon bungkam dan melepaskan tangan Taekwoon. "Aku lelah" Sebuah senyum menyedihkan tergambar di wajah manis Hakyeon. "Aku tidak ingin kesepian lagi"
Taekwoon mengamati bagaimana wajah muram Hakyeon yang tidak menyenangkan itu. Diraihnya wajah Hakyeon dan ditatapnya dalam kedua mata yang tak hidup itu. Taekwoon melihat bagaimana kedua mata itu menatapnya tetapi tidak seperti benar-benar melihatnya.
"Hyung" ucap Taekwoon pelan. "Aku tidak akan pernah memanggilmu seperti itu"
Hakyeon mengerutkan dahinya, dan menggigit bibir bawahnya. "Jisoo-ya" air mata Hakyeon kembali mengalir dari kedua matanya.
Greeeepp
"Ck, kenapa kau mudah sekali menangis" ucap Taekwoon yang memeluk Hakyeon erat. "Aku tidak mau memanggilmu Hyung. Aku hanya akan memanggilmu Hakyeon" Taekwoon melepaskan pelukanya dan menghapus air mata Hakyeon.
"Hmm" Taekwoon menganggukan kepalanya dan tersenyum memandangi wajah manis Hakyeon.
"Mari kita hidup bersama"
TBC
.
.
.
.
.
.
Sebelumnya terimakasih yang sudah review di Chap 7 Sebuah Rahasia. Seneng banget kalau banyak yang suka dengan endingnya hehe.
Ini FF baru uda di planning lama. Hehe, semoga yang ini juga banyak yang suka. Jangan lupa Review ya,, ingat .Ew TT
See You Next Chapter. N-nyeooong~
