Novaya Krisna: History of The Krisna Civil War II (1026-1031)
.
.
.
Q: Apa itu perang sipil Krisna yang ke-2…?
A: Merupakan kelanjutan dari perang sipil pertama yang berlansung pada tahun 1026-1031 antara [Kelompok Merah] yang berhaluan sosialime-sayap kiri melawan [Kelompok Biru] yang berhaluan imperialisme-sayap kanan. Selama perang, negara-negara luar seperti [Koalisi Negara-Negara Barat] & [Kekaisaran Suci Asura] ikut terlihat di pihak anti-[Kelompok Merah]. Perang tersebut merupakan salah satu peristiwa terpenting dalam sejarah modern [Krisna] karena seusai perang, negara tersebut memproklamirkan dirinya sebagai negara sosialis-buruh pertama di dunia.
Q: Siapa saja yang terlibat dalam perang sipil Krisna yang ke-2?
A: Ada 2 pemain utama yang terlibat dalam perang tersebut, yaitu:
Kelompok Merah:
Kaum Sosialis-Sayap Kiri Krisna
Mayoritas Bangsa Parabellian
Kelompok Biru:
Kaum Bangsawan & Nasionalis Krisna
Minoritas Bangsa Parabellian
Koalisi Negara-Negara Barat (Pecahan dari Kekaisaran Parabellum) & Kekaisaran Suci Asura
Q: Mengapa perang sipil Krisna yang ke-2 bisa terjadi?
A: Sejak permulaan abad ke-11, timbul rasa tidak puas terhadap Kerajaan Krisna akibat kesenjangan sosial & sikap otoriter Raja Krisna Pasca-Parabellum, Namikaze II. Rasa tidak puas tersebut semakin menjadi-jadi menyusul krisis ekonomi, perbudakan masyarakat kelas bawah & Perang Teritori Krisna-Ayyubiya yang berkepanjangan.
Kemarahan rakyat Krisna menemui puncaknya pada tahun 1026. Ribuan orang memadati jalan-jalan utama yang ada di Ibukota Kerajaan Krisna, Binonten. Bentrokan pun tak dapat dihindari, baik dari pihak keamanan maupun rakyat sipil tak mau mengalah. Konflik pun semakin melebar & menyebabkan sedikitnya belasan orang meninggaldunia & puluhan lainnya luka-luka.
Awalnya Namikaze II berusaha untuk menghentikan kerusuhan tersebut dengan mengerakan para tentara, namun gagal karena mereka menolak melaksanakan perintah Sang Raja. Merasa tidak lagi mendapat dukungan dari rakyaknya, Namikaze II akhirnya setuju untuk membubarkan Kerajaan Krisna pada bulan Maret 1026.
Tak lama usai bubarnya kerajaan, pemerintahan sementara yang anggotanya berasal dari kubu sosialis-liberal (Kelompok Merah) didirikan. Salah satu fokus utama dari pemerintahan sementara tersebut adalah melanjutkan kiprah Krisna dalam Perang 30 Tahun melawan Ayyubiya.
Namun, keinginan pemerintah sementara tersebut ditolak oleh kubu sosialis-sayap kiri yang menginginkan Krisna untuk keluar dari api peperangan tanpa kehilangan wilayahnya. Sesuatu yang bisa dikatakan mustahil kalau melihat betapa rendahnya posisi tawar Krisna di dunia internasional saat itu & betapa superiornya pasukan Ayyubiya ketika menaklukkan wilayah utara Krisna.
Kendati tidak mendapat dukungan dari semua golongan, pemerintah koalisi Krisna tetap kukuh pada rencana awalnya & memulai penyerangan besar-besaran di Krisna Utara pada bulan April 1026. Serangan tersebut berbuntut bencana bagi Krisna karena saat melakukan serangan, timbul aksi desersi besar-besaran dari para tentara pro-sosialis yang aslinya merupakan golongan buruh & pekerja hasil rekrutan wajib militer. Pihak Ayyubiya di lain pihak berhasil mematahkan serangan Krisna & memulai serangan baliknya. Dengan alasan untuk memulihkan kondisi di medan perang yang kacau, salah seorang jenderal yang memimpin militer Krisna kala itu nekat melakukan percobaan kudeta, namun gagal.
Merespon gagalnya percobaan kudeta yang dilakukan oleh militer Krisna, tekanan publik terhadap pihak tentara & para pendukungnya di tubuh pemerintahan semakin membesar. [Kelompok Merah] yang memang memiliki massa dalam jumlah besar dari golongan petani & pekerja pun ibarat menemukan momentumnya di sini. Di bawah pimpinan Viktor Boltovich Hyuuga, pada bulan November 1026, [Kelompok Merah] melakukan kudeta & membubarkan militer Krisna. [Tentara Merah], pasukan yang aslinya merupakan sayap militer [Kelompok Merah] & terdiri atas para relawan golongan buruh & tani, mayoritas bangsa Parabellian –lalu dirombak menjadi militer baru Krisna.
Walaupun sudah tersingkir dari pemerintahan, para politikus & petinggi militer yang berseberangan dengan [Kelompok Merah] tidak lantas menyerah. Dengan bermodalkan para simpatisan & tentara yang masih loyal terhadap pemerintahan lama (sebagian kecil dari mereka adalah bangsa Parabellian), mereka mulai mengumpulkan kekuatan untuk menumbangkan paksa rezim [Kelompok Merah]. Belakangan, mereka juga mendapatkan tambahan kekuatan dari sisa-sisa anggota kerajaan, para tuan tanah yang menentang kebijakan lahan bersama milik [Kelompok Merah] & pihak relijius Krisna yang tidak menyukai paham ateisme [Kelompok Merah]. Dengan menyebut diri mereka sebagai Gerakan Biru, kelompok gabungan Anti-Merah tersebut memulai perlawanannya sehingga pecahlah perang sipil Krisna yang kedua.
.
(Part 2 akan dipublis sekitar tanggal 6 s/d 7 Mei 2019)
