My Painkiller
Park Jimin / Min Yoongi
Uozumi Han
.
.
.
"Though I'm sick to death, I only think of you
I guess you really are my medicine."
(T-Ara, The SeeYa, 5Dolls, SPEED – Painkiller)
.
.
.
*Happy Reading*
.
.
.
Bel apartemen berbunyi nyaring ketika Jimin baru saja keluar dari kamar mandi. Sembari mengencangkan tali bathrobe dan bergumam tunggu, Jimin melangkah setengah malas menuju pintu depan apartemennya. Demi Tuhan, ia lelah sekali untuk menerima tamu. Pemuda itu melirik sejenak jam dinding di ruang tengah dan mengerang kesal mendapati jarum jam sudah hampir menunjukkan pukul setengah dua belas malam. Tadinya ia hendak bermalam saja di apartemen Taehyung selesai mengerjakan tugas presentasi mereka untuk esok hari, tetapi tiba-tiba saja Jungkook datang dan mengacaukan rencananya. Si posesif Jeon bisa saja membunuhnya kalau tahu ia tidur satu ranjang dengan kekasihnya itu. Lagi pula orang bodoh mana yang bisa-bisanya bertamu tengah malam begini, benak Jimin.
Saat Jimin sampai di depan pintu, belnya berhenti berbunyi. Pemuda itu membuka sedikit pintu apartemennya, menyisakan celah yang hanya muat untuk melongokkan kepalanya keluar, karena, ya Tuhan, Jimin benar-benar masih telanjang bulat di dalam bathrobenya. Sesaat setelah menemukan sosok di depan pintu apartemennya, kening Jimin berkerut samar. Ia buru-buru membuka lebar pintu di hadapannya. Seseorang bertubuh mungil dengan balutan hoodie kebesaran yang hampir saja membuat Jimin menjerit gemas—kalau saja Jimin tidak menemukan ekspresi pemuda itu tidak seperti biasanya—berdiri dengan mata sembab dan pipi merah.
"Yoongi hyung?"
"Jiminie."
Ya, Tuhan. Min Yoongi memeluknya. Ya, Tuhan. Biasanya, merangkul saja dimarahi. Jimin ingin memekik girang rasanya. Tetapi, memangnya si manis ini kenapa? Apa otaknya baru saja terbentur?
"Kau kenapa, hyung?"
"Ingin menginap." Gumamannya tertelan karena wajah Yoongi yang tenggelam di dada Jimin. Yoongi memeluknya erat sekali, sampai-sampai kain bathrobe di bagian punggungnya diremas kuat.
"Tumben sekali minta peluk. Kangen?"
Yoongi mengangguk. Ya, Tuhan. Kepalanya benar-benar terbentur.
"Ayo masuk. Kau aneh sekali."
Jimin mendorong sedikit bahu Yoongi agar ia melepaskan pelukannya. Keningnya semakin berkerut ketika mendapati bibir kakak tingkat kesayangannya itu melengkung sedih.
"Habis nangis ya?"
Bukannya menjawab, Yoongi malah menarik lengan Jimin untuk masuk ke dalam apartemen. Yang lebih muda hanya mengikuti dengan wajah bingung. Setelah sampai di ruang tamu, Jimin balik menarik lengan Yoongi hingga pemuda itu kini menghadapnya. Kepalanya ditundukkan, enggan menatap Jimin.
"Hyung sakit?" satu tangan Jimin terulur untuk menangkup sebelah pipi gembil Yoongi. Membawanya agar menatap ke arahnya. Hatinya benar-benar hancur ketika sebulir likuid menetes menuruni pipi putih Yoongi yang memerah.
"Ya, Tuhan. Jangan menangis, hyung." Jimin mendekapnya, membawa wajah Yoongi kembali bersandar di dadanya. Seketika isakan pilu terdengar dari yang lebih tua, membuat dadanya bergemuruh dipenuhi sesak.
"Jiminie.." air mata Yoongi mengenai dadanya yang tidak tertutupi kain bathrobe, Jimin menciumi rambut Yoongi sambil terus berguman 'jangan menangis' untuk menenangkannya.
Yoongi menangis lama sekali. Tapi tidak sedikit pun bibirnya terbuka untuk menceritakan hal yang membuatnya sampai menangis. Jimin tidak memaksanya bercerita karena ia tahu sekali Yoongi tidak akan mau bercerita kalau dia memang tidak ingin bercerita. Jimin hanya menunggu. Sampai Yoongi mengatakan kalau ia mengantuk dan ingin tidur, pemuda manis itu sama sekali tidak mau bercerita.
Jimin tidak sempat berganti baju karena Yoongi langsung menariknya berbaring. Yoongi tidak mau melepaskannya sama sekali. Mendekap Jimin sampai benar-benar tertidur pulas. Tangannya mengepal pada kain bathrobe Jimin begitu erat. Yoongi tidur dengan alis menekuk dan bibir mengerucut. Tidurnya memang menggemaskan, tapi Jimin sungguh tidak tega melihat lelehan air mata Yoongi masih menetes sesekali waktu. Yoonginya pasti sedang sedih sekali.
Ingin cium, tapi bukan siapa-siapa. Heol, Jimin!
.
.
.
Yoongi terbangun karena dering ponsel Jimin benar-benar mengganggu telinganya. Berisik sekali. Tapi pemiliknya bahkan tidak bergerak sedikit pun dari posisinya memeluk Yoongi dari belakang seperti orang mati.
"Jimin!" Yoongi menepuk pelan punggung tangan Jimin yang melingkar di perutnya. "Si bodoh ini." Sambil menggerutu Yoongi meraih ponsel Jimin di atas nakas, sedikit kesulitan karena Jimin enggan melepaskan pelukannya.
"Ini dari Taehyung, Jim. Aku tahu kau sudah bangun."
Tidak ada respon, Yoongi memutar bola matanya kesal sebelum mengangkat panggilan dari sahabat sehidup semati Jimin itu.
"Halo."
"JIM—Yoongi hyung? MANA SI BANGSAT ITU?" suara Taehyung keras sekali demi Tuhan, Yoongi sampai menjauhkan ponsel Jimin dari telinganya.
"Masih tidur."
"DEMI TUHAN!"
"TAEHYUNG! Teriak sekali lagi aku matikan teleponmu."
"Err.. Maaf, hyung. B-bisa tolong bangunkan bajingan itu dan suruh dia datang ke kampus dalam lima menit. Brengsek, apa dia mau menghancurkan hidupku?"
Sambungannya terputus. Taehyung sepertinya benar-benar dalam mode marah besar. Atau kehabisan pulsa? Entahlah, Yoongi tidak peduli.
"Jimin bangun! Sepertinya Taehyung akan membunuhmu kalau kau tidak sampai di kampus dalam lima menit."
Yoongi berbalik menghadap Jimin. Posisinya dekat sekali sampai hidung mereka hampir bersentuhan. Memukul pelan pipi Jimin yang sama sekali tak terusik dengan pergerakannya.
"Jimin!" tangannya beralih ke pundak Jimin, menguncangkannya kasar. Tapi Jimin malah semakin menduselkan wajahnya ke leher Yoongi.
"Jimin! Bangun! Ya, Mesum! Kau mau mati?"
Kekehan pelan keluar dari bibir Jimin. Modus cium leher Yoongi sebentar, sebelum mengangkat wajahnya, lalu menopang kepalanya dengan sebelah tangan.
"Yang mesum itu siapa? Semalam ada yang peluk-peluk orang telanjang dan ajak tidur bareng."
Yoongi refleks memukul mulut sialan Jimin. Melirik sebentar dada Jimin yang terekspos karena bathrobenya yang tersingkap.
"Lihat apa sih, hyung?"
Demi Tuhan, Jimin! Wajah Yoongi langsung memerah sampai telinga. Yoongi bersumpah dia tidak sadar kalau Jimin hanya mengenakan bathrobe semalam.
"Mana aku sadar semalam! Jangan pikir macam-macam ya!"
"Sudah pikir macam-macam semalaman, hyung. Aku beneran telanjang, loh!" seringaian itu serius membuat Yoongi merinding. Ekspresinya sudah seperti pedofilia, ya Tuhan.
"Sana jauh-jauh, ihhh!" Yoongi beringsut mudur, mendorong Jimin dengan kaki-kaki mungilnya di balik selimut, sebelum berguling ke sisi yang lebih aman.
"Jangan dekat-dekat, mau kulempar?" tangannya menggenggam ponsel Jimin dengan gestur defensif ketika Jimin hendak bangkit dan mendekat.
Kekehan Jimin membuatnya kesal setengah mati. Baru saja mau melempar sungguhan ponsel di tangannya sebelum benda itu berdering kembali dan menampilkan ID dan wajah bodoh Taehyung.
"Kau mati, Jimin!" sambil menunjukkan layar ponsel Jimin ke arah pemiliknya, Yoongi menyeringai menang. Baru, seketika air wajah Jimin berubah panik.
"Hyung, angkat teleponnya! Bilang aku sudah di jalan dan tidak bawa ponsel."
Jimin buru-buru menuruni ranjang dan bergegas mencari pakaian di dalam lemari. Tangannya beralih pada tali bathrobe dan—
"YA TUHAN, JIMIN!"
Yoongi langsung membungkus wajahnya dengan selimut ketika Jimin meluruhkan bathrobenya tiba-tiba.
Bangsat!
"Kalau malu-malu gitu malah pingin dianu—"
"TAEHYUNG, AKU TITIP MUTILASI JIMIN!"
Mata Jimin membulat, melirik sebentar gundukan selimut berisi Yoongi yang berteriak di atas ranjangnya, sebelum melesat ke arah pintu.
"TAETAE SAYANG, AKU UDAH JALAN!" teriak Jimin sebelum mendobrak pintu kamar sambil membenarkan kancing celananya.
"BANGSAT, KELASNYA UDAH MULAI!"
BLAM!
"Serius, kalian habis apa sih?"
"Taehyung jangan pikir macam-macam! Kumatikan, ya!"
Setelah sambungannya terputus, Yoongi memijit pelipisnya yang tiba-tiba ngilu. Pagi-pagi sudah keluar tenaga untuk teriak-teriak. Ya, Tuhan. Yoongi rasa Taehyung juga sedang melakukan hal yang sama dengannya.
Beberapa saat kemudian, Jimin kembali memasuki kamar—sudah lengkap dengan tas dan sepatu—menghampiri Yoongi yang masih bertahan di ujung ranjang dengan selimut membungkus seluruh tubuhnya sampai batas dagu.
"Kau masih berhutang cerita padaku, hyung." ujarnya sebelum mengecup kening Yoongi yang berkerut samar dan mengambil ponselnya dari tangan si manis.
.
.
TBC
