Love Lessons

By : shinsungrin

Main Cast : Yunjae, OC

Genre : Romance

Fiksi original bila ada kesamaan tempat maupun karakter itu hanya kebetulan semata

Bel pulang sekolah sudah berbunyi sejak beberapa jam yang lalu. Suasana kelas yang ramai bak pasar loak kini telah berganti sunyi. Sudut sudut dan bangku bangku sekolah yang biasanya dihiasi oleh gelak tawa serta gunjingan dari lisan para siswi pun nampak sepi. Hanya lapangan olahraga dan beberapa ruang club saja yang masih menunjukkan tanda tanda kehidupannya. Sudah tak banyak orang lagi yang menghuni sekolah saat sore hari, hanya beberapa yang berkepentingan saja yang masih tetap bertahan.

Dua buah siluet manusia terlihat mengisi taman sekolah sore itu. Seorang pemuda dengan kulit putih bak porselen dan seorang pemudi dengan rambut hitam twintail yang imut. Mereka saling beradu pandang, sesekali pemudi itu menunduk sambil memainkan jari dibelakang punggungnya seolah tengah mengumpulkan keberaniannya. Tak lama kemudian pemudi itu mendongakan kepalanya, menatap penuh pemuda yang tengah menatapnya dengan tatapan penuh tuntut. Pemuda itu berdeham.

"Mianhaeyo.. Oppa.." Suara imut pemudi itu akhirnya memecahkan keheningan yang entah sudah lama mengerubungi mereka berdua. Nadanya terdengar menyesal.

"Shin Hye-ah.. ada apa?" tanya pemuda itu, air mukanya berubah cemas.

Shin Hye menghela nafas, "Kurasa ini tidak berhasil Oppa.. Aku tidak bisa melanjutkannya lagi dengan Oppa.."

"Oppa Jaejoong.. Mianhae" Tegas Shin Hye lagi

Kejadian berikutnya begitu cepat, sampai sampai Jaejoong kesal sendiri dibuatnya. Setelah mengucapkan maaf, Shin Hye memeluknya untuk terakhir kali dan pergi tanpa menoleh lagi ke belakang. Meninggalkan Jaejoong yang tengah dilanda kesal bercampur kecewa.

.

.

.

Seorang pemuda tengah mengemudikan kendaraannya memasuki sebuah basement apartement di pinggiran kota Seoul. Setelah menemukan spot yang tepat untuk memarkir kendaraannya, ia keluar dari sedan hitam tua warisan orang tuanya itu. Bunyi beep beep menandakan alarm tengah bekerja melindungi mobil yang baru saja ditinggalkan pengemudinya itu. Dengan langkah santai, pemuda itu melenggang menuju kamarnya yang berada di lantai atas.

Apartemen yang ditinggalinya bukanlah apartemen mewah seperti yang banyak ditunjukkan di film film. Fasilitas yang disediakan oleh apartemen pun tidak terlalu lengkap, sepadan dengan uang sewanya. Sebuah lift berbunyi 'ding' pelan saat pemuda itu melangkahkan kakinya masuk ke lobby apartemen. Ia sudah terlambat, pintu lift menutup dan kini angka digital yang ada di atas lift mulai menunjukkan angka 2. Akan sangat lama untuk menunggunya kembali ke bawah, pemuda itu memutuskan untuk mengambil tangga darurat untuk sampai ke kamarnya.

Seperti biasa, tangga darurat lebih sepi dibandingkan dengan lift tadi. Kebanyakan orang lebih memilih cara praktis dengan naik lift daripada berolahraga ditangga darurat menuju kamar apartemennya. Beberapa poster kesehatan yang memotivasi untuk selalu berolahraga tertempel di setiap pemberhentian tangga. Setelah naik 4 lantai, sampailah pemuda itu pada lantai tempat kamarnya berada lantai 3B. Pemilik apartemen masih mempercayai mitos angka 4, makanya apartemen itu tidak ada yang namanya lantai 4, hanya 3A dan 3B.

Pemuda itu berhenti pada sebuah pintu dengan papan putih yang bertuliskan nomor 355. Ia mengeluarkan sebuah kunci dari saku bagian kanan celananya. Beberapa detik kemudian pintu terbuka menunjukkan seluruh isi ruangan kamar yang tidak terlalu besar. Hanya ada sebuah dapur kecil disudut ruangan bersama dengan kamar mandi, ruang tamu, dan kamar tidur lengkap dengan balkon untuk bersantai.

"Aku pulang!" Salam pemuda itu dengan nada berat khas prianya.

"Selamat datang!" Sebuah jawaban malas terdengar dari dalam kamarnya.

Pemuda itu mengernyit. Seharusnya apartemennya kosong saat ia tinggali tadi dan seingatnya ia tidak pernah memasang mesin penjawab salam sebelumnya. Sebuah jawaban terlintas dibenaknya. Pemuda itu kemudian membuka kamarnya yang kini ditempati oleh pemuda lain yang masih mengenakan seragam sekolah menengah atas. Tangan si penyusup itu asyik memainkan console video games yang kini tengah ia mainkan.

"Ku akui, kau memang berbakat jadi maling Jaejoongie~" Sindir pemuda itu

"Aku sedang bosan, Yunho" Jawab Jaejoong masih terus menatap video games yang masih terus berjalan.

"Hyung.. Aku lebih tua darimu.." ucap pemuda pemilik apartemen sambil memukul pelan kepala Jaejoong dengan tas yang dibawanya.

"Yah!" Sungut Jaejoong memegangi kepalanya

Jung Yunho, pemilik apartemen sekaligus mahasiswa semester 6 jurusan Manajemen di Seoul University. Sore ini ia ada full kuliah dari pagi sampai sore, dan makhluk yang berada di apartemennya sekarang bernama Kim Jaejoong. Seorang penghuni kamar sebelah yang selalu dapat menyusup kedalam apartemennya dengan cara yang tidak lazim.

"Sekarang jelaskan bagaimana kau bisa masuk kesini.. Kau tidak memiliki kunci cadanganku kan?"

Jaejoong tersenyum sombong, "Jendela mu tidak terkunci, Yunho.."

"Hyung.." tambah Yunho malas

"Ya.. Ya.. Hyung.." Ucap Jaejoong yang akhirnya menyudahi acara bermain video gamesnya. Ia berbalik untuk melihat Yunho yang tengah mengganti kemejanya dengan T-shirtnya.

"Apa?"

Jaejoong tak menjawab pertanyaan dari Yunho, ia malah melenggang dan menjatuhkan dirinya di single bed milik Yunho, membenamkan seluruh wajahnya pada bantal pemilik apartemen itu.

"Yah! Yah!" Protes Yunho yang menyadari bahwa bocah itu makin semena mena dengan apartemennya. Sebuah guling ia jadikan senjata untuk memukuli bocah laki-laki itu. Namun, bocah SMA itu tak bergeming dari tempatnya. Ada yang salah pada Kim Jaejoong, tak biasanya atlet lompat antar balkon itu tak langsung mengajaknya bergulat. Yunho memutuskan untuk duduk dipinggir tempat tidur, memasang punggungnya menghadap tubuh pria kecil yang ada di kasurnya itu.

"Kau kenapa? Biasanya kau kelebihan energi, kenapa jadi mendadak mellow?"

Jaejoong bergumam tak jelas, suaranya tertahan oleh bantal yang kini terbenam sempurna di wajahnya. Yunho menghela nafas. Dengan tiba-tiba ia menarik bantal yang menutupi wajah Jaejoong, membuat pria itu mengaduh keras dan memutuskan untuk duduk ditempat tidurnya.

"Aku putus.." Keluh Jaejoong membuka topik

"Dengan Shin-Hye? Kok bisa?"

Sebelum Jaejoong dapat membuka mulut, suara dering handphone milik Yunho mengalihkan semua perhatian orang-orang yang ada diruangan itu. Yunho izin untuk menelpon sebentar, Jaejoong mengangguk pelan. Yunho menerima teleponnya didepan balkon kamarnya, sayup-sayup suara 'chagiya' dapat didengar Jaejoong dari dalam ruangan.

Beberapa saat kemudian, Yunho kembali masuk kedalam kamar. "Pacarku.." ucap Yunho segera. Jaejoong hanya mengangguk, tanpa diberitahu juga Jaejoong juga sudah bisa menebak. Entah kenapa mendengar perihal mengenai wanita membuat Jaejoong jadi down lagi.

"Sebenarnya aku baru mulai nyaman dengan Shin-Hye.." Keluh Jaejoong

Jaejoong menghela nafas, "Dia bilang katanya kita tidak bisa meneruskannya lagi tanpa mengatakan alasan jelasnya mengapa?"

"Memangnya kau berbuat salah padanya?" tanya Yunho hati-hati

Jaejoong menggeleng cepat, "Kemarin kita baru saja jalan untuk membelikannya beberapa potong dress, Aish! Uang jajanku yang berharga.."

"Dress?" tanya Yunho

Jaejoong mengangguk, "Katanya dia mau ada acara keluarga.."

"Dia meminta saranmu?" Yunho menatap Jaejoong penuh selidik, pemuda yang empat tahun lebih muda itu jadi salah tingkah.

"Y-yea.. Sebenarnya itu yang mau aku ceritakan padamu sejak kemarin, tapi kau malah tidur.." jawab Jaejoong gagap.

Yunho menghela nafas, ia sangat hafal kebiasaan Jaejoong "Lalu, kau jawab?" tanya Yunho malas

"Y-Ya be-begitulah.. Aku hanya menyarankan beberapa dress yang cocok dipakai olehnya.."

Yunho menghela nafas, "Akhirnya ia memilih dress yang kau sarankan?"

Jaejoong mengangguk, entah kenapa tiba-tiba saja Jaejoong menyadari alasan Shin-Hye mengajaknya putus.

"Beberapa kali aku sudah mempertingatkanmu Jaejoongie.." Saran Yunho, kalem.

"Ya, mau gimana? Dia selalu saja memilih baju yang tidak cocok dengan postur badan dan warna kulitnya, kau tahu sendiri kalau memakai baju yang salah akan menjadi sangat memalukan.. kalau dia baik dalam penampilan kan aku juga jadi bisa terkesan baik pula.. Aku hanya ingin yang terbaik untuk pacarku dan untuk uang yang sengaja aku tabung untuknya, apa aku salah?" cerocos Jaejoong tanpa jeda.

Yunho menggeleng, "Tuh kan? Apa? Aku tanya satu, kau jawab seribu.."

Yunho sudah paham benar dengan sifat cerewet Jaejoong yang seperti Bapak Mertua itu. Beberapa kasus seperti ini sering terjadi, oleh karena itu Jaejoong jarang memiliki hubungan yang awet selama hidupnya. Jaejoong sebenarnya orang yang humoris dan memiliki pengetahuan yang luas, serta tergolong makhluk yang dapat cepat beradaptasi dengan lingkungannya. Namun ya.. itu sifatnya yang senang berbicara kadang mengganggu orang lain, bukan karena mereka sakit hati namun lebih karena setiap pilihan yang Jaejoong utarakan memang yang terbaik untuk mereka. Beberapa orang terkadang tak suka di ceramahi. Menurut Yunho, masih belum banyak orang yang dapat menerima pemikiran orang lain.

Jaejoong menundukkan kepalanya, "Aaa! Bagaimana ini?" keluh Jaejoong frustasi. Ia selalu tak bisa bersahabat baik dengan yang namanya perasaan cinta dan kasih sayang. Selalu saja gagal dan entah kapan ia bisa berhasil. Yunho pun kelihatannya tidak begitu memperhatikan Jaejoong sama sekali.

"Yunho-hyung!" ucap Jaejoong tiba-tiba

For God Sake, akhirnya Jaejoong menghormati Yunho sebagai senior. Yunho hanya tertawa masam mendengarnya, ujung ujungnya pasti gak enak nih.

"Tolong ajari aku bagaimana seharusnya memperlakukan wanita dengan baik!"

Tuh kan.. batin Yunho memang tak pernah salah. "Yah, jangan meminta permintaan yang aneh seperti itu.."

Jaejoong kini bersimpuh dan bersujud dibelakang Yunho, "Aku bersungguh-sungguh, Hyung!"

"Yah.. Kenapa kau malah memintaku? Aku bukan pakarnya, lagipula aku tak banyak punya waktu luang.."

"Walaupun kau bukan pakarnya, tapi kan kau sudah pacaran lama sama pacarmu.. Aku mohon Hyung, bantu aku!"

Yunho menoleh ke belakang, di sana Jaejoong masih bersujud dan bersimpuh kepadanya. Yunho menghela nafas, anak itu benar-benar...

"Aku berjanji untuk bersungguh-sungguh menyerap semua ilmu yang kau berikan Hyung!" Tambah Jaejoong agar Yunho mempercayainya bahwa ia bersungguh-sungguh. Kalau sudah begini, Yunho juga tidak tahu apa yang harus dilakukan. Bocah itu membuatnya tersudut.

"Baiklah.. baiklah.. Aku akan memberikanmu garis besarnya saja.."

Jaejoong melonjak dari tempat duduknya dan langsung mengguncang-guncangkan bahu Yunho, "Woah.. kau memang yang terbaik, Yunho!"

"Jika ini berhasil, aku akan memanggilmu Hyung, aku berjanji.." tambah Jaejoong cepat-cepat.

Yunho hanya memijit keningnya yang tiba-tiba saja pusing, mungkin kelakuan Jaejoong yang membuatnya pusing "Siapkan kertas dan pena, kau harus menulis.." Suruh Yunho

Jaejoong dengan sigap mengambil sebuah buku memo dan pena.

"Kau sudah siap?" tanya Yunho, Jaejoong hanya mengangguk sebagai jawaban.

Ini benar-benar gila, batin Yunho. Secara tidak langsung ia mengajari bocah di depannya ini untuk puber lebih cepat. Yunho menggeleng.

"Ada lima hal yang perlu kau perhatikan dalam memikat seorang wanita, -aish, aku benar-benar tak percaya aku melakukan-" keluh Yunho di akhir kalimat

"Sudahlah Hyung, kau kan memang pakarnya.."

"Pertama, saat berkenalan dengannya, kau harus bisa membuatnya nyaman bicara denganmu.."

Jaejoong mengangkat tangannya, "Bagaimana cara membuatnya nyaman?"

"Kau banyak bicara Jaejoong" ucap Yunho yang ingin menyudahi konsultasi konyol ini.

"Yah! Aku hanya bertanya, kau kan guru ku seharusnya kau menjawab pertanyaanku.." Sungut Jaejoong

"Ya kau harus membuatnya nyaman dengan caramu sendiri"

Tidak puas akan jawaban Yunho, Jaejoong kembali angkat bicara "Bagaimana aku mengerti definisi nyaman bagi seorang wanita, aku kan pria! Bagaimana tolak ukurnya? Bagaimana aku tahu jika wanita itu nyaman padaku, Yunho-ah! Aish kau benar-benar membuatku gila dengan semua teori ini.. Aku berkonsultasi denganmu bukan untuk menjadi tambah bingung!"

Entah kenapa Yunho seperti mendadak terkena serangan Hipertensi, darahnya kini semua naik ke ubun-ubun. Kata-kata Jaejoong bagaikan kereta cepat yang tak berhenti memekakkan telinga.

"Beri aku contoh!" Tuntut Jaejoong

"Mwo?!"

"Ayolah Hyung~ memangnya kau sama sekali tidak mau membantu tetanggamu yang tengah kesulitan ini?" rayu Jaejoong.

"Besok kau ikut aku jemput Tiffany pulang kuliah"

"Mwo?! Ikut kau menjemput pacarmu? Oh Ayolah Yunho, kau ingin mengajakku berkelahi? Aku bisa iri, lagipula aku tidak mau jadi sarang nyamuk yang mengikuti kemana kalian berdua pergi.."

"Yah.. kau ini benar-benar keterlaluan, bayar jasa saja tidak, malah minta yang macam-macam"

"Aku akan memanggilmu 'Hyung' jika ini berhasil, itu bayaran yang setimpal.."

"Itu sama sekali tidak setimpal.."

"Lakukan padaku! Anggap aku wanitanya!" lagi-lagi Jaejoong memberikan keputusan sepihak. Yunho sudah mulai jengah dengan kediktatoran anak SMA yang satu ini, ia hanya bisa diam.

"Bagaimana bisa?" ucap Yunho lirih, berbicara dengan Jaejoong menyedot semua tenaganya.

"Yah.. anggap saja begitu.." ucap Jaejoong cuek.

"Aku akan berhenti mengganggumu dan bertamu dengan cara yang lazim jika ini benar-benar berhasil, Hyung, Aku mohoooooonnnn!" rengek Jaejoong lagi, kali ini ia memohon dengan tangannya.

Yunho menghela nafas, entah sudah berapa kali ia menghela nafas. "Baiklah, begini saja, hari sabtu besok kau temani aku ke taman bermain.. Aku akan memberitahumu kiat-kiat saat aku mendekati Tiffany dulu.. Kau setuju?"

Jaejoong mengangguk setuju, ia memberikan jempolnya pada Yunho "Kau memang yang terbaik Hyung!"

Yunho tersenyum, badannya sudah lelah. Ia harus mandi. "Yah bocah, kau lanjutkan saja bermain video games mu itu, aku mau mandi" ucap Yunho ngeloyor masuk ke kamar mandi.

Jaejoong mengangguk puas, setelah ini ia akan memastikan hubungannya tidak akan gagal lagi. Pelajaran dari Yunho akan sangat berharga baginya untuk mengetahui tentang seluk beluk perempuan dan mengerti akan kemauan makhluk berbeda kelamin itu. Yap! Jaejoong siap!

.

.

.

Mentari pagi muncul dengan anggun, perlahan menyinari seluruh sudut kota tanpa terkecuali. Sebuah ketukan dan peringatan bangun datang dari sebuah kamar disalah satu apartemen pinggiran kota Seoul. Sebuah selimut warna moka perlahan tersingkap, menunjukkan seorang pria dengan dagu tirus yang kini sedang berjuang melawan kantuknya. Kaos oblong tanpa lengan yang digunakannya hampir menunjukkan setengah tubuh bagian atasnya yang berwarna putih porselen. Dengan asal pemuda itu menggaruk lengannya yang gatal, matanya masih menyipit tanda belum siap bangun. Sebuah getaran dari bagian kasurnya sukses memulihkan 100% kesadarannya hanya untuk mencari asal muasal getaran yang sudah dipastikan berasal dari telepon genggam miliknya. Sebuah pesan singkat masuk.

Pagi bocah!

Kuharap kau tidak lupa rencana hari ini

Bukankah menyenangkan mendapat sms pagi-pagi sekali dari orang yang kau sukai?

Kau harus mencatatnya bocah, jangan bangun terlalu siang, aku tak bisa menunggu!

From : Yunho (Hyung)

Jaejoong tersenyum, sedikit banyak nasihat yang diberikan Yunho sangat berdampak pada dirinya. Ternyata untuk dapat mengerti seorang wanita, tidak terlalu sulit seperti yang dibayangkan oleh Jaejoong. Yunho memberikan contoh dengan baik. Tanpa ragu Jaejoong membalas pesan singkat yang dikirimi Yunho.

Aku sudah bangun, dan aku tidak lupa dengan rencana hari ini.

Aku benar-benar bersemangat!

Apakah laki-laki harus sms duluan dan bangun lebih pagi? Aku tidak bisaaaaa X((

Send To : Yunho (Hyung)

Jaejoong memutuskan untuk keluar dari tempat tidurnya, kakinya yang jenjang berjalan menghampiri handuknya yang tengah tergantung. Tak beberapa lama kemudian handphonenya bergetar kembali

Mungkin sesekali kau harus bangun siang dan biarkan pacarmu membangunkanmu

Jangan biarkan perempuan menunggu, kau harus bangun lebih awal..

From : Yunho

Jaejoong tersenyum mendapatkan balasan pesan singkatnya, dengan cepat ia mengetik balasan.

Iya, kau cerewet sekali..

Berhenti membalas sms-ku kalau kau tak mau menunggu :p

Send To : Yunho (Hyung)

.

.

.

Jaejoong menatap bayangannya yang tercipta di cermin kamarnya, ia tengah menyisir rambutnya dengan jarinya. Ia memilih untuk memakai sebuah Polo Shirt biru muda dan Cardigan Biru gelap yang memperlihatkan kulit putih mulusnya yang cerah. Sebuah jeans belel memperlihatkan kaki jenjangnya yang begitu apik bak seorang model.

Tidak terlalu buruk, batin Jaejoong

Getaran dari handphonenya lagi-lagi mengalihkan perhatiannya dari cermin. Lagi-lagi pesan singkat dari tetangga sebelah.

Aku akan menunggumu di Lobby..

Kau seharusnya yang belajar menjemput wanita, jangan terlalu lama

From : Yunho (Hyung)

Lagi-lagi Jaejoong terkikik dengan sms-sms yang diberikan oleh Yunho. Yunho selalu saja mengeluh, tapi ujung-ujungnya dia pasti yang akan mengerjakan semuanya. Jaejoong menggeleng geli. Tetangganya yang satu itu sungguh sesuatu.

Bukankah aku wanitanya disini? Kau lupa?

Dasar lelaki tidak bertanggung jawab, bukannya jemput depan kamar malah di Lobby ckckck

Send To : Yunho (Hyung)

Belum usai senyum yang ada di wajah Jaejoong, kini bel apartemennya berbunyi. Sambil memasukkan handphonenya ke saku, Jaejoong berjalan menuju pintu dan langsung saja terbahak melihat siapa yang datang.

"Masih bilang aku tak bertanggung jawab?" Tanya Yunho yang kini berdiri didepan pintu apartemen Jaejoong, sebuah seringaian menghiasi wajahnya.

Jaejoong menggeleng, "Aku hanya bercanda, Hyung!"

"So? Are you ready?"

"Aye aye captain!" jawab Jaejoong yang kemudian memberikan sebuah hormat kepada Yunho, membuat pria didepannya tersenyum manis.

Yunho mengedikkan kepalanya agar Jaejoong segera keluar dari apartemennya. Mereka pun berjalan beriringan. Obrolan-obrolan kecil pun dimulai sementara mereka menuruni lift menuju basement tempat Yunho memarkir mobilnya.

Sesampainya di basement, Jaejoong dan Yunho berpisah arah. Yunho mengambil pintu sebelah kanan depan tepat dimana kursi supir berada dan Jaejoong mengambil pintu bagian belakang. Melihat kelakuan Jaejoong, Yunho mengernyit.

"Kau mau kemana?" tanya Yunho kesal

"Duduk.. wae?"

"Maju ke depan, memangnya aku supirmu!" Keluh Yunho

Seakan mendapat sebuah pencerahan Jaejoong hanya ber'O' ria kemudian pindah mengambil kursi yang ada di samping Yunho.

"Biar aku pasangkan sabuk pengamannya.." ucap Yunho mengambil tali sabuk pengaman yang ada di atas bahu Jaejoong dan memasangkannya. Entah kenapa Jaejoong jadi sedikit gugup. Menurutnya, Yunho benar-benar sangat keren, dan wanita yang mendapatkan Yunho sangat beruntung. Ia benar-benar harus berkaca pada Yunho.

"Terima kasih, Yunho" ucap Jaejoong

Yunho hanya tersenyum sambil menyalakan mobilnya, "Kau harus memperhatikan hal-hal kecil untuk wanitamu, dia pasti akan senang.. Setahuku sih begitu"

Jaejoong mengangguk, "Hal kecil seperti itu memang sering kulewatkan, padahal kalau dibilang perhatian aku cukup perhatian.."

"Agak sedikit cuek juga diperlukan kurasa, biasanya sih wanita yang lebih banyak perhatian.."

"Kau hari ini tidak jalan dengan pacarmu?"

"Aku sudah izin, lagipula dia juga mau jalan dengan teman-temannya"

Jaejoong mengangguk, ia melihat Yunho dari atas ke bawah. Pakaiannya cukup santai untuk dibilang akan pergi 'kencan', "Apakah kau selalu berpakaian seperti itu saat kencan?"

Yunho mengangguk, "Aku tidak punya baju santai lagi selain baju ini hehe, kau menyukainya?"

"Tidak masalah.." ucap Jaejoong

"Kau selalu menanyakan masalah baju pada pasanganmu?"

"Ya, terkadang mereka memakai baju yang membuatku jengah melihatnya.." ucap Jaejoong sarkastik

Yunho berdecak dan menggeleng, "Hal yang perlu kau ketahui lagi bocah, wanita selalu ingin di bilang cantik"

"Ya, aku tahu.. tapi bagaimana aku bilang mereka cantik? Terlalu banyak yang mereka tutupi, lipstik bedak, eye liner, maskara, blush, apa itu yang dibilang cantik? Itu namanya pembohongan publik"

Yunho tertawa, "Kau benar-benar cowok sadis"

"Memangnya aku salah?" Jaejoong mulai meninggikan nada suaranya.

"Tidak.. tidak.. kau benar.." tambah Yunho cepat-cepat, "Kau justru yang cantik.."

Tanpa tedeng aling-aling Jaejoong menjambak rambut Yunho, namun Yunho malah tambah tertawa dibuatnya. Jaejoong tidak berani menjambak rambut Yunho lebih lama karena mereka sedang ada dalam perjalanan.

"Waktu itu Umma, sekarang kau.. Aish! Kenapa mata orang-orang semua rusak?!" Sungut Jaejoong kesal dibilang cantik.

.

.

.

Perjalanan ke Taman Bermain sebenarnya tidak terlalu makan waktu lama, Yunho menghabiskan separuh perjalanannya untuk bersenandung di mobil dan Jaejoong, seperti yang sudah kalian duga, menjadi seorang juri ajang pencarian bakat dadakan. Mobil sedan hitam yang dipakai Yunho sudah terparkir rapi di parkir pengunjung Taman Bermain itu.

Keadan di sekitar gerbang Taman Bermain cukup ramai, karena beberapa orang berkostum kini tengah menghibur anak anak yang datang berkunjung. Banyak dari mereka merupakan keluarga yang sedang menghabiskan sisa minggunya untuk berkumpul, dan tak jarang dari mereka merupakan pasangan muda. Antrian panjang pada loket pembelian tiket pun tidak dapat di hindari lagi.

"Kau menunggu saja di gerbang utama, biar aku yang antri tiket" ucap Yunho

Jaejoong mengangguk, "Jangan lama lama"

Untuk beberapa saat Yunho memperhatikan Jaejoong dengan sebelah alis naik ke atas. "Wae?" tanya Jaejoong yang bingung dengan wajah Yunho yang sedikit mengganggu.

"Kau terdengar seperti wanita sekarang, hahaha" ucap Yunho sambil tertawa.

Jaejoong yang sebal dengan tertawa mengejek Yunho tidak tinggal diam, seketika saja Yunho langsung merasakan pukulan Jaejoong di kepalanya. "Yah! Bukannya kau harus membelikan tiket untukku, Tuan Jung?!"

Yunho akhirnya ngeloyor pergi dengan bergumam 'Arraseo' yang diulang-ulang tanpa mengurangi tertawanya yang bernada mengejek. Jaejoong melipat tangannya di dada, bagaimana bisa seorang Jung Yunho menjadi mahir sekali menaklukan dan mempertahankan hati wanita dengan kelakuannya yang menyebalkan itu? Apakah dia harus menjadi semenyebalkan itu untuk bisa mendekati seorang wanita? Bagaimana bisa? Mungkin selera wanita jaman sekarang sedikit agak diluar jalur. Jaejoong menggeleng, kiamat benar-benar sudah dekat.

Jaejoong memijat keningnya yang tiba-tiba terasa tak nyaman dengan semua fikiran-fikiran yang ada dikepalanya. Tak lama pandangannya teralih pada sosok yang kini ada didepannya, Yunho kembali dengan kedua tangan dibalik punggungnya. Pria itu tengah menyembunyikan sesuatu, Jaejoong memandangnya dengan heran. Namun entah kenapa kedua tangan yang tengah tersembunyi itu membuat Jaejoong menjadi... agak.. sedikit.. excited?

"Ini.." Yunho menyodorkan sebuah permen kapas besar berwarna pink dari tangannya yang tadi tersembunyi di balik punggung. "Makanlah selagi kau menungguku.."

Jaejoong hanya mampu melongo melihat pemandangan didepannya. Bukan karena permen kapas yang berwarna pink itu terlihat silau diterpa sinar matahari, namun sosok Yunho yang kini terlihat dengan background bunga-bunga dibelakangnya. Jaejoong segera menyingkirkan khayalan itu dari otaknya, dengan ragu ia menerima permen kapas yang diberikan Yunho.

"Gomawo.."

"Kau suka?" tanya Yunho lagi.

Jaejoong yang mulutnya sudah tak sabar ingin mencicipi permen didepannya kembali menatap Yunho, dengan perlahan ia mengangguk dan tersenyum. Yunho pun membalas senyumannya.

"Jja! Aku harus mengatri tiket, kau makanlah dulu.." Yunho mengacak-acak rambut Jaejoong sebelum ia pergi mengantri ke loket pembelian tiket. Setelah sampai di barisannya, Yunho kembali menatap Jaejoong dan memberikan senyuman-gigi-putih-nya kepada pemuda yang tengah tertegun memandang aksinya barusan.

Jaejoong memandang permen kapas yang kini ia pegang, dan saat itulah ia paham bagaimana Yunho dapat mengambil hati seseorang dengan begitu mudahnya. Ia menggeleng dan berdecak kagum, sebuah senyum tipis menghiasi bibirnya yang merah.