Makai Ouji: Devils and Realist © Madoka Takadono
Cookies © KimekaHikaru98
Rated: K+ (nyaris T)
Genre: Friendship
Warning(s): OOC, AU, typo(s), EYD gagal, salah genre ataupun rated, pairing langka, dan lain-lain.
Important note: I didn't gain any profit from this fanfiction
.
.
"Sebuah kue dapat mengubah perasaanmu terhadap seseorang, kau tahu."
.
.
.
Itu. Itu, kuenya; baru saja ditenggelamkan oleh reinkarnasi Solomon tertentu.
Ia termenung di pinggir danau, dengan iris blended blue miliknya yang berkaca-kaca; nyaris menangis. Jarinya mengaduk-aduk air danau dengan galau.
Ah, kue keringnya. Dia baru saja selesai menyelundupkan—iya, menyelundupkan—cemilan itu dan sekarang, ia harus melihat makanan-makanan itu; mulai lenyap dari pandangannya.
"Sedang apa kau di sini?"
Sebuah suara menginterupsi keheningan danau, memaksa Sytry untuk berbalik badan. Indra penglihatannya menangkap keberadaan pemuda berambut putih-putih ijo, sebelum ia berbalik lagi.
"Oh, Nathan," ucap Sytry ketus, pipinya menggembung. "Atau harus kupanggil Camio?"
"Dua-duanya boleh; asalkan tidak ada manusia biasa di sini," jawab Camio, ikut-ikutan duduk di sebelah Sytry tanpa diundang. "Kau belum menjawab pertanyaanku."
"Aku sedang duduk di sini."
Camio menyerngit. Entah kenapa dia ingin mendorong Sytry ke dalam danau; setidaknya agar pemuda cantik itu menyadari pangkatnya lebih rendah—baik di dunia iblis atau dunia manusia, sama saja.
Tapi tidak. Sedikit banyak, Camio masih punya hati; tak mungkin ia sampai hati untuk mendorong tubuh mungil itu. Apalagi dengan statusnya yang terpandang, mengotori tangannya dengan perbuatan seperti itu bukanlah gayanya. Mungkin, ia akan membalas ketidaksopanan Sytry ini di dunia iblis, dengan alibi 'nggak sengaja' atau semacamnya. Mungkin.
[Ternyata Camio bisa kejam juga.]
Camio melirik ke arah Sytry untuk kedua kalinya, dan tentu saja matanya yang tajam itu menemukan suatu kejanggalan. Ia menyikut Sytry pelan, lalu berucap, "Kau tak bawa kue? Biasanya, setiap kita bertemu di dunia manusia, kau selalu memakan sesuatu."
Sasuga, seperti apa yang diharapkan dari setengah iblis yang di sebut-sebut sebagai Great President of Hell. Mungkin Beelzebub sedang berbangga padanya di alam sana.
[Sepertinya menyadari hilangnya kue dari genggaman si Fallen Angel bukanlah suatu hal yang pantas untuk dibangga-banggakan, bukan?]
Sytry mendengus, dan menunjuk-nunjuk danau.
Karena Camio hanya dapat menjadi translator bagi bahasa hewan, ia hanya diam dan kembali menyerngit.
"Kau ingin memakan air danau?"
Duh Camio, kemanakah otakmu yang cemerlang tadi?
[Lagipula, memangnya air danau bisa dimakan?]
"Ah, maaf. Sepertinya aku salah mengerti." Camio kembali berucap, setelah melihat beberapa perempatan di kepala Sytry. "Kuemu… tenggelam ke danau, bukan?"
Anggukan menjawab pertanyaan Camio. Camio menatap danau, lalu beranjak dari duduknya.
"Tunggu sebentar. Aku akan segera kembali." Camio melangkah meninggalkan Sytry; sedangkan yang ditinggalkan sama sekali tak peduli, masih tetap termenung di sana.
Ia tak peduli. Kembali atau tidak, ia tak mau tahu. Yang ia pikirkan sekarang hanyalah bagaimana cara mendapatkan kue yang tenggelam itu kembali.
Itu saja.
.
.
Di saat Sytry hampir jatuh ke dunia mimpi, sebuah benda mengenai kepalanya.
Sytry mendongak, mendapati seplastik kue yang dihiasi dengan selembar pita hijau.
Bukannya berterima kasih; tanpa pikir panjang, Sytry segera membuka plastik itu dan melahap salah satu kue berwarna cokelat dan berhiaskan choco chips.
"Wah, sepertinya kau lapar sekali," ucap Camio, kini duduk di samping Sytry. "Apa kau sebegitu kecanduannya dengan kue?"
Sytry terdiam, mulutnya masih sibuk mengunyah kue kedua. Setelah makanan di mulutnya ia telan habis, ia menatap Camio.
"Kue ini… tak ada racunnya, bukan?"
[Makan dulu baru bertanya. Bukankah itu tindakan yang benar-benar pintar?]
Camio tersenyum kecil; mulai berpikir betapa mudahnya meracuni iblis putih-biru-ungu di hadapannya.
"Itu kue yang kubuat tadi," ucap Camio, sedikit melenceng dari pertanyaan awal. "Apa yang membuatmu berpikir kalau kue itu kuberi racun?"
Sytry mengangkat bahu, sambil menelan kue ketiganya. "Siapa tahu kau ingin mengeliminasiku dari daftar calon raja."
"Mengeliminasi? Jangan bercanda. Hanya iblis rendahan yang akan melakukan hal itu."
Sytry lagi-lagi mengangkat bahu, masa bodoh dengan perkataan Camio yang menusuk hati iblis-iblis rendahan di alam sana. Mungkin karena ia terlalu sibuk memakan kue cokelat yang tinggal sedikit itu.
Mereka berdua terdiam. Camio terus memperhatikan Sytry, sedangkan Sytry sendiri terfokus pada kuenya.
[Dan tak ada yang memperhatikan Camio; ironis sekali.]
Sebelum plastik itu menjadi hampa, Sytry sudah bangkit; sedikit mengejutkan Camio. Belum sempat memprotes perbuatan tak sopan itu, kalimatnya sudah keburu dihentikan oleh ucapan Sytry.
"Kuemu enak."
Suara itu terdengar datar, tapi Camio menyadari kehadiran senyum samar di wajah cantik Sytry. Tanpa sadar, ia juga ikut tersenyum kecil.
Sytry melambaikan tangannya, lalu berlari menjauh dari danau; meninggalkan Camio sendirian di sana. Camio hanya diam saja melihat kepergian Sytry, lalu memandangi danau.
Tak ada ucapan terima kasih dari Sytry; tapi pujian itu sudah cukup untuk membuat hatinya hangat. Bukan perasaan bangga yang menyelimuti hatinya kali ini, namun—ah, bahkan ia tak bisa mendeskripsikannya. Yang jelas, pujian Sytry telah membuatnya sedikit bahagia, entah bagaimana caranya.
"Sama-sama," gumamnya sepelan yang ia bisa; walaupun tak ada seorangpun berada di sana.
Tanpa ia sadari, wajahnya mulai bersemu merah.
.
.
Sytry merebahkan diri di tempat tidurnya, tangannya menggenggam plastik yang berisi kue dari Camio pagi tadi.
Jujur, ia tak dapat menghilangkan ingatan yang tadi itu—bagaimana Camio meladeninya, rela mengambilkan kue (yang kalau ia tak salah dengar, kue itu asli dibuat oleh sang anak kepala sekolah) dan menemaninya makan, walau hanya beberapa menit.
Ah, kini wajah Sytry mau tak mau bersemu juga.
Ia melirik kue itu untuk yang kesekian kalinya; memutuskan apakah ia harus memakan sisanya atau tidak. Ia berguling, lalu bangkit dari posisinya semula. Diraihnya secarik kertas dan pulpen, lalu ia mulai menulis. Tak lupa ia mengambil plastik kue dari Camio tadi; menaruhnya di meja belajarnya. Dan kertas putih itu, diletakkannya di depan sang plastik.
Sytry memandangi meja belajarnya lagi, sebelum akhirnya ia mendengar namanya dipanggil—tanda bahwa ia harus mengonsumsi makan malam saat itu.
Di meja yang ia tinggalkan, terlihat sebuah plastik berisi kue yang diikat oleh seutas pita hijau; dan kertas itu, berfungsi sebagai penanda bukti nyata memori Sytry—
Chocolate cookies,
From Camio.
.
.
Footnote:
UHUK—apa-apaan fic saya ini? Serius, fiction ini gaje sekali… /pundung
Dan kenapa, kenapa fiction di fandom ini begitu sedikit? OAO)/ Padahal Makai Ouji ceritanya bagus dan banyak hint yaoi—
[Ah, fujoshi author akut kembali. Harap tunggu sebentar.]
.
Pokoknya, ayo kita ramaikan fandom yang banyak banget hint-nya ini! /authorsemangat45
Lalu, lalu, saya benar-benar minta maaf. Entah kenapa saya kepikiran cerita beginian—dan pairingnya langka begini. Serius, ada yang ngeship pairing ini selain saya nggak ya? /pundungkembali
Ah, selain itu… Saya juga minta maaf atas ke-OOC-an dua character di atas. Serius, itu Sytry sama Camio sama-sama OOC… /authornangis
Dan soal perangkat itu—serius, itu saya beneran ngasal. Karena saya baru menonton anime-nya, saya belum pernah baca manganya. Serius, belum pernah. Baru pernah ngeliat gambar covernya di zeroch*n doang X"D
Yah—intinya, saya minta maaf atas segala kekurangan yang terdapat dalam fic ini /bows
Oh iya, satu lagi. Minna, mind to review?
.
Regards,
KimekaHikaru98
