Hello, saya balik lagi!

Selamat membaca!


Heartbreak

Prologue : Hair

-a Naruto Fanfiction-

All chars by Masashi Kishimoto

Mistakes all on me


"Hey, Jidat! Lihat ada yang datang!"

Ku dengar suara yang sangat familiar berteriak dari kejauhan. Aku pun menoleh ke sumber suara. Dengan cepat ku ambil ikat rambutku dan mengikatnya seraya berlari keluar dari kamar.

"Kring, kring, kring"

Lonceng pun berbunyi, pertanda semua anak harus masuk ke aula. Yang berbunyi itu bukan lonceng sekolah, melainkan lonceng panti asuhan. Ya, panti asuhan. Lonceng itu pertanda bahwa semua anak harus masuk ke aula karena ada keluarga yang akan mengadopsi anak.

Oh, iya. Namaku Sakura. Sekarang aku berusia 13 tahun. Aku tinggal di panti asuhan bersama beberapa anak lainnya. Banyak orang yang menyebut kami kurang beruntung karena kami tidak memiliki orang tua. Tapi menurutku kami tidak seburuk itu, kok. Dengan banyaknya anak-anak di sini, kami merasa bahwa kami juga merupakan sebuah keluarga, dengan pengasuh sebagai orang tua. Kami terikat bagaikan saudara dan juga kami merasa bahagia bersama-sama.

Selasar sudah mulai ramai dengan anak-anak berlarian. Aku pun berlari ke aula bersama anak-anak lainnya. Mataku mencari sahabat baikku—Ino, tentu saja—agar kami berdua bisa tetap bersama. Bagiku, Ino sudah seperti saudara kandungku. Kami tidak akan terpisahkan, dan kami juga tidak mau dipisahkan. Bila ada yang mau mengadopsi, kami harus diadopsi bersama. Setidaknya, itu yang ku inginkan.

"Sini! Cepat kemari, Sakura!" Ketika aku sampai di pintu aula, aku sudah bisa melihat Ino yang memanggilku. Aku pun tersenyum kepadanya dan berlari mendekatinya.

Semua anak mulai mengatur barisan dengan rapi sambil menunggu pengurus panti asuhan datang bersama dengan pasangan yang akan memilih anak untuk diadopsi. Aku merasa gugup, sehingga aku berdoa supaya aku diadopsi berdua dengan Ino atau jika tidak, lebih baik tidak diadopsi sama sekali.

Tak lama kemudian, Tsunade-baachan (pengurus panti asuhanku) membuka pintu aula. Semua anak menutup mulutnya dan tersenyum pada seorang wanita dan seorang pria asing yang berjalan bersama Tsunade-baachan. Aku bisa mendengar mereka bertiga berbincang-bincang dengan suara yang pelan. Tak lama kemudian, Tsunade-baachan menatap kami kemudian memperkenalkan pasangan tersebut kepada kami.

"Anak-anak! Perkenalkan di sampingku ada sepasang calon suami-istri yang bersedia mengadopsi salah satu dari kalian serta bersedia memberikan kehidupan yang lebih layak untuk kalian." Ujar Tsunade-baachan. Aku menolehkan pandanganku ke pasangan itu. Menurutku, mereka adalah pasangan yang sangat serasi. Si pria memiliki paras yang tampan dan terlihat kalem, seperti pangeran-pangeran yang ada di novel kesukaanku. Selain itu, ada yang unik dengan rambutnya yang berwarna perak dan terlihat seperti melawan gravitasi. Sedangkan si wanita juga memiliki wajah yang manis serta senyum yang sangat keibuan. Rambut coklatnya yang indah itu juga menambah kecantikan dari wanita ini. Siapapun yang diadopsi oleh mereka pasti akan sangat bahagia. Eh, tapi tunggu. Apakah tadi aku salah dengar, kalau Tsunade-baachan mengatakan mereka adalah calon suami-istri? Biasanya, yang datang mengadopsi adalah pasangan suami-istri yang tidak memiliki anak.

"Tsunade-baachan?" Aku pun mengangkat tanganku.

"Ya, Sakura?" sahutnya. Semua mata tertuju kepadaku. Aku merasa gugup, tetapi aku tetap memberanikan diri untuk bertanya.

"Um… Apakah aku tadi tidak salah dengar, kalau paman dan bibi ini adalah calon suami istri? Bukankah biasanya suami-istri yang akan mengadopsi anak?" tanyaku perlahan.

Sebelum Tsunade-baachan menjawab, wanita berambut coklat itu membuka mulutnya, "Iya benar, pria di sampingku ini adalah calon suamiku. Ada alasan mengapa kami belum menikah tapi ingin mengadopsi anak. Nanti kalian juga mengetahuinya." Jawab wanita itu sambil tersenyum. Aku pun berhenti bertanya lebih detail dan hanya membungkuk serta mengucapkan terima kasih.

Setelah itu, Tsunade-baachan membisikkan sesuatu kepada wanita yang memiliki rambut coklat tersebut. Samar-samar aku mendengar Tsunade-baachan mengucapkan namaku. Tak beberapa lama kemudian, Tsunade-baachan memperkenalkan kedua orang tersebut kepada kami.

"Baiklah, anak-anak. Di depan ini ada Tuan Hatake dan Nona Nohara, yang sebentar lagi akan menjadi Nyonya Hatake juga. Setelah ini, aku ingin kalian memperkenalkan diri kalian masing-masing!" ujarnya kepada kami. Semua anak mulai dari yang paling depan memperkenalkan diri masing-masing.


Setelah kegiatan di aula tersebut, kami disuruh menunggu di kamar. Kami menunggu siapakah anak yang beruntung untuk diadopsi oleh mereka. Ino berada di sebelahku, kami menatap keluar jendela. Berharap kalau-kalau kami masih bisa bersama.

"Hei, Ino Pig." Aku pun memanggilnya. Ino menoleh, "Apa, Jidat?"

"Bagaimana kalau ternyata, salah satu dari kita diadopsi?" tanyaku tiba-tiba. Aku pun tidak tahu darimana pertanyaan itu datang. Aku hanya memiliki firasat.

"Hei! Aku tidak mau berpisah denganmu!" Ujarnya sambil menatapku. Ia menggenggam tanganku, "Kau mau tahu Sakura? Ada sebuah cara untuk mengembalikanmu dari keluarga angkatmu jika kau tidak mau bersama mereka." Kata Ino. Aku mulai penasaran. Ino pun memasang senyum liciknya dan membisikkan sesuatu padaku, "Jadi anak bandel dan jutek saja, haha!" bisiknya kemudan tertawa.

"Eh, dasar Ino Pig!" jawabku dan memasang muka cemberut.

.

"Sakura Haruno!" Tsunade-baachan memanggil. Sontak aku kaget serta takut bercampur aduk. 'Jangan aku!' batinku.

Aku pun berlari menuju kantor Tsunade-baachan. Benar saja, sesampainya di sana, aku melihat mereka masih berada di kantor. Ketika melihatku, wanita yang disebut Nona Nohara itu langsung berdiri dan menghampiriku. Ia pun berlutut didepanku dan berkata, "Kamu mau ya, jadi anak angkat kami?"

Wanita itu tersenyum, senyumnya sangat tulus. Aku bisa melihatnya. Senyumnya sangat lembut dan membuatku nyaman. Namun tetap saja, rasa terkejut itu belum hilang. Aku juga belum siap untuk diadopsi.

"Tapi, aku tidak mau meninggalkan teman-temanku. Keluargaku di sini," jawabku perlahan. Namun, Tsunade-sama langsung menyahut, "Sakura, semua anak pada saatnya akan diadopsi dan memiliki orang tua angkat. Walaupun kamu merasa mereka adalah saudara dan keluarga, namun tetap saja akan ada perpisahan nantinya. Jadi sama saja, kalau kau tidak mengambil kesempatan ini, bisa jadi tidak akan ada lagi kesempatan yang lain. Apa kau mau ditinggal di panti ini sendirian pada akhirnya?"

"Tsunade-baachan, tapi aku benar-benar tidak ingin berpisah dari Ino." Ucapku pelan.

"Itu tenang saja, Sakura. Kau bisa bebas ke sini kapan saja kau mau." Jawab Nona Nohara sambil mengelus rambutku. Aku pun terdiam. Ingin sekali aku melawan, namun aku juga takut jika aku menolak, nanti Tsunade-baachan akan marah kepadaku dan malah menghukumku. Tsunade-baachan adalah orang yang perintahnya paling tidak bisa dilawan. Jika ada anak yang berani melawan, ia pasti akan marah besar. Dengan terpaksa, aku pun berkata ya. Aku mau─dengan terpaksa─jadi anak angkat mereka. Walaupun begitu, saran dari Ino Pig tetap ku ingat dan pasti ku lakukan. 'Jadi anak nakal dan jutek saja!'


Kini aku sudah berada di dalam mobil mereka. Mereka duduk di kursi depan, dan aku sendiri di kursi belakang. Kami baru saja berangkat dari panti, aku juga masih bisa mendengar suara Ino yang teriak dan menangis karena aku meninggalkan dia.

Tak lama berselang, Nona Nohara pun mengeluarkan suaranya.

"Sakura, seperti yang kau tahu, namaku Rin Nohara, dan ini," Nona Nohara menyentuh pundak calon suaminya, "calon suamiku, Kakashi Hatake," ujarnya sambil tersenyum.

"Sekarang kau bisa memanggil kami papa Kakashi dan mama Rin," katanya sambil menoleh ke belakang. Masih juga dengan senyumannya. Namun, aku masih ingat tips dari Ino jika ingin dikembalikan ke panti. Aku harus mempraktikkannya sekarang.

"Tidak mau!" jawabku dan melipat tangaku di depan dada. Pandanganku lurus ke depan dengan tajam. Mencoba menjadi jutek ternyata mudah. Bisa ku lihat senyuman 'mama' Rin mulai memudar dan 'papa' Kakashi mengernyit lalu melihatku dengan tajam melalui kaca spion tengah mobil.

"Kenapa, Sakura?" tanyanya lagi. Aku mulai takut. Takut jika mereka marah.

Aku bingung jawaban apa yang harus aku berikan. Sedetik lalu aku bilang menjadi jutek itu mudah, namun sekarang aku tidak bisa mempertahankannya.

"Habisnya kalian 'kan belum menikah!" jawabku asal. Tentu saja mereka pun menertawakanku.

"Ya sudah, panggil Paman Kakashi dan Bibi Rin dulu saja, gampang 'kan?"

Inilah pertama kali aku mendengar suara Paman Kakashi. Suaranya kalem dan charming─hey, dari mana aku tahu kata itu─, pokoknya menenangkan. Padahal sebelumnya aku takut dengan tatapannya yang tajam itu. Namun semua pudar ketika ia berbicara.

.

Tak terasa kami akhirnya sampai di rumah. Ternyata mereka sudah tinggal bersama. Kabarnya, mereka akan menikah enam bulan lagi, tapi mereka memutuskan untuk tinggal bersama agar bisa lebih saling mengenal. Aku pun membawa masuk semua barang-barangku, dibantu juga oleh paman Kakashi. Kami masuk ke rumah dan meletakkan barang-barangku di sudut kamarku. Aku melihat kamarku yang masih kosong, kecuali diisi tempat tidur dan lemari. Kamarnya tidak terlalu besar, namun aku bisa membayangkan pasti aku akan tidur dengan nyaman di kamar ini.

Paman Kakashi yang sedang membawakan tasku bertanya, "Apakah masih ada lagi barangmu yang tertinggal di mobil?"

Aku menoleh ke belakang dan menggelengkan kepalaku, "Tidak ada, Paman."

Tangannya kemudian menyentuh rambutku dan mengacak-ngacaknya. "Anak pintar," katanya.

"Huh, aku bukan anak kecil, tahu!" ujarku 'sok' jutek sambil menggembungkan pipiku. Paman Kakashi malah terkekeh, "Haha, kamu memang masih anak-anak, tahu!" katanya lalu berbalik dan menutup pintu kamarku.

Aku pun tersenyum. Entah kenapa, ada perasaan nyaman dan senang yang berbeda ketika ia mengacak rambutku. Tapi… Tidak mungkin 'kan kalau aku suka padanya?

.

.

To Be Continue

Note :

Maafkan ff yang gaje ini! Bakal ada lanjutannya kok, semoga aja lebih seru dari prolognya ya..!

Semoga pembaca suka aja deh!

.

.

Don't forget give reviews ya, kalau ada kesalahan atau ada yang harus diperbaiki...