Siapa Saya?


Disclaimer : NARUTO - Masashi Kishimoto

Pairing : Shikamaru N & Hinata H

WARNING : OOC, TYPO BERTEBARAN, GAJE NGGAK KARUAN, ANCUR, DLL, DSB.

IF YOU DON'T LIKE MY STORY, DON'T READ!


...

...

...

..

.

Summary : Berawal dari sebuah dering telepon yang entah itu kebetulan atau memang sudah disengaja?.

-Drrrt,Drrrt,Drrrt-

Lagi, bunyi getaran dari benda persegi yang ada di dalam laci meja membuat sang empunya meja melirik keasal suara. Rambut indigo panjangnya tergerai ringan mengikuti gerak kepalanya. Amethystnya melirik was-was secara bergantian antar laci meja dan guru yang menerangkan mata pelajaran Bahasa Inggris. Berdoa dalam hati agar bunyi tersebut tidak di dengar oleh guru yang mengenakan masker di depan sana.

'Kami-sama.. Jangan sampai ponselku disita..' batin gadis tersebut nelangsa.

Melihat gadis indigo tersebut yang tampak resah membuat gadis bercepol yang duduk dibelakangnya menatapnya dengan alis tertekuk. Terlebih bunyi getaran dari ponsel milik gadis indigo di depannya membuatnya menggerutu.

"Hei, Hinata.. Matikan ponselmu.." bisiknya sambil mencondongkan tubuh agar lebih dekat dengan gadis indigo yang dipanggilnya Hinata tersebut. "Tidak bisa, Tenten.." balas Hinata turut berbisik.

"Nanti keta-"

"Ehem!" belum sempat gadis bercepol bernama Tenten meneruskan kalimatnya, sang guru berdehem membuat kedua gadis dengan warna rambut berbeda itu menegang ditempat.

'Mati aku..' batin keduanya serempak.

"Sepertinya Hyuuga-san dan Matsutani-san sedang sibuk?" sindir guru bermasker dengan surainya yang berwarna perak seraya menatap Hinata dan Tenten.

"Ano.. Sensei.."

"Penjelasan tidak akan membantu apa-apa, Hyuuga-san.. Dan itu juga berlaku untukmu Matsutani-san."

-TEEET, TEEET, TEEET-

Menghela nafas lega, Hinata dan Tenten merasa terselamatkan oleh bunyi bel istirahat yang membuat keduanya tidak perlu berurusan dengan sang guru bermasker. "Nikmati istirahat kalian." ujar sang guru seraya melenggang pergi meninggalkan kelas tanpa menatap Hinata juga Tenten yang mengembangkan seulas senyum lega.

"Syukurlah.."

"Ini salahmu, Hinata!"

"Eh? Aku?" tunjuk Hinata pada dirinya sendiri seraya menoleh menghadap Tenten. "K-kenapa aku?" sambungnya.

"Kau tidak sadar? Beberapa hari ini ponselmu selalu berbunyi disaat yang tidak tepat! Aku heran siapa orang bodoh yang menelepon pelajar Senior High diwaktu jam pelajaran berlangsung, huh!" cerocos Tenten sambil mendengus. Sedang Hinata hanya mengalihkan pandangan pada Ponsel flip miliknya yang kini sudah ia genggam. "Aku tidak tahu.. Tidak ada nama yang tertera disini.." ungkap Hinata pelan.

"Apa kau sudah coba menelepon balik?" sahut gadis bersurai coklat pendek ikut masuk dalam perbincangan.

"Ya, Matsuri benar! Apa kau sudah melakukannya, Hinata?" sambung Tenten menatap Hinata penuh minat.

"S-sudah.. Tapi tidak diangkat.." Hinata menyahuti kemudian membuka Ponsel flipnya guna melihat pesan masuk dari sang kakak.

"Mungkin dia orang iseng.."

"Atau mungkin dia fans rahasia Hinata!"

"Kau tidak lupa meminum obatmu kan, Tenten?"

"Aku tidak sakit Baka no Matsuri!"

"Yayaya.."

"Sudah kalian, Hentikan.." lerai Hinata melihat kedua sahabatnya yang saling mencibir satu sama lain.

'Apa sebaiknya aku ganti nomer saja ya..' batin Hinata berucap.

**Asyah**

"Neji-nii.." panggil Hianata pada pemuda bersurai coklat panjang yang memiliki netra serupa dengannya, Amethyst. Sedang yang dipanggil menolehkan wajah tampannya menatap Hinata. "Hm?" sahutnya sekilas.

"Ano.."Sahutan Hinata membuat pemuda tampan tersebut jelas mengerti gelagat Hinata yang demikian itu pasti karena sedang gugup. Dan sebagai seorang kakak, jelas pula dirinya harus tau apa gerangan yang membuat adik tersayangnya sampai seperti demikian. "Ada apa, Hinata?" Tanyanya lebih jelas. Membuat Hinata memainkan jemarinya di depan wajah.

"Hinata?" ulang Neji tambah penasaran karena sang adik belum menjawab apapun dan hanya memainkan jarinya. Apa perlu dia menguarkan aura Sadako agar sang adik mengerti bahwa dirinya teramat butuh alasan dibalik sikap aneh sang adik? Tidak! Neji begitu sangat menyayangi Hinata dan tak mungkin bagi dirinya membuat sang adik ketakutan. "Umn, B-besok.. Kelasku akan mengadakan perjalanan ke Amegakure.. A-apa aku boleh ikut?"

"Tidak."

"Neji-nii..."

"Perjalanan menuju Amegakure berbahaya karena sekarang musim hujan.. Dan aku tidak ingin kau pergi membahayakan dirimu sendiri." jawaban Neji lantas membuat bibir mungil Hinata mengerucut, pipi gembilnya mengembung dengan mata berkaca-kaca layaknya anak kecil yang kehilangan eskrim. "T-tapi semua teman sekelasku ikut.." balas Hinata dengan ekspresi wajah yang membuat Neji bersumpah serapah dalam hati. Adiknya memang imut dan menggemaskan, akan sangat berbahaya membiarkan Hinata nya pergi keluar kota tanpa pengawasan langsung darinya. Membiarkan sang adik pergi sama saja dirinya memberi kesempatan bagi serigala yang berkeliaran diluar sana untuk mendekati adiknya. HELL NO!

"Jangan memaksa, Hinata."

"Tapi Iruka Oji-san juga ikut ke Ame besok.." mendengar nama pamannya disebut membuat Neji -sedikit- memikirkan kembali tentang ijinnya untuk Hinata. Bukan apa-apa, hanya saja kedua orang tuanya sedang berada di Sunagakure untuk keperluan bisnis yang tentu saja Hinata sepenuhnya menjadi tanggung jawabnya. "Iruka Oji-san ikut?" tanya Neji memastikan.

Mengambil ponsel flip berwarna hitam di atas meja yang ada didepannya. Neji membukanya lantas mencari nama sang paman untuk segera dihubungi guna memastikan perkataan sang adik, membuat Hinata melangkah dan mendudukkan diri disampingnya.

-Tuut,Tuut,Tuut-

Dibunyi sambungan ketiga, seseorang yang ditelepon Neji mengangkat teleponnya.

"Moshi-moshi?"

"Maaf mengganggu waktu Oji-san."

"Hahaha, kau bicara apa? Tentu saja kau tidak mengganggu.. Nah, ada apa hm?"

"Besok, apa Oji-san ikut ke Ame?"

"Astaga! Sister Complexmu kambuh? Tenang saja, Hinata ada dalam pengawasanku."

"Itu tidak be-"

"Sudah-sudah, aku ini Oji-san mu.. Jadi aku mengerti ke khawatiranmu pada adikmu, hahaha.."

Neji mendengus mendengar gurauan Pamannya, dirinya bukan Sister Complex -menurutnya- Perasaan khawatir jika ada yang mengganggu sang adik saat tidak berada dekat dengannya sangat wajar kan? Adiknya seorang gadis yang manis dan pemalu, tidak mungkin ia membiarkan ada serigala atau serangga mengganggu adik tercintanya. Jika pun ada, bersiaplah menanggung resikonya. Menatap Hinata sekilas.

"Ck! Terimakasih, Oji-san."

"Jangan sungkan, hahaha.."

-Tuut-

Pangggilan berakhir dengan Neji yang sudah membuat keputusan. "Jangan ceroboh.. Tidurlah sudah malam.." mendengar ucapan Neji tak ayal membuat Hinata mengembangkan senyum. Menubruk tubuh tegap sang kakak untuk memeluknya, Hinata berujar. "Arigato, Neji-nii.."

**Asyah**

Hampir setengah jam berlalu setelah Hinata memeluk Neji guna menyampaikan rasa terimakasihnya karena sang Kakak -yang biasanya berlebihan- mengijinkannya pergi ke Ame dengan syarat tidak boleh jauh-jauh dari sang Paman, Iruka. Menengok kamar minimalis yang bercat ungu lembut, keadaannya remang-remang karena pemiliknya tampak KO diatas kasurnya yang bersprei motif Masha And The Bear berwarna ungu muda seperti warna tembok kamarnya.

-Drrrt,Drrrt,Drrrt-

Keheningan kamar membuat telinga Hinata peka pada bunyi. Begitupun saat telinganya menangkap bunyi dari ponsel flip miliknya yang ada diatas nakas samping kasur. Tangan putihnya terangkat, meraba-raba nakas berusaha menggapai ponselnya.

'Dapat!' batin Hinata bersorak.

Menekan tombol hijau, jemarinya sigap mendekatkan Ponsel flipnya ke telinga saat sang penelpon malah mengakhiri panggilan tepat saat Hinata mengucapkan. "Moshi-mo.." menggeram kecil karena ulah sang penelepon. Hinata menaruh ponselnya tepat disamping bantalnya sampai hal itu berulang kembali. Hampir 5 kali sang penelepon mematikan sambungan ketika Hinata sudah menekan tombol hijau. Membuat sang gadis indigo mengerutkan alis cantiknya dengan mata yang masih tertutup enggan dibuka sangking ngantuknya.

-Drrrt,Drrrt,Drrrt-

Lagi, bunyi getar ponsel miliknya terasa dan dengan malas Hinata mengangkat ponselnya. Menekan tombol hijau -kembali- disaat nyawanya belum berkumpul sepenuhnya.

"Moshi-moshi.. Siapa sayaa?" Ujar Hinata setengah sadar. Bukan menanyakan siapa sanp penelepon, gadis indigo tersebut malah menanyakan siapa dirinya.

"Bffft, Buahahahahahaha!"

Mendengar suara tawa yang begitu keras dari seberang telepon, lantas membuat alis Hinata makin mengkerut. Apalagi saat telinganya mendengar obrolan suara-suara bariton dari seberang telepon.

"Berhenti tertawa, bodoh!"

"Hei, jangan salahkan kami jika kami tertawa! Salahkan gadis yang kau telepon! Mungkin dia hilang ingatan!"

"Brengsek kalian Choizi! Kiba!"

"Woy, Shika! Harusnya kau-"

Merasa suara-suara dari seberang begitu berisik dan tidak dapat Hinata mengerti. Hinata memotong ucapan tak jelas dari seberang dengan cepat. "Dengar tuan.. Hari ini sangat berat untukku.. Aku sangat lelah dan besok aku harus siap-siap ke luar kota.. Jadi bisa anda menelepon lain waktu? Arigatoo.." ujar Hinata panjang lebar dan lantas mematikan ponselnya tanpa menunggu jawaban dari lawan bicaranya dan melanjutkan tidurnya yang terganggu.

Hinata tidak bohong, seharian ini begitu melelahkan baginya dan besok ia juga harus bersiap-siap. Dan andai Hinata sadar bahwa setelah ini dirinya akan lebih sering diganggu si penelepon bahkan kisah baru akan menanti dirinya.

*****END?*****

Gaje? Tapi ini adanya.. :v

Salam dua jari.. '-')v