A Naruto fic by:
Ame no Suzushii
"Kyoudo no Hana"
.
.
Summary : "Karena bunga aku bertemu dengannya, jangan sampai semua ini berakhir"
© Masashi Kishimoto
Rated : T
Genre : hurt/comfort
Warning : Shonen Ai, OOC, AU, gaje, R&R
A/N : Ini adalah fic perdana saia di FFN ini, jadi, dimohon kerjasamanya para senpai dan senior di FFN ini… ^^ Sankyuu
Pemuda itu termenung, berdiri di salah satu jendela besar pada koridor rumah bergaya eropa itu. Pikirannya melayang ke arah taman yang terpampang di depannya, sebenarnya bukan taman yang menjadi pikirannya, tetapi seseorang yang sedang berada di taman itu, seorang pemuda remaja yang diakui sebagai adiknya.
Kita bahas satu persatu dua tokoh diatas, pemuda yang termenung tadi adalah Uchiha Itachi, pemuda ini memiliki mata onyx khas Uchiha, wajahnya lembut dan tampan, rambut panjangnya yang terikat rapi seakan menambah nilai fisiknya di mata orang. Dia seorang eksekutif muda yang berumur 22 tahun. Usia yang sangat muda bagi seorang pebisnis. Tapi itu terpaksa, kedua orang tuanya meninggal 4 tahun yang lalu. Meninggalnya kedua orang tua Itachi mengharuskan dia menjadi pewaris dari Uchiha Corp, dengan syarat sang Uchiha harus berumur 20 tahun. Itachi yang ketika orang tuanya meninggal masih berumur 18 tahun mendapat 3 tugas berat sekaligus. Pertama, dia harus mengurus adiknya yang masih berumur 12 tahun yang mungkin juga masih terperangkap dengan kesedihan karena kematian orang tuanya. Kedua, dia juga harus menggantikan ayahnya menjadi kepala keluarga Uchiha yang baru. Ketiga, waktu selama 2 tahun sebelum dirinya menginjak 20 tahun—dipakai untuk mengikuti berbagai macam pelatihan kilat untuk menjadi seorang pebisnis Uchiha yang memimpin jaringan Uchiha Corp di berbagai daerah maupun negara di dunia. Tapi semua itu perlahan-lahan teratasi, akhirnya 2 tahun lalu Itachi berhasil memimpin seluruh jaringan bisnis Uchiha.
Kita beralih ke pemuda yang sedang diperhatikan Itachi, sang tokoh utama di cerita ini. Pemuda itu adalah Uchiha Sasuke, Uchiha lainnya yang tak kalah menarik dari Itachi. Mata onyx tentu saja dimilikinya, kulit putih pucatnya menhiasi wajah tampan Sasuke, rambut hitam kebiruannya dibuat menjadi spike, melawan gravitasi. Dia seorang remaja berumur 16 tahun. Sifat Sasuke berbeda dari kakaknya Itachi yang mempunyai sifat ramah. Sasuke berhati dingin, dia seperti ini karena kematian orang tuanya 4 tahun lalu. Dia lebih suka mengurung diri di dalam rumah daripada bersosialisasi dengan orang-orang di luar sana. Itulah sebabnya dia lebih memilih menjalani home schooling daripada bersekolah di sekolah umum. Satu-satunya hal yang sering dilakukan Sasuke di luar hanyalah merawat kebun bunga peninggalan ibunya. Ibunya sangat menyukai bunga, Sasuke selalu merasa Ibunya ada di dekatnya ketika dia merawat kebun bunga itu. Sasuke sangat menyayangi kakaknya, karena kakaknya adalah satu-satunya keluarga yang masih hidup. Entah apa yang menyebabkan hal ini, tapi sorang Uchiha tak berumur panjang. Tak ada yang mencapai umur 55 tahun.
And the story begin…
'Adikku harus mempunyai seorang teman' pikir Itachi, dia sudah cukup melihat adiknya selalu merenung setiap hari di tempat yang sama, tanpa seorang pun yang menemaninya, kalau dibiarkan—mungkin adiknya bisa menjadi patung hidup. Lama itachi berpikir, masih terpaku di depan jendela—meskipun pandangannya tak fokus lagi kepada adiknya. Tiba-tiba sebuah ide melintas di kepalanya, denan sedikit menyeringai juga bergumam mengapa ia tak memikirkan hal ini sebelumnya, Itachi mengambil ponsel miliknya dari dalam saku celananya. Beberapa detik kemudian Itachi sudah menempelkan ponsel itu ke telinganya, menunggu orang yang dihubunginya berbicara.
"Moshi moshi? Ada apa Itachi-kun?",
"Dei, aku butuh bantuanmu,"
"Bantuan apa?"
"Bagaimana kalau...
Dan beberapa menit berikutnya, Itachi sudah tersenyum senang sambil terus menerus mengucapkan terima kasih pada orang yang tadi di di hubunginya.
*~*
Sasuke masih termenung di tengah taman. Kedua tangannya menopang dagu. Siang ini cukup panas, tapi Sasuke tak menghiraukan itu, tubuhnya masih tetap kering—dan tak tampak setetes pun keiringat menghiasi wajah tampannya. Sasuke tak tahu ini fatamorgana atau apa, tapi dia melihat wortel raksasa berkepala durian berjalan kearahnya. Semakin mendekat, Sasuke semakin tahu kalau itu bukanlah wortel, tapi... seorang laki-laki. Orang itu semakin mendekati Sasuke sampai berhenti di dekat Sasuke.
"Namamu Sasuke kan? Perkenalkan, namaku Namikaze Naruto!"
Sasuke's POV
"Mau apa kau disini?" Aku bertanya pada orang yang mengaku namanya Naruto ini.
"Umm... aku ini adiknya teman kakakmu! Aku disuruh menemanimu oleh Itachi-san. Mungkin kita bisa berteman karena seumuran!" serunya kepadaku. Sudah kuduga ini semua ulah Itachi yang usil itu.
"Kau adiknya Deidara?" tanyaku.
"Yap, benar sekali! Kalau boleh tahu, kau sedang apa sendirian di sini?" dia akhirnya duduk di sapingku, perasaan aneh terbersit di hatiku—perasaan senang karena memiliki 'teman'.
"Kebiasaan... setiap ada waktu luang pasti aku ke sini" Aku melihat gambaran perasaan bingung di wajahnya.
"Lalu, kau hanya melamun di sini?" Tanyanya lagi.
'Tidak juga, aku mempelajari 'bahasa bunga' di sini" jawabku santai, kulihat mata azurenya memandang sekeliling.
"Memang di sini ada banyak sekali bunga dan beragam jenisnya, tapi... apakah bunga bisa bicara?" Aku tak bisa menahan tawaku ketika melihat raut wajahnya saat mengatakan 'Apa bunga bisa bicara?', akhirnya aku tertawa lumayan keras, sementara si 'Dobe' Naruto itu semakin bingung. Mungkin aku harus berterima kasih padamu Naruto—karena berkatmu aku bisa tertawa seperti ini.
"Tentu saja bunga tak bisa bicara, baka!" kataku sambil sedikit tertawa.
"Baka? Kau memanggilku baka? Dasar teme! Yang membuatku bingung adalah 'bahasa bunga' itu! Apa maksudnya?!" Huh... sekarang aku harus menghindari hujan buatan yang dikeluarkan si dobe ini. Aku mengambil buku bersampul coklat yang tergeletak di sampingku, lalu berkata padanya, "Setiap bunga mempunyai arti dan makna tersendiri, hanya yang benar-benar mempelajarinya yang akan mengerti" kataku seraya memetik setangkai bunga daffodil di dekatku.
"Aku masih tidak mengerti, bunga hanya bunga kan?" dia berkata sambil menghampiriku. Aku mencium bunga daffodil itu, menghirup hawa segar di dalamnya.
"Sudah kubilang, setiap bunga memiliki makna berbeda... Kau tahu mengapa mawar selalu diartikan sebagai lambang cinta?" wajahnya bertambah bingung.
"Sudah tradisi, mungkin?" katanya sambil mengerutkan dahi.
"Tidak sepenuhnya karena itu... dan tak semua mawar adalah lambang cinta" kataku lirih, lalu meletakkan bunga daffodil yang ku pegang di meja taman.
"Mawar merah berarti 'aku mencintaimu', mawar berwarna merah muda berarti kebahagiaan yang sempurna atau meminta kepercayaan, mawar putih berarti cinta abadi, mawar kuning berarti persahabatan ataupun selamat tinggal... dan masih banyak makna mawar lainnya, semua tergantung warna, bentuk, dan bagaimana mawar itu diberikan" aku menjelaskannya panjang lebar.
"Hei, kau ternyata hebat ya! Bisa mengigat semua hal itu! Aku juga ingin mengerti 'bahasa bunga'!" Kulihat matanya penuh semangat ketika mengatakan hal itu—membuatku terkejut karena selama ini tak ada yang mau mempelajari bahasa bunga.
"Kau harus membaca buku ini kalau kau ingin mempelajari 'bahasa bunga'!" Aku melempar buku yang sedang ku pegang ke arahnya, dia lalu menangkapnya tepat sebelum buku itu menyentuh wajahnya yang... indah itu? 'Hei Sasuke, kau baru bertemu dengannya beberapa menit yang lalu! Dan lagi dia itu laki-laki!' Seruku pada diriku sendiri, kurasa otakku sedang kacau.
"Buku apa ini?" katanya dengan wajah bingung (lagi).
"Itu daftar nama-nama bunga di taman ini sekaligus gambar, informasi, arti, dan makna dari bunga itu" Aku nerkata kepadanya seraya beranjak pergi dari taman itu.
"Buku ini kau yang buat?" terdengar teriakannya.
Aku menengok sebentar ke arahnya, "Hn..." jawabku singkat, lalu berkata lagi, "... Ini sudah sore dobe... apa kau tak mencari kakakmu?" kataku sedikit keras.
"Oh iya! Tunggu aku teme!" kulihat dia menghampiriku lalu berjalan menuju ke dalam rumah bersamaku. Dari jauh kulihat kakakku dan Deidara melambaikan tangannya, meminta kami berjalan lebih cepat.
~*~
"Sepertinya kalian sudah akrab" Kakakku berbicara ketika kami berada di ruang makan untuk memakan makan malam yang disiapkan pelayan di rumahku. Ternayta hari ini Deidara dan si dobe itu menginap di rumahku, tentu saja kakakku yang merencanakannya. Menanggapi yang dikatakan kakakku tadi, aku dan Naruto hanya tersenyum kecil.
"Nanti malam kau tidur di kamar Sasuke saja ya, Naruto?" Apa? Dikamarku? Aku terbelakak mendengar apa yang dikatakan kakakku barusan. Naruto hanya mengangguk. "Kau tak keberatan kan, Sasuke?" kakakku melihat jke arahku, aku hanya mengangguk kecil. Sementara Deidara tidur di kamar tamu. Kenapa Naruto tak tidur sekamar dengan kakakknya saja? 'Untuk membuat kalian lebih akrab' Kakakku memberikan alasannya ketika aku menanyakannya.
Masalahnya adalah, aku tak pernah membagi kamarku dengan orang lain—dan sekamar dengan Naruto mungkin sedikit sulit untukku. Huh...
~*~
"Wah... kamarmu luas sekali Sasuke," Naruto memandang kamarku dari sudut ke sudut. Kamarku memang cukup luas.
'Yah... inilah kamarku," ujarku seraya menutup pintu.
"Katanya kau suka bunga? Lalu kenapa di kamarmu tak ada unsur bunga sama sekali?" katanya lagi.
"Aku menyukai bunga bukan seperti anak perempuan, aku tetap lelaki—dan tak lucu jika kamarku di cat warna-warni atau penuh dengan hal yang berhubungan dengan bunga," 'Dasar bodoh!' pikirku.
"Kau hanya tinggal berdua dengan kakakmu saja?" tanyanya lagi.
"Tidak, ditambah dengan 3 pelayan yang mengurus rumah ini" jawabku.
"Kemana orang tuamu?"
Orang tua... orang tuaku... "Sudah meninggal 4 tahun yang lalu," jawabku lirih. Pertanyaan Naruto tadi sebenarnya sangat menggangguku.
Terlihat raut iba di wajahnya ketika aku mengatakan hal itu. "Maaf" hanya satu kalimat yang terucap di bibirnya. Hal yang belum pernah kudengar selama aku mengenal seorang Naruto yang berisik beberapa jam yang lalu.
"Sudahlah... tak apa, aku mau mencari udara segar dulu," Aku meninggalkannya sendirian di kamarku.
Sepanjang jalan aku berpikir, ada sesutu di dalam diri si dobe itu, sesuatu yang membuatku... menyukainya? Tidak Sasuke, lagi-lagi kau berpikir yang tidak-tidak. 'Aku normal' aku menekankan hal itu di benakku, memblokade pikiran-pikiran aneh yang sedari tadi memasukki pikiranku.
Aku bemaksud pergi ke ruang tengah, mungkin secangkir teh atau kopi bisa sedikit menghilangkan nama Naruto di kepalaku. Tapi yang terlihat di ruang tengah sangat mengejutkanku. Mungkin aku akan berteriak jika aku seorang wanita.
End of Sasuke's POV
~*~
"Ita-kun, bagaimana rencana kita?" Deidara berbicara, dirinya duduk dekat sekali dengan Itachi di ruang tengah.
"Tentu saja berhasil, Dei. Adikku sudah lebih baik sekarang," Itachi lalu membelai rambut panjang Deidara dengan sayang, tak lagi menyembunyikan rahasia yang sudah 2 tahun mereka tutupi. Andai saja mereka tahu ada yang sedang memperhatikan mereka saat ini...
~*~
'Apa yang tadi kulihat?' Sasuke berkata dalam hati. Pemandangan itu, otaknya pun tak bisa mencerna dengan jelas gambaran-gambaran yang dilihat matanya tadi. Kakaknya... dengan Deidara...
"Sasuke! Sedang apa kau?!" sebuah suara terdengar, sukses membuat jantung Sasuke hampir terlempar dari tempatnya. Sasuke menengok ke arah suara itu, bersiap mengeluarkan amarahnya kepada orang yang mengagetkannya itu. Tapi, begitu melihat siapa yang mengagetkannya, dia mengurungkan niatnya.
"Ada apa dobe?" Sasuke berusaha menyamarkan keterkejutannya sebaik mungkin.
"Kau sedang apa teme? Mengintip begitu? Memangnya ada apa sih?" Naruto memanjangkan lehernya, berusaha melihat apa yang ada di balik bahu Sasuke. Sasuke berusaha menghalangi Naruto, tapi apa daya—Naruto sudah terlanjur melihat semuanya.
"Kakak..."
To Be Continued
R&R?
