2nd PRIORITY


Writer : Arara1997

Length : Twoshoot (rencananya sih –kalau nggak sibuk nge-lab :v)

Inspired by : Reply 1988 – Deokseon's life.


"Aku harus mengalah pada Hyung, karena dia memang Hyung-ku. Dan Aku harus mengalah pada dongsaeng-ku, karena dia memang dongsaeng-ku."


Junsu terbangun dari tidurnya. Dia merenggangkan tubuhnya. Jam berapa ini? Kenapa Eomma-nya tidak membangunkannya. Dia lalu meraih ponsel-nya. Oh, masih jam enam lewat lima belas menit. Hm? Jam enam lewat lima belas menit? Dia kan masuk sekolah jam tujuh kurang lima belas menit. Oh God!

Dia tidak boleh terlambat! Hari ini dia ada UAS Matematika dan Fisika!

Junsu lalu bergegas mandi. Dia lalu mencari-cari seragamnya. Dia membuka lebar-lebar seragamnya. Heh? Seragamnya belum disetrika ya? Dia lalu menyetrika seragamnya secara asal-asalan. Ya Tuhan, semoga dia tidak terlambat.

Dia segera turun dari kamarnya lalu menuju dapur. Emm tapi, kenapa tidak ada seorangpun di dapur? Dia mendapati memo singkat dari Eomma-nya.

"Kids, Eomma dan Appa harus berangkat pagi."

Oh pantas saja Eomma-nya tidak membangunkannya. Ternyata Eomma dan Appa-nya harus berangkat pagi. Tapi dimana Hyung dan Dongsaengnya? Apa mereka sudah berangkat? Kalau melihat cucian piring yang menumpuk di plate washer sih, kemungkinan iya.

Junsu lalu mengambil sarapannya. Oh? Nasinya hanya tersisa sedikit. Lalu lauknya, hanya dua buah sayap goreng? Junsu menghela nafasnya. Haah, apa kedua saudaranya lupa kalau mereka memiliki saudara lainnya?

"Jung Yoochun! Jung Changmin! Kalian benar-benar menyebalkan!" Teriak Junsu.

Setelah menyelesaikan sarapan dan mencuci piring kotor. Junsu segera menuju halte bus yang ada disekitar rumahnya. Setiap hari Junsu harus menaiki bus untuk berangkat ke sekolah. Karena sekolahnya memang berlawanan arah dengan tempat kerja bumonim-nya maupun kedua saudaranya.

Apabila bumonim-nya berangkat di jam yang biasanya, maka biasanya Yoochun dan Changmin akan ikut berangkat bersama bumonim-nya. Namun apabila bumonim-nya berangkat lebih pagi, maka Yoochun akan mengendarai sepeda motornya dan membawa Changmin ikut serta dengannya. Sedangkan Junsu? Dia selalu berangkat sendirian.

Jung Junsu memang tidak sepintar kedua saudaranya. Jung Yoochun yang kini berada di kelas tiga SMA, dan Jung Changmin yang berada di kelas 3 SMP. Kedua saudaranya itu memang pintar sejak lahir. Mereka bersekolah di sekolah bergengsi. Sedangkan Junsu hanya sekolah di sekolah biasa. Kedua saudaranya bahkan selalu menempati peringkat satu di sekolah mereka. Bahkan si bungsu, Changmin, pemegang peringkat 0,01 nasional.

Junsu mendecih. Kalau Changmin loncat kelas lagi di SMA. Bisa dipastikan dia dan Changmin akan lulus di tahun pertama. Sialan kau, Jung Changmin! Junsu gengsi kalau dia harus lulus bersamaan dengan seseorang yang lebih muda dua tahun darinya.

Setelah melakukan perjalanan yang melelahkan dengan bus yang terisi penuh dan menyebabkan Junsu harus berdiri karena tempat duduknya sudah penuh. Yah, itu kan kewajiban yang lebih muda untuk mengalah pada orang yang lebih tua. Junsu memijat kakinya. Keterlaluan!

Tapi untungnya, Junsu belum terlambat! Fiuh, Junsu bernafas lega ketika berhasil melewati gerbang satu menit sebelum bel berbunyi. Lebih baik dia mengalami cobaan seperti tadi dari pada dia harus telat ke sekolah.

Junsu berhenti sebentar. Dia lalu menyemangati dirinya sendiri. "Semoga Aku bisa mendapatkan nilai bagus. Semangat Jung Junsu! YOSH!"


Junsu mengerucutkan bibirnya. Ini sudah jam 7 malam. Tapi bumonim-nya dan kedua saudaranya belum juga pulang. Kemana sih mereka?

Junsu segera berlari menuju pintu rumah setelah mendengar bunyi mobil di halaman rumahnya. Itu pasti bumonimnya! Dia tersenyum ketika melihat bumonim dan kedua saudaranya pulang. Dia lalu membukakan pintu untuk mereka.

"Minggir kau, pendek! Kau menghalangi jalanku," ujar Changmin.

"Dasar tiang!" Balas Junsu.

Junsu membiarkan kedua saudaranya lewat. Dia melihat Appa-nya yang sedang memarkirkan mobilnya. Junsu lalu tersenyum ketika melihat Eomma-nya yang akan memasuki rumah. Junsu kemudian mengekori Eomma-nya yang duduk di sofa ruang tamu sambil mengeluarkan barang belanjaannya.

"Eomma habis dari mana?" tanya Junsu penasaran.

"Eomma habis mengantarkan Yoochunie dan Changminie membeli buku untuk persiapan ujian akhir mereka."

Junsu menggigit bibirnya. Dia iri. Dia juga ingin membeli buku bersama Eomma-nya. Dulu waktu dia kelas 3 SMP bahkan dia membeli buku panduan ujian hanya bersama temannya, Eunhyuk. Dia sangat iri. Dia juga ingin Eomma-nya memperhatikannya yang akan menempuh ujian.

Junsu menarik nafasnya berat. Dia tidak ingin rasa iri menghinggapi dirinya. Lagi pula ujian akhirnya sudah berlalu. Dia bukan siswa SMP lagi. Dia sekarang kelas 1 SMA. Dia kemudian menyerahkan undangan wali murid kepada Eomma-nya.

"Eomma ini undangan dari sekolah," ujar Junsu sambil tersenyum.

Eomma-nya lalu membuka undangan yang diberikan Junsu. Eomma-nya sedikit berfikir setelah membaca isi undangan itu.

"Bagaimana ya, Sayang? Besok Eomma dan Appa juga harus menghadiri sesi konseling Yoochunie dan Changmin."

Senyum manis Junsu luntur seketika.

"Hm, Eomma usahakan untuk datang."

Junsu kembali tersenyum. "Terima kasih, Eomma!"


Junsu menggigit bibirnya. Kenapa Eomma-nya belum juga datang? Acara pembagian rapornya sudah dimulai. Semua temannya beserta orang tua mereka masing-masing bahkan sudah hadir di kelas.

Dan kini satu persatu nama mereka mulai dipanggil. Junsu yakin, sebentar lagi Seonsaengnim-nya pasti akan memanggil namanya.

"Jung Junsu?" ujar Seonsaengnim-nya. Sepertinya kini giliran Junsu.

Junsu tersenyum tipis.

"Sebentar, Saem. Sebentar lagi Eomma-ku akan datang," ujarnya.

"Oh, geurae."

Seonsaengnim-nya kemudian melanjutkan untuk membagikan rapor dari teman-temannya. Seonsaengnim-nya juga berbicara kepada orang tua temannya tentang nilai dan peringkat anak mereka.

Junsu iri.

Junsu juga ingin membuka rapor-nya bersama dengan Eomma-nya. Junsu juga ingin Eomma-nya melihat hasil dari kerja keras Junsu selama satu semester ini. Namun sayang, sampai akhir pembagian rapor di kelasnya selesai. Eomma-nya benar-benar tidak datang.

"Jung Junsu? Masih tidak ingin mengambil rapormu?" tanya Seonsaengnim.

Junsu berdiri dan berjalan ke arah Seonsaengnim-nya. "Aku akan mengambilnya, Saem."

"Ini rapormu. Sayang sekali Eomma-mu tidak datang. Tapi kau harus berbahagia, kau mendapatkan nilai yang sangat bagus!"

Junsu berbalik dan menuju mejanya. Seonsaengnim-nya sudah keluar dari kelas. Hanya ada Junsu sendiri di kelas.

Junsu lalu menitihkan air matanya.

"Kenapa sesi konseling Yoochun dan Changmin harus bersamaan dengan penerimaan raporku?! Kenapa?! Kenapa Eomma-nya lebih memilih menghadiri acara di sekolah mereka dari pada acara di sekolahku?! Kenapa?!" Teriak Junsu.

Oh, Junsu tahu. Mereka kan akan melaksanakan ujian akhir. Jadi mereka lebih penting. Mereka adalah prioritas kedua orang tuanya.

Sialan.


Junsu baru tiba di rumah ketika jam di ruang tamu menunjukkan pukul lima sore. Tadi dia tertidur di kelas setelah acara pembagian rapor. Dia menangis hingga tertidur di kelasnya. Dan saat dia terbangun, dia menyadari bahwa sekolah sudah sepi. Itu wajar saja karena mulai besok sudah mulai musim liburan.

Junsu hanya melewati bumonim-nya beserta kedua saudaranya yang sedang bercengkrama di ruang tamu tanpa menoleh. Dia mendengar bumonim-nya berbicara tentang Changmin yang mendapatkan peringkat satu di sekolahnya. Junsu juga sempat mendengar bahwa Yoochun mendapatkan tiket free pass atau apalah dari berbagai universitas apabila dia ingin masuk ke beberapa universitas itu.

Tapi Junsu tidak peduli. Dia lelah. Dia ingin minum air sebanyak-banyaknya. Dia juga lapar. Dia lalu mengambil beberapa makanan dan membawanya menuju kamarnya.

Ketika akan menaiki tangga -karena kamarnya berada di lantai atas, dia sempat bertemu Eomma-nya yang saat itu hendak menuju dapur.

"Bagaimana nilaimu, sayang?" tanya Eomma-nya.

Junsu berusaha tersenyum, "Seperti biasanya, Eomma."

"Maafkan Eomma. Eomma tidak menyangka ternyata acara di sekolahan Changminie begitu lama."

Junsu hanya mengangguk lemah. Dia lalu menaiki tangga dan membanting pintu kamarnya dengan kesal. Dia langsung berbaring di ranjangnya. Dia menaruh makanan dan tas-nya di meja belajarnya. Dia bahkan tidak peduli bahwa kini dia belum berganti pakaian.

Junsu memejamkan matanya. Bumonim-nya memang selalu seperti itu bukan? Junsu sudah kebal.

Junsu bukanlah Yoochun atau Changmin yang super pintar. Junsu memang tidak sepandai mereka. Tapi Junsu tetaplah bagian dari keluarga Jung yang penuh dengan orang-orang jenius. Junsu juga pintar, meskipun sedikit. Haah~ Padahal Junsu juga ingin berbangga diri seperti Yoochun dan Changmin. Dia juga ingin mengatakan,

"Eomma, Aku peringkat satu di sekolah."

Tapi perkataan itu hanya tertahan di mulutnya.


Saat ini seluruh anggota keluarga Jung sedang berkumpul di ruang keluarga. Jung Yunho dan Kim -Jung- Jaejoong yang sedang saling menyuapi pancake. Jung Yoochun dan Jung Changmin yang sedang bermain PS. Dan Jung Junsu yang sedang berada di pojok ruangan sedang fokus melihat ponselnya.

Junsu membaca pesan yang diterimanya beberapa saat lalu dengan fokus. Dia sudah berkali-kali membaca pesan itu, namun ternyata isinya tetap lah sama. Dia lolos. Dia lolos audisi yang diselenggarakan oleh CSM Ent.

Junsu tersenyum sumringah. Dia lalu menghampiri bumonim-nya.

"Appa, umm, itu, bulan lalu Aku mengikuti audisi di salah satu agensi bersama Eunhyuk. Dan Aku mendapatkan pembaritahuan kalau Aku berhasil lolos." Junsu merasa gugup karena ditatap Appa-nya dengan tajam. Tapi dia sudah memantapkan hatinya. "Umm, bolehkah Aku menjadi trainee?"

"Appa tidak suka putra Appa menjadi seorang artis." Junsu sudah tahu kalau Appa-nya pasti akan menolak permintaannya. Dan alasannya pasti, "Keluarga Jung memiliki banyak sekali perusahaan. Appa ingin kalian memimpin perusahaan-perusahaan keluarga Jung di masa depan."

Junsu sedikit meremat ponselnya. Dia lalu duduk kembali ke kursinya.

Junsu tidak begitu dekat dengan Appa-nya. Dia bahkan takut dengan kepala keluarga Jung itu. Junsu bahkan hampir menangis saat mendengar perkataan Appa-nya tadi.

Keluarganya mungkin terlihat sederhana. Mereka tinggal di rumah yang sederhana, menaiki mobil yang biasa-biasa saja. Bahkan di rumah mereka tidak ada pembantu rumah tangga karena sang Nyonya Jung lebih suka mengerjakan semua pekerjaan rumah sendirian. Namun sebenarnya, keluarga Jung itu sangat kaya. Makanya dia sudah menduga bahwa Appa-nya tidak akan menyetujui jalan keartisan yang diinginkannya.

Jaejoong yang menyadari kondisi dingin antara sang kepala keluarga dan putra keduanya langsung berusaha mencairkan suasana.

"Baiklah~ Libur sekolah kalian sangat lama kan?" tanya Jaejoong dengan semangat. "Nah, kalian ingin liburan kemana?"

"Je . . . ju?" ujar Junsu yang sedikit ragu.

Yoochun mendecakkan lidahnya. "Aku sudah ke Jeju bulan lalu lalu."

"Aku juga sudah sering ke Jeju!" Ujar Changmin yang menimpali perkataan Yoochun. "Eomma, bagaimana kalau ke Venezuela saja?"

"Venezuela?" tanya Jaejoong. Negeri antah berantah manakah itu Venezuela? Jaejoong baru dengar nama itu rasanya.

Changmin mengerlingkan matanya. "Teman-temanku bilang wanita-wanita Venezuela sangat cantik."

Jaejoong menjewer telinga Changmin. "Eii, Changminie~"

"Call! Appa setuju! Besok Appa pesan tiketnya!" Ujar Yunho.

Changmin dan Yoochun yang mendengar perkataan Appa-nya langsung ber-toss ria. Sedangkan Jaejoong kini mengerucutkan bibirnya.

"YAH! Jung Yunho!" Teriak Jaejoong yang diliputi rasa cemburu.

Junsu sudah berlalu dari ruang keluarga menuju ke kamarnya sejak Appa-nya mengatakan bahwa mereka akan liburan ke Venezuela. Junsu tidak tertarik lagi dengan acara liburan. Percuma. Apapun yang diinginkannya pasti di tolak oleh semua orang.

Padahal Aku ingin ke Jeju, ujar Junsu dalam hati.


Jaejoong mengetuk pintu kamar Junsu. Sebentar lagi mereka akan berangkat ke bandara. Namun putranya yang satu itu belum juga keluar dari kamarnya.

"Junsuie~ Ini sudah jam enam. Kita akan ketinggalan pesawat kalau kau molor terus."

Junsu memutar bola matanya, malas. Ohh, jadi hari ini mereka akan berangkat ke Venezuela ya? Junsu sama sekali tidak tertarik dengan kecantikan-kecantikan wanita Venezuela yang dibicarakan Changmin. Dan dia juga tidak tertarik untuk menjadi 'anak tidak dianggap' selama liburan nanti. Dia lebih baik menghabiskan liburannya sendirian.

Junsu yang masih berbaring di ranjang langsung menyahuti perkataan Eomma-nya. "Aku tidak ikut, Eomma."

"Ehh, kenapa?" tanya Jaejoong.

"Aku ada kegiatan OSIS."

Junsu berbohong. Dia mana pernah ikut kegiatan OSIS. Dia tidak suka menjadi anggota organisasi apapun. Di sekolahnya, ekskul yang diikuti Junsu bahkan hanya klub Dance, klub Drama, dan klub musik. Dia lebih suka menyibukkan diri di kegiatan ekskul dari pada harus menjadi 'babu/pembantu' sekolahan, seperti yang dialami anggota OSIS saat kegiatan-kegiatan sekolah berlangsung.

"Setidaknya buka pintu kamarmu, sayang," mohon Jaejoong.

Oh, Junsu memang sengaja mengunci pintunya.

"Kalian berangkat saja. Tidak usah pedulikan Aku. Aku masih mengantuk."

Tidak ada jawaban dari Eommanya. Beberapa saat kemudian Eommanya berkata, "Baiklah. Eomma tidak akan memaksa."

Padahal Aku lebih suka kalau Eomma memaksaku ikut.


Ini pertama kalinya Junsu naik pesawat sendirian. Sepi sih rasanya. Ketika orang lain berbincang satu sama lain, dia sendiri malah memandangi awan-awan dari jendela pesawat.

Setelah bumonim dan kedua saudaranya berangkat ke bandara. Junsu langsung memesan tiket pesawat ke Jeju yang terbang pada hari itu juga. Agak mahal sebenarnya kalau dia booking tiket pesawat tepat pada deadline terbang. Harusnya dia memesan tiket pada jauh-jauh hari saja. Tapi dia tidak menyesal karena dia sangat ingin ke Jeju.

Setelah mendapatkan tiket yang dia pesan secara online. Dia langsung berkemas dan menyiapkan barang bawaan untuk ke Jeju. Junsu tidak membawa banyak barang. Hanya ada beberapa baju dan makanan ringan. Dia juga hanya membawa satu buah tas. Awalnya dia ingin membawa koper. Namun dia berpikir bahwa itu buang-buang waktu. Dia bisa saja membeli baju di Jeju karena uangnya lebih dari cukup untuk dihambur-hamburkan.

Junsu menyelampirkan tasnya di bahunya. Fuhh~ Udara di Jeju memang sangat fresh. Berbeda dengan Seoul yang udaranya sudah tercampur dengan polusi udara dari industri maupun kendaraan.

Junsu lalu menuju ke toilet yang ada di bandara. Dia ingin mencuci mukanya yang agak berkeringat karena tadi dia agak mengalami jet-lag.

Junsu menaruh ponsel dan jam tangan-nya. Dia lalu mencuci mukanya. Dia hanya melirik saja saat ada orang yang juga mencuci muka di sampingnya. Sampai pada saat dia selesai mencuci muka, dia terkejut karena ponsel dan jam tangan-nya tidak ada.

"Ah! Betapa cerobohnya Aku!" Teriak Junsu.

Junsu lalu mencari orang yang tadi mencuci muka di sampingnya ke seluruh penjuru bandara. Ponsel itu sangat berharga untuknya. Dia menyimpan semua nomor anggota keluarganya, teman-temannya, semua nomor ponsel orang yang dikenalnya ada pada ponsel itu. Junsu khawatir dia tidak bisa menghubungi semua orang karena hilangnya ponsel itu.

Dia tidak terlalu mengingat orang tadi karena dia hanya melihat sekilas. Tapi Junsu tahu kalau orang itu tadi memakai blazer ungu.

Karena tidak terlalu memperhatikan jalan, Junsu akhirnya menabrak seseorang.

Junsu langsung minta maaf pada orang yang ditabraknya. "Maafkan Aku. Aku tidak sengaja," ujar Junsu sambil membungkukkan badannya.

"Kau, Jung Junsu kan?" tanya orang yang ditabraknya.

Junsu lalu melihat orang itu. "Maaf?"

"Kukira Eunhyuk-Hyung hanya mengajak Donghae-Hyung. Ternyata dia juga mengajakmu juga."

Junsu mengerutkan keningnya. Orang ini kenal Eunhyuk dan Donghae ya? "Aku tidak diajak siapa-siapa kok."

"Oh benarkah? Berarti ini kebetulan sekali. Kau menginap dimana?"

"Aku masih belum tahu."

Junsu memang belum mem-booking kamar hotel karena dia terlalu buru-buru. Dia berencana untuk memesannya nanti setelah hari agak malam, setelah dia berkeliling untuk melihat indahnya Jeju.

Orang itu lalu memberikan Junsu penawaran. "Kalau begitu ikut denganku. Kau bisa sekamar dengan Eunhyuk-Hyung."

"Bagaimana kau tahu kalau Aku temannya Eunhyuk?"

Orang itu menepuk dahinya. "Oh ya, Aku belum memperkenalkan diriku. Aku Cho Kyuhyun. Aku sering melihatmu bersama Eunhyuk-Hyung. Omong-omong, dia itu tetanggaku," ujar Kyuhyun. "Dan juga, bukankah kau saudaranya Jung Changmin?"

"Ya," jawab Junsu yang agak ragu.

"Aku sekelas dengannya."

Pantas saja, ujar Junsu dalam hati. Orang yang bernama Kyuhyun ini punya aura menyebalkan seperti Changmin. Makanya Junsu agak kaku saat berhadapan dengannya.

"Aku, Eunhyuk-Hyung, dan Donghae Hyung sedang liburan bersama. Mereka sudah berangkat kemarin sih. Aku baru bisa menyusul hari ini." Kyuhyun lalu mengajak Junsu untuk berjalan beriringan dengannya menuju ke penginapan. "Bukankah Changmin liburan ke Venezuela? Kenapa kau tidak ikut?"

"Aku tidak suka berpergian ke luar negeri," ujar Junsu dengan tegas.

Kyuhyun hanya mengangguk.


Liburan yang sangat menyenangkan! Meskipun Junsu harus merelakan ponsel dan jam tangan kesayangannya. Namun liburan bersama dua teman baiknya dan satu teman yang baru dikenalnya bisa membuat mood-nya langsung naik.

Setelah seminggu mengelilingi Jeju, akhirnya kini dia kembali pulang ke Seoul. Menurutnya liburannya kurang lama sih, namun Junsu memang harus mengurus beberapa hal.

Junsu memegang pamflet di tangannya dengan erat. Cover pamflet itu bertuliskan, 'Seoul Science High School - Boys Dormitory'. Ya, Junsu sudah memutuskan untuk tinggal di dorm mulai semester depan. Dia sudah mengurus surat-surat yang diperlukan untuk tinggal di dorm. Dia bahkan sudah memegang kunci kamarnya. Junsu dan Eunhyuk sepertinya memang ditakdirkan untuk menjadi teman baik, karena teman sekamar Junsu ternyata Eunhyuk.

Junsu membuka pintu rumahnya. Rumahnya kelihatan sepi. Sepertinya sih bumonim dan kedua saudaranya belum pulang dari Venezuela.

Junsu lalu menuju dapur untuk mengambil minum. Namun saat sudah sampai di dapur, niatnya untuk mengambil air minum batal dia lakukan. Karena kini Appa-nya sudah menatapnya dengan tajam.

"Dari mana saja kau, Jung Junsu?!" bentak Appa-nya.

Junsu hanya menanggapi perkataan Appa-nya dengan simple, "Oh? Appa sudah pulang?"

Appa Junsu, Jung Yunho, langsung menggebrak meja makan di hadapannya. "Siapa yang mengajarimu keluyuran sampai pagi, hah?"

"Kenapa Appa peduli. Aku tidak peduli kok kalau seandainya Eomma dan Appa pulang pagi."

"Eomma-mu sudah menyiapkan kue tart dan menunggumu semalaman!"

Oops, Junsu lupa kalau hari ini adalah hari ulang tahunnya. Tumben bumonim-nya ingat hari ulang tahunnya. Karena biasanya tidak ada perayaan istimewa sih di hari ulang tahunnya. Lagi pula Junsu juga tidak pernah mengharapkan perayaan, kue ulang tahun, dan apapun itu.

"Oh, terima kasih, Eomma." Junsu menjawil kue ulang tahun yang dibicarakan Appa-nya dan mencicipinya. " Tapi sayang, kuenya sudah dingin."

"Kau, beraninya kau!" Teriak Appa-nya.

Junsu tidak peduli dengan kemarahan Appa-nya. Junsu juga tidak peduli dengan Eomma-nya yang kini sedang menangisi pertengkarannya dengan Appa-nya. Dan Junsu juga malas untuk menanggapi tatapan tajam dari kedua saudaranya yang sedang menenangkan Eommanya.

"Oh ya, besok Aku akan pindah ke asrama. Aku sudah meminta stempel Appa dari Sekretaris Song. Dan Seonsaengnim juga sudah menyerahkan kunci kamar yang akan kutempati besok." Junsu lalu menaiki tangga menuju kamarnya. "Haah~ Aku pasti akan sangat rindu rumah ini."


"Aku sudah memutuskan untuk berubah. Aku bukan lagi anak yang lemah. Aku akan menjadi anak yang kuat!"


TBC.