Disclaimer: Kuroko no Basuke adalah milik Fujimaki Tadatoshi, sementara Katekyo Hitman Reborn adalah milik Amano Akira. Penulis tidak mengambil keuntungan material dari pembuatan fanfik ini
Warning: AU, OOC, OC, reincarnation, violence, etc
Rating: T
Genre: Adventure
BLOOMING MISTY
By
Sky
Kuroko Tetsuya tahu kalau hidupnya tidak pernah menjalani ataupun mengenal apa itu kata normal. Selama hidupnya, ia selalu terpusat akan permainan bola basket yang pernah ia tonton sewaktu masih kecil dan dari sana ia memiliki ketertarikan yang berlebih akan permainan bola basket. Berawal dari ketertarikan itulah, Tetsuya bisa berteman dengan seorang anak laki-laki yang juga merupakan teman sekelasnya sewaktu masih SD dan juga tetangganya waktu itu, Ogiwara Shigehiro adalah nama teman yang Tetsuya maksud. Sama halnya seperti Tetsuya, Ogiwara juga sangat menyukai permainan bola basket, bahkan hampir setiap hari kedua sahabat itu selalu menghabiskan waktu mereka di lapangan basket dekat rumah mereka untuk bermain one-on-one meski Ogiwara tahu Tetsuya selalu payah dalam bermain bola basket, ditambah lagi dengan stamina pemuda itu tidaklah terlalu besar sehingga tubuh Tetsuya selalu terkesan rapuh. Mereka tidak peduli akan hal itu, mereka terus bermain karena permainan bola basket itu sangat menyenangkan serta menjadi alasan keduanya bisa menjadi dekat seperti waktu itu.
Dari basket itulah persaudaraan tanpa darah pun terjalin antara Tetsuya dan juga Ogiwara, bahkan ketika Ogiwara harus pindah dari Tokyo dan ingin melanjutkan pendidikannya di Meiko, keduanya pun mengikat sebuah janji kalau mereka akan bertemu lagi di pertandingan bola basket tingkat nasional ketika mereka SMP. Janji yang bergulir di antara Ogiwara dengan Tetsuya itu mengantarkan Tetsuya untuk masuk SMP Teiko dan dengan usaha keras ia pun pada akhirnya menjadi bagian dari Kiseki no Sedai meski statusnya tidak lebih dari sebagai pemain bayangan.
Melalui bola basket itu juga, Tetsuya pernah merasakan apa itu kesenangan, kesedihan, kemarahan, dan juga kebencian. Ia memiliki teman yang sangat baik dan juga akrab di Kiseki no Sedai, namun karena permainan bola basket itulah Tetsuya pernah membenci teman-temannya tersebut dan juga tidak ingin bermain lagi. Semua itu hanyalah masa lalu yang tak pernah bisa kembali meski Tetsuya sangat menginginkannya, hanya bisa dikenang namun jangan sampai menjadi bayang-bayang penghambat pertumbuhan masa depan. Melalui bola basket pula, Tetsuya juga memiliki teman baik di Seirin dan juga menjadi bayangan dari Kagami Taiga setelah Aomine Daiki mencampakkannya, dan karena bola basket itu juga pada akhirnya Tetsuya bisa kembali bersama teman-temannya yang dulu.
Kehidupan Kuroko Tetsuya selalu berpusat pada permainan bola basket, dan hal itu bisa dikatakan tidak normal. Dalam lubuk hatinya yang terdalam, Tetsuya ingin sekali mencapai kata "normal" yang banyak orang-orang keluhkan dalam hidup mereka. Kehidupan normal itu memang membosankan, namun kehidupan normal itu akan jauh dari apa yang namanya drama, dan karena itulah Tetsuya sangat menginginkannya. Sayangnya doa Tetsuya tersebut tidak akan pernah terkabul, atau lebih tepatnya –apa yang pernah Kagami dan juga Kise katakan padanya– dewi keberuntungan tidak pernah mau berdekatan dengannya. Meski kehidupan pertama seorang Kuroko Tetsuya berakhir di usianya yang baru menginjak angka 20 tahun, Tetsuya tidak mendapatkan apa yang dinamakan akhir yang bahagia. Bila dalam teori orang-orang mengenai kenormalan, mereka yang sudah meninggal akan terus tidur abadi di mana jiwa mereka akan selalu berada di sisi Tuhan, dan mereka yang sudah mengalami kematian tentu tidak akan mengalami apa itu kehidupan yang kedua.
Sepertinya Tetsuya bukanlah orang yang normal seperti apa yang sangat ia harapkan. Setelah ia meninggal, Tetsuya tidak mendapatkan tidur yang tenang dan juga abadi seperti apa yang pernah ia baca sewaktu masih hidup, melainkan ia mendapatkan apa yang namanya kehidupan kedua.
Reinkarnasi, begitulah istilah yang orang-orang gunakan untuk menyebut mereka yang terlahir kembali. Jiwanya yang seharusnya beristirahat dengan tenang setelah tubuhnya meninggal malah menemukan tempat lain dalam tubuh seorang manusia yang baru dilahirkan ke dunia, dan Tetsuya tidak tahu apakah ia harus tertawa ataupun menangis kala ia mengetahui dirinya terlahir kembali ke dunia, dalam tubuh barunya yang tentu tidak ia sadari untuk pertama kalinya. Meski Tetsuya terlahir dalam tubuh serta kehidupan yang baru, sepertinya dewi keberuntungan masih sama tidak menyukainya. Tetsuya tidak masalah ia tidak bisa mendapatkan tidur abadi seperti apa yang ia kira setelah meninggal, ia juga tidak keberatan karena dirinya dilahirkan kembali karena pada saat yang sama Tetsuya juga penasaran bagaimana mengalami apa yang namanya reinkarnasi, namun yang tidak bisa Tetsuya tolerir adalah bagaimana bisa ia terlahir sebagai seorang PEREMPUAN ketika dirinya tahu benar kalau selama ini Tetsuya hanya tahu –karena kehidupan pertamanya– dirinya selalu menjadi seorang LAKI-LAKI?
Apa mungkin ini hukuman karena Tetsuya adalah seorang aseksual selama 17 tahun sebelum pada akhirnya mengetahui orientas seksualnya yang sebenarnya? Atau mungkin ini dikarenakan Tetsuya terlalu serakah akan apa yang namanya vanilla milkshake? Sebanyak apapun Tetsuya bertanya-tanya pada dirinya mengapa ia bisa terlahir sebagai seorang perempuan padahal jiwanya adalah seorang laki-laki, ia tidak akan bisa menemukan jawabannya.
Pada awalnya Tetsuya tidak keberatan dirinya dilahirkan sebagai seorang perempuan ketika ia belum mendapatkan ingatannya sebagai Kuroko Tetsuya, namun setelah ia mendapatkannya pada usianya yang kedelapan tahun, Tetsuya mulai sulit untuk menerima semua ini. Tetsuya mengira semua kehidupannya sebagai Kuroko Tetsuya tidak lebih dari sebuah mimpi, ia tidak bisa menerimanya karena semua itu terasa begitu janggal dan tidak menyenangkan, tetapi perlahan-lahan Tetsuya menerima semua ingatan tersebut dan pada akhirnya ia pun sadar dirinya ini bukanlah seorang gadis kecil melainkan seorang pemuda berusia 20 tahun yang menyukai permainan bola basket serta memiliki teknik andalan bernama misdirection. Bahkan karena itu pula Tetsuya tidak bisa lagi menyebut dirinya sebagai perempuan maupun menggunakan nama perempuannya yang mana ia miliki di dunia ini dalam kehidupan keduanya, ia lebih sering menyebut dirinya sebagai seorang laki-laki dan juga menyebutnya sebagai Kuroko Tetsuya ketimbang Hiwatari Nagi. Dalam kertas serta kenyataan yang ada Tetsuya mungkin terlahir sebagai seorang perempuan, namun Tetsuya tidak akan pernah menerima keadaan tersebut karena ia TAHU dirinya adalah seorang laki-laki.
Tetsuya mungkin terlahir sebagai Hiwatari Nagi, namun ia tetaplah seorang Kuroko Tetsuya, tidak peduli bagaimana wujudnya dan bagaimana rupanya. Semua itu juga didukung akan hawa keberadaannya yang sama tipisnya dengan Tetsuya di kehidupan pertama, banyak orang yang tidak menyadari kehadiran Tetsuya di tempat ini bila tidak Tetsuya beritahukan kepada mereka, begitu mirip tanpa ada keraguan di sini.
"Guk...guk.. guk," sebuah gonggongan anjing kecil yang berlari-lari di bawah kakinya pun membuat Tetsuya membuyarkan semua lamunannya. Pemuda yang kini berubah menjadi seorang gadis kecil itu pun meletakkan novel yang seharusnya ia baca –namun sayangnya tidak satupun kalimat yang tertulis di sana mampu Tetsuya cerna dalam otaknya karena ia terlihat begitu asyik melamun– di atas pangkuannya, dan kemudian melihat ke bawah di mana seekor anak anjing kecil berambut putih serta hitam mengeluskan kepalanya pada kaki kiri Tetsuya.
"Nigou," gumam Tetsuya dengan suara lembut, ia tersenyum kecil seraya menjulurkan tangan kanannya ke bawah di mana anak anjing bertipe Alaskan tersebut berada, mencoba mencari perhatian Tetsuya serta ingin mengajak anak itu untuk bermain dengannya ketimbang duduk di bangku taman rumahnya sambil membaca sebuah novel.
Tetsuya pun ingin mengelus kepala anak anjing yang ada di hadapannya, namun sebuah hal yang benar-benar tidak bisa dibayangkan oleh nalar manusia pun terjadi di hadapannya. Tangan Tetsuya yang akan mengelus kepala anak anjing tersebut tembus begitu saja pada kepala Nigou, bahkan anak anjing tersebut terlihat tidak terpengaruh begitu tangan sang Mantan bayangan Aomine dan Kagami tersebut menembusnya begitu saja. Bila ada orang yang melihat kejadian tersebut dengan mata kepala mereka sendiri, mereka pasti merasa ketakutan sebelum pingsan di tempat, atau mungkin mereka akan berteriak "hantu" dengan suara lantang sebelum kabur dari sana. Hal ini sama sekali tidak berlaku bagi Tetsuya karena apa yang ia lihat adalah hal yang sudah biasa terjadi.
Nigou bukanlah seorang anjing hantu maupun bisa melukai manusia tanpa seizin dari Tetsuya. Nigou adalah sebuah ilusi nyata yang Tetsuya ciptakan ketika ia berusia sembilan tahun setelah Tetsuya mengetahui dirinya memiliki sebuah keistimewaan, dan keistimewaan itu berupa kekuatan yang bisa menciptakan sebuah ilusi. Karena kekuatan itulah Tetsuya sering mengatakan kalau hidupnya tidak pernah jauh dari kata keabnormalan. Anak perempuan berambut biru gelap tersebut memejamkan kedua matanya seraya berkonsentrasi penuh dengan mengatakan kalau dirinya ingin Nigou menjadi nyata di dalam hatinya. Keinginan yang begitu kuat untuk menjadikan Nigou sebagai sesuatu yang nyata pun membuat Tetsuya merasakan sebuah kehangatan yang berasal dari dalam tubuhnya terpancar keluar, dan ketika anak itu membuka kedua matanya yang tadi sempat terpejam, ia bisa melihat bagaimana kedua tangannya kini diselimuti oleh api –yang rasanya sama sekali tidak terasa panas meski benda itu adalah api membara– yang berwarna indigo. Tidak hanya kedua tangan Tetsuya saja, tubuh Nigou pun kini juga diselimuti oleh api dengan warna sama seperti apa yang Tetsuya miliki pada kedua tangannya.
Tetsuya tidak pernah tahu mengapa ia bisa memanggil api berwarna indigo tersebut, pun dengan kemampuannya untuk menciptakan sesuatu dari ketiadaan serta menghilangkan sesuatu yang nyata –bisa disebut sebagai ilusi nyata– dari kehidupan. Tetsuya tidak tahu kemampuan apa itu serta bagaimana bisa ia memiliki kemampuan unik itu, namun yang jelas Tetsuya tidak terlalu peduli karena kemampuan itulah yang sudah membuat kehidupan kedua Tetsuya menjadi jauh lebih baik. Anak itu mungkin merahasiakan kemampuannya dari kedua orangtuanya, pelayan yang bekerja di rumahnya, maupun guru-guru privat yang kedua orangtuanya panggil untuk mengajarnya, namun bukan berarti Tetsuya tidak memanfaatkan kemampuan tersebut untuk kepentingannya sendiri. Tetsuya tahu kalau kemampuan menciptakan api berwarna indigo itu adalah kemampuan yang tidak nyata di dunia ini –atau begitulah yang menjadi hipotesis Tetsuya– maupun tempat asal Tetsuya, andaikata ada orang yang tahu Tetsuya mampu menciptakan api serta ilusi dari keinginannya yang kuat, mungkin sekarang ini Tetsuya sudah berakhir di sebuah rumah sakit di mana ia berada di bawah pengawasan ilmuwan gila yang ingin meneliti keunikan tersebut. Bahkan, tak jarang imajinasinya yang liar itu membuatnya untuk membayangkan bagaimana ilmuwan gila tersebut membedah tubuhnya demi kepentingan ilmu pengetahuan. Membayangkan itu saja membuat Tetsuya merinding hebat, ia tidak ingin memberitahu mereka akan kemampuan uniknya, ia lebih memilih untuk hidup dengan keselamatan yang ada meski itu artinya Tetsuya harus merahasiakan kemampuan uniknya.
Anak perempuan itu kini mampu menyentuh puncak kepala Nigou, mengelusnya dengan penuh kasih sayang sementara anak anjing ilusi tersebut terlihat begitu menikmati perlakuan yang penuh kasih sayang dari majikannya. Karena api indigo itu Tetsuya mampu menciptakan Nigou –yang wujudnya begitu mirip dengan anjing kecilnya yang dulu pernah meninggal akibat kecelakaan beberapa tahun yang lalu sebelum Tetsuya meninggal– dan membuatnya nyata di mata banyak orang, sehingga orang-orang yang melihat Nigou akan menganggap kalau Nigou itu hidup serta menjadi peliharaan Tetsuya. Kehadiran Nigou membuat kehidupan kedua Tetsuya tidak lagi terasa sepi, ia memiliki seorang teman meski tidak lebih dari sebuah ilusi yang ia ciptakan. Setidaknya kekuatan yang Tetsuya miliki benar-benar membantu hidupnya.
"Apa yang kau temukan hari ini Nigou?" Tanya Tetsuya dengan lembut kepada hewan peliharaannya, anak itu pun mau tidak mau tersenyum kecil ketika warna mata biru pada iris bundar Nigou menatapnya dengan lekat, tak jarang Nigou juga mengibaskan ekornya untuk menambah keimutan yang ia miliki. Untuk kesekian kalinya setelah Tetsuya menciptakan Nigou beberapa tahun yang lalu, ia merasa jatuh cinta pada hewan peliharaannya tersebut.
Gonggongan kecil dari Nigou tersebut menjadi jawaban dari pertanyaan Tetsuya, dan seperti tahu akan apa yang ingin Nigou katakan melalui gonggongan tersebut, anak itu pun tertawa kecil sebelum ia melingkarkan kedua tangannya pada tubuh mungil Nigou dan kemudian mengangkatnya dari bawah sana, meletakkan Nigou di atas pangkuannya setelah Tetsuya meletakkan novelnya di sampingnya. Nigou terlihat begitu menikmati semua perlakuan lembut dari majikannya tersebut. Tubuh Nigou serta kehangatan yang mengalir dari sana pun masih tetap bertahan meski api indigo yang menyelimuti tubuh Nigou serta kedua tangan Tetsuya menghilang, ilusi nyata yang Tetsuya ciptakan masih bertahan meski sudah bertahun-tahun lamanya sejak kali pertama Tetsuya memunculkan Nigou di dunia ini. Yang perlu Tetsuya lakukan adalah memberi makan Nigou menggunakan api indigonya seperti apa yang ia lakukan tadi ketika tubuh Nigou akan mau memudar.
"Ah... mereka sudah tiba di rumah?" Tanya Tetsuya dengan kedua mata birunya yang masih terlihat tenang tersebut. Gonggongan kecil Nigou pun menjawab pertanyaan kedua Tetsuya. "Ini baru dua minggu, Nigou, tidak biasanya mereka kembali dari perjalanan bisnis dalam waktu sesingkat ini. Apalagi mereka mengatakan kalau perjalanan bisnis yang mereka lakukan kali ini akan berlangsung selama tiga bulan lamanya, aku sedikit penasaran akan apa yang terjadi."
Kibasan ekor dari Nigou menjadi jawaban dari pertanyaan Tetsuya, menandakan kalau Nigou tidak tahu harus menjawab apa akan perkataan sang Majikan. Meski demikian, Tetsuya memberikan senyum kecil kepada Nigou sebelum ia mengelus punggung dan kepala hewan peliharaannya tersebut.
Mereka yang Tetsuya maksud tersebut adalah orangtua barunya di dunia ini, atau lebih tepatnya Ibu kandung serta Ayah tiri dari Hiwatari Nagi. Mereka adalah sepasang orangtua yang menyayangi Tetsuya –Nagi– meski Tetsuya tahu dirinya tidak bisa menyayangi keduanya seperti orangtua asli Tetsuya sendiri. Meski keduanya selalu berusaha memberikan perhatian kepada Tetsuya, hal tersebut berjalan sia-sia bila tidak diimbangi oleh usaha yang nyata. Tetsuya mungkin terlahir dalam keluarga yang kaya dan memiliki dua orangtua yang lengkap –tidak seperti Tetsuya dalam kehidupan pertamanya– seperti sekarang, namun semua itu melibatkan sebuah bayaran yang harganya sangat setara, kedua orangtua Tetsuya di tempat ini adalah dua orang yang super sibuk sehingga mereka jarang menghabiskan waktu dengan Tetsuya. Ayah tiri Tetsuya adalah seorang pengusaha besar yang membuatnya selalu bepergian ke luar negeri dan sebagainya, sementara Ibu kandung Tetsuya di tempat ini adalah seorang artis papan atas yang pekerjaannya selalu memaksa wanita itu untuk meninggalkan rumah, bahkan tak jarang Ibu Tetsuya memilih untuk menemani Ayah tiri Tetsuya dalam perjalanannya ke luar negeri ketimbang menemani Tetsuya di rumah. Oleh karena itu, masa kecil Tetsuya selalu dihabiskan di dalam rumah besar yang ia huni sekarang ini, ditemani oleh para pelayan dan juga guru privat yang kedua orangtuanya panggil untuk membimbingnya.
Jujur, Tetsuya merasa begitu kesepian karena ia tidak mendapatkan curahan kasih sayang dari orangtua seperti yang pernah ia terima dalam kehidupan pertamanya. Meski orangtua pertama Tetsuya meninggal ketika anak itu berusia 14 tahun akibat sebuah kecelakaan, mereka selalu ada untuk Tetsuya, bahkan bila mereka tidak ada di samping Tetsuya karena pekerjaan mereka, Tetsuya masih memiliki seorang nenek yang selalu berada bersamanya dan menghalau semua kesepian yang ia rasakan. Di saat-saat seperti ini, Tetsuya merindukan sosok neneknya. Setidaknya Nenek Tetsuya yang berusia renta tersebut tidak akan merasakan kesepian akibat Tetsuya tinggal untuk selamanya, wanita yang sudah merawat Tetsuya tersebut meninggal dua bulan sebelum Tetsuya menyusulnya.
"Mungkin aku harus menemui mereka, aku ingin tahu apa yang terjadi," kata Tetsuya lagi setelah menghela napas pelan.
Seperti tahu akan apa yang Tetsuya inginkan, Nigou pun segera melompat dari pangkuan anak itu untuk mendarat dengan lincah di atas tanah yang beralaskan rerumputan tersebut. Gonggongan kecilnya itu terdengar begitu imut, membuat Tetsuya mau tidak mau mengulaskan senyum kecil pada wajahnya yang jarang menampakkan emosi tersebut. Tetsuya pun segera beranjak dari tempat duduknya di bangku panjang taman rumahnya, dan setelah ia memungut buku novel yang ia letakkan tadi di sampingnya ia pun segera berjalan menghampiri bangunan besar yang ada di hadapannya, Nigou pun mengikuti Tetsuya dengan langkah santai namun begitu kentara menyuarakan kegembiraan yang anjing kecil ilusi itu rasakan.
Sepanjang perjalanan Tetsuya untuk menuju ke kediaman utama, ia bertemu dengan beberapa pelayan yang tengah sibuk dengan pekerjaan mereka. Tidak sedikit dari mereka yang tidak sadar akan keberadaan Tetsuya, sehingga pemandangan bagaimana mereka menghiraukan Tetsuya ketika anak itu –yang notabene adalah Tuan Muda rumah itu– berjalan di samping mereka adalah hal yang sudah biasa. Tetsuya yang tahu akan hal itu pun juga tidak merasa sedih karena sudah dihiraukan, di kehidupan pertamanya ia juga mengalami hal yang sama, sehingga apa yang ia temukan mengenai hawa keberadaan Tetsuya yang kelewat tipis tersebut benar-benar membuatnya sedikit terkesan. Meski dimikian, Tetsuya pun harus berhati-hati dalam mengambil langkahnya agar ia tidak tertabrak. Bila mereka tidak tahu di mana Tetsuya berada meski sebenarnya Tetsuya berada di dekat mereka, maka demi keselamatannya Tetsuya harus menghindari tabrakan yang akan terjadi padanya.
Setelah anak itu menghindari tiga kali nyaris tertabrak oleh pelayannya sendiri, akhirnya Tetsuya pun mampu melihat kedua orangtuanya yang tengah sibuk dengan ponselnya sendiri di ruang tengah –ruang keluarga– di mana Ayah tiri Tetsuya tengah menelepon seseorang sementara Ibu kandung Tetsuya tengah mengetik sesuatu di ponsel pintarnya. Mereka berdua tidak menyadari kalau seorang anak yang berusia 13 tahun tersebut sudah berada di dalam ruangan tersebut. Bahkan, Tetsuya yakin mereka tidak akan menyadari keberadaannya meski anak itu duduk di samping mereka kalau tidak Tetsuya mengatakan dirinya ada di sana. Sebelum ia menghadap kedua orangtuanya, Tetsuya pun menyempatkan untuk melihat penampilannya yang terpantul dari jendela kaca besar yang ada di sana.
Sama seperti sebelumnya, Tetsuya itu terlihat begitu kecil dan juga pendek dari anak-anak seusianya. Tubuhnya terlihat begitu ringkih, kulitnya pun begitu putih bersih tanpa ada noda barang sedikit pun. Kalau sebagai Kuroko Tetsuya ia begitu benci pada tinggi tubuhnya yang pendek dan penampilannya yang begitu feminim meski Tetsuya adalah seorang pemain basket, setidaknya di kehidupan kedua ini ia terlahir sebagai seorang perempuan sehingga memiliki tinggi tubuh seperti sekarang ini tidak terlalu memalukan –meski Tetsuya merasa harga dirinya benar-benar hancur karena itu– seperti dulu. Sama seperti Kuroko Tetsuya, sekarang ini Tetsuya memiliki rambut berwarna biru serta sepasang mata besar berwarna senada, namun sedikit lebih gelap –hingga terlihat seperti violet– ketimbang Kuroko Tetsuya yang warna dominannya adalah biru langit. Tetsuya memotong rambutnya pendek seperti anak laki-laki kebanyakan dan membiarkan beberapa helai rambutnya –poni– membingkai wajahnya, membuatnya terkesan begitu manis. Meski Tetsuya terlahir sebagai seorang perempuan yang seharusnya memiliki rambut panjang, Tetsuya ini masih memiliki harga diri serta menganggap dirinya sebagai seorang laki-laki ketimbang seorang perempuan, oleh karena itu ia memilih potongan rambut pendek seperti ini ketimbang rambut panjang, terlebih sebagai pemain basket di kehidupan pertamanya Tetsuya lebih menyukai potongan rambut pendek karena lebih praktis.
Merasa tidak ada yang salah dengan penampilannya maupun pakaiannya –kemeja putih lengan panjang dan celana pendek selutut berwarna cokelat– Tetsuya pun berjalan menghampiri kedua orangtuanya yang tengah sibuk dengan kegiatan mereka tersebut. Langkah kaki Tetsuya sama sekali tidak terdengar dalam ruangan yang besar tersebut, dan seperti dugaan anak itu sebelumnya, kehadirannya juga tidak dideteksi oleh kedua orangtuanya. Tetsuya mencoba untuk tidak menghela napas panjang karena itu, bahkan ia juga mencoba menghiraukan bagaimana hatinya sedikit mencelos karena Ibu kandungnya sama sekali tidak tahu Tetsuya ada di sana. Meski demikian, Tetsuya tidak menyalahkan keduanya bila mereka tidak menyadari kehadiran Tetsuya, sebab hawa keberadaan Tetsuya itu benar-benar tipis. Bagaimana ia bisa mewarisi hawa keberadaannya dari kehidupan pertamanya di tempat ini masih menjadi tanda tanya besar bagi Tetsuya, mungkin sosok Hiwatari Nagi yang terlahir sebagai perempuan ini memang begitu cocok dengan sosok Kuroko Tetsuya yang terlahir sebagai laki-laki di kehidupan pertama.
Setelah berdiri di hadapan Ibunya selama tiga menit tanpa keduanya ketahui, Tetsuya pun akhirnya merasa lelah sendiri akibat berdiri terus, dan kini saatnya bagi Tetsuya untuk memberitahu mereka kalau ia ada di tempat ini.
Anak itu pun berdehem sesaat. Suaranya yang kecil itu sama sekali tidak menarik perhatian keduanya, bahkan tak jarang mereka masih melanjutkan kegiatan masing-masing seperti Tetsuya tidak ada di sana –hawa keberadaannya terlampau tipis, mungkin jauh lebih tipis ketimbang sebelumnya– dalam beberapa menit terakhir. Melihat dehemannya tidak membuat Ayah dan Ibu Tetsuya sadar akan keberadaannya, ia pun melakukan strategi lainnya. Anak itu menoleh ke arah Nigou –yang mana anjing itu balik menatapnya– dan memberikan sebuah tatapan dengan penuh makna di dalamnya. Anak anjing itu adalah ilusi ciptaan Tetsuya, oleh karenanya sangatlah mudah bagi Nigou untuk mencerna apa yang Tetsuya katakan atau perintahkan kepadanya lewat satu tatapan.
Dengan ekor yang masih mengibas begitu riang gembira, si Anak anjing ciptaan Tetsuya itu pun pada akhirnya memberikan gonggongan dengan cukup keras. Suara Nigou pada akhirnya sukses untuk membuat Ayah dan Ibu Tetsuya menghentikan kegiatan mereka untuk menoleh ke arah Nigou, di mana anak anjing tersebut duduk di kedua kaki belakangnya dengan lidah terjulur serta ekor yang mengibas ke mana-mana. Ekspresi penuh keimutan dari Nigou itu pun sukses membuat hati Tetsuya luluh sehingga ia lagi-lagi jatuh cinta pada Nigou untuk kesekian kalinya, Tetsuya tidak pernah menyesal menggunakan kekuatan api indigonya untuk menciptakan Nigou ketika ia masih kecil dulu.
"Ayah... Ibu, selamat datang," sapa Tetsuya dengan lembut. Ekspresi wajahnya yang tidak kentara pada wajah Tetsuya tersebut menambah efek keluguan pada dirinya, membuat Ayah dan Ibu Tetsuya tersenyum lebar. Bahkan Ibu Tetsuya yang tadi terlihat sibuk dengan ponselnya pun langsung mendekap tubuh mungil Tetsuya dengan erat.
"Nagi-chan... Ibu benar-benar merindukanmu!" Kata sang Ibu dengan suara penuh antusias.
Dekapan erat yang Ibu Tetsuya berikan pada anak itu membuat Tetsuya sedikit susah untuk bernapas, karena wajahnya tertekan pada dada besar sang Ibu. Siapa bilang rasanya menyenangkan dipeluk oleh seorang wanita berdada besar dengan erat seperti ini? Ia akan meng-ignite pass Aomine ketika dirinya bertemu dengan mantan cahayanya dari Teiko tersebut karena pemuda itu selalu berkata kalau Tetsuya adalah orang yang beruntung karena sering dipeluk oleh wanita berdada besar. Tetsuya akan memukul Aomine dan kemudia memberinya nasihat kalau dipeluk begitu erat seperti ini sama sekali tidak enak, Tetsuya selalu kehabisan napas ketika Momoi dan juga Ibu Tetsuya di kehidupannya sekarang selalu memeluknya seperti ini.
Tetsuya tahu dirinya menyayangi sang Ibunda sehingga ia –sedikit– tidak keberatan mendapatkan pelukan maut, namun Tetsuya juga ingin hidup lebih lama lagi dan tidak mati karena kehabisan naoas.
"Ibu ingin sekali mengajakmu bersamaku ketika kerja, sehingga Ibu tidak akan merasa kesepian tanpa kehadiran Nagi-chan. Sayangnya Ibu tahu kalau hal itu begitu mustahil, Ibu tidak ingin mereka melihat keimutanmu sehingga mereka akan mengambil Nagi-chan dari sisi Ibu!" Wanita berambut hitam panjang tersebut terus mengatakan hal seperti itu tanpa ada jeda, dan tidak sedikit pun ia merenggangkan pelukannya dari sosok mungil Tetsuya yang wajahnya kini berubah menjadi sedikit biru karena kehabisan napas.
Rasanya Tetsuya ingin mati saja, mati karena kehabisan napas.
Seperti tahu akan apa yang bergulir di dalam kepala Tetsuya dan Tuhan mendengar doanya, Ayah tiri Tetsuya yang merasa kasihan akan apa yang isterinya lakukan kepada puteri tirinya itu langsung tertawa kecil sebelum ia menyelamatkan Tetsuya. Laki-laki paruh baya itu dengan lembut melepaskan lengan Ibu Tetsuya dari tubuh mungil anak itu, ia mengacak rambut Tetsuya dengan lembut.
"Bagaimana kabarmu, Nagi, maafkan Ayah yang meninggalkanmu sendirian dalam waktu lama," sahut sang Ayah dengan nada tenang namun berwibawa.
Tetsuya tersenyum singkat dan juga penuh akan terima kasih karena sang Ayah sudah menyelamatkan Tetsuya dari pelukan 'maut' Ibunya tersebut. Meski pria paruh baya yang bertanya pada Tetsuya tersebut seorang Ayah tiri, namun Tetsuya sudah mengenalnya sejak ia masih menjadi seorang balita, oleh karena itu Tetsuya selalu menganggap pria itu seperti ayah kandungnya sendiri.
"Aku baik-baik saja, Ayah, aku sangat merindukan kalian berdua. Bagaimana kabar kalian?" Tanya Tetsuya.
Anak itu pun dituntun oleh sang Ayah sehingga ia pun kini mengambil tempat duduk di antara Ibu dan Ayahnya dalam jarak yang begitu berdekatan, bahkan ketika Tetsuya mulai menempelkan pantatnya pada sofa lembut tersebut, sang Ibu langsung mengambil kesempatan dengan memeluk tubuh kecilnya dengan lebih lembut ketimbang tadi. Tidak hanya Ibunya, bahkan Ayah Tetsuya pun mengambil kesempatan itu untuk menempel pada sosoknya. Mereka berdua sepertinya sangat merindukan Tetsuya, dan menyesal karena sudah meninggalkan anak itu sendirian di rumah yang hanya ditemani oleh beberapa pelayan saja. Bukan salah mereka berdua sebenarnya, Tetsuya itu sudah besar dan juga dewasa –karena jiwa yang bersemayam dalam tubuhnya itu adalah jiwa yang tua– sehingga ia tidak akan keberatan ditinggal sendirian oleh kedua orangtuanya seperti apa yang ia alami sekarang ini. Namun, ada kalanya juga Tetsuya juga berharap kalau mereka memiliki waktu yang lebih untuk Tetsuya, selalu berada di samping Tetsuya ketika anak itu membutuhkan mereka berdua, tapi ia tahu kalau dirinya tidak boleh mengeluh seperti itu maupun bersifat kekanak-kanakan begitu. Mereka berdua bekerja juga demi Tetsuya, sama halnya dengan orangtua Tetsuya dalam kehidupan pertamanya.
"Kami baik-baik juga, Nagi. Negosiasi yang aku lakukan dengan perusahaan milik temanku yang ada di Inggris berjalan dengan baik, dan kurasa karena itu aku akan semakin sibuk sebab ada beberapa hal yang harus aku urus dalam penggabungan perasaan milik kita dengan mereka," jawab sang Ayah. Ada rasa bersalah yang dapat Tetsuya deteksi dalam nada yang Ayahnya gunakan, mungkin kah Ayah Tetsuya tidak bisa tinggal lebih lama di tempat ini?
"Benarkah? Aku turut senang akan kesuksesanmu, Ayah, berarti Ayah akan lebih sering bolak-balik Jepang-Inggris kalau begitu?" Tanya Tetsuya dengan gamblang.
"Iya, bahkan aku harus kembali lagi ke sana besok."
"Kalau begitu aku hanya bisa berdoa agar semuanya baik-baik saja. Meski demikian aku harap Ayah menjaga kesehatannya juga."
Sejujurnya Tetsuya merasa sedikit kecewa karena Ayahnya tersebut tidak memiliki waktu untuknya, namun sebagai seorang yang dewasa di sini –tidak peduli kalau tubuhnya masih berusia 13 tahun dan semacamnya– Tetsuya harus bisa menerima semua itu dan menyikapinya dengan baik, tidak ada gunanya mengeluarkan kekecewaan serta kemarahan kepada pria paruh baya tersebut. Dan Tetsuya pun mau tidak mau memperlihatkan senyuman kecil kepada pria itu kala Ayahnya mengacak rambut pendek Tetsuya dengan penuh kasih sayang. Belaian sayang seperti itu sudah lebih dari kata cukup bagi Tetsuya, ia sudah bisa merasa nyaman serta kasih sayang yang kedua orangtuanya berikan kepada dirinya. Belum juga Tetsuya tersadar dari lamunan singkatnya, sepasang lengan pun memeluk tubuhnya dari belakang, dan ketika anak itu menoleh ke belakang ia menemukan kalau orang yang memeluknya itu adalah sang Ibu. Berbeda dengan pelukan Ibunya tadi yang begitu erat sampai membuat Tetsuya kehabisan napas, kali ini sang Ibu memeluknya dengan lembut.
"Ibu?" Tanya Tetsuya, penasaran akan sifat Ibunya yang begitu tiba-tiba seperti ini, sama sekali berbeda dengan biasanya.
"Nagi-chan memang anak yang baik, dan itulah yang membuat kami begitu menyayangimu. Kami begitu beruntung mendapatkan anak perempuan yang manis seperti Nagi-chan," gumam sang Ibu dengan lembut di telinga Tetsuya, meski pada saat yang sama Tetsuya hanya bisa menghela napas panjang ketika Ibunya memanggilnya sebagai 'anak perempuan yang manis' seperti itu. Anak itu tahu kalau ada beberapa hal yang ingin Ibunya katakan kepada dirinya, oleh karena itu Tetsuya tidak akan menyelanya. "Baik aku dan Ayahmu selalu merasa bersalah karena sudah meninggalkanmu sendirian di rumah, Nagi-chan. Kami ingin sekali selalu bersama denganmu, namun pekerjaan kami berdua tidak pernah memberi kami kesempatan untuk melakukan itu. Aku ingin sekali menemanimu, namun... sama seperti Ayahmu aku juga memiliki pekerjaan yang tidak bisa ditunda. Aku harus pergi ke Hongkong untuk melakukan pengambilan beberapa adegan film terbaruku, dan aku harus pergi malam ini."
Tak hanya Ayahnya yang rupanya harus meninggalkan Tetsuya sendirian di kota ini setelah mereka pindah ke Namimori, namun juga sang Ibu melakukan hal yang sama. Tetsuya tahu kalau kedua orangtuanya adalah dua orang yang begitu sibuk karena pekerjaan mereka begitu menyita perhatian mereka, bahkan tak jarang ketika hari ulang tahun Tetsuya –di kehidupannya yang kedua– maupun hari natal mereka jarang merayakannya dengan Tetsuya. Anak itu mungkin merasa kesepian dan sedih karena itu, tetapi ia tidak merasa lebih dari semuanya, karena Tetsuya itu bukanlah anak kecil yang tidak mampu untuk berpikir rasional. Terlebih lagi, Tetsuya sudah terbiasa akan hal itu dan juga memakluminya, sehingga ia pun tidak pernah menangis apalagi merengek kepada keduanya ketika mereka pergi untuk bekerja dalam waktu yang lama, meninggalkannya di rumah sendirian. Setidaknya meski ketiganya tidak saling bertemu pada hari perayaan besar, kedua orangtua Tetsuya tidak pernah absen dalam memberikan ucapan melalui telepon maupun hadiah.
Dengan kedua mata biru cerahnya tersebut, anak itu terus menatap sosok Ayah dan Ibunya bergantian. Tidak perlu menjadi orang jenius untuk mengartikan ekspresi yang terpasang di wajah mereka berdua, Tetsuya cukup mengerti akan hal itu dan sesungguhnya ia juga tidak ingin menjadi beban bagi keduanya meski dalam lubuh hati yang terdalam Tetsuya ingin sekali mereka untuk tinggal bersamanya, meski itu hanya sebentar saja. Karena masalah pengertian yang begitu Tetsuya junjung tinggi, anak itu pun memberikan senyum kecil di bibir mungilnya serta anggukan singkat. Tetsuya itu jauh lebih dewasa daripada anak-anak yang sepantaran dengan dirinya –mengingat Tetsuya itu sebenarnya berusia 33 tahun andaikata ia masih hidup sampai sekarang–
"Baiklah, aku tidak keberatan ditinggal di rumah sendiri. Tapi baik Ayah dan Ibu jangan lupa untuk menjaga kesehatan di sana," sahut Tetsuya dengan lugas, ekspresinya yang datar tersebut melunak untuk sementara waktu.
Menghabiskan malam dengan kedua orangtuanya bukanlah hal yang buruk, setidaknya Tetsuya memiliki kesempatan untuk bercengkerama serta saling bertukar cerita dengan mereka meski pagi-pagi buta sekali mereka harus pergi meninggalkan Tetsuya sendirian untuk mengejar penerbangan yang akan membawa mereka pergi ke tempat tujuan masing-masing.
Ayah dan Ibu Tetsuya sebenarnya memiliki alasan yang logis mengapa mereka begitu terburu-buru sekali untuk kembali ke Namimori dua minggu lebih awal dari apa yang mereka katakan pada Tetsuya. Mereka berdua khawatir karena berita yang beredar di internet, mengenai penyerangan yang dilakukan oleh orang-orang misterius kepada murid-murid SMP Namimori. Mereka khawatir kalau Tetsuya akan menjadi korban, sehingga karena kekhawatiran itulah mereka langsung memutuskan untuk kembali dan kemudian akan pergi melanjutkan bisnis masing-masing setelah memastikan kalau Tetsuya baik-baik saja. Sesungguhnya Tetsuya heran akan alasan tidak masuk akal tersebut. Tetsuya tahu kalau Namimori tengah mengalami teror dan membuat penghuni kota kecil ini tidak berani untuk keluar rumah pada saat-saat tertentu belakangan ini, Tetsuya mendengar hal ini dari beberapa pelayannya yang hobi bergosip dan tidak sengaja Tetsuya mencuri dengar, namun harus ia akui kalau hal itu sangat konyol. Melihat korban yang berjatuhan dari penyerangan yang ada di Namimori ini adalah anggota geng aneh yang menamai diri mereka sebagai komite kedisiplinan SMP Namimori, Tetsuya tidak terlalu susah untuk menyimpulkan kalau semua ini pasti tidak lebih dari balas dendam. Mereka yang melakukan penyerangan pasti sebuah geng yang pernah dikalahkan komisi kedisiplinan tersebut dan penyerangan yang sifatnya beruntun tersebut merupakan cara mereka untuk membalas dendam.
Tetsuya tidak tahu apa itu komite kedisiplinan maupun alasan penyerangan yang sebenarnya. Alasannya itu sangat singkat, dan tentu saja kedua orangtua Tetsuya juga tidak seharusnya khawatir. Alasan tersebut adalah: 1) Tetsuya adalah orang baru di Namimori, orangtuanya memutuskan untuk pindah ke tempat ini tiga bulan yang lalu; 2) Tetsuya bukanlah anggota dari komite kedisiplinan; 3) Bagaimana menjadi anggota komite kedisiplinan kalau sebenarnya Tetsuya itu bukan murid SMP Namimori? Orangtua Tetsuya terlalu over protektif kepadanya, sehingga mereka lebih memilih untuk memanggil guru privat untuk mengajar Tetsuya; 4) Andaikata Tetsuya menjadi murid SMP Namimori, tentu saja ia lebih memilih untuk menjadi anggota klub sastra ketimbang komite kedisiplinan; 5) Tetsuya ingin menjadi orang normal –senormal mungkin meski sesungguhnya ia bisa mengendalikan dan memanipulasi ilusi– di kehidupannya yang kedua. Dari lima alasan tersebut, kedua orangtua Tetsuya tidak seharusnya merasa khawatir, terlebih lagi Tetsuya tidak akan mencari masalah kalau ia bisa.
Kekhawatiran orangtuanya itu memang terlalu berlebihan, namun anak perempuan yang baru menginjak usia 13 tahun itu tidak bisa menampik kalau kekhawatiran tersebut adalah bentuk dari kepedulian yang mereka berikan kepadanya. Mereka mungkin jarang menemani Tetsuya dalam kehidupannya yang kedua ini karena kesibukan mereka terhadap pekerjaan masing-masing, tapi bila berurusan mengenai kepedulian dan kasih sayang maka Tetsuya tidak akan menyuarakan protes barang sedikit pun.
Suara Nigou yang menyalak dan meminta perhatian Tetsuya tersebut membuyarkan lamunan Tetsuya, membuat sang Ilusionis muda tersebut menoleh ke bawah dan menemukan Nigou duduk di lantai pada kedua kaki belakangnya sambil menjulurkan lidah, kedua mata biru Nigou pun bersinar sedikit. Tetsuya tahu akan apa yang anjing kecilnya itu inginkan, kelihatannya sang Anjing kecil ingin menikmati pemandangan luar, dalam artian lain adalah jalan-jalan menjadi agenda yang akan Tetsuya lakukan saat ini.
"Baiklah, Nigou. Kita akan jalan-jalan sekarang ini, kita sangat beruntung karena hari masih begitu pagi sehingga kita masih memiliki waktu untuk menikmati udara pagi sambil melihat panorama Namimori di pagi hari," kata Tetsuya. "Berikan aku waktu sebentar untuk mengenakan sepatu dan mengambil parasolku dari dalam lemari."
Setelah mendengar gonggongan tanda setuju dari Nigou, anak itu pun segera beranjak dari tempat duduknya di samping jendela kamarnya yang terbuka untuk mengambil sepasang sepatu kets-nya dan mengenakannya. Tidak lupa Tetsuya juga mengambil payung yang ia simpan di dalam lemari. Payung yang Tetsuya temukan tersebut masih terlipat rapi dengan warna putih bercampur indigo yang menghiasinya, dalam artian lain payung tersebut adalah payung biasa yang sering orang gunakan untuk menutupi tubuh mereka dari hujan maupun panas.
Dari penampilan luarnya payung tersebut memang seperti payung hujan biasa, hanya saja dalam arti sebenarnya itu bukanlah payung biasa, melainkan sebuah senjata yang dikhususkan untuk Tetsuya di mana ia bisa mengombinasikan kekuatan ilusinya dengan senjata tersebut. Tetsuya mendapatkan benda ini dari toko barang antik yang Tetsuya temukan di pinggir kota tanpa sengaja. Pada saat itu Tetsuya tidak tahu apa yang membuat kedua kakinya menuntunnya untuk masuk ke dalam toko tersebut, instingnya mengatakan pada Tetsuya kalau ia sebenarnya harus pergi dari sana secepat mungkin tapi sayangnya kedua kakinya tersebut terus menuntunnya masuk ke dalam toko. Di dalam toko barang antik itu Tetsuya bertemu dengan si Pemilik toko, namanya adalah Kawahira dan pria itu benar-benar orang yang aneh. Secara sekilas Kawahira itu mungkin terlihat seperti orang aneh yang seharusnya tidak Tetsuya temui, terutama dengan aura yang begitu tidak mengenakan keluar dari sosok pria aneh berkacamata tersebut, mengingatkan Tetsuya akan Akashi yang memiliki agenda tersembunyi dan tidak terlalu Tetsuya sukai. Anak itu hampir saja meninggalkan toko begitu saja bila bukan Kawahira menyuruhnya untuk melihat-lihat benda yang ia miliki, dan di situlah Tetsuya menemukan payung yang sekarang ini ia pegang tersebut. Kawahira mengatakan kalau itu adalah payung yang langka dan telah ada di tokonya dari beberapa generasi dulu.
Menurut Kawahira, payung tersebut dulunya dimiliki oleh seorang wanita keturunan bangsawan 400 tahun yang lalu dan juga seorang pengguna ilusi terkuat pada masanya, benda itu adalah senjata wanita tersebut. Dari mana Kawahira bisa mengetahui kalau Tetsuya bisa menciptakan ilusi dan kemudian memberikan petunjuk kalau payung tersebut seharusnya berada di tangan Tetsuya saat ini masih menjadi tanda tanya besar, bahkan Tetsuya yang waktu itu hanya menatap tajam Kawahira tidak mampu mengucapkan sepatah kata apapun kepadanya, rasanya itu seperti Tetsuya tengah dihipnotis sehingga ia tidak bisa menyuarakan pertanyaan apapun apalagi sebuah protes kepada Kawahira. Dan sebelum Kawahira menyuruhnya untuk pulang, ia juga menyelipkan sebuah buku catatan tebal milik si Pemilik payung terdahulu yang bernama Elena Spade kepada Tetsuya.
Meski pada awalnya Tetsuya merasa curiga pada pria itu, setidaknya apa yang ia temukan di toko barang antik tersebut benar-benar membantunya, terlebih buku catatan milik wanita yang bernama Elena ini –meski Tetsuya harus menghabiskan satu bulan sebelumnya untuk mempelajari bahasa Italia– memberikan banyak informasi dan pengetahuan mengenai api kehidupan serta ilusi yang belum pernah Tetsuya ketahui. Tetsuya tidak tahu motif sesungguhnya dari Kawahira memberikan dua buah benda tersebut pada dirinya, yang jelas Tetsuya tidak mau kembali lagi ke tempat pria itu apalagi dekat-dekat dengannya, instingnya selalu mengatakan 'bahaya' serta menyuruh Tetsuya untuk menjauh setiap kali Tetsuya mau pergi ke sana, dan Tetsuya pun tidak pernah menolak apa kata hatinya. Di dalam buku catatan milik Elena tersebut, Tetsuya banyak mempelajari mengenai ilusi, dan dari sana juga Tetsuya mengetahui kalau api berwarna indigo yang sering ia gunakan untuk bermain-main bersama Nigou maupun mengelabuhi guru-guru privatnya itu adalah api kehidupan tipe kabut.
Menggelengkan kepalanya karena mengingat apa yang terjadi tiga bulan yang lalu ketika pertama kali Tetsuya bertemu Kawahira, ia pun segera mengambil payung tersebut dan menggegamnya dengan erat, ini kali pertama Tetsuya akan membawa benda itu keluar rumah setelah ia membawanya pulang dari toko barang antik milik Kawahira. Penyerangan yang terjadi akhir-akhir ini adalah penyebab mengapa Tetsuya ingin benda itu ada di dekatnya, ia ingin berjaga-jaga bila ada seseorang yang menyerangnya nanti, meski sebenarnya ia ragu kalau ada orang yang mau menyerangnya ketika hawa keberadaannya saja susah sekali dideteksi oleh orang lain. Di sini Tetsuya tidak tahu harus merasa lega atau malah sedih karena hal itu, yang jelas Tetsuya tidak ingin berjalan-jalan di Namimori tanpa membawa sebuah senjata pada dirinya, anak itu bukanlah seorang yang naif apalagi orang bodoh. Keadaan Namimori saat ini benar-benar berbahaya, ia harus berjaga-jaga.
"Nigou, ayo pergi sekarang!" Ajak Tetsuya yang kini sudah tersadar sepenuhnya dari lamunannya.
Tanpa membuang banyak waktu lagi maupun memberitahukan beberapa pelayan yang sudah mulai melakukan pekerjaan mereka, Tetsuya pun meninggalkan kediaman besar keluarga Hiwatari yang sudah menjadi tempat tinggalnya selama tiga bulan terakhir ini bersama Nigou ketika mereka pindah ke Namimor. Tetsuya tersenyum kecil kalau melihat Nigou yang terlihat begitu senang karena bisa menghirup udara bebas.
Namimori terlihat begitu lenggang di pagi hari seperti ini, tidak banyak orang yang berlalu lalang di jalanan kecuali mereka yang melakukan pekerjaan yang harus dilakukan di pagi-pagi buta seperti tukang koran dan lain sebagainya. Kota ini memang kota kecil di mana populasinya tidak sebanyak mereka yang tinggal di Tokyo maupun Kyoto, jadi Tetsuya yang selama hidupnya tinggal di Tokyo dan Kyoto menemukan suasana sepi seperti ini cukup menyenangkan. Setidaknya ia tidak akan menemukan banyak polusi dan juga kebisingan khas kota-kota besar.
Anak itu hanya bisa tersenyum kecil ketika melihat betapa riang gembiranya peliharaannya tersebut, berlari-lari di hadapan Tetsuya dengan langkah ringan sebelum berlari kembali kepada Tetsuya yang berjalan mengikuti Nigou dari belakang. Semuanya terasa begitu tentram, dan entah mengapa ketentraman seperti ini benar-benar membuat Tetsuya merasa jauh lebih rileks ketimbang sebelumnya.
Kedamaian yang begitu Tetsuya nikmati di pagi hari itu pun sepertinya tidak bertahan lama. Ketika Tetsuya berbelok melewati sebuah gang pertokoan, ia melihat sebuah pemandangan yang tidak lazim untuk ia lihat dan seharusnya harus ia hindari. Perkelahian di antara dua remaja laki-laki terjadi di sana, di mana pertarungan tersebut terlihat begitu tidak seimbang karena salah satu dari mereka terlihat seperti tidak mampu lagi untuk bertahan dan yang lainnya terus menghajar lawannya tanpa ampun. Tetsuya datang mendekat dengan langkah begitu pelan, hawa keberadaannya yang sangat tipis tersebut membuat dua petarung yang masih sibuk berkelahi tersebut tidak menyadari keberadaan Tetsuya yang mengawasi keduanya dengan penuh selidik pada wajah datarnya.
Salah satu dari dua remaja yang berkelahi tersebut adalah seorang remaja laki-laki berkulit sedikit gelap dengan rambut putih yang dipotong begitu pendek. Ia memiliki plester di pangkal hidungnya dengan kedua lengannya diperban, remaja itu terluka di sana-sini dan terlihat begitu bersemangan meski tubuhnya tidak bisa menghindari serangan dari lawannya.
"EKSTRRRIIIMM! KAU HARUS BERGABUNG DENGAN KLUB TINJU!" Teriak remaja berambut putih tersebut sebelum sebuah tinju mendarat dengan mulus di bawah rahangnya, membuat remaja itu terpental jauh ke belakang.
Dalam hati Tetsuya berjengit sesaat ketika melihat pemandangan seseorang tengah dipukuli seperti itu ataupun kekerasan secara umum, Tetsuya tidak terlalu suka akan kekerasan, sehingga tidak heran kalau biasanya ia akan pergi menghindar bila ada kekerasan yang terjadi di sekitarnya. Meski demikian, pemuda yang tengah dihajar babak belur oleh lawannya tersebut tidak terlihat marah barang sedikit pun, malahan ia menunjukkan ekspresi sebaliknya dan terus mencoba untuk merekrut lawannya itu untuk mau masuk ke dalam klub tinju yang ia dirikan. Tetsuya heran akan remaja tersebut, bukannya marah karena dihajar seperti itu namun ia malah ingin merekrut orang bersamanya, benar-benar orang yang aneh. Dan melihat lawannya yang terlihat seperti binatang –singa– tersebut Tetsuya bisa menyimpulkan kalau lawannya yang marah.
"Diam, pyon... aku ingin tahu di mana dan siapa Vongola Decimo?!" teriak lawan remaja tersebut, yang saat Tetsuya amati baik-baik begitu mirip dengan singa karena rambut, taring, dan mayoritas penampilannya tersebut.
Andai saja Tetsuya tidak menyentuh ilusi yang menjadikan Tetsuya seperti sekarang ini, mungkin anak itu akan menyangka kalau lawan dari remaja yang memiliki suara keras itu tengah mengenakan kostum untuk hari hallowen.
Tetsuya bukanlah orang yang suka mencampuri urusan lain maupun menyukai perkelahian seperti sekarang ini, bahkan Tetsuya sendiri tidak tahu duduk permasalahan mengapa keduanya tengah bertarung sampai salah satunya babak belur yang membuatnya tak bisa bangun untuk sementara waktu. Hanya saja, Tetsuya tidak menyukai sebuah perkelahian di mana mereka yang jelas-jelas sudah menang masih melanjutkan untuk melawan musuhnya seperti yang terjadi sekarang ini. Remaja yang berwujud seperti singa tersebut terus-terusan membabi buta menyerang lawannya meski lawan yang dimaksud tidak mampu untuk melindungi dirinya.
Ia menghela napas dalam-dalam dan kemudan mengeluarkannya, ia merasa dirinya akan menyesal dengan tindakan yang sebentar lagi ia lakukan.
Tetsuya memanggil api kehidupannya yang berwarna indigo dari dalam tubuhnya. Api tersebut ia alirkan pada payung yang ia genggam saat ini dan membuat energi dalam jumlah yang besar masuk ke dalamnya. Tanpa membuang waktu lagi, Tetsuya menghentakkan ujung payung yang tertutup tersebut ke atas tanah, dan tiba-tiba saja lima buah akar yang kuat keluar dari dalam tanah, mereka melilit kedua kaki remaja jejadian tersebut dan kemudian merambat ke atas untuk memerangkap remaja itu sebelum ia mampu menyerang lawannya yang sudah tidak berdaya. Kelima akar yang memerangkap tubuh pemuda jejadian tersebut adalah ilusi nyata, sehingga dengan panca indera lainnya seseorang pun bisa merasakan efeknya seperti itu.
"A-Apa ini! Dari mana akar-akar sialan ini muncul!" teriak pemuda berwajah singa tersebut, kepanikan terlihat begitu jelas di wajahnya. "Ini pasti ilusi."
Dan pemuda itu memejamkan kedua matanya dan mencoba untuk melepaskan diri dari akar-akar yang mengikat tubuhnya sebegitu kuatnya, namun hasilnya tersebut gagal karena benda itu akan terus mengikat tubuh pemuda itu sampai Tetsuya melepaskannya dari ilusi nyata yang ia ciptakan.
"Tidak mungkin... kemampuan ini seperti milik Mukuro-sama!"
Ketika pemuda jejadian singa tersebut masih berada dalam kepanikannya sendiri, Tetsuya pun menghiraukan hal itu dan memilih untuk berjalan menghampiri mereka, memasuki arena pertarungan di antara mereka berdua. Ia bisa melihat bagaimana keduanya tidak menyadari keberadaan Tetsuya, bahkan remaja berambut putih yang kini tengah tergeletak di jalanan tersebut juga tidak menyadarinya meski Tetsuya sudah berjongkok tepat di sampingnya. Tetsuya merasa bersyukur sekali sekarang ini karena hawa keberadaannya yang begitu tipis dan hampir tidak terdeteksi, karena itu mereka pun tidak akan mengetahui Tetsuya berada di dekat mereka ketika ia melancarkan sebuah serangan, kemampuan alami tersebut merupakan kemampuan yang menarik namun cukup menakutkan pada saat yang sama ketika dalam medan pertempuran. Kemampuan ini bisa dikatakan sebagai ilusi alami yang Tetsuya miliki sejak dirinya dilahirkan di dalam kedua kehidupannya, meski sejujurnya Tetsuya sendiri masih belum memiliki petunjuk mengapa dirinya terlahir dengan kemampuan tersebut serta apakah hawa keberadaannya yang tipis bisa disebut sebagai ilusi atau tidak.
Kembali pada situasi di mana ia tengah berada saat ini, Tetsuya yang sudah berlutut di samping pemuda berambut putih yang memiliki luka parah di tubuhnya tersebut meletakkan tangan kanannya pada bahu pemuda itu, karena memanggilnya untuk mendapatkan perhatian pemuda itu adalah hal yang mustahil untuk dilakukan, Tetsuya sudah melakukan hal yang terakhir selama dua menit lamanya namun hasilnya adalah nihil. Bukan menjadi sebuah keterkejutan lagi ketika pemuda itu terlonjak saat ia mendapati sebuah tangan menepuk bahunya, dan tentu saja pemuda itu akan berteriak penuh keterkejutan kalau bukan tangan yang sama langsung membekap mulutnya untuk tidak berteriak. Pemuda itu menoleh ke arah pemilik tangan pucat tersebut dan mendapati sesosok remaja bertubuh mungil tengah menatapnya dengan sepasang mata biru cerah yang besar. Sejak kapan anak itu ada di sana?
"Maafkan aku karena sudah mengejutkanmu, dan aku akan melepaskannya kalau kau berjanji tidak akan berteriak," kata Tetsuya dengan suara monotonnya. Ia menatap lurus ke arah pemuda yang ada di hadapannya itu, kelihatannya sang Pemuda masih menatapnya seolah-olah Tetsuya adalah seorang hantu yang muncul di hadapannya secara tiba-tiba. Tetsuya itu memang memiliki kemampuan yang unik, namun ia bukanlah seorang hantu.
Sebuah anggukan singkat pun pemuda berambut putih berikan kepadanya, ia tidak bisa mengeluarkan suaranya karena tangan Tetsuya masih membekap mulutnya untuk mencegah agar dirinya tidak berteriak. Sementara itu, pemuda jejadian yang Tetsuya perangkap menggunakan ilusi yang ia ubah menjadi akar kuat untuk mengikatnya itu masih belum menyadari keberadaan Tetsuya, di samping itu pemuda jejadian tersebut terlihat begitu sibuk untuk melepaskan dirinya dari perangkap tersebut ketimbang memfokuskan pandangannya pada sang Ilusionis muda.
"Terima kasih," kata Tetsuya lagi dengan sopan seraya melepaskan bekapan tangannya dari mulut pemuda itu, dan dengan perlahan-lahan pun Tetsuya membantu pemuda itu untuk duduk di atas aspal tepat di sampingnya. Anak itu mengamati luka yang pemuda itu derita, cukup parah menurutnya apalagi salah satu lengan pemuda itu seperti patah. "Kita harus segera membawamu ke rumah sakit agar kau segera mendapatkan pengobatan secepatnya."
"Tenang saja, yang seperti ini tidak terlalu sakit. Justru aku sangat bersemangat melawan orang itu, dia kuat sekali. Aku ingin merekrutnya ke dalam klub tinjuku," dengan senyum yang lebar pemuda itu menyanggah ucapan yang Tetsuya lontarkan padanya. Meski apa yang diucapkannya tersebut bertolak belakang akan keadaannya yang terlihat, semangat pemuda ini benar-benar luar biasa.
Pemuda yang penuh akan api semangat ini mengingatkan Tetsuya pada Kagami, salah satu cahaya yang ia miliki pada kehidupan pertamanya, mereka berdua sama-sama memiliki semangat yang tinggi dan juga ambisi besar pada apa yang menjadi konsentrasi mereka, bahkan bila lawan mereka adalah orang yang kuat maka hal itu akan membuat mereka semakin bersemangat. Kalau apa yang menjadi pusat perhatian Kagami adalah basket, maka pemuda ini adalah tinju, yang jelas Tetsuya merasa terkesan akan mereka berdua. Meski demikian, Tetsuya ingin sekali memutar bola matanya karena itu, bersemangat itu boleh asalkan tahu situasi dan tempat.
"Pemuda itu memiliki kekuatan aneh yang begitu ekstrim! Bisa berubah menjadi manusia setengah hewan!" Suara pemuda itu tanpa sengaja terdengar begitu keras karena saking semangatnya, membuat Tetsuya yang berada di sampingnya sedikit berjengit karena itu.
"Sudah aku katakan jangan berteriak," gumam Tetsuya lirih di bawah napasnya sendiri, sayangnya pemuda itu sama sekali tidak mendengarnya.
"Apa? Apa yang kau katakan?!"
Mungkin sudah seharusnya Tetsuya tidak melepaskan tangannya untuk membekap mulut pemuda itu, karena suara keras yang pemuda itu keluarkan pada akhirnya menarik perhatian dari pemuda jejadian yang Tetsuya perangkap dalam ilusinya tersebut, membuat sepasang mata yang terlihat begitu liar tersebut mengarah pada mereka berdua.
"Dengan siapa kau berbic-" kalimat pemuda jejadian tersebut terpotong untuk beberapa saat lamanya. Sepasang mata yang terlihat begitu liar –sesuai dengan wujudnya sekarang ini– tersebut beredar dari posisi pemuda berambut putih yang menjadi lawannya kepada seorang remaja 'laki-laki' bertubuh mungil yang berlutut di samping pemuda itu. Untuk sementara waktu di tempat itu hanya ada keheningan, tidak ada yang berani memecah keheningan tersebut sampai sepasang mata tersebut terbuka lebar. "SEJAK KAPAN KAU ADA DI SANA, PYON?!"
Teriakan yang membahana dan penuh akan keterkejutan tersebut tidak pernah absen untuk membuat Tetsuya terhibur, tidak peduli dari siapa hal itu terucap maupun kapan pun, sihir yang terkandung di dalamnya tidak pernah pudar dan masih menjadi bentuk hiburan tersendiri bagi Tetsuya.
Sang Pengguna ilusi tersebut hanya menatap sosok pemuda jejadian dengan datar, tidak ada emosi barang sedikit pun yang terkandung pada kedua mata biru tersebut, tak ayal hal itu pun membuat nyali pemuda jejadian tersebut sedikit pudar. Tidak ada orang yang menatap Ken seperti apa yang anak itu lakukan sekarang ini, begitu datar dengan tidak ada sebersit emosi yang terkandung di dalamnya, bahkan Vendice yang pernah menangkap Ken dan kawanannya pun masih memiliki emosi meski tersembunyi di sana.
Anak itu mampu menggunakan ilusi yang kuat, pandangannya begitu menyeramkan meski tidak ada maksud apapun di sana, dan terlebih lagi Ken tidak mengetahui siapa dia.
"Aku sudah berada di sini sejak tadi," sahut Tetsuya dengan kalem dan tanpa ada tekanan barang sedikit pun. Anak itu pun dengan perlahan-lahan mulai berdiri dari posisinya di samping pemuda berambut putih, tangan kirinya memegang payung –parasol– berwarna putih dengan aksen indigo di sana tanpa melepaskan tatapannya pada sosok Ken yang masih berada pada wujud manusia setengah singanya tersebut.
Ken yang tidak suka akan diikat seperti ini pun pada akhirnya merasa kesal, tidak hanya dirinya diikat seperti kriminal –yang kebetulan sekali ia memang seorang kriminal– namun juga ucapannya ditanggapi dengan begitu ringan oleh Tetsuya, yang menurutnya terasa begitu menyebalkan bukan main rasanya. Kekesalannya yang memuncak tersebut membuatnya begitu marah, dan karena kemarahan itu pun ia semakin berontak lebih keras lagi. Dengan kekuatannya dari lion channel yang Ken dapat dari taring singa di mulutnya, pemuda itu pun pada akhirnya berhasil melepaskan diri dari ilusi yang berbentuk akar Tetsuya gunakan untuk mengikatnya tadi.
"Ha... aku akan menghajarmu, anak keci. Aku tidak tahu siapa kau karena kau tidak ada dalam daftar, tapi bukan berarti aku tidak bisa menghajarmu di sini!" Gertak Ken dengan liarnya.
Dalam pandangan Tetsuya, pemuda yang berwujud setengah singa tersebut terlihat begitu liar dan juga buas, membuat Tetsuya ingin sekali pergi dari sana serta tidak ingin mencari masalah. Sayangnya Tetsuya sudah terlanjur berada di sana dan terlihat sebagai lawan selanjutnya dari pemuda tersebut, sehingga mau tidak mau Tetsuya pun harus melawannya atau ia akan dihajar habis-habisan, dan Tetsuya pun ingin sekali menghindari dirinya mendapatkan luka serius seperti pemuda berambut putih itu. Berbicara mengenai pemuda berambut putih tersebut, dari sudut matanya Tetsuya melihat kalau pemuda itu terlihat begitu panik sampai berteriak menyuruh Tetsuya untuk pergi dari tempat ini selagi bisa.
"Tidak bisa aku biarkan!" ujar Ken seraya melepas taring yang terpasang dalam mulutnya. Sosok setengah singanya tersebut menghilang dan digantikan oleh sosok aslinya yang terlihat jauh lebih manusiawi, tetapi hal itu tidak berlangsung lama karena Ken mengganti taringnya dengan taring yang lain sebelum memasukkannya ke dalam mulut, membuat sebuah tatto berwarna merah muncul pada pipi kirinya. "Cheetah channel!"
Kali ini penampilan Ken mirip dengan manusia setengah macan tutul. Kalau dalam bentuk singa pemuda itu akan menjadi jauh lebih kuat, sementara dalam bentuk barunya sekarang ini ia akan menjadi jauh lebih cepat daripada sebelumnya. Apapun itu, Tetsuya harus berhati-hati dalam menghadapi manusia jejadian tersebut, mengingat Tetsuya sendiri tidak mengetahui ilmu bela diri dan lebih mengandalkan ilusinya dalam bertarung. Ia sangat berterima kasih pada buku peninggalan Elena Spade dan juga payungnya tersebut, andai saja Tetsuya tidak menemukan kedua benda ini di toko barang antik milik Kawahira, sudah pasti Tetsuya tidak akan mampu mengendalikan ilusinya sebaik sekarang ini apalagi ia gunakan untuk melindungi dirinya.
"CEPATLAH PERGI DARI SINI!" Teriak pemuda berambut putih tersebut, ia pun dengan segera bangkit sebelum beranjak untuk berdiri di hadapan Tetsuya, dan ia juga mengayunkan tinjunya pada Ken yang dengan cepatnya sudah berada di hadapan mereka.
Tinju dari pemuda itu sebenarnya terlihat begitu kuat dengan kecepatan yang tinggi, siapapun yang terkena tinju seperti itu sudah pasti mampu membuat mereka babak belur. Sayangnya pemuda berambut putih yang berusaha untuk menolong Tetsuya –yang sebenarnya Tetsuya lah yang ingin menolong pemuda itu, namun malah dirinya yang ditolong sekarang ini meski Tetsuya bisa menghadapi Ken sendiri– tersebut tidak memprediksikan kalau Ken mampu menghindari serangan tersebut dengan mudah, malahan dengan sigapnya ia juga melemparkan tinjuan ke arah pemuda itu. Pukulan dari Ken tersebut langsung ditangkis oleh Tetsuya yang memutar payungnya dalam sekali putaran dan menghentakkannya sampai sisi payungnya mengenai lengan Ken. Pemuda berwujud cheetah tersebut tentu terkejut akan hal itu, dan keterkejutan itulah yang Tetsuya ambil sebagai kesempatan yang tidak datang sebanyak dua kali. Beranjak dari belakang tubuh kekar pemuda berambut putih itu, Tetsuya yang payungnya masih menahan lengan Ken pun langsung memasang kuda-kuda dengan tangan kirinya membentuk pose yang begitu ia kenal dengan baik, ignite pass.
"Ignite Pass," gumam Tetsuya lirih sebelum dengan cepat menghantamkan telapak tangan kirinya pada perut Ken.
Tubuh Tetsuya memang kecil dan terlihat rapuh, namun pukulannya yang dipadukan oleh teknik basketnya tersebut sangat mematikan, sehingga saat pukulan ignite pass dari Tetsuya tersebut menghantam perut Ken ia pun mampu membuat Kent terpental ke belakang, beberapa meter dari tempatnya berdiri tadi. Ken pun terpental jauh sebelum jatuh tersungkur di tanah.
"EKSTRIIMM!" Teriak pemuda berambut putih sambil meninju udara dengan lengannya yang tidak terluka. "KAU PEMUDA YANG SANGAT EKSTRIM, ORANG ASING! KAU HARUS MASUK KE DALAM KLUB TINJUKU BERSAMA DIA!"
Anak perempuan berusia 13 tahun tersebut menghiraukan teriakan yang pemuda berambut putih itu berikan kepadanya, meski dalam hati Tetsuya merasa senang karena ada seseorang yang menganggapnya sebagai seorang laki-laki meski Tetsuya itu terlahir sebagai anak perempuan di dunia ini. Kemungkinan besar pemuda itu salah mengira akan jenis kelamin Tetsuya karena dirinya mampu memukul Ken sampai terpental jauh seperti itu, ignite pass adalah jurus basket yang sangat berbahaya, baik Aomine dan anggota generasi keajaiban lainnya pun menyutujui hal itu.
Melihat Ken yang masih jatuh tersungkur dan akan bangkit dari posisinya, Tetsuya merasa ia harus menyudahi pertarungan tersebut karena ia yakin kalau berurusan dengan kekuatan fisik dirinya akan kalah telak, dan terlebih lagi pemuda yang masih berteriak seperti orang yang tidak terluka di belakangnya tersebut membutuhkan perawatan sesegera mungkin, untuk itu Tetsuya pun mau tidak mau harus menggunakan ilusinya sekarang ini untuk menyudahi konflik di tempat itu.
Memanggil api kehidupan jenis kabutnya tersebut adalah hal yang tidak lagi merasa sulit Tetsuya lakukan, dengan mudah ia mampu memanggilnya keluar dan menyelimuti tangan kanannya yang kala itu masih memegang pegangan payung putih-indigo miliknya. Anak itu menghiraukan tatapan penuh takjub yang pemuda berambut putih dan Ken tunjukkan kepadanya dengan alasan yang berbeda, ia pun dengan segera menyalurkan api kehidupannya sebelum membuka payung tersebut dengan lebar ke arah depan. Warna putih pada payung yang terbuka itu pun kini berubah warna menjadi indigo dengan kupu-kupu warna ungu pun bermunculan di sana. Dalam benak Tetsuya, anak itu membayangkan sebuah bunga lotus raksasa berwarna putih muncul di bawah pijakan Ken, dan karena api kehidupan yang Tetsuya miliki mempunyai kemampuan khusus untuk menciptakan ilusi nyata maka bunga raksasa tersebut muncul di bawah pijakan Ken.
Baik pemuda berambut putih dan Ken terkejut bukan main akan kemunculan bunga raksasa tersebut di sana, terlebih ketika mahkota bunga lotus yang ada di bawah pijakan Ken tersebut menutup dan membungkus tubuh Ken dari luar, memerangkapnya di dalam bunga itu sebelum Ken mampu bertindak. Teriakan serta sumpah serapah yang Ken berikan kepada Tetsuya tersebut untuk sekali lagi Tetsuya hiraukan, ia lebih memilih untuk fokus mengendalikan api kehidupannya, Tetsuya pun membuat bunga raksasa yang membungkus Ken tersebut menghilang –bersama Ken di dalamnya– dari hadapan mereka berdua dan tak menyisakan apapun di sana, anak itu mengirim Ken pergi jauh-jauh untuk kembali ke tempat asalnya di Kokuyo.
Pertarungan singkat yang tidak terlalu imbang antara Tetsuya dengan Ken pun pada akhirnya berakhir dengan kemenangan di pihak Tetsuya, meski Tetsuya tidak terlalu menyukai kekerasan fisik namun dengan ilusi yang mampu ia kendalikan tersebut setidaknya ia tidak akan membuat Ken terluka parah, di sini Tetsuya menghiraukan pukulan ignite pass yang ia berikan kepada Ken sebelum ia sempat mengirim Ken pergi jauh-jauh dari hadapannya.
Untuk beberapa saat lamanya baik Tetsuya dan pemuda berambut putih itu saling diam, tidak ada yang membuka mulut mereka untuk memulai sebuah pembicaraan. Baik Tetsuya dan pemuda tersebut kelihatannya masih larut dalam pemikiran masing-masing, memikirkan akan apa yang baruan terjadi serta kekuatan unik yang Tetsuya miliki. Dalam hati Tetsuya berharap pemuda tersebut tidak akan mengucapkan apapun yang berhubungan dengan api kehidupan maupun ilusi yang Tetsuya tunjukkan di hadapannya ketika bertarung melawan Ken, Tetsuya tidak ingin memberikan penjelasan panjang lebar mengenai sesuatu yang seharusnya tidak ada di dunia nyata ini, dan Tetsuya masih ingin hidup normal meski sesungguhnya ia ini tidak normal –Tetsuya tidak akan pernah mengakui hal ini– seperti apa yang menjadi keinginannya.
Setelah melipat kembali payung peninggalan Elena –yang sekarang menjadi miliknya– Tetsuya pun hampir saja terlonjak karena teriakan pemuda berambut putih itu terdengar membahana.
"EKSTRIM! KAU ADALAH PETARUNG SEJATI, SEBAGAI LAKI-LAKI KAU HARUS BERGABUNG DENGAN KLUB TINJUKU. PERKENALKAN, AKU ADALAH SASAGAWA RYOHEI, KETUA DARI KLUB TINJU SMP NAMIMORI!"
Dan Tetsuya pun mau tidak mau kembali menghela napas panjang kala dirinya merasakan telinganya berdenging karena teriakan pemuda bernama Ryohei tersebut tepat berada di telinganya. Ia harus membawa pemuda ini ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan.
Tetsuya tidak habis pikir bagaimana hidupnya bisa berubah 180 derajat dari seorang pemain basket menjadi anak perempuan pengguna api kehidupan jenis kabut serta pemakai ilusi seperti ini, sepertinya Tuhan memiliki rencana tersendiri untuk Tetsuya. Pertemuannya dengan Sasagawa Ryohei tersebut cukup mengesankan. Pada awalnya ia hanya ingin melihat akan apa yang terjadi di salah satu gang perumahan ketika Tetsuya tengah berjalan-jalan dengan Nigou pagi tadi, ia tidak menyangka kalau di tempat itu tengah terjadi perkelahian antara dua remaja laki-laki di mana salah satu dari mereka terlihat tidak normal karena mampu merubah wujudnya menjadi manusia setengah hewan. Andaikata perkelahian tersebut berjalan sebagaimana mestinya, tidak menggunakan perubahan wujud yang Tetsuya yakini tidak pernah terjadi di kalangan orang normal, maka remaja itu akan mengabaikan semua itu dan memilih untuk pergi dari tempat itu. Siapa sangka kalau Tetsuya akan terlibat dengan perkelahian tersebut, bahkan ia pun harus bertarung dengan menggunakan ilusi sebagai pendukungnya karena tidak mungkin Tetsuya menang bila menggunakan kekuatan fisik saja. Anak perempuan itu memiliki tubuh yang ringkih dan juga stamina yang payah, oleh karena itu ia merasa beruntung ada ilusi dan api kehidupan yang berperan penting sebagai pendukung Tetsuya sehingga ia mampu mengalahkan Ken.
Hidupnya sudah jauh dari kata normal sekarang ini, Tetsuya hanya berharap ia tidak akan mengalami kejadian aneh seperti pagi tadi.
Setelah Tetsuya mengantarkan Ryohei ke rumah sakit umum Namimori, anak itu pun segera pergi dari sana, ia tidak ingin bertemu dengan siapapun dari pihak Ryohei karena sejujurnya Tetsuya tidak ingin terlibat apapun. Ia pun menggunakan hawa keberadaannya yang sukar dideteksi oleh siapapun –karena saking tipisnya sampai tidak terdeteksi– untuk pergi dari rumah sakit tanpa harus memiliki kekhawatiran seseorang akan mengenalinya maupun mencegatnya. Meski Tetsuya sedikit penasaran akan banyaknya murid SMP Namimori yang ia temui di sepanjang lobi dan koridor rumah sakit, anak itu tidak ambil pusing akan masalah itu.
"Pagi ini benar-benar sangat aneh, Nigou," kata Tetsuya kepada anjing kecilnya yang berjalan di samping kaki Tetsuya, keduanya kini sudah berada di jalanan selepas mengantarkan Ryohei. Kini Tetsuya pun meneruskan kembali perjalanannya, atau lebih tepatnya ingin kembali ke rumahnya sebelum para pelayan sadar kalau Tetsuya menghilang.
Nigou yang mengerti akan perkataan Tetsuya tersebut memberikan gonggongan lucu kepada Tetsuya yang menyatakan kalau ia setuju dengan Tetsuya, membuat sang Majikan tersenyum lembut padanya.
"Aku ingin sekali melupakan kejadian tadi dan beranggapan tidak ada yang terjadi, sayangnya aku sulit melakukan hal itu. Kurasa kalau Aomine-kun atau bahkan Akashi-kun ada di tempat ini bersama kita, mereka akan mengatakan kalau seharusnya aku tidak terlibat dalam perkelahian seperti tadi, rasanya hanya akan menjadi beban dan sangat sulit untuk dilepas," gumam Tetsuya, kali ini lebih kepada dirinya sendiri daripada kepada Nigou. Meski demikian, Nigou pun menanggapi ucapan Tetsuya dengan gonggongan lucu seperti biasanya.
Dibandingkan Aomine, Akashi pasti adalah sosok yang akan menasihati Tetsuya kalau berkelahi itu tidak baik untuk Tetsuya lakukan karena ia bisa terluka parah atau lebih tepatnya meninggal, terlebih lagi Tetsuya sekarang ini bukanlah laki-laki seperti dulu melainkan seorang perempuan. Bagi Tetsuya, menjadi seorang laki-laki maupun perempuan tidak ada bedanya, keduanya sama-sama akan dinasihati oleh Akashi kalau dirinya tidak boleh berkelahi. Kaptennya tersebut memang orang yang terlalu over protektif, Tetsuya menggeleng kepalanya karena itu. Mengingat sosok sahabatnya itu membuat Tetsuya semakin merindukan kehidupan pertamanya, ia ingin sekali kembali ke masa-masa dirinya tidak sendirian seperti sekarang ini, di kehidupan pertamanya ia memiliki sekelompok teman yang baik di mana ia bisa mengandalkan mereka untuk dapat menopang Tetsuya, begitu berbeda di tempat ini karena Tetsuya tidak memiliki siapa-siapa.
Seraya berjalan ia pun menatap langit biru yang terbentang luas di atas. Tetsuya ingin memiliki teman seperti dulu, sehingga dengan begitu Tetsuya tidak akan lagi merasa kesepian seperti sekarang ini. Gadis itu pun menghela napas panjang karena merasa jiwanya sedikit lelah akibat pemikirannya tersebut, ia pun tersenyum singkat kepada Nigou yang mana terlihat sedikit khawatir karena Tetsuya terlihat lesu secara tiba-tiba.
"Aku tidak apa-apa, Nigou, kau tidak perlu khawatir padaku," ujar Tetsuya dengan lembut sebelum dirinya menghentikan langkah kakinya. Perlahan Tetsuya pun berjongkok, ia pun membelai kepala Nigou sampai moncong Nigou mengendus telapak tangan kanannya. "Aku hanya merasa sedikit lelah, lebih baik kita segera pulang ke rumah sehingga aku bisa beristirahat."
Setelah mengusap lembut kepala Nigou ia pun segera berdiri dari posisinya. Pada saat yang sama Tetsuya pun bertemu dengan seorang remaja laki-laki yang bertubuh sedikit lebih tinggi dari dirinya –namun lebih pendek bila dibandingkan anak laki-laki seusianya– dengan rambut jabrik berwarna cokelat tengah berlari dari arah yang berlawanan. Remaja itu terlihat begitu tergesa-tergesa untuk menuju rumah sakit yang baru saja Tetsuya tinggalkan di belakang, melihat dari seragam yang remaja itu kenakan, kemungkinan besar remaja itu ingin mengunjungi seseorang –yang mungkin saja temannya– yang tengah dirawat di rumah sakit. Tidak ada yang aneh dari sosok remaja itu menurut Tetsuya, hanya saja aura yang dipancarkan oleh remaja laki-laki tersebut membuat Tetsuya serasa terpanggil, dan secara tidak langsung ia pun menoleh ke belakang demi mengikuti sosok yang tengah terburu-buru tersebut menggunakan matanya. Tetsuya meletakkan tangan kanannya pada dadanya, ia merasa hangat secara tiba-tiba, seperti tubuhnya diselimuti oleh selimut tebal yang nyaman di musim dingin, tapi hal itu ia hiraukan sebagai fenomena normal ketika angin dingin namun hangat pada saat yang sama menerpa sosoknya. Tetsuya tidak mengenal sosok pemuda berambut kecoklatan yang terlihat panik tersebut, oleh karenanya ia menghiraukan instingnya yang ingin memberitahukan kepada Tetsuya kalau ia harus mengikuti pemuda tersebut. Menghela napas singkat, anak itu pun memutuskan untuk kembali melanjutkan perjalanannya.
Sayangnya Tetsuya tidak menyadari akan adanya seorang balita yang mengenakan setelan jas hitam lengkap dengan topi fedora berwarna senada menoleh ke arahnya dari belakang setelah Tetsuya kembali menatap lurus ke depan. Sepasang mata hitam milik balita yang menggunakan bahu remaja laki-laki yang berpapasan dengan Tetsuya sebagai tempat duduk tersebut terus menatap Tetsuya, tanpa berkedip sekali pun, atau tanpa emosi yang terlintas di sana. Kelihatannya balita bertopi fedora tersebut bukanlah balita yang biasa, karena Tetsuya merasakan betapa berbahayanya aura yang menguar dari dalam sosok kecil tersebut meski Tetsuya tidak tahu dari mana aura tersebut datang dan bagaimana juga ia bisa merasakan adanya sepasang mata yang mengamatinya. Semuanya terjadi begitu tiba-tiba sampai membuat Tetsuya tidak mendapatkan kesempatan untuk mencerna akan apa yang terjadi.
Tidak mau terlalu berlama-lama berada di tempat itu, Tetsuya pun kembali meneruskan berjalan. Tidak jarang anak itu memeluk tubuhnya sendiri karena aura mengintimidasi yang Tetsuya rasakan beberapa saat yang lalu, yang entah kenapa begitu mengingatkannya pada Akashi ketika kepribadiannya yang super arogan dan juga dingin tersebut muncul ke permukaan. Sedikit pemikiran gila pun terlintas kalau yang menatapnya tadi adalah Akashi, sayangnya secepat pemikiran itu muncul maka cepat pula menghilangnya, pasalnya Tetsuya sangat yakin kalau Akashi dan yang lainnya tidak akan muncul di tempat ini. Insting Tetsuya mengatakan itu.
Dunia tempat Tetsuya tinggal saat ini begitu berbeda dengan dunia tempat Tetsuya tinggal pada kehidupannya yang pertama. Semuanya mungkin terlihat begitu sama, mulai dari tahun serta nama-nama tempat yang ada di dunia ini, bahkan persitiwa bersejarah seperti perang dunia pertama dan kedua serta lainnya pun juga sama. Yang membedakan adalah keberadaan Tetsuya dan juga orang-orang yang ia kenal di kehidupannya yang pertama. Di tempat ini tidak ada yang namanya grup basket yang bernama generasi keajaiban, bahkan Tetsuya pun sama sekali tidak menemukan rumahnya ketika ia mengunjungi alamatnya yang dulu. Tidak bisa dipungkiri kalau semuanya itu begitu berbeda namun juga tidak pada saat yang sama, Tetsuya hanya bisa beradaptasi untuk tinggal dalam dunia barunya tersebut bila ia ingin bertahan hidup, pun dengan semakin cepat ia menerima kenyataan yang ada maka akan semakin mudahnya hidupnya bergulir nanti.
Masih berjalan beriringan dengan Nigou –yang begitu diselimuti oleh semangat tingkat tinggi– yang ada di sampingnya, tanpa ia sadari Tetsuya mengarahkan tatapannya pada sosok seorang pemuda yang berjalan dari arah berlawanan. Tetsuya tidak mengenal siapa pemuda berambut hitam tersebut maupun bagaimana instingnya menyuruh Tetsuya untuk menatap lurus ke arahnya, namun yang jelas Tetsuya mengamati kalau pemuda tersebut memiliki kekuatan yang besar, jauh lebih besar daripada Tetsuya sendiri. Pemuda itu bertubuh tinggi dan cukup terlihat kekar dibalik kemeja putih lengan panjang dengan celana formal hitam yang ia kenakan, ia juga memiliki gakuran hitam yang diletakkan di atas kedua bahu tegapnya di mana pada lengan kirinya tersemat sebuah pita besar berwarna merah yang bertuliskan "ketua komite kedisiplinan".
Tetsuya merasakan otaknya blank ketika tanpa sengaja kedua mata birunya bertemu langsung dengan biru kelabu milik pemuda itu ketika mereka berjalan berpapasan. Ekspresi keduanya sama sekali tidak berubah, di mana Tetsuya masih berekspresi begitu datar seperti biasanya dan pemuda itu begitu dingin dengan kemarahan tersemat di dalamnya. Mereka tidak saling tegur sapa ketika keduanya bertemu mata, bahkan detik berikutnya mereka pun terus berjalan ke tempat yang ingin mereka tuju masing-masing –berlawanan arah– tanpa menoleh ke belakang.
Bagi Tetsuya yang sebenarnya tidak mengetahui apapun yang terjadi di tempat ini, ia memiliki firasat kalau dirinya akan bertemu lagi dengan orang-orang yang barusan ia temui tadi dalam waktu tidak lama ini. Tanpa ia sadari, Tetsuya pun mengeratkan genggamannya pada payung milik Elena saat ia terus berjalan lurus ke depan bersama Nigou yang ada di sampingnya. Ia harus segera tiba di rumah.
AN: Bayangkan saja penampilan fisik dari Nagi/Chrome/Tetsuya di kehidupannya yang kedua ini seperti versi baik Ciel Phantomhive dengan dua mata sewarna dari Kuroshitsuji. Terima kasih sudah mampir dan membaca fanfik ini
Author: Sky
