Rock & Classic

.

.

.

Summary : Naruto adalah gitaris band rock di sekolah dan Gaara merupakan salah satu bagian dari kelompok Orchestra. Naruto benci bermain klasik, sedangkan Gaara paling anti dengan instrument elektrik. Masing-masing mempunyai alasan personal dengan genre musik masing-masing. Apakah ada batasan dalam permainan musik? Apakah Rock dan Classic tidak bisa menyatu dengan bantuan bridge?

.

.

.

Jrengg..! Jreenngg..!

Dam! Dam! Step Drang Tring...!

Dumdum... Dum Dum.. Dum Dum...

"Tes, tes... 1, 2, 3... Hey, Shikamaru, bisa turunkan Mic. Volumenya sedikit?" pinta Sasuke sambil terus mencoba mikrofon dengan suara baritone-nya. Shikamaru berjalan menuju pengatur sound dan mencoba menyeimbangkan suaranya.

Fire Spirit, Band asal Konohagakuen, sekarang ini sedang mengadakan latihan rutin di ruang Band. Hari Minggu yang biasanya dilakukan untuk bersantai dipakai oleh mereka untuk berlatih, belajar untuk menjadi sebuah Band yang lebih padu. Shikamaru sebagai Lead Guitarist mencoba mengatur alat sound effectnya. Neji sebagai Bassist sedari tadi mencoba menyetem senar-senarnya, menggunakan tuner agar tidak sumbang. Kiba sendiri sudah pemanasan dengan memainkan irama-irama ringan dengan stick drum kesayangannya.

"Sudah selesai pemanasannya?"

Tiba-tiba saja Sakura sudah ada di ruang Band, mengecek segala hal yang berhubungan dengan latihan ini. Maklumlah, selaku manager Fire Spirit Band, ia sudah diberi amanat untuk memantau dan mengarahkan mereka saat latihan maupun perform kapan saja.

"Tunggu, dulu! Dimana Naruto?!" Sakura mengomel.

Duakk...!

Tepat setelah Sakura selesai bertanya, pintu ruang band terbuka tiba-tiba dengan kasar.

"Gomen-ne, minna... Aku telat..!" seru Naruto cengengesan.

.

.

.

Disclaimer : Naruto milik Masashi Kishimoto

Warning : My first fanfic about NaruGaa. Pasti banyak kekurangan disana-sini, secara aku masih newbie (malah belum pernah bikin fanfic!). Banyak sekali istilah dalam musik disini, jadi mungkin agak sedikit membingungkan. But at least, I wanna try to celeberate and glorify our holy-day, that is NaruGaa Fanday. Silahkan dinikmati, minna. Segala saran dan kritikan diterima :D

.

.

.

Kemarin itu benar-benar hari yang tidak terlalu baik bagi si rambut pirang.

Terang saja! Bukan salahnya kalau dia datang terlambat. Bis yang biasanya ia tumpangi kemarin tiba-tiba saja mogok di tengah jalan. Di tambah lagi, si supir adalah orang baru yang berpengetahuan minim soal mesin. Merasa kalau bantuan dari bengkel setempat tidak akan membantu, alhasil Naruto harus berlari sambil membawa gitar listriknyaa hingga sampai ke sekolah.

Yah... Permasalahannya, bukan berada pada teman se-grupnya yang jelas-jelas bisa mentolerir masalah tersebut. Manager Sakura-lah yang tidak bisa menerima keterlambatan, menganggap Naruto sudah mulai tidak disiplin dalam latihan. Dan menghasilkan sebuah pidato panjang dari Sakura mengenai arti tepat waktu yang sesungguhnya.

Dua kali sudah ia mendapat kemalangan, dan malah bertambah dengan putusnya senar gitar saat latihan. Padahal dia baru baru beli minggu lalu! Ahh... Sudahlah. Semoga saja, di pagi yang secerah rambutnya ini, Kami-sama akan memberikan hal menyenangkan untuk dirinya.

.

.

.

"Sabaku no Gaara, dari Sunahagakuen. Yoroshiku-onegai shimasu."

Kemudian, semua murid bertepuk tangan untuk murid baru itu.

"Baiklah, Sabaku-san. Silahkan duduk di sebelah anak yang sedang tiduran di belakang sana," Iruka-sensei mempersilahkan.

Yang tadi itu merupakan perkenalan singkat dari murid baru. Murid laki-laki berambut merah dengan tato unik di dahinya. Setelah dipersilahkan duduk, Gaara membungkuk hormat kepada Iruka-sensei dan berjalan sesuai instruksi, menuju meja seorang murid yang membaringkan kepalanya di atas meja dengan alas kedua lengan.

Merasa ada seseorang yang mendekati mejanya, Naruto menatap wajah Garaa dengan tatapan bertanya 'ada apa?'.

"Summimasen, tapi aku akan duduk disini," Gaara berkata singkat.

"Gomen, tidak bisa," jawab Naruto sama singkatnya. "Kau tidak lihat? Kursi ini sudah ditempati oleh gitar kesayanganku. Kau tidak bisa duduk di kursi ini, mengerti?"

Gaara menggeleng, "Tidak, tidak.. Aku malah ingin menaruh biolaku di kursi yang sama dengan gitarmu." Gaara menunjukkan kotak biola yang ada di tangannya. "Justru, kamu yang harus pindah karena aku mau duduk di kursi ini."

Ucapan yang mengundang provokasi in sukses menghasilkan 4 kedutan di dahi Naruto.

.

.

.

"Murid baru?"

"Yahh... Begitulah. Kedatangannya lumayan mengungang respon. Soalnya dia punya penampilan yang unik," Kiba menjawab. "Hey, Naruto! Ceritakan sedikit tentang anak baru itu dong..."

Naruto cuma mengangkat bahu, terlalu malas untuk ikut bergosip dengan Neji dan Kiba. Saat ini, para anggota band sedang berkumpul di ruang latihan seperti biasa saat istirahat. Shikamaru sedang tidur-tiduran di kursi pojokan dinding. Neji dan Kiba bergosip di lantai seperti biasanya. Naruto sendiri menyibukkan diri dengan memasang senar baru di gitar kesayangannya. Sasuke tidak bisa datang karena ada tugas tambahan.

"Ngomong-ngomong, Kiba..." Neji memulai lagi acara gosipnya. "Rupanya, Gaara bisa bermain biola looh.."

Menemukan berita baru, Kiba merespon dengan antusias, "Oh ya? Masa sih, Neji? Mantap dong, jarang ada violinist laki-laki. Apalagi di sekolah ini. Memangnya, kau tau dari mana?"

"Waktu itu aku lewat kelas Naruto saat jam pelajaran Tayuya-Sensei. Lalu sekilas, di depan kelas aku melihat Gaara bermain biola. Merdu sekali looh..."

"Ah, masa sih? Waah... Aku jadi penasaran. Berarti dia emang udah master dong. Aku harus memaksanya bermain di kelasku nanti."

Mendengarnya, Naruto jadi sewot sendiri. "Jangan melebih-lebihkan, Neji. Waktu itu, dia cuma main lagu 'Ode to Joy'. Nggak ada yang istimewa dengan lagu yang sederhana kayak gitu. Itu kan lagu untuk pemula."

Neji jadi ikutan sewot, "Yeeee... Serius kok. Walaupun nadanya cuma ketukan sederhana, tapi suara gesekannya menunjukkan teknik tingkat advanced. Naruto aja yang lagi sensi, Kiba. Gara-gara punya saingan musik di kelasnya." Celetukkan Neji sukses membuat Kiba terkekeh.

Naruto tersenyum meremehkan, "Mana mungkin.. Bagiku, musik klasik nggak akan pernah menyaingi musik rock. Karena, musik klasik sudah kolot. Di zaman sekarang ini, musik Rock-lah yang harus menguasai dunia."

Naruto langsung menghidupkan sound system-nya. Setelah disetel ke volume yang hampir maksimal, lagu 'Stairway to Heaven' menjadi pilihan untuk lagu rock-ballad kali ini. Suaranya yang terlalu besar, sukses membangunkan Shikamaru dari tidur siangnya. Seperti sudah menjadi kebiasaan, Kiba dan Neji langsung memasang earphone. Bukan karena permainan Naruto yang terlalu buruk. Malah justru sebaliknya. Kecepatan dan juga ketepatan ketukannya benar-benar sempurna. Sayangnya, Naruto senang bermain 'keras'. Karena prinsipnya adalah 'Semakin keras maka semakin baik.'

.

.

.

Sudah jam 4 sore. Kegiatan di Konohagakuen cuma dipenuhi dengan ekskul olahraga di lapangan. Naruto berjalan di sepanjang lorong sekolah utuk pulang. Setiap hari, dia memang selalu pulang paling sore, sekedar untuk bermain gitar di ruang band. Kalau cepat pulang pun, di rumah tidak ada siapa-siapa.

Sejenak Naruto mendengar alunan lagu. Ia berhenti melangkah, mencoba untuk mendengarkan. Mungkin saja kan itu cuma pikirannya? Tapi, kalau didengar-dengar lagi, suara itu merupakan suara piano. Penasaran dengan asal suaaranya, ia menebak-nebak asal suaranya. Pastilah suara semerdu dan sebulat ini tidak dihasilkan oleh keyboard, tapi sebuah piano, tepatnya Grand Piano. Dan ruangan yang paling memungkinkan untuk bermain piano itu adalah...

Ruang musik. Tepatnya, ruang untuk para pemain orchestra.

Naruto berdiri di depan pintu ruang orchestra yang sedikit terbuka. Sekarang, permainan tuts pianonya lebih terdengar.

Memang siapa ya yang bermain piano di saat sore seperti ini? Apa jangan-jangan hantu ya?

Naruto bergidik. Hiii... bisa jadi kan? Apalagi banyak sekali film tentang hantu yang bersemayam di ruang musik. Tapi Naruto menepis pemikiran itu. Dia harus bersikap realistis. Tuh, lihat aja di depan pintu. Masa hantu pakai sepatu?

Naruto masuk dengan tanpa suara. Di tengah ruangan dimana piano itu terletak, seseorang bermain dengan posisi membelakangi pintu masuk.

Gaara..? Kenapa dia ada disini?

Naruto tidak ingin menginterupsi permainan Gaara. Jadi, ia mengambil tempat duduk di belakang Gaara dan mencoba untuk menikmati lagu yang disuguhkan.

.

.

.

Gaara memperlambat permainnya saat lagu sudah mencapai endingnya. Menghembuskan nafas dengan pelan, puas karena telah bermain lagu kesukaannya.

Suara tepukan tangan langsung mengejutkannya, bahkan langsung menegakkan punggungnya.

Siapa? Gaara langsung menolehkan kepalanya.

Dibelakangnya, Naruto sedang bertepuk tangan lambat, kakinya bersilang dengan punggung menyender di kursi. Gaara tak menyangka bahwa akan ada penonton ilegal disini. Yah, walaupun dia juga pengunjung ilegal

"River Flows In You," ucap Naruto lalu berjalan ke arah Gaara. "Lagu pop-classic yang cocok sekali dengan piano." Naruto duduk di sebelah si rambut merah.

Gaara cuma diam, walaupun Naruto membuatnya harus menggeser sedikit posisinya untuk berbagi kursi piano.

Naruto memainkan nada oktaf tinggi dengan tangan sebelah tangannya. Lalu, ia memainkan dengan lambat opening dari lagu yang sama dengan Gaara.

"Apa.. yang kau lakukan di sekolah sampai se-sore ini, Uzumaki-san?" tanya Gaara.

"Alasan yang sama kenapa kau ada di ruangan ini sampai sekarang, Gaara." jawab Naruto singkat.

Gaara mengerutkan dahinya tidak senang, "Jangan seenaknya memanggilku Gaara, Uzumaki-san."

Ucapan itu hanya di respon dengan kekehan dari mulut Naruto.

Gaara kembali memperhatikan jari-jari Naruto. Melihat Naruto telah menggunakan kedua tangannya untuk menekan tuts, Gaara bertanya, "Kau bisa main piano?"

Naruto menaikkan alisnya. Tentu saja kan? Memang dia tidak melihat permainannya dari tadi? Namun, Naruto mengerti kalau itu bukanlah jawabannya.

"Mau tidak mau. Aku tetap perlu piano untuk menyetem gitarku kan? Justru aku yang terkejut. Aku kira kau cuma bisa bermain biola," jawab Naruto panjang.

Gaara meletakkan kedua tangannya di atas tuts. Rupanya, ia mengimbangi permainan Naruto dengan mencoba bermain suara pengiring, "Bukannya.. ini salah satu syarat untuk bisa masuk kelompok orchestra sekolah ya?"

"Aku mau pulang." Ucap Naruto singkat. Ia langsung mengambil tas dan kotak gitarnya dari lantai, keluar dari ruangan tanpa menoleh kepada Gaara.

Nah lho? Naruto kenapa? batin Gaara.

.

.

.

Naruto mengeluarkan kunci rumah dan membuka pintu depan.

"Tadaima..,"

Tidak ada yang menjawab salam Naruto, tapi sepertinya Naruto juga tidak peduli. Ia masuk ke kamarnya yang sedikit gelap dan berantakan, meletakkan tas dan gitarnya, mengganti gakuran dengan kaos polos dan celana pendek. Kemudian, ia berjalan gontai ke meja makan. Asam lambungnya sudah semakin tinggi gara-gara belum makan dari tadi siang.

Namun tidak ada makanan apa-apa disana, cuma ada piring berminyak bekas telur goreng tadi pagi. Tidak apa-apa, toh masih ada persediaan ramen di lemari.

Setelah menyeduh cup ramen, Naruto duduk di kursi piano. Ia taruh ramennya di atas piano yang tertutup sambil meniup-niup mienya untuk dimakan.

Naruto memang senang sekali melakukan apapun di atas piano, dari makan, tidur, mengerjakan tugas pun pernah.

Di tengah acara makannya, ia samar-samar mendengar suara wanita dari kamar ayahnya. Berhenti mengunyah, Naruto mendengarkan dengan lebih sesama.

Dan, setelah itulah, sayup-sayup terdengar suara desahan wanita dan gombalan dari seorang pria. Kedutan menghiasi dahinya, mengerti apa yang terjadi di dalam kamar.

Naruto menggenggam erat cup ramennya.

"BANGSATT...!"

Naruto mengumpat lalu melempar cup ramen yang masih ada isinya itu ke pintu kamar ayahnya. Selera makannya jadi hilang. Biar saja lantai jadi kotor karena kuah ramen, ia tidak peduli. Malah ia akan sangat bersyukur kalau ayahnya akan terpeleset saat keluar.

Naruto membanting pintu kamarnya. Setelah menyetel semua sound systemnya dan memasang earphone biru kesayangannya. Naruto menggenjreng senar gitar dengan volume yang paling besar.

.

.

.

TBC...