SINGGASANA HATI © Hepta Py
BLEACH belongs Tite Kubo
Rate/ Genres : T/ Family, Drama
Warning : 9k+ words (oneshot), typos, canon
Main Characters : Kuchiki Byakuya, Kuchiki Rukia, Kurosaki Ichigo
CurCol (CC) : Oneshot ini memang sangat panjang, sengaja saya buat untuk menebus keterlambatan saya dalam melanjutkan Si Kelabu Senja. Maafkan saya, ya, Kawan! Saya akan berusaha untuk melanjutkannya. Dan untuk semua review, terima kasih. Kalian sangat mengapresiasi fiksi tersebut. Fiksi ini saya penggal menjadi dua bagian hanya untuk kenyamanan pembaca.
XXXXXXX
Diskusi mereka berlangsung sangat alot. Kedua kubu belum ingin mengantongi kata mufakat.
"Kurosaki Isshin," nadanya seolah menggelegar saat melewati lubang telinga bapak tiga anak itu. "Perlu kau ketahui, Rukia akan tetap berada di Seireitei bersamaku. Kau tidak memiliki kewenangan untuk membawanya pergi."
Kurosaki Isshin memilih untuk tak gentar dengan mempertahankan seringai remeh dan percikan mata menantang. Ia berharap cukup mampu menghadapi calon besan dengan watak super otoriter yang sudah mendarah daging itu.
"Oh, jangan mempermainkanku, Kuchiki Byakuya. Kau tidak bisa mengubah peraturan semudah itu. Rukia-chan harus tinggal bersama kami. Dia berkewajiban mengikuti calon suaminya."
Kuchiki Byakuya mempertahankan wajah stoic andalannya. "Aku memiliki kedudukan khusus untuk mengubah peraturan jika itu memang diperlukan. Rukia akan tetap di Seireitei apa pun yang terjadi."
Pria berjenggot itu menggeram, kepalanya condong menyongsong wajah datar Byakuya. "Dan jangan kau kira, kau bisa mencuri putraku semudah itu, Kuchiki Byakuya! Dia adalah penerusku, yang akan membawa nama margaku dan menjaga kedua putriku. Berhentilah mempersulit keadaan ini."
Byakuya menghela napas bosan. "Aku tidak sedang mempersulitnya. Aku hanya ingin kau menyadari posisimu dan posisiku. Jika kau menginginkan segalanya berjalan sesuai harapanmu, kau harus memenuhi permintaanku."
Mereka bersitegang. Byakuya sadar dengan apa yang sudah dimulainya. Acara perjodohan ini tidak berjalan lancar sesuai yang ia inginkan, tapi tidak menyimpang dengan apa yang sudah ia prediksikan. Sayangnya, penolakan Isshin tidak membuat ia kecewa atau malu, sengketa yang mereka tarik-ulur memang bukanlah prihal yang sederhana. Pria bangsawan itu mengiginkan putra Isshin menjadi bapak dari keturunan yang kelak akan memimpin Klan Kuchiki menggantikannya, sedangkan Isshin sendiri menolak menyerahkan putra satu-satunya itu begitu saja.
"Yare… yare… kau sudah mengatakan padaku akan menyetujuinya, bukan, Kapten Kuchiki? Kenapa malah kau persulit lagi?" Urahara—sang pemilik tempat rapat tertutup itu kini mengipasi wajahnya dengan malas saat ia sudah merasa sangat jenuh menonton pertikaian verbal di antara kedua duda itu.
Byakuya menaikkan satu alis. "Memang, tapi aku tidak berkata bahwa aku akan menyerahkan Rukia semudah itu kepadanya."
Urahara lantas hanya menghardikkan bahu. Suasana kembali mencekam saat jeda panjang mengisi bisu di antara mereka bertiga. Pria bertopi hijau itu membantin, duda satu ini mematok harga terlalu tinggi untuk adik semata wayangnya. Tak heran, yang bersangkutan sulit untuk segera laku karena terlalu takut menghadapi predator bertaring tajam seperti Byakuya, yang tak segan mencabik pria mana pun yang berusaha mengambil Rukia darinya.
Byakuya adalah pria egois dan sejujurnya ia pun menyadari. Pria itu sangat menyayangi Rukia—seperti ia mencintai Hisana seumur hidupnya. Byakuya bukanlah seorang pria yang sepenuhnya kaku, dia tetaplah makhluk biasa yang memiliki sebuah kelemahan. Ia tak ingin tanda kepemilikannya atas Rukia direnggut begitu saja. Gadis itu harus tetap menyandang marga Kuchiki—label permanen yang harus dibawa Rukia hingga akhir hayatnya.
Oleh sebab itu, Byakuya berharap, Rukia tidak pergi meninggalkannya. Rukia adalah satu-satunya keluarga yang ia miliki sekarang. Byakuya ingin Rukia bahagia dan menikah dengan orang yang pantas di matanya. Dan orang yang ia anggap sesuai dengan kriteria itu hanyalah Kurosaki Ichigo seorang—yang memiliki rasa tanggung jawab tinggi, tangguh, dan pantang menyerah.
Namun Byakuya tak cukup rela jika Rukia diambil sepenuhnya oleh orang lain. Anggapan bahwa sesuatu-yang-ada-dalam-Hisana bersemayam pada diri Rukia membuat Byakuya semakin sulit melepasnya.
Sedangkan Isshin, ia tak cukup bodoh menjual putra satu-satunya itu. Ichigo mengemban tanggung jawab besar sebagai anak sulung keluarga Kurosaki untuk menjaga kedua adik perempuannya kelak saat Isshin sudah tak mampu melakukannya. Meskipun begitu, Isshin tak menyanggal bahwa Rukia adalah wanita yang cukup mampu memegang kendali pada diri Ichigo, membuat kepribadian Ichigo berubah lebih baik, serta menghentikan hujan badai yang sejak dulu didera putranya. Namun tetap saja, Isshin merasa berat melepas Ichigo saat terbayang kedua anaknya yang lain.
"Mungkin… mereka memang tidak seharusnya bersama. Dunia anakku dan dunia adikmu sudah jelas-jelas terlalu berbeda."
Alis Byakuya rela hampir bertaut menanggapinya. "… Apa maksudmu?"
"Aku menolak perjodohan ini."
XXXXXXX
Putusan Central 46 beberapa hari yang lalu hampir membuat dunia Byakuya runtuh, bahkan kali ini, ia tak yakin bisa menghadapinya dengan mudah, meskipun dengan bantuan Senbonzakura atau status The Four Great Noble Families yang selama ini disandangnya.
Kepala Keluarga Kuchiki ke-28 dipandang terlalu lamban dalam memenuhi tugasnya sebagai tiang penegak hukum di Soul Society. Kuchiki Byakuya dikritik pedas dan dianggap sebagai pemimpin Kuchiki terburuk karena tidak mengindahkan kewajiban utamanya sebagai keluarga bangsawan yang terpandang.
Dari beberapa peraturan yang telah ia dilanggar, ada satu pasal tersakral yang tak mampu dijalankannya hingga sekarang, yaitu: Meneruskan keturunan untuk generasi berikutnya.
Hal paling mendasar bagi penyandang gelar bangsawan adalah menikah kemudian menghasilkan sebuah keturunan yang kelak akan mengeser pemimpin sebelumnya. Dan harusnya, Byakuya tahu benar akan hal itu karena pria itu pun pernah bersusah payah menikahi wanita non-bangsawan di masa lalunya. Namun takdir kematian telah memisahkan mereka sebelum keturunan yang diharapkan lahir ke dunia.
Segala hal tentang wanita selalu memperburuk citra Byakuya di mata pemantau kaum bangsawan itu—Central 46—mereka membentuk The Four Great Noble Families dengan pamor hampir sejajar dengan kedudukan Raja di Soul Society, dan mereka juga memegang kendali penuh atas gelar asuhannya itu dengan memiliki hak paten untuk mencoret salah satu diantaranya—seperti apa yang telah terjadi kepada status tinggi kebangsawanan Klan Shiba.
Byakuya menggeleng untuk menolak mimpi buruk yang sama dengan klan tersebut. Bukan karena pria itu haus popularitas, melainkan karena sumpah yang telah ia ucapkan di depan makam kedua mendiang orang tuanya. Ia berjanji akan menjadi pemimpin Kuchiki yang baik dan menjunjung tinggi status kedarahbiruannya itu di atas segala-galanya. Memang, Byakuya masih gemar melanggar aturan-aturan kecil yang ada, tapi ia tak bermaksud mencoret nama besarnya sendiri untuk menebus semua itu.
Byakuya harus melakukan sesuatu.
XXXXXXX
"Kudengar… kau akan menjalani sebuah Upacara Penyucian. Apa aku tidak salah dengar? Kabar itu cukup mengejutkan, Rukia."
Wakil Kapten Matsumoto Rangiku duduk bersantai sembari memperhatikan wakil kapten devisi ke-13 yang tengah sibuk mengemasi perkakasnya di ruang Asosiasi Shinigami Wanita. Rukia tidak menoleh, tapi ia cukup memberi anggukan kecil untuk menjawab. Rupa-rupanya, berita tersebut sudah menyebar sangat luas dalam hitungan tak sampai dari satu malam.
"Upacara seperti itu pasti membosankan, bukan?" tanya Rukia.
Matsumoto menggeser pantatnya yang sejak tadi hanya menempati sejumpit sudut meja. Kakinya bergerak-gerak mengudara, kedua lengannya menyangga di belakang tubuh dan kepalanya hampir tengadah maksimal.
"Jangan bercanda. Upacara Penyucian Putri Bangsawan selalu ditunggu-tunggu oleh seluruh penghuni Soul Society. Pesta besar-besaran selama tiga hari tiga malam, makanan dan arak gratis, lalu pertunjukan yang sangat megah. Kau tahu? Sejak Shihoin Yoruichi memilih untuk kabur daripada membintangi perayaan itu, kami sudah putus harapan untuk bisa melihatnya lagi di masa mendatang."
Kepala Rukia terputar ke belakang bahkan sebelum tangannya berhenti untuk berberes-beres. Matanya membulat. "Ma-maksudmu Yoruichi-san yang itu? Dia kabur ke dunia nyata hanya karena Upacara Penyucian?"
Matsumoto memiringkan kepala bingung saat ia kembali menatap ke wajah Rukia. "Kau tidak tahu?"
"Tidak! Apa kau serius, Wakil Kapten Matsumoto? Hanya karena hal sekecil ini?"
Matsumoto menggeleng. "Memang bukan hanya itu saja yang menyebabkannya lari dari Soul Society, tapi alasan itu hanya salah satu yang cukup mendesaknya," ujar wanita seksi itu tanpa mereduksi keyakinan.
Rukia berdiri normal kembali. Buku yang ia pegang serasa melayang di udara saat ia mendapati bahwa akalnya tiba-tiba terhisap oleh prasangka buruk tentang Upacara Penyucian yang semula dianggapnya biasa-biasa saja.
Matsumoto berdehem dan berhasil membuat Rukia terjingkat kecil. "Wajar jika kau tidak tahu. Kapten Kuchiki menjadikanmu salah satu dari mereka tanpa menyuruhmu mempelajari segala hal yang harus diketahui oleh wanita bangsawan yang sesungguhnya. Aku yakin, ilmu kebangsawanan akan sedikit merepotkanmu karena kau tidak dibiasakan sejak awal."
Rukia mendesah, Matsumoto adalah gembong informasi terpercaya. Bahkan meskipun ia sudah dewasa, Rukia masih tidak cukup sadar diri untuk meminta Byakuya menjelaskan setiap perintah yang diembankan kepadanya.
"Jadi, acara itu akan sangat megah dan melibatkan seluruh penghuni Soul Society, ya? Pantas saja beritanya begitu cepat menyebar luas. Aku khawatir tidak bisa berpenampilan baik di depan mereka yang menantikan acara ini."
Giliran Matsumoto memperdalam gurat dahi. "Bukan itu yang seharusnya kau cemaskan, Wakil Kapten Kuchiki. Kau tidak tahu tujuan utama acara besar-besaran itu?"
Dengan polos Rukia menggeleng.
"Sudah kuduga," sesal Matsumoto dengan desahan panjang. Ia turun dari atas meja kemudian menghampiri tubuh Rukia yang setengah berbalik padanya.
Sebelum Matsumoto berhasil membuka mulut, bibir lain terbuka lebih dulu, memecah ketegangan Rukia saat kedua matanya hanya fokus menatap Matsumoto.
"Kau akan segera menikah," keduanya menoleh cepat ke arah pintu masuk. "Upacara Penyucian adalah prosesi pembuka untuk melangsungkan pernikahan para petinggi yang memiliki kedudukan setara dengan keluarga raja."
Belum sempat Rukia terkejut, Matsumoto melesat cepat ke belakang tubuh kecil Rukia untuk bersembunyi. "Ka-Kapten?"
Hitsugaya Toushirou berjalan kalem masih dengan membelitkan kedua tangan di depan badan kecilnya. Matsumoto masih bisa bernapas lancar, sebelum ia tahu sang kapten benar-benar menatapnya dengan mata super berbahaya, tubuh Matsumoto mendadak ciut.
"Matsumoto!"
"Y-ya, Ka-Kapten?"
"Kau pergi begitu saja dan meninggalkan segunung tugas itu di meja kerjaku! Apa kau ingin kubekukan sekarang?"
Matsumoto mencengkram kedua bahu Rukia dan menyodorkan wakil kapten baru itu kepada atasan galaknya. "Wakil Kapten Kuchiki lebih membutuhkanku, Kapten. Kapten tahu, bukan? Dia memerlukan kursus kilatku tentang rencana Upacara Penyucian itu."
Rahang Hitsugaya mengeras sebelum ia mengerang. "Jangan bercanda!" udara mulai memberat di dalam ruangan itu dan Matsumoto hanya bisa meringis seperti biasa.
"Pe-pernikahan?" gumam Rukia seolah menyangkal. "Kapten Hitsugaya, biasakah Anda menjelaskan lagi tentang hal ini? Aku… aku benar-benar tidak mengerti."
Matsumoto bernapas lega saat penyelaan Rukia berhasil menurunkan amarah sang kapten secara tak langsung. Hitsugaya yang sebenarnya kurang suka mencampuri urusan orang lain kini terpaksa menjawab apa yang sudah dimulainya, meskipun dengan wajah yang tak cukup rela.
"Aku tidak begitu mengerti, tapi itulah yang kutahu. Kau pasti sudah menghadiri acara perjodohan dengan calon pasanganmu, sudah pasti hal itu berlanjut meskipun kau berusaha untuk menolaknya."
Rukia tampak lebih syok dari sebelumnya. "Aku tidak melakukan apa pun tentang apa yang Anda jelaskan, Kapten Hitsugaya. Aku mengerjakan Proyek Pemekaran Rukongai atas perintah Kapten Ukitake sejak jatuh sakit sebulan yang lalu. Aku berada di sana sampai hari ini, saat Nii-sama menyampaikan perintah baru padaku untuk mempersiapkan diri dalam Upacara Penyucian ini." Rukia hampir tak menjeda.
Bukan hanya Matsumoto, Kapten Hitsugaya turut terperanjat dan tak habis pikir. Tak membuang waktu, otak jenius Hitsugaya mencerna seluruh penjelasan Rukia, kemudian ia padukan dengan informasi yang ia dengar baru-baru ini. Dahi Kapten itu terlipat-lipat.
"Bagaimana mungkin kau tidak mengetahui calon suamimu sendiri, Rukia! Ini sudah keterlaluan!" Matsumoto mengamuk tanpa peringatan, kedua tangannya mengguncang tubuh Rukia yang sudah lemas sejak tadi.
Hitsugaya menyangga dagu. Ada kilat menembus pupil matanya. "Mungkin Kapten Kuchiki tidak ingin membuatmu terlalu memikirkannya atau dia terpaksa melakukan hal itu kepadamu. Kudengar acara ini sudah dipersiapkan sejak sebulan lalu, itu berarti tepat setelah kepergianmu. Ini adalah sekenario buatannya dan kurasa berjalan dengan cukup baik."
Rukia menggeleng, berusaha menolak kenyataan. "Tidak mungkin! Aku tidak bisa melakukan pernikahan seperti ini. Kenapa tak ada satu pun yang memberitahuku tentang hal itu sebelumnya? Bagaimana bisa aku tidak mengetahui hal sebesar ini?"
Kalut melanda batin Rukia. Benang kusut seolah menjahit seisi dadanya, membuat ia semakin tertekan bahkan mengembangkan dada untuk rutinitas bernapasnya pun kini terasa sulit. Ini terlalu mengejutkan.
Melihat itu, Matsumoto memeluk tubuh Rukia dengan gestur simpati. Wanita itu menepuk-nepuk punggung gadis manis tersebut, berusaha untuk menghapus gundah di hatinya.
"Tenanglah, Rukia. Mungkin kau harus belajar mempercayai Kapten Kuchiki. Aku cukup lama menilai kalian. Kapten Kuchiki tidak akan membiarkanmu menderita, dia pasti melakukannya karena suatu alasan yang sekarang tidak kau ketahui, tapi percayalah, setidaknya kau menyadari satu hal saat pernikahan ini benar-benar terjadi."
Matsumoto melepas pelukan itu dan didapatinya sepasang manik ungu lembayung tengah menatapnya dengan pantulan sklera yang berkaca-kaca. "Kapten Kuchiki ingin membebaskanmu dari tugas shinigami. Dia ingin melindungimu dengan tidak melibatkanmu lagi ke dalam pertempuran yang sudah seringkali mengancam nyawamu. Setidaknya, Kapten Kuchiki ingin menyandingkanmu dengan seseorang yang selalu bisa menjagamu untuk menggantikannya. Bukankah lebih ringan jika kau hanya memikirkan hal kecil ini, Rukia?"
Semula Rukia cukup tegang sampai akhirnya ia ingat kembali cara untuk tersenyum yang benar. Butir air mata merembes perlahan dari kedua sudut matanya. Matsumoto benar, Rukia harus tahu, Byakuya takkan membiarkan hal buruk menimpa dirinya, seperti ia sendiri yang tak ingin sesuatu yang buruk menimpa kakaknya.
"Terima kasih atas penilaian bijakmu, Wakil Kapten Matsumoto."
Ketiga shinigami di dalam ruangan itu lantas menoleh cepat sebelum seseorang itu berhasil menyelesaikan kalimat. Tekanan rohnya memang memiliki ciri khas yang tak dipunyai oleh kapten lainnya—begitu kuat mencekik sampai mereka nyaris kehilangan napas untuk sejenak. Itulah mengapa, banyak orang berkata bahwa hawa keberadaan pria itu sangat dingin, membuat siapa pun merasa terintimidasi bahkan hanya dengan melihat sosoknya saja—Kuchiki Byakuya, kapten devisi ke-6 sekaligus tokoh utama yang sejak tadi mereka perbincangkan.
"Nii… Nii-sama?"
Hanya Rukia yang berani bersuara, bukan berarti pihak Hitsugaya turut gentar. Kapten termuda itu hanya mencoba seolah-olah tidak menyadari kehadiran Byakuya, karena sebenarnya ia sudah sadar sejak awal. Hitsugaya tidak ingin menghentikan nasehat Matsumoto yang ia rasa cukup membantu memulihkan ketenangan gadis itu.
"Rukia, bisakah kau ikut bersamaku sekarang? Ada hal yang ingin kukatakan kepadamu tentang apa yang tak sempat kujelaskan."
Rukia merasa tubuhnya mengaku saat ajakan itu terdengar sangat wajar di telinganya sendiri. Tidak ada paksaan, seolah Byakuya tahu bahwa apa yang telah dikatakan Matsumoto dan Hitsugaya tidak akan membuat dirinya lari dan mengabaikan kakaknya itu.
Rukia berjalan seperti ia menapaki lintasan batu bara yang sungguh membuat setiap langkah kecil yang dilakukan terasa begitu menyakitkan. Bukan karena ia takut dinikahkan paksa, ia terluka karena hatinya tak bisa mempercayai kakaknya. Ada benih keraguan yang menusuk bagai sembilu dan itulah yang membuat Rukia hanya mampu menatap lantai saat menghampiri Byakuya.
Dan begitu sampai. "Rukia," Byakuya memanggil ketika sang adik masih juga menghindari wajahnya. "Maafkan aku."
Kepala Rukia menengadah begitu cepat sebelum ia berhasil menata hatinya. Dan saat Rukia menyelami sepasang kelabu yang membias ke dalam bola indigonya, Rukia tahu cara pandang sang kakak bukan hanya menyakitinya bagai tusukan sembilu, tapi semua ini jauh lebih menyakiti kakaknya sendiri bagai koyakan pedang yang runcing. Byakuya cukup pintar menutupi luka itu, tapi tidak di depan mata Rukia.
Byakuya terlihat lebih tertekan daripada dirinya. Saat Rukia menyadari, secara otomatis ia ingin berhambur ke dalam pelukan tubuh sang kakak. Sejujurnya, bukan Byakuya saja yang terkejut, Matsumoto, Hitsugaya bahkan Rukia pun hampir sama-sama membelalak, merasakan dan melihat tubuhnya sendiri menerjang badan Byakuya tanpa keseganan.
Kedua mata kelabu pria rupawan itu melembut saat ia merasakan tubuh Rukia menggigil karenanya. Ia mendengar sebuah desiran napas adiknya.
"A-akulah… yang seharusnya meminta maaf, Nii-sama. Maafkan aku."
Byakuya tersenyum. Mereka masih saling terhubung.
XXXXXXX
Rambut keduanya yang terpangkas cepak itu disebut-sebut sebagai salah satu wujud keintiman baru bagi duo Kuchiki sejak mereka belajar menjadi kakak beradik normal hingga menjelma sebagai sepasang saudara kompak yang tak terpisahkan. Byakuya jauh lebih protektif saat sang shinigami daikou tidak lagi berada di sisi Rukia. Byakuya bisa saja berubah menjadi menos grande—jika perlu—untuk memusnahkan segala macam musuh yang tak segan menorehkan luka pada tubuh adik tercintanya.
Oleh sebab itu, Byakuya nyaris selalu turut andil saat Rukia menerima tugas berat yang mungkin dapat mengancam keselamatan jiwa gadis itu. Byakuya versi baru dengan pinggiran emas pada kerah haori-nya serta kenseikan tipis di puncak kepala, bukan hanya berperan sebagai kakak angkat lagi, mungkin juga merangkap sebagai ayah angkat Rukia.
Byakuya menunjukkan perilaku itu secara gamblang tanpa siratan ragu. Hingga tersiar kabar bahwa Byakuya tidak mendekati satu pun wanita di Seireitei hanya karena duda itu terlalu sibuk mengurusi satu wanita di sisinya. Rukia dianggap sebagai gadis paling beruntung yang bisa memonopoli perhatian duda tersohor sepanjang masa itu secara cuma-cuma.
Tak khayal, beberapa aksi penculikan pernah menimpa diri Rukia, setidaknya sebelum wanita itu diresmikan menjadi tangan kanan Ukitake Jūshirō, yang semakin menaikkan pengakuan atas kekuatannya. Rukia tidak ingin disebut adik manja dan ia sangat senang dapat menggantikan posisi Kaien-dono-nya.
Byakuya membelah bibir yang semula terbungkam. "Rukia, aku menginginkan sebuah pernikahan."
Terkejut sudah hal yang wajar, tapi kali ini Rukia lebih mampu menstabilkan hatinya. Dan di kesempatan ini Rukia tidak menghindari tatapan lagi. "Bisakah Nii-sama lebih menjelaskannya kepadaku?"
Tanggapan yang tak biasa. Namun sempat diperkirakan meluncur dari bibir Rukia mengingat terakhir kali Byakuya melihat raut kecewa sempat membungkus wajah adiknya. Sunyi menaungi ruangan khusus yang hanya berisi karangan bunga abadi dan sebingkai replika mendiang Kuchiki Hisana—yang sejak tadi menjadi tempat privasi mereka berdua.
Byakuya menampakkan seulas senyum minimalis sebelum memutuskan untuk berjalan ke suatu arah, lalu meratapi foto kekasih seumur hidupnya, membelakangi Rukia.
"Aku tahu ini tidak adil bagimu, tapi aku tidak bisa menghindarinya. Kurasa aku tidak mampu mencegahnya." Rukia yang sejak tadi berdiri kini membiarkan serat yukata hitamnya menyentuh lantai saat ia memutuskan untuk duduk dan mendengarkan. "Aku menyayangimu seperti aku mencintai Hisana seumur hidupku."
Bola matanya membulat. Rukia tidak bisa lebih terkejut lagi ketika mendengar kalimat asing yang keluar dari mulut kakaknya. Gadis itu merasakan gelanyar aneh merasuki sela-sela tulang belakangnya ketika tubuh kecil itu mengaku oleh rasa terkejut ekstrim.
"Aku ingin kau mempercayaiku seperti Hisana mempercayakan dirimu kepadaku."
Rukia mungkin mengerti, tapi ia tak cukup pintar untuk memahami makna yang paling terkias dalam kalimat Byakuya yang terkesan berputar-putar dan sengaja membuat Rukia bingung. Mungkin Byakuya ingin merahasiakannya, tapi Rukia masih mampu menangkap sejumpit makna yang terkandung di dalamnya: Byakuya hanya ingin membuat Rukia bahagia.
Gadis itu tertalu hanyut sampai-sampai tak cukup sadar mengetahui pria itu sudah mengambil posisi tepat di sampingnya. Bersimpuh dengan kedua lutut menempel di atas lantai. Tanpa aba-aba, Byakuya meraih pipi Rukia agar wanita itu menoleh dan terbangun dari lamunan panjang serta beralih memusatkan dunianya lagi kepada sepasang mata kelabu—yang sejak dulu tidak menatap wanita selain adiknya sendiri.
Ungu lembayung dan kelabu yang menggelap kini bersirobok tanpa syarat.
"Maafkan aku yang telah menjerumuskanmu ke dalam dunia yang tak seharusnya kau masuki. Gelar bangsawan bukanlah hal yang bisa melindungimu, bahkan status itu jauh lebih menyakitimu. Sekarang, aku tidak lagi memiliki hak untuk memilih jalan lain. Kali ini, apa kau bisa mempercayaiku, Rukia?"
Gadis itu hampir dibuat benar-benar bisu oleh kakaknya. Tak heran, pria ini begitu banyak dipuja wanita di luar sana. Byakuya menguarkan feromon secara sadar dan natural, seperti segumpal magnet yang mampu menarik bijih besi tanpa alasan yang jelas, tapi memang pasti terjadi.
Daya tarik itu memang dingin, tapi jika setitik rasa hangat tercampur di dalamnya, sensasi perhatian Byakuya jauh lebih efektif membuat jantungnya berhenti untuk berdetak. Dan jika Rukia masih ingin akal sehatnya selamat untuk tidak jatuh hati pada kakaknya sendiri, terpesona dan membeku di tempat adalah tindakan paling tepat yang bisa ia lakukan.
Bukan sihir, tapi Rukia mengangguk sebelum ia sempat menyadarinya. Tangan besar Byakuya merayap di sekitar pipi dan telinga Rukia yang tertutupi rambut yang cepak. Dan sebelum Rukia mampu memperbaiki perasaannya yang kacau, sesuatu yang hangat terasa seolah membakar puncak dahinya. Pria itu membubuhkan ciuman hangat yang berhasil menimbulkan gempa besar di pusat dadanya. Ini tak bisa Rukia percayai bahkan dengan akal sehatnya.
Ketika Byakuya kembali memposisikan wajahnya seperti semula dan menatap Rukia dengan binar mata yang berbeda, pria itu sudah tak sanggup lagi menahan kalimat yang sejak dulu tak bisa diucapkannya, "Kau … semakin mirip dengan Hisana."
Gemuruh jantung semakin membuat Rukia ingin terbangun jika ini memang hanya delusi belaka. Perilaku Byakuya mengoyak perasaannya. Menimbulkan benih haram mulai tumbuh di dasar hatinya. Ada satu keyakinan yang semakin menguat, Rukia tidak akan mampu meninggalkan pria kesepian ini seorang diri lagi. Tidak akan pernah.
Dan akhirnya, Rukia memulai satu senyum sebagai persetujuan atas tawaran Byakuya kepadanya—bahwa ia yakin akan mempercayai Byakuya seperti ia meyakini bahwa bunga sakura itu berwana merah muda dan bulan purnama memiliki warna putih pucat seperti yang ada di atas langit nun jauh di sana.
Mereka menghabiskan malam itu dengan menatap bingkai foto yang sudah menjadi harta tak ternilai bagi keduanya. Dan saat mereka memanjatkan sebuah doa, Rukia yakin, sesuatu yang mengubah hidupnya telah menunggu di depan mata.
XXXXXX
Jigoku-chou merayap keluar dari Senkaimon begitu kedua shinigami muncul dari gerbang dimensi itu. Mereka berjalan tenang masih dengan ditemani sepasang kupu-kupu cantik berdominan hitam.
"Aku bersyukur tidak lagi melewati Dangai. Selama ini aku harus rela dikejar-kejar bola pembersih untuk sampai ke Soul Society."
Gadis berambut cepak yang hampir menyerupai Yuzu itu menoleh pada pria yang terkesan sedang mengeluh seorang diri. Namun Kiyone tak cukup tega untuk mengabaikannya.
"Aku tidak pernah mengalaminya, tapi mungkin aku bisa membayangkannya, Kurosaki-san."
"Ya, benda itu terlalu menakutkan. Kau akan terkejut melihat benda secepat itu mengejarmu tiba-tiba." Kiyone hanya tersenyum sebelum Ichigo kembali bersuara. "Ngomong-ngomong... aku rindu tempat ini."
Dengan mata berbibar-binar, Ichigo menoleh ke kiri dan ke kanan seolah tak benar-benar mengenal daerah itu. Sudah hampir sebulan ia tidak mengunjungi Soul Society dan sudah lebih dari delapan tahun berlalu sejak terakhir kali ia bertarung dan tinggal di dalam lindungan Seireitei. Ia memang tak pernah benar-benar menetap lama di Soul Society karena ia memang ditugaskan sebagai shinigami daikou di Kota Karakura. Ia hanya akan pergi mengunjungi Seireitei jikalau Kapten Ukitake—sang pemberi lencana shinigami—membutuhkan bantuannya.
Kali ini, Kurosaki Ichigo dipanggil kembali ke Soul Society untuk menangani sebuah pesta besar-besaran yang melibatkan salah satu Kapten Gotei 13 yang memang memiliki hajat besar untuk beberapa minggu ke depan. Ichigo belum mendapatkan kejelasan pasti mengenai tugas yang ditimpakan kepadanya kali ini. Ia hanya menyimpulkan bahwa acara ini sangat penting hingga repot-repot mengutus salah satu shinigami untuk menjemput dirinya. Oleh sebab itu, Ichigo ingin bergegas menemui kapten pesakitan yang sudah hampir mempercayakan semuanya kepada Ichigo belakangan ini.
"Kiyone-san, bisakah kau memberitahuku, tugas apa yang kali ini akan diberikan Ukitake-san kepadaku?" ujar pemuda dengan pedang besar terpanggul di punggung yang juga berprofesi sebagai dokter muda di dunia nyata.
Kiyone menoleh kepada Ichigo dan menampakkan wajah tak senang. "Kurosaki-san akan mengetahuinya sebentar lagi. Dan kuharap, Kurosaki-san bisa menjalankan tugas ini, karena Kapten telah menunjuk secara pribadi saat memutuskannya."
Meskipun tersirat, otak Ichigo tidak cukup menangkap makna yang telah dibeberkan Kiyone secara hampir lugas.
"Baiklah," Ichigo menanggapi sebisa mungkin. "Bolehkah aku mengajukan satu lagi pertanyaan padamu?"
"Apa itu?"
"Aku tidak pernah membayangkan di Soul Society juga memiliki semacam perayaan penting yang melibatkan seluruh penghuni Seireitei hingga Rukongai. Apakah ini acara pemilihan presiden? Maksudku… pemilihan pemimpin, raja atau semacamnya?"
Terkadang Ichigo bisa lebih cerewet dari Isane—kakaknya, jika sudah menyangkut-pautkan hal yang sangat diminati. Meskipun Kiyone tak mau menjawab karena ingin lebih menghormati Kapten Ukitake dalam menjelaskan segalanya, pada akhirnya wanita itu pun memilih untuk menunjuk simbol besar yang terpapar kokoh di dinding gedung yang tanpa sengaja sedang mereka lewati.
"Bukan, tapi acara ini berhubungan dengannya."
"Devisi ke-6?" Ichigo lantas tak menyia-nyiakan waktu untuk segera berpikir keras, dan saat ia membayangkan pesta atau pagelaran yang mewah, satu-satunya spekulasi yang bisa ia ramalkan adalah, "Pasti penikahan! Tidak salah lagi!" ia menatap Kiyone lagi meminta persetujuan. Shinigami wanita itu menggangguk, senyum lebar pun tak sanggup ditahan Ichigo untuk segera merekah, "Aku akan mengucapkan selamat kepadanya!"
Langsung saja, Ichigo bermaksud menyelonong ke dalam bangunan yang tadi Kiyone tunjuk. Sebelum wanita itu menghentikannya, Ichigo baru sadar bahwa memang benar Byakuya tengah menduda tapi ada satu lagi orang yang masih melajang di sana.
Ichigo berbalik cepat. "Byakuya atau Renji? Aku tidak boleh asal mengucapkan hal sepenting ini. Dan apakah aku tidak salah menebak jika orang yang kupikir akan menikah itu adalah Byakuya?"
Kiyone memiringkan sedikit kepala sebelum ia menyadari bahwa apa yang ia tunjuk bukan berarti tentang apa yang ada di dalamnya. "Maafkan aku, Kurosaki-san. Bukan seperti itu, maksudku, pagelaran ini diadakan sepenuhnya oleh Kapten Kuchiki tapi bukan berarti Kapten Kuchiki yang akan menjalani Upacara Penyucian itu."
Satu detakan jantung Ichigo terasa aneh di dalam rongga dadanya begitu kalimat itu usai diucapkan. Ada kalanya saat Ichigo terpaku, otaknya mengosong saat ia menolak segala hal yang tak ingin diakuinya. Mengingat hanya ada dua Kuchiki yang tersisa, jantung Ichigo serasa teremas oleh tulang iganya sendiri kemudian disusul telinganya berdenging hebat berharap menolak satu nama selain B-y-a-k-u-y-a terucap dari bibir Kiyone.
"Wakil Kapten Kuchiki Rukia akan melangsungkan prosesi itu. Dan Kurosaki-san tidak akan bisa menemui Kuchiki-san atau Kapten Kuchiki di sana, karena sudah pasti mereka berada di Kediaman Utama saat ini."
Bertepatan dengan itu, sesuatu menguat, tepat pada kepalan tangannya. Ia tidak menyukai ini, tapi ada semacam rasa bahagia yang tak terdefinisi saat Ichigo menyadari bahwa sahabat-yang-paling-berartinya itu kini sudah menetapkan hati kepada seseorang. Ichigo memaksakan senyum aneh dan Kiyone tidak cukup peka untuk menyadarinya.
"Kita harus bergegas, Kurosaki-san. Kapten Ukitake pasti menunggu kita."
"Ah…," suaranya sumbang. Jawaban singkat itu bergaung-gaung di dalam telinganya sendiri. Ia merasa ada yang hilang dari dalam tubuhnya, yang membuat seluruh energinya pun lenyap terbawa bagian yang hilang tersebut.
Semacam kehampaan ia rasakan saat kedua tungkainya melangkah pelan mengikuti Kiyone. Langkah yang biasanya panjang, kini tak cukup membuat Ichigo bisa berjalan sejajar dengan kaki yang lebih pendek darinya. Ia tertinggal meskipun sudah merentangkan langkahnya dengan normal.
Ada sesuatu yang mengganggu Ichigo, yang tak seharusnya ia rasakan di tengah kebahagiaan gadis yang selama ini selalu memiliki arti tersendiri di dalam hatinya. Saat ia tahu ada perubahan aneh yang menggerogoti seisi rongga dada miliknya, Ichigo merasakan sesak yang sudah tak bisa lagi ia pungkiri.
Ia tak rela Rukia dimiliki pria lain kecuali dirinya.
XXXXXXX
