Naruto
Masashi Kishimoto's
Tak ada satu hari pun tanpa aku bertanya pada diri sendiri sejak kepergianmu.
Aku tidak tahu mengapa aku terus saja bertanya.
Aku tidak tahu mengapa kau terus saja membuatku bertanya.
Pertanyaan pertama yang kuberikan pada diri sendiri adalah ketika wajahmu tak pernah menyunggingkan senyum.
Pertanyaan kedua adalah ketika kau akan meninggalkanku dan Naruto. Meninggalkanku pada keputusan yang sulit pula. Meninggalkanku pada seluruh alufiru.
Pertanyaan ketiga adalah ketika iris matamu yang gulita, tak bisa aku telaah karena terlalu buta.
Aku berlari, kau berlari.
Aku terjatuh, kau juga terjatuh.
Kalau terus seperti ini, kita tak akan pernah bertemu.
Literal pun, aku tak akan bisa tahu jawabannya. Aku kerap bertanya, kau kerap menanyakannya. Tak ada jawaban, tak ada kepastian. Namun kau tetap memberi masukan, seolah tak ada tekanan.
Dan kini hari telah senja, sesungguhnya membuatku ingin bersikap manja. Apa daya, kau tak lagi memberikan cahaya. Semuanya pudar dan tak bisa aku putar, layaknya delusi singkat yang penuh kiasan.
Kau kembali berlari.
Menjejak lebih cepat, semakin tak bisa kuraih. Ketika hampir didapat, kau kembali menjauh. Berlari secepat yang kau bisa. Netraku mengikuti bilah punggungmu, tetapi acap kali pandanganku ada dalam jarak intaimu, kau akan kembali berlari sebelum menghilang seutuhnya.
Keesokan pagi kau kembali dalam keadaan berlari. Aga, aku menghampiri dan kau... Berlari. Lagi.
Pertanyaan ini tidak berujung. Terus berputar, bertambah, dan membesar.
Begitu pula dengan kau dan aku.
Transisi musim terasa kontras setiap saatnya, membuatku harus banyak menekur dalam singkat kapanpun waktu bisa kudapat. Kembali bertanya apakah larimu sudah lebih cepat? Apakah kau akan kembali di pagi hari?
Mengapa tidak pada saat siang atau sore hari? Atau malam hari? Lebih menggambarkan sosokmu yang tak kunjung nampak. Kau sedang melakukan apa, bukan peduliku.
Pertanyaan keempat datang ketika kau terlihat mati dan janji tak lagi bisa ditepati.
H-hei, mengapa kau berhenti berlari? Selama ini kau selalu saja berlari. Aku kerap merasakan kehadiranmu, derap jejakan kakimu, hembusan napasmu sebagai indikasi bahwa kau masih ada.
Kau masih ada?
Pertanyaan keempat datang ketika netranya tertutup sempurna.
Bahkan pertanyaan pertamaku belum kau berikan solusinya.
Sudahlah.
Tidurlah. Istirahatkan kakimu.
Kau pasti lelah berlari.
Sudahi saja.
Kini biarkan aku yang berlari.
