Mira : "Hallo, minna-san~! Selamat Datang di fanfic Mira yang keempat~!" *tiup terompet*
Hitsugaya : "Berisik banget, sih! Memangnya tahun baru apa, pakai terompet segala!" *tutup telinga*
Mira : "Gomenna, Mira seneng banget bisa publish cerita ini setelah sebulan lebih jadi fosil di laptop." (=.=)a
Ichigo : "Se-sebulan ? Lama banget!" ('x')
Mira : "Yahhh, mau gimana lagi. Tugas sekolah yang menumpuk di tambah kegiatan ekstrakulikuler selalu mengejar(?)"
Hitsugaya : "Yasud, cepat mulai ficnya~!"
Mira : "Baik, Hitsugaya-sama~"
Ichigo : "Jika ada kesamaan alur cerita dengan fic lain itu hanya suatu kebetulan. Fic ini ORIGINAL dari pikiran author." (=w=)b
\(^0^\)"Selamat Membaca, minna-san~!"(/^0^)/
***# Fience OF MONSTER #***
#*** Mirai Mine***#
.
Disclamer: Gommenasai, Tite kubo-sensei ! Saya pinjam sebentar chara Bleach anda !
Rated : T
Pairing : IchiHitsu!
Genre : Friendship, Romance, Supernatural. *banyak banget*
Chapter 1 : Who is ?
Apakah kalian tahu ?
Di dunia ini tidak ada hanya manusia saja…
Mungkin kalian tidak sadar, kalau di sekitar kalian banyak makhluk mitos berkeliaran.
***# Fience of Monster #***
***# By Mirai Mine #***
.
.
Langit bewarna jingga saat kedua tapak kaki kecil itu melangkah turun dari sebuah mobil. Dipandanginya bangunan besar yang ada di hadapannya, lalu berjalan pelan masuk ke dalam bangunan yang merupakan apartement itu.
Kota Karakura, kelihatannya mendapatkan penghuni baru.
Seorang anak berambut putih seperti salju, dengan warna mata emerland yang terlihat indah. Tatapan matanya yang sejuk dan sikapnya yang dewasa sanggup membuat orang sama sekali tidak menyangka kalau anak ini memiliki sikap sedingin es.
Hitsugaya Toushirou…
Cowok ini baru saja datang kembali ke kota yang sudah ditinggalkannya 10 tahun yang lalu. Jika bukan karena sang ayah, Ukitake Juushirou. Ia tidak akan kembali ke kota yang sempat menggoreskan kenangan buruk di hatinya.
Hitsugaya menghembuskan nafasnya dengan berat, dibukanya pintu apartement di depannya. Lalu masuk ke tempat yang akan menjadi tempat tinggalnya.
Di dalam ruangan yang tergolong mewah itu, sudah tertata rapi satu set sofa empuk, sebuah tv dengan LCD yang Woow… juga beberapa bahan makanan beserta alat masak lengkap yang tersedia di dapur.
Kamar yang mewah dan besar dengan kasur ukuran king size ikut menyambut Hitsugaya saat melihat kamar barunya. Dengan wajah datar, Hitsugaya memasukkan pakaiannya ke dalam lemari dan mulai menata kamar yang memiliki dinding bewarna dasar biru langit itu.
Setelah selesai, Hitsugaya langsung keluar kamar. Menatap ruangan dan perabotan mewah di hadapannya, tapi kelihatannya ruangan itu tidak dapat mengubah wajah datar Hitsugaya.
Sendirian. Itulah yang dirasakan Hitsugaya kini. Meski samar tapi bisa kita lihat raut kesepian di permata emerland itu. Semua kemewahan di depannya tidak di hiraukannya, bukan itu yang dia inginkan saat ini.
Dengan langkah malas didekatinya dapur lalu menatap bahan makanan yang ada di kulkas. Dilihatnya satu persatu dengan teliti, tapi ia tutup kembali lemari es itu dan mengurungkan niatnya memasak.
'Lebih baik beli makanan di luar saja,' gumam Hitsugaya sambil melangkah ke kamarnya. Di ambilnya dompet lalu memakai jaket dan scarf di kamar lalu berjalan santai keluar dari apartementnya.
Saat pemuda mungil itu keluar dari apartement, matahari sudah kembali ke peraduannya hingga membuat langit menjadi kelam. Udara semakin dingin, Hitsugaya mengeratkan scarfnya ke leher lalu berjalan menyusuri kota.
Sepanjang perjalanan, berpasang-pasang mata mengamati Hitsugaya. Apakah karena rambutnya yang mencolok ? Ataukah karena matanya yang berbeda dari orang lain ? Entahlah apa yang dipikirkan orang-orang tapi Hitsugaya mengacuhkan mereka seperti angin lalu yang lewat. Masih ingat oleh Hitsugaya, ucapan ayahnya beberapa hari yang lalu.
FLASHBACK
"Toushirou, bagaimana kalau kali ini kau ikut denganku ?" tanya seorang laki-laki paruh baya dengan rambut putih panjang.
Dibelakangnya berdiri seorang anak dengan warna rambut yang sama, mata teal cerahnya menatap sang ayah dengan pandangan bertanya yang untungnya dimengerti oleh sang ayah.
"Kau akan pindah ke Amerika," ujar sang ayah, Ukitake Juushirou.
Kedua mata Hitsugaya membulat sempurna, di tatapnya Juushirou dengan pandangan yang tidak bisa di interpretasikan.
"…kenapa tiba-tiba Otou-san berkata seperti itu," ucapnya.
"Kau tidak bisa tinggal terus di sini, Toushirou… Aku akan pergi ke Amerika lebih dari setahun. Aku tidak bisa meninggalkanmu sendirian di rumah," ujar laki-laki itu.
"Otou-san, aku bisa tinggal di rumah sendirian seperti biasanya. Aku tidak mau meninggalkan Jepang."
Mata Juushirou otomatis terbelalak saat mendengar 1 kata yang mungkin secara tidak sadar di ucapan anaknya. Dibalikkan tubuhnya dan melihat sang anak yang menatap lurus padanya dengan pandangan datar.
'Sendirian ? Jadi selama ini Toushirou kesepian ?' gumamnya dalam hati.
Menghembuskan nafas berat, Juushirou menatap anaknya dengan pandangan lurus. Tepat menatap kedua bola mata sang anak, berharap bisa membaca pikirannya.
"Aku tidak bisa, Toushirou," balas Juushirou.
Juushirou tidak tahu anaknya selama ini kesepian karena dirinya yang sering bepergian luar kota. Anak bermata indah itu selalu mengantar ayahnya pergi bekerja dengan senyuman manisnya.
Ya, Toushirou memang tinggal sendirian di rumah. Ia tidak punya saudara dan Ibunya sudah meninggal saat ia masih kecil. Beberapa pembantu di rumahnya tidak berani mendekat padanya, malah menjauhinya. Entah karena alasan apa Toushirou tidak tahu.
Hening. Itulah yang tercipta di antara ayah dan anak saat itu. Toushirou terpaku melihat pandangan ayahnya, sementara Juushirou berpikir bagaimana caranya agar anak semata wayangnya tidak akan kesepian.
"Toushirou, kau akan tinggal di Karakura. Di sana aku akan menyewa apartement dan menyekolahkanmu di tempat yang sama dengan rekan kerjaku. Ia juga memiliki seorang anak seumuran denganmu yang tinggal sendirian di sana. "
Juushirou akhirnya mengambil keputusan, setidaknya Toushirou tidak akan kesepian bila ada yang menemaninya di sekolah atau tempat tinggalnya bukan ? Lagi pula menurutnya anak rekan kerjanya termasuk anak yang ramah.
"Kuharap kau dapat berteman baik dengannya," lanjut Juushirou sambil tersenyum tipis ke arah Toushirou yang masih terdiam membisu.
END OF FLASHBACK
Hitsugaya menghela nafas berat, mulai besok ia akan mulai bersekolah di sekolah barunya. Hitsugaya mengingat hal yang harus dilakukan murid baru. Baiklah, yang pertama…. memiliki teman baru ?
Oh, kelihatannya tidak untuk yang ini. Hitsugaya termasuk anak yang dingin dan jarang berkomunikasi. Bahkan di sekolahnya yang dulu, Hitsugaya sama sekali TIDAK memiliki teman karena sifatnya itu. Dan tentu, Hitsugaya tidak terlalu peduli dengan hal itu.
'Oke, masih banyak hal yang dapat dilakukan selain itu,' pikir Hitsugaya.
Hitsugaya lalu melihat sekeliling, kini ia sudah berada di depan sebuah Minimarket.
'Kota ini kelihatannya sedikit berubah,' gumamnya dalam hati.
Hitsugaya berkata begitu bukan tanpa alasan. Sebab entah sejak kapan, jalan yang dilaluinya 10 tahun lalu sudah berubah menjadi deretan toko. Padahal di sana dulu hanya jalanan dengan beberapa warung dan rumah kecil.
'Sebaiknya beli apa, ya ?' tanyanya dalam hati sambil melangkah masuk ke dalam minimarket di depannya.
"KYAAAAAA…!"
Langkah Hitsugaya terhenti, ia langsung mengurungkan niatnya masuk ke dalam Minimarket itu ketika mendengar jeritan seorang wanita. Terdengar sedikit samar karena keributan di sekitarnya.
Melihat sekitarnya, Hitsugaya sadar kalau jalan yang dilaluinya sekarang cukup ramai. Kelihatannya orang-orang yang berada di sini tidak mendengar jeritan tadi.
Otaknya segera bekerja, jika bukan di jalan yang ramai ini berarti ada tempat lain di sekitar. Dan dugaannya BENAR, beberapa saat kemudian ekor matanya melihat sebuah gang sempit dan gelap, seorang wanita tengah ditarik ke dalam gang itu oleh dua orang laki-laki dengan pakaian serba hitam.
Dengan cepat Hitsugaya berlari ke gang yang cukup jauh dari tempatnya dan menerobos kerumunan orang yang sedang berjalan. Entah berapa orang yang sudah ditabraknya, berapa orang yang sudah mengumpatnya kesal dan berapa pula orang yang sudah dimintai maaf olehnya. Pikirannya tertuju pada gang yang berada agak jauh darinya.
BRUK!
Kali ini Hitsugaya terjatuh, ia menabrak orang lagi tapi kelihatannya cukup keras hingga sanggup membuatnya terpental kebelakang. Sedikit meringis, di angkatnya kepalanya melihat siapa yang dia tabrak kali ini.
Orang yang ditabraknya kira-kira seumuran anak SMA seperti dirinya, tubuhnya tinggi, dan menggunakan jaket hitam dengan tudung yang menutupi kepalanya membuat wajahnya tidak terlihat. Meskipun begitu, Hitsugaya bisa melihat wajah orang itu yang sedikit tertawa melihatnya terjatuh.
Hitsugaya mendengus kesal, ia berusaha berdiri sendiri.
'Kelihatannya orang ini tidak berniat menolong' guman Hitsugaya dalam hati.
Tapi pandangan Hitsugaya berubah, tiba-tiba orang yang ditabraknya mengulurkan tangannya ke arah Hitsugaya, sesaat Hitsugaya terpana.
Sudah di tabrak cukup keras olehnya tapi mau membantu ? Dia tidak kenal orang itu pula ! Untuk apa dia menerima bantuan orang itu ?
Berbagai pertanyaan muncul di kepala Hitsugaya. Ia memang jarang mendapat bantuan dari orang lain, dan sangat teramat jarang menerima bantuan orang lain.
Tapi… entah terhipnotis atau apa Hitsugaya untuk PERTAMA KALINYA, ia menerima uluran tangan orang lain ! Biasanya ia akan mengacuhkannya atau malah pergi meninggalkan orang yang mau membantunya begitu saja. Tapi tidak untuk kali ini !
Setelah berdiri, Hitsugaya melihat orang didepannya dengan seksama. Rasanya dia pernah bertemu dengannya sebelumnya, tapi entah dimana. AH ! Setelah sadar dari lamunan sesaat, Hitsugaya ingat tujuannya berlari tadi.
Menolong Perempuan di gang kecil tadi !
Setelah meminta maaf dan sedikit berterima kasih, Hitsugaya kembali berlari meninggalkan orang itu menembus kerumunan orang yang berjalan.
Tanpa Hitsugaya sadari, orang itu terus melihat punggung Hitsugaya sampai ia menghilang di keramaian. Orang itu tersenyum kecil saat melihat Hitsugaya yang berlari menuju gang kecil menolong perempuan tadi.
"Anak yang menarik." gumamnya pelan, nyaris terdengar bisikan. Lalu ia berbalik berjalan, dan menghilang di antara kerumunan orang.
#*** Fience of Monster ***#
"TIDAK ! TOLONG !"
Suara teriakan minta tolong seorang wanita terdengar dari ujung gang sempit dan gelap. Beberapa orang mendengar suara itu, tapi mereka semua hanya diam menganggap itu angin lalu dan membuang muka.
Seorang wanita berusaha melawan dari segerombolan laki-laki yang menggunakan pakaian hitam. Mereka berusaha melepas jaket dan rok bawahan yang dipakai sang gadis.
"JANGAN ! LEPASKAN !" teriak gadis itu berusaha meronta tapi laki-laki di sekitarnya malah mempererat menahan gadis itu.
"Kami hanya ingin bermain denganmu, Kak !" seru seorang di antara mereka, teman-teman orang itu tertawa menyeringai ketika ikat pinggang gadis itu akhirnya terlepas, mata gadis itu terbelalak kaget.
Perlawanannya sia-sia, ditutupnya matanya erat-erat, lalu dengan sisa tenaga yang ada gadis itu berteriak sekuat tenaga "TOLONG !"
BRAAK!
Gadis itu membuka matanya saat melihat segerombolan orang di depannya terjatuh tiba-tiba. Kedua orang yang ada di samping gadis itu melemahkan genggamannya meski itu masih cukup kuat membuat gadis itu tidak bisa bergerak.
"Melakukan hal yang tidak senonoh di tempat umum, apa kau tidak tahu sopan santun ?" ujar orang yang tiba-tiba muncul bahkan memukul mundur 5 orang laki-laki yang mengerubungi cewek tadi.
Salah satu laki-laki yang memegang cewek itu maju langsung bersiap memukul orang di depannya. "Berisik ! Memangnya kau siapa !" teriaknya sembari mengayunkan tinjunya.
Dengan tenang orang itu menunggu, dan menghindari pukulan orang itu dengan mudahnya sambil menunduk. Laki-laki itu terkejut, saat orang itu menunduk , dan menendang perut laki-laki yang ada di depannya. Detik berikutnya laki-laki tadi sudah jatuh sambil memegangi perutnya dan terbatuk-batuk kecil.
Orang tadi berjalan dengan tenang ke arah gadis yang masih di tahan seorang laki-laki yang tersisa. Laki-laki itu tanpa sadar berjalan mundur sampai ujung gang itu mengenai punggungnya. Dengan panik orang itu melihat kebelakang dan kedepan berkali-kali.
Sekilas cahaya lampu mobil mengenai gang sempit itu memperlihatkan wajah orang yang menyelamatkan gadis itu.
Laki-laki berbaju hitam itu terdiam saat melihat sosok itu, tentu saja sebab sosok itu hanyalah seorang anak SMA, berambut putih, dengan pandangan mata yang dingin.
Siapa lagi kalau bukan Hitsugaya yang sudah sampai di tempat ngamuknya.
Memang tidak ada seorangpun yang menduga, tapi posisi Hitsugaya sudah setara dengan pemain karate sabuk hitam. Dengan sedikit gemetar laki-laki itu merogoh saku belakangnya. Hitsugaya hanya diam, menunggu apa yang akan dilakukan laki-laki itu.
Dan yang dilakukanya ternyata mengambil sebilah pisau lipat dari sakunya. Kini di tangannya, tergenggam sebuah pisau lipat kecil, di arahkannya pisau itu tepat di leher gadis yang ada di dalam ancamannya.
"Jangan mendekat, atau gadis ini akan mati," seru orang itu dengan nada mengancam. Sayangnya yang di ancam malah dengan tenangnya mendekati orang itu.
Refleks orang itu bersikap waspada, pisau di tangannya semakin di dekatkan ke leher sang gadis. Jika pisau itu bergerak sedikit saja, maka habislah sudah nyawa sang gadis.
"Lakukan itu jika kau mau," ujar Hitsugaya pelan lalu berhenti berjalan sebentar.
"A-apa ?" tanya orang itu bingung.
Hitsugaya menatap orang itu seksama, mata emerland miliknya menangkap gerakan pisau orang itu di leher sang gadis, posisi berdiri orang itu, juga cara orang itu memegang pisau lipat. Satu kesimpulan muncul di otak Hitsugaya begitu melihat sikap orang itu.
"Jangan bersikap sok berani. Aku tahu kalau kau masih amatiran. Kau baru saja mengalami masalah sehingga kau berusaha menenangkan diri dengan melakukan hal tidak senonoh," jelas Hitsugaya lalu melanjutkan lagi berjalan mendekat.
Mendengar ucapan Hitsugaya, laki-laki itu terkesikap. "Heh ? Berani sekali kau bersikap sok di depanku anak kecil !" seru orang itu sambil melepaskan gadis yang ditahannya tadi dan mendorongnya sampai terjatuh lalu berlari sambil mengacungkan pisau itu ke arah Hitsugaya.
Sekali lagi, dengan mulusnya Hitsugaya menangkap tangan laki-laki yang mengacungkan pisau dan ditujukan ke arahnya lewat sela jari-jarinya di tangan kanan. Laki-laki tadi berusaha menarik tangannya tapi tidak berhasil, dicobanya memajukan tangannya dengan pisau yang masih teracung tapi tetap tidak berhasil. Genggaman tangan Hitsugaya terasa kuat. Merasa terdesak, laki-laki itu berusaha meninju Hitsugaya dengan tangan kirinya.
Kali ini, tangan kiri Hitsugaya sudah bergerak mengcengkram tangan kiri laki-laki itu. Dengan cekatan dijatuhkannya pisau laki-laki tadi lalu memutar tubuh laki-laki itu paksa dan menahan kedua tangannya di belakang layaknya seorang polisi yang menahan seorang penjahat.
"Kau kalah. Diamlah disini sampai polisi datang menjemputmu," ujar Hitsugaya pelan. Laki-laki dalam cengkramannya itu menggeliat melepaskan diri, tapi Hitsugaya memutar kedua tangan orang itu membuatnya meringis kesakitan.
"Kubilang diam dan tenanglah," ujar Hitsugaya lagi tapi dengan nada mengancam. Laki-laki itu langsung terdiam tidak melawan.
Merasa lawannya kini tenang, Hitsugaya melihat sekelilingnya. Saat ini disekitarnya komplotan laki-laki itu masih terkapar tidak berdaya. Mata Hitsugaya lalu menangkap gadis yang terjatuh saat di dorong laki-laki tadi. Kelihatannya kaki gadis itu terkilir, terbukti dengan pergelangan kaki sang gadis yang memerah.
Hitsugaya lalu mendekati gadis itu setelah mengikat tangan laki-laki tadi dengan ikat pinggang. "Kau tidak apa-apa ?" tanya Hitsugaya lembut.
Gadis itu terdiam saat melihat Hitsugaya, memperhatikan penampilan pemuda yang baru saja menyelamatkannya itu. Wajahnya terkejut saat menyadari penampilan Hitsugaya yang –menurutnya- seperti seorang anak SD. Terlebih saat melihat rambut putih Hitsugaya. Tapi segera di tepisnya kesan itu, lalu tersenyum ramah.
"Ya, terima kasih sudah menolongku," jawab gadis itu sambil membalas senyuman Hitsugaya. "Kau hebat sekali, bisa mengalahkan mereka semua." lanjutnya kemudian.
Hitsugaya terdiam, ia melihat pergelangan kaki gadis itu cemas, kini warna merah di kai gadis itu sudah membiru. "Bagaimana dengan kakimu ?" tanya Hitsugaya lagi. Kali ini sembari menyentuh pergelangan kaki gadis itu yang membiru. "Kakimu baru saja terkilir."
Gadis itu melihat kaki kanannya yang membiru, sepertinya kakinya terkilir karena terjatuh saat ia di dorong laki-laki mesum tadi. Apalagi saat ini sang gadis menggunakan sepatu high heels. "Tidak masalah, aku masih bisa berjalan." jawab gadis sambil itu berusaha berdiri. Tapi kakinya tidak mau menuruti perintahnya dan ia kembali terjatuh tepat sebelum Hitsugaya menggenggam tangannya.
"Jangan memaksakan diri, akan kupanggil ambulans ke sini." jawab Hitsugaya melihat wajah sang gadis yang menatapnya. Di dudukannya gadis itu di pojok gang lalu mengambil handphone di dalam saku jaketnya dan mengetikkan beberapa nomor.
Setelah menekan tombol call di ponselnya, Hitsugaya mendekatkan ponsel itu ke telinganya, menunggu hingga sambungan di sebrang sana terhubung. "Dengan Rumah Sakit Karakura di sini, ada yang bisa kami bantu ?" sahut suara di sebrang yang di yakini sebagai resepsionis rumah sakit.
Hitsugaya tersenyum kecil saat mendengar panggilannya tersambung "Ada seorang korban pelecehan, dia terluka. Saya membutuhkan satu unit ambulans di sini. Tepatnya di Karakura dekat pertokoan komple-"
"AWAS !"
Teriakan perempuan yang ditolongnya membuat Hitsugaya menghentikan ucapannya, dan menoleh ke belakang. Matanya melihat teman laki-laki yang sudah dikalahkannya tadi menodongkan pisau yang jauh lebih besar dari pisau lipat tadi ke arahnya besar.
Meski kaget, untungnya refleks Hitsugaya masih bekerja. Pada detik terakhir sebelum pisau yang mengarah pada lehernya itu mengenai tubuhnya dengan cepat Hitsugaya menunduk untuk menghindar sehingga hanya pipi kanannya yang tergores dan mengeluarkan darah segar. Ponselnya terjatuh menghantam lantai, dari speakernya masih terdengar suara sang resepsionis, kelihatannya sinyalnya tadi masih tersambung.
Segera setelah menunduk, dengan cepat Hitsugaya menendang kedua kaki laki-laki di depannya sehingga laki-laki itu jatuh tersungkur, pisau yang dipegangnya terlepas. Dengan nafas yang terengah, Hitsugaya melihat orang-orang yang sudah di kalahkannya tadi berdiri satu persatu dengan macam-macam senjata di tangan masing-masing. Di tangan mereka ada yang membawa pisau besar, parang, potongan besi panjang, tongkat baseball, dan alat lain yang jelas bisa melukai Hitsugaya.
Saat melihat darah di jalan tempatnya berdiri, Hitsugaya mengelap darah di pipinya dengan punggung tangannya, meski sesudah itu darah segar yang baru keluar. Ia menoleh ke belakang dan mendapati perempuan yang diselamatkannya sedang meronta dengan mulut yang dibekap oleh tangan laki-laki lain. Tapi tak lama kemudian rontaan itu melemah dan si gadis pingsan, ia kekurangan oksigen.
Hitsugaya sadar kondisinya saat ini. Buruk. Bagaimana ia tidak tahu jika mereka bisa saja membawa senjata ? Kelihatannya ia terlalu ceroboh. 1 orang dengan tangan kosong melawan 10 orang dengan senjata. Terlalu tidak seimbang.
Tanpa menunggu Hitsugaya selesai memikirkan rencana terbaik, orang-orang itu langsung menghadang Hitsugaya. Masing-masing mengayunkan senjatanya, Hitsugaya menelan ludah paksa. Habislah sudah, baru ia sehari di kota ini ia sudah mendapat sambutan semeriah ini.
Meski begitu, Hitsugaya tetap berani melawan. Lawan pertamanya muncul, mengayunkan tongkat baseball ke arahnya, dengan cekatan Hitsugaya menghindar dan memelintir tangan orang yang menyerangnya sampai terdengar bunyi lalu mengambil alih tongkat baseball itu.
Ketika baru selesai merebut tongkat itu, di belakang Hitsugaya orang lain yang membawa parang mengacungkan benda tajam itu ke arahnya. Hitsugaya mencoba menangkis dengan tongkat baseball yang di rebutnya. Tapi sia-sia karena kayu jelas kalah dengan besi. Tongkat itu terbelah dan mata parang yang tajam terayun bebas ke arah wajah Hitsugaya.
Hitsugaya memejamkan matanya, menerima apapun yang akan di terimanya. Tapi…
PRANG!
Suara besi yang saling beradu, juga rasa sakit yang tidak kunjung datang membuat Hitsugaya membuka matanya. Dan saat itu juga ia tertegun. Seseorang berdiri di depannya, membelakanginya. Dari postur tubuhnya jelas terlihat kalau ia laki-laki, ia menggunakan celana jeans dengan jaket bewarna hitam gelap yang tudungnya menutupi sebagian wajahnya.
Dan yang mengejutkan, orang itu menangkis parang yang mengarah padanya dengan tangan KOSONG! Hitsugaya terbelalak, bagaimana mungkin manusia biasa menahan benda tajam seperti itu dengan tangan kosong!
Dengan sekali hentakan orang itu membanting parang yang di pegang laki-laki tadi, dan melemparnya sembarang arah. Saat Hitsugaya melihat parang itu, ia kembali terbelalak melihat parang itu yang bengkok. BENGKOK seperti habis di cengkram seseorang !
Saat Hitsugaya melihat lagi orang yang menyelamatkannya, orang itu sudah melempar laki-laki mesum tadi ke dinding yang mengenai laki-laki yang memegang perempuan tadi sampai terlepas dari genggamannya, dan terdorong bersama temannya ke dinding, retakan terlihat saat mereka jatuh setelah menghantam keras dinding itu.
Hitsugaya dengan cekatan menangkap tubuh gadis yang terjatuh itu, ia mengambil nafas lega saat tahu gadis itu tidak terluka. Sungguh tindakan ceroboh ! Jika tadi orang itu salah perhitungan sedikit saja, maka gadis itu akan membentur tembok bersamaan dengan 2 orang laki-laki yang menyerangnya tadi.
BRAK ! BUAAK ! TRAAANG ! "UGH !" "UWAGH !"
Suara seseorang yang terjatuh, suara pukulan keras, dentingan benda tajam yang beradu, dan erangan kesakitan memainkan irama tersendiri di belakang Hitsugaya. Sedikit menoleh, Hitsugaya tercengang dengan pemandangan yang dilihatnya. Orang yang menolongnya, mengalahkan 10 orang lebih dengan senjata SENDIRIAN ! Bagaimana mungkin ?!
Tubuhnya terkesikap begitu melihat penolongnya membalikkan badan dan menatapnya. Meski wajah bagian atas orang itu tidak terlihat –dikarenakan penerangan yang minim juga tudung jaket yang menutupi wajah- tapi Hitsugaya bisa merasakan orang itu menatap kepadanya.
TAP… TAP… TAP…
Suara tapak kaki orang itu terdengar jelas di telinga Hitsugaya. Orang itu mendekat ke arahnya, dan Hitsugaya merasa tubuhnya melemas dan terduduk setiap kali orang itu melangkahkan kakinya, ia tidak bisa berdiri dan kabur.
Ia tidak tahu kenapa, tapi ini pertama kalinya ia merasa takut terhadap seseorang. Sebelumnya ia tidak pernah merasakan perasaan tertekan atau perasaan ingin melarikan diri seperti yang dirasakannya pada saat ini.
Ia tidak mengerti, seharusnya ia bisa berdiri dengan mudah, mendekati penolongnya dan mengucapkan terima kasih, bukannya terdiam dengan wajah pucat seperti sekarang.
TAP…
Orang itu berhenti melangkah, tepat beberapa meter dari tempat Hitsugaya terduduk saat ini. Hitsugaya menatap orang itu waspada, bersiap melakukan perlawanan yang entah kenapa dirasakannya jika orang itu menyentuhnya. Tapi perkiraannya salah, orang itu membungkuk dan mengambil ponsel Hitsugaya yang terjatuh tadi, melihat layarnya sebentar, dan meletakkan ponsel itu di dekat telinganya.
"Ya, kirimkan satu ambulans kemari," ujar orang itu pelan, suaranya terdengar lembut, dan sempat membuat Hitsugaya terpesona. Kelihatannya telepon Hitsugaya tadi masih tersambung dengan baik, resepsionis itu belum mematikan sambungannya.
"Tempatnya, kompleks pertokoan kota Karakura, gang sebelah kanan dari gudang penyimpanan toko olahraga…. Baik, saya mengerti. Terima kasih."
Orang itupun menyudahi pembicaraannya, ditekannya tombol dengan cahaya merah menutup panggilan. Lalu ia kembali menatap Hitsugaya, dan melemparkan ponsel itu padanya. Membuat Hitsugaya salah tingkah saat tahu ponsel itu dilemparkan tiba-tiba begitu saja padanya. Setelah meangkap ponselnya, mata teal Hitsugaya memandang bingung pada orang di depannya.
"Aku sudah memanggil ambulans, mereka akan datang kira-kira 10 menit dari sekarang," ujar orang itu menjawab kebingungan Hitsugaya.
Hitsugaya terdiam sesaat dan memandang ponselnya sebelum kembali memandang orang itu ragu. "Arigatou," ucap Hitsugaya tulus sedikit menundukan kepalanya.
Ia merasakan kalau pipinya sedikit memanas, dan yakin kalau wajahnya kini dihiasi semburat merah muda. Ia sendiri tidak tahu alasannya, tapi jantungnya berdetak kencang saat mendengar suara pria yang menolongnya.
"Kau terluka," sahut orang itu memecahkan lamunannya, Hitsugaya bisa mendengar nada khawatir di suaranya.
Menengadahkan kepalanya, ia menatap orang itu. Dari bawah ini ia bisa melihat jelas mata cinnamon yang tersembunyi di balik tudung jaket milik orang itu, mata itu melihat lurus ke arahnya. "Apa kau baik-baik saja ?" tanya orang itu lagi.
Hitsugaya mengangguk kecil, dadanya kembali berdebar saat melihat mata cinnamon itu. Ah, sungguh mata yang indah, melihat mata itu membuatnya merasa hangat dan tenang. Saking asyiknya melamun, Hitsugaya tidak menyadari wajah orang itu yang mendekat ke arahnya sampai ia merasakan hembusan nafas hangat di pipinya.
Karena refleks, dengan gerakan tiba-tiba Hitsugaya berdiri, dan langsung memukul wajah yang ada di dekatnya. Entah dari mana hingga tiba-tiba ia mendapat kekuatannya lagi. Wajahnya memucat saat tahu tangannya memukul wajah orang yang menolongnya hingga membuat tudung jaket orang itu terbuka dan menampakkan surai oranye.
Sedikit mendengus orang itu menatap Hitsugaya yang memandangnya dengan tatapan kaget. Kini terlihat jelaslah wajah orang itu. Ia memiliki rambut bewarna orange mencolok, matanya persis seperti yang Hitsugaya lihat sebelumnya, bewarna cinnamon, alisnya berkerut, kulitnya bewarna putih dan semua itu cocok untuk membingkai wajahnya yang tampan dan sekali lagi membuat Hitsugaya terperangah hingga tidak menyadari satu hal.
Pukulannya, sama sekali tidak mempan pada orang itu. Pukulan seorang Hitsugaya Toushirou yang mendapatkan sabuk hitam di karate bahkan sama sekali tidak berpengaruh pada orang itu.
"A-apa maumu ?" tanya Hitsugaya begitu tersadar dari lamunannya.
Orang yang menyelamatkannya itu menyeringai kecil, lalu secara tiba-tiba tanpa dapat dilihat dan diprediksi Hitsugaya sebelumnya ia mendekat ke arah Hitsugaya. Hitsugaya merasakan nafas hangat orang itu lagi, di telinganya.
"Baumu enak," bisik orang itu yang sukses membuat orang seperti Hitsugaya merinding.
Hitsugaya tidak bergerak saat tahu orang itu membuka mulutnya, lalu menjilati luka di wajahnya, luka yang diakibatkan laki-laki mesum tadi.
Tubuh Hitsugaya bergetar saat merasakan benda basah itu mengenai pipinya. Rasa sakit sempat menyinggapinya saat luka itu kembali mengeluarkan darah segar. Dan berikutnya, Hitsugaya kembali di kagetkan dengan apa yang dilihat oleh mata kepalanya sendiri.
Orang itu…MELAYANG ! Pemuda bersurai orange yang menyelamatkannya beberapa waktu lalu melayang dengan mudahnya, kaki jenjangnya tidak lagi menyentuh tanah, gerakan tubuhnya terkesan ringan, seolah-olah terlihat seperti seseorang yang sedang melompat lalu gerakan turunnya diperlambat.
Mata teal Hitsugaya nyaris merasa terlonjat dari sarangnya saat melihat taring yang keluar dari sela bibir pemuda di depannya, lengkap dengan noda darah merah di pinggirnya. Pemuda itu mengelap noda itu sedikit dengan ibu jarinya lalu menjilat darah itu seakan benda yang dimakannya itu bukanlah cairan merah dari tubuh manusia tapi sirup yang terasa sangat manis.
Terlihat menikmati orang itu mendekatkan wajahnya lagi pada wajah Hitsugaya dan mengangkat dagu Hitsugaya sehingga membuat mata cinnamon miliknya beradu pandang dengan mata emerland Hitsugaya. "Manis," ujar pemuda itu singkat.
Hitsugaya terdiam, satu kata yang terpikirkan di benaknya VAMPIRE. Pemuda bersurai orange yang ada di depannya ini vampire, makhluk yang selama ini hanya dianggap mitos, makhluk yang menghisap darah manusia, dan makhluk itu kini berada di depannya.
Jantung Hitsugaya kembali berdetak cepat, kali ini wajahnya memucat. Bahkan wajahnya kini dapat di samakan dengan kapas putih. Apa yang akan terjadi padanya sekarang ? Ia kehilangan tenaganya saat kedua mata cinnamon itu menatapnya, seolah-olah menghipnotisnya.
"Hey, sebagai balasan menolongmu. Bolehkah aku…meminum darahmu ?" tanya orang itu.
Badan Hitsugaya langsung mendingin, dan tanpa menunggu jawaban persetujuan Hitsugaya. Orang itu sudah mendekatkan kepalanya di leher Hitsugaya. Dan saat ia merasakan benda tajam yang menusuk lehernya, pandangan Hitsugaya langsung mengabur. Satu-satunya warna yang bisa Hitsugaya lihat saat itu hanyalah…. putih.
***# To Be Continued #***
Mira : "Yahooo~! Chapter pertama selesai~!" ('o')/
Hitsugaya : "Wuaaaw~ gue dapat peran keren di awal. Tapi kok di ujung-ujungnya gue jadi kelihatan lemah gitu." *lihatin naskah*
Ichigo : "Kalo gue malah minum….darah ?" *pelototin naskah*
Mira : "Ya iyalah, Chi-san di sini jadi vampire lho. Trus hisap darahnya Hitsugaya-sama. Kyaaa~! Keren banget." ('w')
(Ichigo sama Hitsugaya mandang Mira aneh)
Ichigo : "Loe bener-bener kesambet, ya."
Hitsugaya : "Readers, dari pada bicarain author kita yang otaknya mulai koslet ini. Lebih baik langsung review aja ya."
Ichigo : "Yup, silahkan review aja readers. Pencet tombol biru di bawah dengan semangat '45 anda. Author ini butuh kritik, saran, komentar, sama flame yang juga di terima dengan lapang dada."
Hitsugaya : "Apakah fic ini pantas dibaca atau tidak tergantung dari review anda."
Mira : "Hei, kalian mengambil peran Mira !" ('n')/
Ichigo : " Ja'ne~ readers."
I am NOTHING without my readers, my friend, my family, and you…
So, thank you….thank you so much !
MiRai MiNe
