ROSE
.
.
.
.
.
Cintaku seperti mawar merah/Memang itu cantik/Tapi duri tajamku akan menyakitimu/Semakin kau dekat, semakin aku akan menyakitimu/Every rose has its thorn/SuLay/
.
.
.
.
.
Pasar Tradisional Goryeo. 1780
Kring kring...
"Permisi, aku mau beli bunga," ucap seorang lelaki manis pada penjual bunga.
Sang penjual bunga yang mendongakkan kepala dari etalase kayu bunga miliknya langsung mengacungkan ibu jarinya dan meminta pada lelaki manis itu untuk menunggu sebentar. Tak lama kemudian, sang penjual bunga datang dan bertanya dengan pertanyaan yang sama setiap ada pembeli yang datang.
"Mau beli bunga apa?"
Lelaki manis itu menjawab. "Apa disini masih ada bunga mawar? Soalnya di toko bunga yang lain kehabisan bunga mawar,"
"Bunga mawar warna apa memangnya yang kau cari?" tanya balik sang penjual bunga.
"Bunga mawar merah,"
Sang penjual bunga itu langsung mengambil satu tangkai bunga mawar merah. "Ini. Kau mau setangkai atau seikat?"
"Setangkai saja cukup, paman," Lelaki manis itu mengeluarkan sebuah koin emas dari sakunya. Cukup untuk membeli setangkai, pikirnya. Setelah itu, ia pamit pergi dari toko bunga itu. Sang penjual bunga sempat meneriakkan sesuatu pada lelaki manis itu. "Semoga kencanmu berhasil, Nak!"
Lelaki manis itu hanya tersenyum getir dan membuka pintu toko lalu kemudian menghilang di keramaian pasar.
.
ROSE
.
"Junmyeon, berapa kali ibu katakan kau harus segera menikah! Umurmu sudah cukup untuk menikah, tapi kenapa kau bersikeras tidak mau menikah, eoh?" ujar seorang wanita paruh baya pada lelaki manis tadi. Mereka duduk berdua di ruang keluarga.
"Ayahmu juga berpesan padamu agar segera menikah. Kau sudah mempunyai pekerjaan tetap juga, bukan?" lanjutnya. Lelaki manis tadi hanya diam tanpa kata.
Wanita paruh baya yang diketahui adalah ibu dari lelaki manis tadi mendesah panjang. Ia sudah lelah akan anak semata wayangnya tak kunjung memiliki seorang pendamping. Sementara si lelaki manis tadi dikenal populer di desanya. Ia pendiam, pekerja keras, dan sopan. Oh, ayolah. Siapa yang tidak memalingkan wajahnya saat berpapasan dengannya? Membicarakan dirinya setiap saat, dan bahkan memberikan sekedar kue beras padanya. Itu hal yang biasa bagi lelaki manis tadi yang bernama Junmyeon.
Kembali bersama Junmyeon dan ibunya. Kali ini mereka saling diam. Tak memberikan sepatah kata walaupun itu protes dari Junmyeon atau ceramah gratis dari ibunya. Tak lama Junmyeon bangkit dari duduknya. Ia mengeluarkan bunga mawar merah yang tadi dibelinya di pasar.
"Ibu, aku tidak bisa jatuh cinta," Kata itulah yang keluar dari bibir tipis Junmyeon.
Ibunya terhenyak. "Apa maksudmu?"
"Jika aku jatuh cinta.." Junmyeon menancapkan duri bunga mawar ke jari telunjuk tangannya. Setetes darah keluar dari sana. "..maka akan berakhir seperti ini.."
"A-apa maksudmu, Junmyeon?"
"Ibu.. Cinta itu membuatku sakit. Memang terdengar indah, tapi sebenarnya menyakitkan," Junmyeon melanjutkan. Ia beranjak pergi dari sana. Sebelum itu, ia menoleh lagi ke arah ibunya.
"Jika Ibu tetap bersikukuh menyuruhku menikah, aku lebih baik mati,"
.
ROSE
.
BLAM!
Junmyeon duduk di balik pintu kamarnya. Memandang lagi bunga mawar yang dipegangnya. Duri tajamnya masih ada bekas darahnya. Sunggingan bibir tipis Junmyeon melengkung ke kanan, seakan tersenyum meremehkan. Ketika ia mendengar kata cinta, entah kenapa sugesti otaknya berkata lain, seolah-olah ia merasakan sakit.
Junmyeon bangkit. Ia melangkahkan kakinya. Kemudian ia menyeret pintu balkonnya. Musim panas hampir berakhir. Daun-daun sudah berubah warna menjadi kuning kecoklatan, bahkan ada yang sudah jatuh ke tanah. Angin semilir membuat rambut panjang miliknya bergerak perlahan. Begitu pula hanbok yang dipakainya. Mungkin para gadis desa yang melihatnya merasa kegiatan yang dilakukan Junmyeon menambah kesan...tampan.
Kemudian, tangannya beralih mencabuti kelopak-kelopak bunga mawar itu. Membiarkannya terbang terbawa angin. Setelah kelopaknya habis, ia memandang ke arah tangkainya.
"Cinta itu...sakit," gumam Junmyeon.
.
SLAP!
Ujung tangkai bunga mawar ia tancapkan di pergelangan tangannya. Ia terus melakukannya berulang kali dan menggumamkan kata yang sama. Darah berceceran di tangannya, membuat Junmyeon belum puas melakukannya. Ia menggoreskan duri mawar itu ke lehernya. Matanya sudah berair menahan sakit.
"Semakin aku cinta... Semakin aku sakit..."
.
BRUK!
Junmyeon ambruk ke lantai kayu balkonnya. Rambut panjangnya menutupi sebagian wajahnya. Tak lama, ibunya membuka kamar Junmyeon dan kaget setelah putranya terbujur kaku di balkonnya. Ia berlari dan memeriksa apa Junmyeon masih hidup. Jawabannya, iya. Lebih tepatnya sekarat.
"Junmyeon! Junmyeon! Apa yang kau lakukan, Nak! Bertahanlah! Ibu akan memanggil tabib," tangis wanita itu.
Darah kental keluar dari mulut Junmyeon. "C-cinta itu..menyakitkan... Aku..tidak bisa..." Belum selesai bicara, nafasnya terhenti.
Ibunya menangis dan meraung memeluk anaknya yang beberapa menit yang lalu itu bunuh diri. Tangkai bunga mawar yang menjadi alat pun bersimbah darah. Mawar yang cantik tadi, kini menjadi mengerikan. Cinta yang indah tadi, kini menjadi menyakitkan.
.
.
.
ROSE - by Ira Putri
.
.
.
Sungkyunkwan Dormitory, South Korea. 2014
BLAM!
"Aku pulang," sapa seorang pemuda cantik berlesung pipit saat memasuki kamar asramanya.
Seorang pemuda lain yang tak kalah cantiknya melongok dari dapur seraya berkata "Ah, Xingie! Bagaimana pelaksanaan ospeknya?"
"Lumayan, Ge. Aku jadi bisa mengerjai junior-junior. Sudah lama aku merindukan kejahilanku," Pemuda yang dipanggil 'Xingie' tadi melempar tas dan jas almamater kampusnya ke sembarang tempat. Kemudian menghempaskan tubuh kurusnya ke kasur. "Ah~ Capeknya~"
Pemuda lain tadi keluar dari dapur dan membawa popcorn beserta saus karamelnya. Kaos yang digunakan bertuliskan 'Luhan'. Ia menjumputi satu popcorn dan duduk di kasurnya lalu menyalakan TV. "Kau tahu, Yixing?"
"Apa?" tanya Yixing balik.
"Setelah lulus kuliah, Kris akan menikahi panda itu,"
"Bohong,"
"Untuk apa aku bohong, Xing?"
Yixing bangun dari tempat tidurnya, menghampiri Luhan dan mengambil popcorn. "Tahu darimana?"
"Dia bilang sendiri," jawab Luhan sambil menaikkan bahu. "Ya aku juga kaget, sih. Tapi itu kan rencana orang. Siapa tahu bisa berubah,"
"Ha! Kris tidak akan semudah itu untuk mengubah keputusannya," ucap Yixing meremehkan. Ia mengambil lagi popcornnya dan mencelupkannya ke saus karamel.
"Hehe, mungkin iya. Tapi... Kenapa ia cepat sekali mengambil keputusan seperti itu?" Luhan mengganti channel TV yang tadinya acara masak-memasak menjadi pertandingan sepak bola.
"Kau tanya aku? Aku tanya siapa? Pengiring pengantin wanita?" Yixing terkekeh.
"Xing, dua-duanya pria,"
Kemudian mereka tertawa terbahak-bahak bersama. Lalu menjadikan pembicaraan tadi sebuah lelucon. Mereka juga mengabaikan acara TV sepak bola yang salah satu timnya berhasil mencetak gol. Mereka tertawa cukup lama seakan-akan mereka mabuk.
"Kau mabuk, Xing. Hahahaha..." Luhan memegangi perutnya.
"Kau yang mabuk, Ge," Yixing masih tertawa tapi ia bangkit dari kasur Luhan. Kaki menuntun Yixing menuju dapur.
Yixing membuka kulkasnya. Kosong. Yang ada hanya beberapa selai roti dan sisa kue ulang tahun Taeyeon dua hari lalu. Yixing melirik Luhan yang asyik menonton TV nya. Pasti belum belanja, pikirnya. Ia menutup kulkas dan mengambil dompetnya di tas. Ia memeriksa isinya. Beberapa lembar uang bernilai besar masih ada di sana. Baiklah, mungkin dia yang harus belanja. Ia pun mengambil jaketnya.
"Lu-ge! Aku belanja dulu, ya!" pamit Yixing.
Luhan hanya mengacungkan ibu jarinya. Hm, ia memang berencana mengerjaiku, batin Yixing. Ia mengambil sepatunya dan keluar kamar asrama.
.
ROSE
.
Kring kring...
Bel sebuah minimarket serba ada berbunyi pertanda ada pelanggan masuk. Dan pelanggan itu adalah Yixing. Yixing memang pelanggan tetap minimarket ini. Bahkan ia sudah kenal dengan keluarga pemilik minimarket. Yixing mengambil trolly kecil kemudian menyapa putri pemilik minimarket ini.
"Hey, Hayi!" sapa Yixing.
Gadis yang dipanggil Hayi itu menoleh ke arah Yixing, menghentikan sejenak aktivitasnya menata barang jualan. "Hai, Yixing-ge!"
"Mana bibi Lee? Kok tidak kelihatan?"
Hayi mengangkat kardusnya. "Eomma? Ah, sedang menghadiri pemberkatan pernikahan anaknya paman Jung. Mungkin sebentar lagi pulang. Ada apa?"
"Ah, tidak apa-apa. Tumben saja tidak kelihatan," ucap Yixing sambil mengambil sebungkus telur. Ia mengeluarkan kertas daftar belanja dan mencontreng apa yang ia dapatkan. Sabun mandi, parfum untuk dirinya dan Luhan, ramyun instan, sikat gigi Luhan, obat kumur, dan bahan makanan yang tahan lama. Tak lupa permen karet kesukaannya.
Setelah melengkapi semua daftar, Yixing pun mencari spaggheti. Rencananya ia bakal membuatkan Luhan spaggheti setelah hampir sebulan permintaan Luhan akan dibuatkan spaggheti tak dipenuhi olehnya. Ia pun berputar-putar mencarinya, akhirnya ia menemukannya. Saat ia akan mengambil spaggheti itu, tapi ada tangan lain yang juga ingin mengambil spaggheti itu.
Yixing menatap pemilik tangan itu. Seorang pemuda berwajah teduh seperti malaikat. Pemuda itu juga menatap Yixing. Tangan Yixing yang berada di atas tangan pemuda itu, ia tarik kembali.
"M-maaf. Apa kau akan mengambilnya?"
Pemuda itu menatap sebungkus spaggheti yang tinggal satu itu. "Sepertinya tinggal satu. Kau saja yang ambil. Aku juga tidak begitu perlu spaggheti," jawabnya.
Pemuda itu pergi melewati Yixing. Tampan, sopan, dan sepertinya baik. Yixing dapat mencium aroma parfum sweet rose dari pemuda itu. Memabukkan, batin Yixing. Bertepatan dengan suara lagu dari MP3 speaker yang memutar lagu Rose milik YG Ladies. Yixing masih merasakan sengatan luar biasa di tangannya saat bersentuhan dengan tangan pemuda tadi. Sudah pasti Yixing merasakan ada rona merah di pipinya. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya, berusaha mengalihkan pemikirannya tentang pemuda tadi. Ia mengambil spaggheti itu dan mulai menjalankan trolly.
Setelah agak lama berbelanja, Yixing pun mengarahkan trolly ke kasir. Tampak pemuda tadi sedang menunggu barang-barang belanjaannya dihitung oleh Hayi. Ia tetap tampan. Tampan sekali. Yixing bahkan tak berkedip melihatnya. Bahkan ketika pemuda itu selesai membayar dan pergi dari minimarket, Yixing tetap memandangnya.
"Yixing-ge?"
Suara Hayi membuyarkan aktivitas Yixing. Sedikit menggerutu? Ya. Yixing hanya mengeluarkan seluruh belanjaannya sambil mengerucutkan bibirnya. Saat Hayi menghitung belanjaannya, Yixing iseng menanyakan pemuda itu. "Hayi, apa kau kenal orang tadi?"
Hayi menghentikan penghitungannya sejenak. Ia melirik pemuda tadi yang sudah berbelok ke kanan pertigaan. "Aku tak begitu memperhatikan. Tapi sepertinya tempat tinggalnya dekat dari sini. Kenapa?"
"Benarkah?"
"Kenapa? Kau menyukainya, Ge? Hehehe," Hayi terkekeh geli seraya memasukkan barang-barang yang sudah dihitung harganya ke dalam kantong plastik.
Rona merah di pipi Yixing muncul lagi. "A-aku hanya tanya, kok!"
"Kau tahu, Ge? Terkadang cinta itu hanyalah sebuah obsesi,"
"Jangan sok tahu! Dasar pecinta drama!"
"Sudahlah, semuanya lima puluh ribu won," Hayi menyudahi debatnya dengan Yixing. Yixing mengeluarkan uang dari dompet unicornnya. Ia menyerahkan uangnya pada Hayi, dan mengambil belanjaannya.
"Aku akan memberitahumu jika aku kenal siapa pemuda tadi," bisik Hayi.
Yixing hanya tersenyum memperlihatkan deret giginya yang rapi. Lalu ia keluar dari minimarket dengan rona merah masih bertengger di pipinya. Wajah pemuda berwajah malaikat tadi berkumpul di otak Yixing. Apakah Yixing sedang kasmaran? Mungkin iya. Ia selalu berharap dapat bertemu dengan pemuda tadi.
"Hahaha, untung saja aku yang belanja. Kalau Luhan-ge yang belanja, bisa-bisa aku pisah kamar. Kan sayang, majalah EXO kesukaanku bakal di stop langganannya. Yeah! Fortunate to mee~"
.
.
.
ROSE - by Ira Putri
.
.
.
Di tempat lain, sebuah ruangan remang-remang tak terawat. Sarang laba-laba bertengger di sudut ruangan, debu kotor menutupi sebuah foto di pigora kecil di meja yang juga kotor. Tampak seorang pemuda berwajah angelic sedang memandangi sebuah bunga mawar merah yang ada di sebuah vas kaca. Mawar merah? Benar. Dan saat itu juga satu kelopak bunga mawar itu jatuh perlahan. Pemuda itu menatapnya dengan sendu. Kurang beberapa kelopak lagi sebelum waktunya habis. Di tangannya, terdapat sebuah pisau lipat. Berlumuran darah. Kumpulan manusia tak bernyawa tepat di belakang pemuda itu.
"Jika kau mencintainya... Kau harus membunuhnya..." desis pemuda itu.
Ia melipat kembali pisaunya, dan memasukkannya ke dalam saku celana. Kemudian langkah kaki menuntunnya keluar ruangan itu. Ditatapnya pintu balkon apartemennya. Ia membukanya, dan berjalan mendekati pagar. Dihirupnya udara malam itu. Matanya menangkap sosok pemuda cantik yang tadi ia temui di minimarket. Pemuda cantik itu berjalan kembali ke rumahnya sambil menenteng belanjaannya.
.
.
"A-aku akan...mengutuk reinkarnasiku... Uhuk.. D-dia akan...membunuh orang yang ia cintai..."
.
.
Seutas senyum mengerikan tergambar di wajah pemuda berwajah angelic ini.
"Yixing, ya...? Welcome new victim,"
.
.
.
.
.
To Be Continued
.
Hola! Ira kambek! Maaf ya disini aku nistain papi Suho. Biarin, aku udah kualat ama mami Yixing, kok. Oke, kenapa Ira pilih judul FFnya Rose, soalnya lagi dengerin lagunya Lee Hi nih. Kalo ditranslate ke bahasa indonesia arti liriknya bagus banget cocok buat readers yang masih betah jomblo. Hahahaha. Oh ya, buat rekhakashi17, berlindia, DevilFujoshi, , Thewi Choi, yoo araa, Kang Hyun Yoo, Brigitta Bukan Brigittiw BIG THANKS FOR YOU MAKASIH BUAT REVIEW FF KU SEBELUMNYA ~
