THE LOVE(RE)

.

.

.

.

.

.

Naruto created By Masashi Kishimoto Sensei

For #NHFD9

Tema By : rdiahayu

Story By : Shanazawa

.

.

.

.

Naruto Uzumaki x Hinata Hyuuga

Romance

.

.

.

Warning : Cuma Typo, OOC dan Kesalahan beberapa EYD.

.

.

.

Pojokan author :

Mungkin kalian akan mempertimbangkan datang ke museum louvre setelah membaca ini, :v hati-hati meski gak ada warning, memang kontennya wajar. Benda sejarahnya saja yang menyimpang :D selain itu karena punya kebiasaan edit di doc dan lupa diwatty jadinya ada beberapa kata yang lupa tidak sama.

.

.

.

.

09.00 waktu prancis.

Sepasang kaki bergoyang tidak sabar diantara kaki lainnya, nampaknya bus yang dia tumpangi terasa lama sampai tujuan. Beberapa orang disekelilingnya berbicara dengan bahasa asing yang bercampur dari seluruh penjuru dunia. Hinata membuka peta yang dia dapatkan dari stasiun Gare Du Nord saat membeli tiket paris mobilis. Tanpa melihat tempat wisata lain, matanya langsung tertuju pada Museum paling ramai dikunjungi dan tempat dimana sebuah lukisan terkenal karya Leonardo Da Vinci dipajang. Monalisa. Seberapa hebat kekuatan lukisan itu? Kenapa begitu sangat terkenal? Hinata ingin melihatnya langsung karena baginya, melihat gambarnya melalui situs internet terasa biasa saja.

Dari kejauhan, Museum yang merupakan bekas benteng pertahanan nampak megah, "Berapa hari untuk melihat keseluruhan isi museum tersebut?" ucap Hinata. Tidak bisa, jadwalnya 3 hari ini sangat ketat, dia tidak bisa termanggu berlama-lama menikmati seluruh sejarah yang ditampilkan museum Louvre. "Sialan kau Kiba" umpat Hinata.

Asal tahu saja, Hinata dengan modal minim, bisa mengunjungi prancis karena sahabatnya sedang bekerja di Prancis. Niatnya, Hinata akan tinggal selama 1 bulan demi memuaskan rasa dahaganya di salah satu museum terlengkap didunia. Kemudian, saat tiba. "Maaf Hinata, aku dipindah tugaskan ke daerah perdesaan prancis. Kau bisa menggunakan apartemenku tapi hanya 3 hari saja, karena setelah itu biaya sewanya habis, kau bisa menggunakan Metro jika ingin keliling prancis, gunakan juga beberapa voucher diskon makan punyaku yang kutinggalkan diatas meja" ucap Kiba dengan memamerkan giginya yang tajam. Mobilnya penuh dengan barang bawaan. Dia sudah mau berangkat.

"Tapi.. tapi.." Hinata bahkan tidak menemukan kata yang pas untuk mengomentari ini.

"Sekali lagi. Maaf dan bersenang-senanglah!" potong Kiba menepuk bahu Hinata sebelum benar-benar pergi.

Dan selanjutnya, Disinilah Hinata berdesakan bersama turis lainnya. Padahal dia ingin datang diantar mobil, masuk lewat pintu VIP, dan berlama-lama didalam Museum kalau bisa sampai waktu tutup.

oOo

Hinata menahan rasa kesalnya setelah mengantri cukup panjang ditambah security Check yang lagi-lagi menahannya dibawah piramida Louvre.

"Tolong jangan berlari" ucap petugas pada Hinata.

"Aku tahu" geram Hinata, berjalan secepat dia bisa sembari menahan perasaan ingin berlari.

Hinata langsung terkagum begitu memasuki museum louvre ini, luar biasa, seperti dia memasuki gerbang masa lalu kemudian dengan cepat pipinya dijalari rona merah, "Apa-apaan ini?" teriak Hinata.

Semua patung yang menurut Hinata lebih primitif dari suku primitif dari pedalaman hutan amazon. Berpose erotis maupun dengan wajah angkuh. Ternyata ini bagian Sully Wings dimana semua patung dari jaman yunani hingga keruntuhan romawi dipajang, Hinata kira tidak akan sevulgar ini.

Kemudian Hinata menganga lebih lebar, bukan hanya patung laki-laki yang telanjang bulat, beberapa patung wanita juga hampir telanjang dengan pahatan sangat detail.

"Inilah pahatan Venus de Milo.." ucap seorang pemandu museum.

'Seseorang selamatkan aku!' batin Hinata, kemanapun dia melihat semuanya patung yang menurutnya sangat tidak sopan. Wajahnya pasti sudah seperti kepiting rebus. Selam sejarahnya dalam mengunjungi museum diseluruh jepang sebagai backpaker Hinata tidak pernah semalu ini.

"Jangan pandang karya seni dengan wajah mesum seperti itu" ucap seseorang sembari menutup pandangan Hinata dengan kain.

"Aku tidak bermaksud melihatnya seperti itu!" sanggah Hinata.

"Jadi, apa yang dilakukan pengunjung mesum seperti dirimu disini?" tanyanya lagi.

"Aku ingin ke denon wings, melihat lukisan" tanya Hinata.

"Ah. Suka yang 2D ya? Otaku?" terkanya.

Hinata menahan amarahnya, maaf saja ya. Dinegara asalnya otaku dicap anti sosial dan orang yang menjijikan! Dan lagi Kalau saja patung-patung ini lebih bermartabat seperti patung yang dipamerkan di Mesir, Hinata akan senang hati melihatnya, kalau perlu merasakan teksturnya yang terbuat dari pualam dan kapur. Dengan geram, Hinata menginjak kaki berlapis sepatu kulit dihadapannya yang dia yakini pemilik suara yang mengejeknya barusan.

"Sakit!, hei kakova chyorta (What the hell)?" umpatnya sembari mengangkat kakinya yang barusan Hinata injak.

"Aku penikmat sejarah. Semua jenis sisa sejarah. Tapi semua patung disini, menunjukan ketidak sopanan seperti suku primitif" ucap Hinata dengan jengkel. Ingin melihat wajah seperti apa yang barusan sepertinya sedang mengumpat padanya, tapi kalau sampai dia buka, maka semua patung itu akan terlihat lagi.

"Maaf." Ucapnya dengan nada menyesal "Ke denon wings, kan?"

Hinata mengangguk.

"Boleh aku memegang tanganmu?"

"Untuk apa?!" teriak Hinata marah, setelah menghina kemudian minta memegang tangan? Menjijikan! "Jangan-jangan kaulah yang mesum!"

Bibir pria itu berdecak kemudian menghembuskan nafasnya kuat "Apa kau lebih suka aku menarik kain diatas kepalamu dan kau berjalan sendiri ke denon wings dengan melihat semua patung yang menurutmu tidak sopan disini?"

Kali ini Hinata menggeleng kuat, sembari tangannya memegang kain diatas kepalanya agar tidak jatuh. "Mohon bantuannya" ucap Hinata pelan mengulurkan tangannya.

Tangan besar menyambut uluran tangan Hinata dan membawanya berjalan pelan. Dari balik kain, Hinata memberanikan diri melihat kedepan. kain putih ini tidak sepenuh membutakan Hinata, walaupun begitu Hinata tidak sepenuhnya dapat melihat, ya pria ini ternyata cukup tinggi dan dengan pandai menuntun Hinata dibalik punggungnya yang lebar. Kalau Hinata mendongak, kain dikepalanya bisa jatuh.

"Masih jauhkah?" tanya Hinata

"Sedikit lagi"

Dug. Dug. Dug. Kenapa Hinata berdebar seperti ini? mereka baru bertemu beberapa menit, bahkan sekarang Hinata tidak dapat melihat wajahnya. 'BAKA' rutuk Hinata mengepalkan tangannya.

"Ada apa?" tanya si pria berhenti berjalan merasakan genggaman Hinata mengerat.

"Tidak ada" jawab Hinata gelagapan. Kemudian kain yang menutupi kepalanya terlepas.

Karya seni pertama yang dia lihat adalah pria bermata biru dengan rambut kuning. Kulitnya eksotis tanpa cacat sedikitpun. Tatapannya tepat tertuju pada Hinata. "Karya seni siapakah kau?" tanya Hinata terkagum-kagum. Matanya berbinar.

"Naruto. Karya dari pria Rusia dan Wanita jepang." Jawab Naruto sedikit berdehem, menahan rasa gatal ingin tertawa karena kejujuran dari wanita didepannya.

Wanita keturunan asia, bertubuh lebih pendek namun berwajah bulat yang pas dalam kedua telapak tangan Naruto. Matanya tidak sipit tapi bulat dengan pupil seperti bulan purnama. Bibirnya menggoda untuk dicium dan surai gelapnya menguarkan harum lavender.

"Luar biasa, seperti patung The Seated Scribe yang dulu dipinjam museum jepang" Komentar Hinata.

"Eto, The Seated Scribe?" ulang Naruto, apa tidak salah? Patung berusia lebih dari 3 abad itu? Yang perutnya tidak kotak-kotak sama sekali? "Maaf, aku lebih dari patung itu" tanggap Naruto.

"Maksudku kulitmu. Eksotis hmmm.. Tuhan memang benar menciptakan manusia dari tanah liat. Lebih menggoda dari kapur dan pualam."

Naruto melangkah mundur, sebaiknya dia sudahi pembicaraan dengan gadis ini, awalnya dia hanya ingin menolong gadis mesum yang nampak tidak nyaman melihat patung-patung di sully wings. Harusnya tadi dia biarkan saja gadis ini dibawa petugas keamanan museum. "Aku akan melanjutkan perjalanku."

"Oh terima kasih atas pertolonganmu tadi" ucap Hinata dengan nada memuja.

Setelah Naruto berjalan menuju kerumunan dan menghilang. Hinata mulai tersadar dengan seluruh karya seni lukis yang 2/3nya merupakan karya orang prancis asli tergantung diseluruh dinding.

"Luar biasa!" ucap Hinata sembari mengigit telunjuknya, menahan jeritannya akan karya luar biasa yang dia liat. Yang kecil sampai yang besar, sangat indah. Namun kebanyakan pengunjung berkumpul diujung lorong museum dimana sebuah lukisan kecil dengan kaca pengaman dipajang. "Monalisa?"

Seolah ada magnet yang menariknya kesana, Hinata sedikit berlari, dari kejauhan nampak mata dan senyum misterius menguar mengundangnya untuk melihat lebih detail.

BRAK! Sebelum itu terwujud Hinata malah bertabrakan dengan orang yang sedang berjalan. Membuat Hinata harus tersungkur dilantai.

"Maaf." Ucap Hinata sembari bangun.

Pengunjung itu hanya mengangguk sekilas dan buru-buru pergi.

"Eh ponselmu?!" teriak Hinata menemukan benda hitam itu dibawah kakinya. Tidak sengaja terinjak. Mau mengejar? Tapi monalisanya sedang menunggunya sekarang. "Nanti saja deh dititipkan di keamanan."

Semangat Hinata masih membara, dengan tubuh mungilnya, Hinata menyelinap meski Ras manusia eropa beberapa kali mengalahkan tenaganya, Hinata akhirnya bisa berada tepat didepan pagar pengaman.

"Hanya sampai sini?" ucap Hinata kecewa menatap monalisa dengan pose duduk nyamannya, menatap yang tadinya mengundang seolah sedang menantang Hinata dibalik kaca berlapisnya. Kepala Hinata menatap kesegala arah, nekad dikit boleh mungkin ya? Toh ditangkappun Hinata sudah puas.

Baru juga mengangkat sebelah kakinya 50 cm dari lantai. Beberapa benda berbau mesiu berujung dingin mengarah padanya. Beberapa membawa besi sepanjang 1m dan taser "Diam ditempat. Angkat tangan anda" perintah petugas keamanan.

"Aku baru mau melakukannya" ucap Hinata pelan sembari mengangkat tangan.

oOo

Hinata digiring dengan tangan dibelakang tubuhnya, para petugas keamanan sepertinya sengaja menggunakan bahasa prancis agar Hinata tidak tahu apa-apa. "Sungguh, aku hanya ingin melihat lebih dekat. Tidak lebih" ucap Hinata menyela dan malah dihadiahi dorongan keras agar Hinata berjalan lebih cepat.

"Kalian bisa menghubungi kedutaan jepang, dan memeriksa riwayat hidupku. Aku hanya gadis biasa yang bekerja ditoko buku dekat stasiun Shibuya."

"Shut up!"

"Hai" jawab Hinata mengunci mulutnya.

"Kami membawa Rekannya" ucap petugas keamanan masuk kedalam sebuah ruangan, disana duduk seorang pria lain. Wajahnya lebih kesal daripada Hinata saat ini yang melongo kaget.

"Hai lagi" sapa Naruto melambaikan tangannya.

"Tadi kalian bilang rekan? aku sama sekali tidak mengenal dia tuan. Sungguh, lepaskan aku ya? Ya?" pinta Hinata sembari mendesak keluar ruangan itu.

Tapi percuma saja, Hinata tetap duduk disamping Naruto, kali ini ada dua wajah kesal menatap kepala keamanan museum.

"Perkenalkan dia adalah kepala keamanan, Uchiha Itachi" ucap Naruto sembari melirik Hinata yang menatapnya, meminta penjelasan.

'Apa yang sebenarnya terjadi?' bisik Hinata.

'Kau saja tidak tahu, apalagi aku. Kau datang 1 menit lebih lambat dariku' balas Naruto.

"Ehem!" Itachi berdehem agar kedua manusia dihadapannya diam dan memperhatikan dirinya. "Masing-masing tangan kiri dan kanan, simpan diatas meja"

CREK! "EHH?!! Kenapa kami diborgol bersama?!" teriak Hinata dan Naruto bersamaan.

Itachi menyimpan dua ponsel hitam diatas meja. "Ini milik kalian bukan? Keduanya ditemukan dalam tas kalian berdua. Kami menerima ancaman pencurian Lukisan Monalisa tadi pagi. Dan alat kami menunjukan kalianlah pemilik benda ini"

Hinata menggeleng kuat sementara Naruto menepuk jidatnya. Sial!

"Seseorang menitipkannya sebentar padaku saat aku duduk menunggu seseorang." Ucap Naruto

"Aku menabrak seseorang, dan ponsel itu terjatuh. Aku berniat memberikannya pada petugas keamanan sebagai barang hilang" Kali ini Hinata menjelaskan.

"Ucapkan itu didepan polisi. Kami akan segera menghubungi kedutaan negara kalian"

"Tidak bisa!" "Silahkan"

Naruto melotot pada Hinata. Dia mudah sekali menyerah huh? Tidak tahu apa akibatnya pada Naruto nanti, kalau Hinata sendiri sih tidak masalah "Aku tidak boleh terlibat kejahatan yang tidak kulakukan" ucap Naruto. "Kalian seharusnya memeriksa ulang para pengunjung. Pasti ada prilaku aneh yang ditunjukan pada teroris itu"

"Kalianlah yang paling mencurigakan sejak masuk kedalam museum." Ucap Itachi memperlihatkan foto CCTV yang memperlihatkan keduanya di Sully wings.

"SIAL!?" umpat keduanya.

"Sekarang aku menyesal sekali menolongmu" ucap Naruto menarik tangannya yang terborgol membuat Hinata harus mencium meja.

Tangan Hinata menggebrak meja, "Aku tidak pernah minta tolong pada orang asing seperti dirimu. Mengesalkan. Menyebalkan."

"Oh padahal kau bilang tadi 'Karya siapa diriku?'"

"Kalau tahu kau penjahat aku tidak akan mengatakan itu!"

"Mana ada maling mengaku, Nona polos"

"Egh" Hinata mengembungkan pipinya sebesar yang dia bisa. KUSO! Kenapa dia bisa terjebak disituasi menyebalkan ini. dengan pria asing dan ancaman dideportasi 3 jam setelah dia tiba di prancis.

Sementara dihadapan mereka, Itachi memijat keningnya. Apa benar mereka pelakunya? Mereka lebih mirip pasangan yang sedang bertengkar daripada penjaggat. Itachi hanya menerima laporan dari anak buahnya dan dia disini sekarang.

"KALIAN BISA BEKERJA TIDAK HAH!?" teriak Itachi tidak tahan, membuat semua yang ada didalam ruangan itu terdiam termasuk kedua petugas dibelakang Itachi "LAKUKAN IN-"

"Kepala, kami menangkap pelaku aslinya" ucap Seorang petugas masuk. Tanpa basa basi. "EH?"

Hinata menutup wajahnya, merasakan kekesalan yang baru mereda, setelah semua yang dilakukan petugas keamanan, Kepala keamanan hanya bilang"Oh" dan melepaskan mereka berdua. Sementara Naruto minta dilepaskan borgolnya dengan marah-marah dan jawabannya membuat Hinata ingin menampar Itachi sekeras yang dia bisa. "Maaf kuncinya ada dikantor polisi. Kalian bisa bertahan beberapa jam lagi sampai museum tutupkan?"

Naruto bersandar sembari menengadah. "Hei kau, siapa namamu?" tanya Naruto.

"Kita hanya akan bersama beberapa jam lagi" ucap Hinata kembali duduk dengan tegap.

"Kau mau aku memanggilmu b*tch?"

"Hinata" potong Hinata segera. "Naruto, kan?"

Naruto menangguk pelan. "Ada seseorang yang harus aku temui sekarang,"

"Silahkan"

"Tidak mungkin dengan keadaan seperti inikan?!" ucap Naruto mengangkat kedua tangan mereka yang terhubung borgol. "Terpaksa hanya dengan cara itu"

"Tidak.. kau tidak?"

"Jadilah pacarku 30 menit kedepan." ucap Naruto

PSST! "Aku… Aku…"

"Dia datang" potong Naruto segera menyembunyikan tangan mereka dengan jaket.

"Maaf membuat anda menunggu. Uzumaki Naruto kan?" ucap pria dengan setelan jas rapi tersebut.

"Tidak masalah, Kurator Museum Louvre, Nara Shikamaru"

"Lalu siapa yang bersama anda ini?" tanya Shikamaru tersenyum kearah Hinata.

"Dia pacarku, Hinata" jawab Naruto sebelum Hinata membuka mulutnya dan tanpa permisi mengecup sedikit puncak kepala Hinata yang membuat Hinata langsung memerah sempurna. "Dia agak pemalu. Bisa kita langsung pada intinya"

Shikamaru mengangguk, "Mari ikuti saya"

oOo

Beberapa kali Hinata harus menepuk pipinya, menyadarkan diri kalau semua yang terjadi hanya sandiwara Naruto saja, sekarang Hinata bertanya tanya., sebenarnya siapa Naruto ini? dia bilang Nara-san Kurator museumkan? Kurator dari museum sebesar ini mau meluangkan waktu bertemu dengan Naruto? Apa dia orang terlampu kaya? Tapi gayanya? Hinata, jangan nilai seseorang dari penampilannya. Bisa saja dalam dompetnya hanya berisi cek ratusan dolar, kartu kredit, dan kartu VVIP lainnya.

"Ada hubungan apa kau dan kurator museum?" tanya Hinata sembari berjalan mengikuti langkah besar kedua pria ini. Rasa penasarannya harus dia tuntaskan sekarang.

"Aku ingin mengambil milik keluargaku yang disimpan disini"

"Apa itu?" tanya Hinata.

Sebelum menjawab, Naruto mencubit hidung Hinata gemas. "Kau Banyak tanya ya sekarang-"

PSSST! Wajah Naruto langsung merah diikuti Hinata yang sadar akan perlakuan Naruto. Mereka sedang pura-purakan? Naruto memalingkan wajahnya yang memerah. 'Kuso, apa yang terjadi padaku? Kenapa aku bisa lupa kalau adikku tidak ikut'

"Ja-jadi benda apa yang kau ingin ambil kembali?" tanya Hinata terbata. Sadarlah dirimu, Hinata. Mereka hanya akan seperti ini selama 30 menit.

"Ah, itu lukisan terakhir kakekku. Dia adalah seorang pelukis terkenal dan karyanya sekarang tersebar hampir diseluruh dunia. Namun, kakekku dituduh sebagai anggota mata-mata komunis. Saat perang dunia ke-2 telah berakhir, dia dijatuhi hukuman mati setelah penglihatannya diambil dan keluargaku ditetapkan sebagai tahanan rumah. Seluruh keluargaku tidak bisa meninggalkan Rusia, kami bahkan masih diawasi dengan ketat"

"Dan kau?"

"Aku sudah bilang kalau aku setengah Rusia dan setengah jepang. Aku memiliki kewarganegaraan ganda, dan ayah telah mengusahakan yang terbaik agar aku bisa keluar dari Rusia, dengan misi mengumpulkan kembali semua lukisan kakek. Selain itu aku suka jadi backpaker seperti ini."

"Apa itu sangat indah, lukisan kakekmu?" tanya Hinata,

"Entahlah, aku hanya diberi nama lukisan dan pemiliknya dari masa ke masa." ucap Naruto. "Aku baru mengumpulkan 2 dan masih banyak yang harus aku jemput."

"Kita sampai." Ucap Shikamaru menghentikan percakapan Hinata dan Naruto, tangannya sibuk membuka kunci pintu "Kami sangat menyayangkan pelarangan memajang lukisan karya kakek anda hingga saat ini. Terkadang saya datang kemari dan duduk berjam-jam di hadapan lukisan kakek anda" Tambah Shikamaru mempersilahkan mereka masuk.

"Apakah lukisannya sangat indah?" tanya Hinata.

"Anda akan tahu saat melihatnya" jawab Shikamaru. "Saya akan mempersiapkan dokumennya sesegera mungkin." Shikamaru kemudian meninggalkan Hinata dan Naruto dalam ruangan itu.

Cahaya satu-satunya berpendar dari dinding disebelah kiri dimana sebuah lukisan dipajang. Tempat duduk tegeletak didepannya, terlihat usang karena sering diduduki. Lukisan itu tidak sama dengan barang lain yang mulai berdebu dan dikemas dalam kotak-kotak kayu. Lukisan itu..

"Eh?" Hinata memegang pipinya yang basah oleh air mata. "Rasanya seperti ada rindu yang aku rasakan saat melihatnya." Seperti bertahun-tahun Hinata tak bertemu ibunya dan sekarang dia tepat dihadapan Hinata. "Naruto-san?"

Naruto menyembunyikan wajahnya, dia menangis karena melihatnya, lukisan yang memang seharusnya dunia mengetahuinya, lukisan yang membuat hatinya bergetar.

"Apa kau menangis?" tanya Hinata

"Tidak!"

"Tidak apa-apa. Wajar saja, aku juga menangis saat melihatnya, lihat?"

"Bagi wanita yang suka menangis itu tidak memalukan"

"Haah harga diri pria" ejek Hinata, kalau saja tidak ada borgol yang menghubungkan mereka, Hinata pasti akan menunggu diluar atau bahkan tidak tahu ada lukisan seindah ini didunia. "Kita menangis karena kita tahu lukisan kakekmu mendesak perasaan rindu yang kita pendam. Buang harga dirimu, disini hanya ada kita berdua. Sepertinya kau menumpuk banyak perasaan rindu"

Naruto menghapus airmatanya dengan kasar, "Apa kau cenayang?" perkataan wanita ini sangat tepat, dia rindu pada orangtuanya, keluarganya dan adiknya di Rusia. Tidak menyenangkan traveling sendirian seperti ini.

"Bukan" jawab Hinata, tangannya bergerak sendiri membantu Naruto menghapus airmatanya sementara airmatanya masih tetap meleleh.

"Hapus saja airmatamu sendiri." Tolak Naruto mengenggam tangan Hinata, apa ini akan jadi kontes menangis. Karena jujur saja, Melihat Hinata menangis dengan wajah sendu, Naruto tak kuasa menahan airmatanya juga.

"Ahahaha aku ingin menghentikannya, tapi airmataku tidak mau berhenti mengalir" Ucap Hinata dengan sedikit terkekeh. "Efek yang diberikan lukisan kakekmu sungguh luar biasa."

"Tolong rahasiakan ini seumur hidupmu" pinta Naruto, wah bisa malu sampe anak cucu kalau sampai ini tersebar.

"Hmm aku tidak janji" jawab Hinata dengan bibir menyeringai.

oOo

Kepala Hinata menunduk dalam, sisa-sisa tanngisannya masih terlihat diwajahnya, tapi dia bukan malu karena itu. Tapi..

"Sungguh, patung yang luar biasa." Ucap Naruto sementara tangan dan matanya sibuk bekerja menciptakan objek 2D diatas kertas.

"Mubazir, Mengesalkan" umpat Hinata.

"Kau mengatakan sesuatu?" tanya Naruto melirik Hinata yang duduk disampingnya. Mau mempermainkan Naruto huh? Inilah balasannya.

"Kenapa kau membawaku ke Sully Wings lagi? Apalagi sekarang kau menggambar pria telanjang sembari duduk dihadapannya!? Denganku?! Apa kita sedang ada dikelas anatomi dan reproduksi?! TUHAN!" protes Hinata.

"Dia itu dewa Hinata, bukan manusia biasa"

"Itukan dulu, sekarang dia seperti manusia biasa bagiku, tidak ada keinginan memujanya sama sekali. Malah aku sangat menyayangkan patungnya masih utuh sampai sekarang"

"Kau akan menghilangkan salah satu jejak sejarah umat manusia Hinata!"

"Aku tidak peduli, masih ada lukisan dinding atau perkamen atau buku seperti yang plato dan aristoteles buat?"

"Baiklah, kita hentikan pertengkaran aneh ini"

"Kau yang mulai"

Naruto hampir mematahkan pensilnya. "Aku hanya ingin kau berjanji untuk tidak mengatakannnya pada siapapun tentang yang tadi. Tolong Hinata." Ucap Naruto putus asa. Kalau saja dia bilang janji, Naruto tidak akan sengotot ini.

"HAH? Mana bisa, aku ingin menulisnya dalam kalimat yang panjang pada sahabatku dan Kaa-san dikampung halaman." Tolak Hinata. Ini cerita yang paling menarik dalam perjalanan pertamanya.

"Kalau begitu nikmati saja pemandangan ini sampai borgolnya dibuka"

"Dasar mesum!"

"Apa kau lebih suka aku jelalatan menggambar patung wanita disana?" tanya Naruto menunjuk patung Venus De Milo "Dengan tanpa pakaian tentunya"

"TID-!" teriak Hinata namun Naruto keburu membungkamnya, Menggambar Wanita telanjang dengan Wanita asli memperhatikannya? Dimana rasa malu laki-laki disampingnya ini?

"Kau akan menganggu pengunjung lain" bisik Naruto.

Mata Hinata melotot lebar, daritadi bukannya Naruto yang memancingnya agar berteriak layaknya orang gila? Kau yang salah, Tuan setengah-setengah.

"Aku akan menyelesaikan ini" ucap Naruto melambaikan buku sketsanya. "Jadi duduk dan diamlah. Mengerti?"

Hinata menggeleng

"Mau kucium disini huh?!"

Kali ini Hinata mengangguk patuh.

"Ya untuk dicium atau diam?" goda Naruto

Tangan Hinata menjauhkan tangan Naruto dengan paksa. "Aku akan diam" ucapnya dengan penekanan disetiap kata.

Hampir 2 jam mereka duduk disana, Naruto sedang memberikan sentuhan akhir pada sketsanya.

SREEK! Tangan Naruto yang memegang buku sketsa tertarik, menyebabkan garis memanjang. "Ah kau menghancurkannya!" gerutu Naruto, matanya mendelik marah pada Hinata.

Namun, Orang yang mendapat tatapan marah itu sedang tidur sembari duduk, tubuhnya maju mundur menahan keseimbangan tubuhnya agar tidak tersungkur ataupun terjengkang.

"Bisa-bisanya dia tidur dengan posisi seperti ini" ucap Naruto, kemarahannya menguap entah kemana.

Gadis disampingnya begitu kecil seperti Kaa-chan. Setiap kali ada pertemuan keluarga, Kaa-chanlah yang paling kecil diantara para menantu. Sementara itu Naruto dan Naruko, adiknya tumbuh seperti ayah mereka. Membuat Kaa-chan seperti terjepit diantara para raksasa.

"Kau mirip Kaa-chan" ucap Naruto "Keras kepala. Pemarah. Dan slalu mengomel tentang kesopanan.. ya tentu saja, kalian lahir di Timur dimana budaya kesopanan dijunjung tinggi." Tambah Naruto sembari menarik bahu Hinata untuk mendekat kearahnya dan menyandarkan kepala Hinata dibahunya. Bibir Naruto sedikit tertawa "Aku yakin saat bangun nanti, kau akan mengomeli tindakanku."

Rasanya tidak nyaman, tapi Hinata merasa aman. Tidur seperti ini, didalam museum pula. Membawa mimpi-mimpi tentang sejarah menjejali otaknya. Seperti sekarang dia sedang duduk dibawah sebuah pohon bersandar pada pria yang membacakan perkamen-perkamen mengenai hukum mesir kuno dimana para raja mesir pernah berkuasa. Suaranya nyaring dan indah.

"Apa kau mendengarkan aku?" tanyanya.

"Ya" jawab Hinata pendek

Pria itu meletakkan perkamennya dan menyentuh tangan Hinata. "Tetaplah disini bersamaku"

"Ya" jawab Hinata sembari mengangkat tangan mereka dan semuanya lenyap. Tamannya, pria dengan perkamennya, dan rasa aman tadi.

Hinata menatap lekat-lekat ruangan itu dan tersadar dari alam mimpi. Lampu telah dinyalakan dan tangannya menggenggam tangan berwarna tan yang dia ingat sebagai tangan Naruto.

"Sepertinya mimpimu indah" komentar Naruto dengan alis berkedut. Sudah nyenyak, tenyata Hinata susah dibangunkan pula dan bangun-bangun seperti orang kikuk, menyambar tangannya yang sedang membaca buku sejarah mesir dan jadilah seperti ini.

"Ahahaha" tanggap Hinata malu, otaknya masih belum tersambung sepenuhnya. Keinginannya saat ini adalah lari!

BRUK! Bukannya menjauh Hinata malah kembali dan kali ini terjatuh diatas tubuh Naruto.

"Kau fikir kita sudah terpisah dari borgol sialan ini?" teriak Naruto marah menarik tangan mereka yang terborgol dan mengoyang

kannya.

Hinata benar-benar lupa! "Ma-af" ucap Hinata pelan.

Melihat penyesalan Hinata, Naruto melunak lagi. "Ya sudahlah" tatapannya kini beralih ke samping, kalau dia betah diatas tubuhnya 5 detik lagi, Naruto tidak mau tahu, dia akan mengajak Hinata kencan besok di menara eiffel.

Jarang sekali dia menemukan wanita seperti Hinata, yang dengan cepat mengambil perhatian Naruto, berdebat mengenai peninggalan sejarah dan dia memahami Naruto yang sedang membuat sketsa. Biasanya wanita lain akan berisik dan menganggu konsentrasi Naruto. Hinata juga tidak menyebutnya lemah ketika mereka menangis bersama, hal itu saja sudah cukup bagi Naruto untuk mengajaknya kencan besok.

1.. 2.. 3.. 4.. 5.. oke jadi! "Hi-Hinata"

"Ya, ada apa?" tanya Hinata. Ka-kalau sampai Naruto bilang 'Mau sampai kapan kau diatas tubuhku' Hinata akan menjadikan ini sebagai salah satu kenangan dalam hobi backpakernya, tapi jika tidak? Ah itu kemungkinannya kecil sekali! 'Sadar dirilah Hinata, kenapa kau sampai berfikir seperti itu?' batin Hinata. Habisnya perasaan nyaman dan aman yang tadi dia mimpikan sekarang sedang menyelimuti hatinya.

"Ahem!" Itachi berdehem pada mereka berdua yang sedang asyik pacaran. "Apa sebaiknya aku tidak membuka borgolnya? Kalian bisa melanjutkannya di-"

"TIDAK!"

"Lebih suka yang normal ya?"

"CEPAT LEPASKAN SAJA KAMI!"

"Tidak sabar ya?"

"BERHENTILAH BERKOMENTAR ANEH!"

"Bukannya kalian pacaran?"

'Aku tidak keberatan digiring ke kantor polisi setelah aku mematahkan hidungnya' bisik Hinata dengan wajah kesal, adakah yang lebih buruk dari ini?

'Tolong jangan libatkan aku!' pinta Naruto, bisa berabe kedepannya.

oOo

"Aku tidak pernah merasa sesenang ini keluar dari museum." Ucap Hinata meregangkan kedua tangannya yang terbebas dari borgol sialan itu. "Dan aku sangat lapar" tambah Hinata memegang perutnya yang keroncongan.

"Mau makan malam? Aku punya rekomendasi restoran enak disekitar sini" tanggap Naruto, bahunya kaku dan pantatnya terasa terbakar duduk selama berjam-jam. Alasan Dia tidak bangun ketika Hinata mencoba lari tadi adalah kakinya kesemutan!

"Sungguh enak?" tanya Hinata lagi, selera Naruto pasti berkelas, seniman itu harusnya seperti itu. Hmm kira-kira hidangan apa yang akan tersaji dihadapan Hinata nantinya. Hinata tidak bisa menghentikan air liurnya menetes keluar.

Naruto memberikan jempolnya pada Hinata, ini adalah makanan favoritnya seumur hidup.

"Paman dua ramen jumbo!" teriak Naruto masuk ke dalam restoran jepang.

"Oke" ucap si pemilik.

"Ayo, ayo duduk. Jangan malu-malu." Ucap Naruto membawa Hinata dan mendudukannya dikursi. "Aku jamin rasanya pasti enak!"

Hinata menaikan tangannya dan menggerakkan kesepuluh jarinya gemas. Haruskah Hinata sendiri yang memulangkan Naruto ke Rusia? Tapi sebelum itu biarkan Hinata mengulitinya dahulu.

Jauh-jauh ke prancis, yang Hinata bayangkan barusan adalah olahan keju dan escargot atau olahan hati angsa atau makanan yang biasanya dijual mahal di restoran bintang lima di Jepang. Dan dia malah diajak masuk ke restorang Jepang, bukan maksudnya tidak suka. Tapi kan ini negara orang, setidaknya dia bisa icip-icip masakan khasnya.

"Aku seharusnya sadar ini akan terjadi" ucap Hinata.

"Ya?" tanya Naruto tidak mengerti.

"Aku jauh-jauh dari Jepang hanya untuk makan ramen yang seharusnya lebih murah dari ini. Tahukah kau penderitaanku melihat deretan menu prancis di restoran merah di negaraku sendiri?"

"Kau tidak suka ramen?"

"Aku sangat suka sekali ramen. Tapi kita diPrancis! Aku ingin mencoba masakan Prancis, tidak perlu yang mahal, yang kaki lima pun aku akan datang dan mencobanya!"

"Kau yakin akan menyukainya? Rasanya?"

"Aku yakin!"

Naruto hanya ber-Oh ria, yang dia bisa makan adalah maskan Jepang dan Rusia dimanapun dia berada, bahkan tak terlintas dalam fikirannya untuk mencoba masakan lokal. "Jadi?"

Hinata menutup wajahnya kesal, dia mencoba mengajak Naruto makan direstoran Prancis asli! Ah bodo ah! Hinata lebih baik makan sendiri saja. "Aku mau pulang saja" ucap Hinata sembari berdiri.

KRUUYUUUK~ Hinata kembali duduk dengan lemas sementara Naruto menertawakannya. "Tenagaku~" rengek Hinata. Disaat seperti ini, didepan pria ini pula!

"Pulangnya setelah makan saja, oke?" tawar Naruto.

"Hai~" jawab Hinata patuh.

"RAMEN JUMBO DUA PORSI" ucap pemilik kedai meletakkan ramen diatas meja. "Ah enaknya Naruto-san membawa pacarya hari ini~" godanya.

Naruto tersenyum dan membuka mulutnya. Tidak buruk juga "Pa-"

"Paman itu tidak mungkin, kami hanya apa ya namanya? Hmm.. Oh! Bertemu karena kesialan"

Naruto terdiam sementara Hinata dan paman kedai sibuk saling kaget karena berasal dari negara yang sama. Apa barusan Hinata menolaknya secara tidak langsung. Ah rasanya sedikit sakit didalam sini.

Setelah itu selama makan, mereka lebih banyak diam, 'Kenapa ini?' batin Hinata bertanya. Tadi sepertinya akan seru makan bersama. "A-dakah yang mengganggu fikiranmu,?" tanya Hinata memberanikan diri.

Naruto mengalihkan pandangannya pada Hinata, tidak menjawab namun hanya tersenyum simpul.

Eh? Eeeeeh? Hinata yakin ada yang salah! Padahal dia ingin bertanya apa besok mereka bisa pergi berwisata bersama. Tanpa Hinata sadari mereka sudah berdiri diluar restoran sebelum Hinata mengatakan maksudnya.

"Sampai jumpa lagi" ucap Naruto mengatakan salam perpisahan.

'Tunggu! Kita bahkan belum bertukar nomor taua email!' Teriak batin Hinata. Apa Ini akan berakhir begitu saja? Tisak! Lakukan sesuatu Hinata! Katakan sesuatu! "A-aku akan disini sampai lusa. A-aku akan berjalan-jalan disekitar sungai Seine dan menara eiffel. Ji-jika kau bertemu denganku atau melihatku, sapalah aku" ucap Hinata.

Sampai apartemen Hinata terus memikirkan kesalahan apa yang telah dia buat? Dan kemudian Hinata berguling guling ditempat tidurnya menyadari kebodohan luar bisa yang telah dia perbuat."Kenapa aku mengatakannya seperti itu?!'

oOo

Lusa telah tiba. 3 jam lagi Hinata harus meninggalkan Prancis. Wisata yang seharusnya dia nikmati baik-baik sekarang malah jadi aneh. Setelah mengirim email pada sahabatnya, Hinata dengan cepat mendapat balasan. "Siapa Naruto? Kau menulisnya berulang kali sampai aku tidak tahu apa yang mau kau ceritakan. Kalau kau marah pada Kiba sih aku paham, tapi aku tidak mengenalnya"

Dan memang setelah memeriksa pesannya, semuanya, hampir disetiap kalimat terselip kata Naruto didalamnya.

"Aku pasti sudah gila! Hinata dia hanya bersamamu seharian, kalau orang kaya bilang Harusnya kau jatuh cinta dengan mempertimbangkan bibit, bobot, dan lain sebagainya. Bisa saja dia pembunuh bayaran atau seorang M?!" omel Hinata.

Dihadapannya terbentang sungai Seine yang melewati kota Paris. Sembari bersandar pada pagar pembatas Hinata menghela nafas. "Aku harus melakukan sesuatu sebelum aku benar-benar tak dapat bertemu dengannya. Semoga saja dia ada disini" ucap Hinata mulai naik keatas pagar pembatas.

Tubuhnya dia putar kearah jalanan yang sedang penuh dengan para pejalan kaki. Begini-begini Hinata pernah ikut klub senam atletik meski tidak sampai mendapat mendali. Hinata membungkuk seolah sedang menghadap para juri kemudian mulai melompat dan berputar. Menggabungkan tari balet dan atletik akrobatik.

Dia harus mendapatkan perhatian, sebelum ini berakhir dan ditangkap polisi karena sudah mengganggu kenyamanan umum. Hinata melakukannya selama 30 menit sebelum berakhir Hinata melompat kebelakang dan hampir terpeleset kearah sungai Seine.

"Hampir saja" ucap Hinata, nafasnya memburu karena lelah dan adrenalinnya yang baru saja terpacu. Saat akan melakukan penghormatan, tepuk tangan pecah dari arah jalanan.

Hinata melihat banyak orang terkagum dan beberapa petugas kepolisian menatap marah kearahnya sembari berjalan mendekat. Hinata melihat kesana kemari untuk mencari Naruto yang mungkin saja ada diantara kerumunan ini.

"Hinata, sedang apa kau disana?" tanya sebuah suara, tepat 3 meter dari pagar pembatas, Naruto berdiri paling depan dengan wajah kalut. Tentu saja dia takut apalagi saat Hinata melakukan lompatan terakhir dia hampir terpeleset ke sungai Seine.

Hinata tersenyum karena yang memanggilnya adalah orang yang dicari. "Naruto! Dengar, aku minta maaf atas perkataanku di restoran kemarin. Aku baru sehari bertemu denganmu, bertemu banyak kesialan tapi aku sangat menikmatinya! Aku menyukainya, dan aku juga menyukaimu!" teriak Hinata. "Ah sial" gumam Hinata melihat polisi sudah semakin dekat menerobos kerumunan.

Naruto mengulurkan tangannya membantu Hinata turun dan membawanya lari. "kau sudah gila ya?" tanya Naruto sembari berlari.

"Aku akui itu! Kau terus saja muncul dikepalaku, aku fikir aku harus menemukanmu sebelum aku lupa siapa aku!" jawab Hinaata sembari tertawa.

Naruto berhenti berlari dan berbalik memeluk Hinata. "Dasar" ucap Naruto, wanita ini memang pas dalam pelukannya dan sekarang Naruto tidak mau melepaskannya. "Aku juga, aku ingin membawamu kemanapun aku pergi, melihat benda sejarah dan mengamatinya bersama, berdebat mengenainya. Semuanya, aku ingin kau juga melihat semua lukisan kakekku dan berkomentar bagaimana lukisan itu mempengaruhimu"

"Aku tidak bisa" ucap Hinata.

Pelukan Naruto terlepas sebelum Hinata sempat membalasnya, "Kau tidak mau?" tanya Naruto sedikit kecewa. "Memang menjadi backpaker dengan biaya minim tidaklah mudah. Aku mengerti! Aku mencintaimu, dan aku menerima apapun keputusanmu"

"Aku tidak bisa menolaknya" ucap Hinata. "Bagaimana kau bisa berfikir aku menolaknya? Oh astaga, perjalanan kita pasti akan luar biasa!" tambah Hinata dengan penuh semangat.

"Kau mempermainkan aku" ucap Naruto. "Kau tidak akan menyesal?" tanya Naruto sekali lagi.

"Sama seperti masakan Prancis, aku yakin tidak akan menyesal!"

.

.

.

.

.

FIN

Oh sedikit epilog :

Dua bulan setelah mereka mulai berpergian bersama. Mereka sedang berada di Jerman dan menikmati sarapan pagi di pinggir jalan.

"Wah sungguh patung yang menarik kan?" ucap Hinata sembari menyantap sarapannya sementara Naruto melihat-lihat sketsa yang dia buat kemarin.

"Ah" seru naruto.

"Ada apa?" tanya Hinata.

"Aku menggambarmu ketika di museum louvre" ucap Naruto sembari menyeringai.

"Boleh aku melihatnya" tanya Hinata, sketsa Naruto slalu bagus.

"Jangan menyesal oke?"

"Tidak akan." Jawab Hinata namun tak lam kemudian Hinata menjerit gaje melihat sketsanya. "Kau memang berniat mempermalukan aku kan?!!"

Sketsa itu berisi Hinata sedang tidur dengan air liur keluar dari mulutnya.

.

.

.

Terima kasih sudah membaca. :v