Disclaimer: Amano Akira
Republish dari The Little Skylark (2011)
by Azurea146
The Little Skylark
Pagi yang cerah. Hibari sedang mengatur tumpukan-tumpukan kertas di mejanya. Ia bersiap untuk berpatroli, mencari anak-anak yang terlambat untuk digigit sampai mati. Tiba-tiba terdengar ketukan pelan dari pintu ruangannya.
"Siapa?"
"S-sss-Sawada Tsunayoshi. Aa-ada yang ingin bertemu denganmu Hh-Hibari-san…" kata suara di balik pintu itu. Suaranya bergetar karena rasa takut yang amat sangat kepada prefek Namimori itu.
"Masuklah…"
Pintu itu terbuka perlahan. Tapi bukan sosok Tsuna yang tampak, melainkan seorang anak dengan jaket hoody yang menutupi kepalanya. Ia tidak memakai seragam sekolah. Alis Hibari langsung mengkerut. Ada yang berani melanggar aturan sekolahnya. Artinya ada seseorang yang bisa ia gigit sampai mati. Hibari mengeluarkan senyum kamikorosu-nya dan mengeluarkan tonfanya, memasang kuda-kuda untuk menghajar anak itu.
"Akhirnya kita bertemu lagi…Kyouya…"
"Hn…siapa kau?"
Tanpa menjawab anak itu langsung mengeluarkan tonfanya dan berlari ke arah Hibari. Menyerang. Dengan cepat Hibari lasung menahan serangannya. Anak itu tersenyum sinis. Tudung jaketnya menutupi sebagian wajahnya, "Kau tidak banyak berubah, masih tetap gesit"
Hibari mendorong tonfanya, membuat anak itu harus bersalto mundur. Hibari balik menyerang dan anak itu pun menyerang tak kalah sengitnya. Tsuna yang sedari tadi mengintip dari balik dinding setelah mengantar anak itu pada Hibari hanya merinding ketakutan, bagai melihat Hibari Kyouya dan doppelganger-nya.
Hibari berhasil mendaratkan pukulannya di wajah anak itu, membuatnya terpelanting menubruk sofa. Tonfanya terjatuh. Tubuhnya terpental dengan posisi terbalik, kepala di sofa, badan di sandarannya dan kaki menjulur di balik sofa. tudung jaketnya tersingkap menampakkan rambut hitam kelam yang terurai tak beraturan di sofa. Darah mengalir dari bibir dan pipinya yang lecet. Hibari yang menodongkan tonfanya ke anak itu terbelalak.
"Kau…"
Belum sempat dia meneruskan kata-katanya anak itu langsung bersalto dan menendang Hibari. Namun Hibari sudah bereaksi lebih cepat. Dia menahan kaki anak itu dengan tonfa di tangannya. Anak itu melompat lagi dengan bertumpu pada kakinya yang menendang tonfa Hibari. Ia mendarat di sebelah tonfanya yang terjatuh dan mengambilnya dengan sigap, tapi terlambat. Hibari sudah menarik pinggang anak yang lebih kecil itu dengan satu tangan dan mendudukkan, lebih tepatnya membantingnya ke sofa.
Anak yang lebih kecil itu meronta, tapi Hibari memegangi kedua tangannya dan menahan kaki anak itu dengan tubuhnya supaya tidak dapat menendang.
"Hei! Kyouya! Lepaskan! Ayo bertanding dengan adil!" dia terus meronta. Tapi Hibari diam saja dan malah melirik ke arah Tsuna yang sedari tadi berdiri di pintu, menyaksikan apa yang mereka lakukan. Ia mengirim deathglare yang artinya, "Apa yang kau lihat?! Pergi sana! Atau kamikorosu!". Untungnya Tsuna bisa mengerti apa yang dimaksud oleh pandangan mematikan itu. Dia pun mengucap permisi sambil gemetaran dan segera melarikan diri dari tempat itu.
Anak itu masih tetap berteriak dan meronta. "Diamlah" kata Hibari sambil menempelkan tangannya yang lebar ke wajah anak itu. Tangan sang prefek hampir menutupi seluruh wajah anak itu, hanya memberikan celah-celah kecil di sela jari-jari saja. Anak itu langsung diam. Hibari mengangkat tangannya dan mengusap luka di wajah anak itu. Anak itu memalingkan mukanya, menghindari tatapan mata dengan Hibari.
Tiba-tiba Hibari menekan wajahnya yang luka dan anak itu menjerit kesakitan.
"Hei! Apa apaan kau?!" teriaknya. Ia langsung bangun setelah Hibari melepas tangannya. Hibari beranjak ke arah kotak obat, melepaskan anak itu dari beban tubuhnya. Mata anak itu tetap mengikuti Hibari sambil memegangi wajahnya yang terluka dengan cemberut.
"Itu hukuman karena kau sudah berani ngelunjak di depanku. Harusnya kau memanggilku Kyou-nii, Onii-san, atau Onii-sama. Bukan Kyouya." dia membuka kotak obat dan mengeluarkan beberapa isinya.
Anak itu hanya cemberut mendengar penuturan Hibari yang tak lain adalah kakaknya sendiri. Ia tak suka dikalahkan oleh kakak semata wayangnya itu. "Harusnya kau berpakaian seperti perempuan. Bukan dengan pakaian rapper begini. Kau perempuan kan?" kata Kyouya sambil menunjuk jaket dan celana adiknya yang sangat kedodoran setelah meletakkan beberapa barang yang ia ambil dari kotak obat di sofa.
"Kalau aku tidak seperti ini kau tidak akan melawanku dengan sekuat tenaga."kata gadis itu tanpa menoleh ke arah laki-laki yang duduk di hadapannya itu.
"Memangnya aku akan melawan anak kecil sepertimu dengan sekuat tenaga?" dia mulai mengoleskan antiseptik ke kapas yang dipegangnya.
"Aku bukan anak ke…awww!" sanggahannya terpotong ketika Kyouya mengusapkan kapas ber-antiseptik ke pipinya. Menimbulkan sensasi perih yang menjalar di sekitar lukanya. Gadis itu meringis menahan sakit. Ia membiarkan kakak sekaligus rivalnya itu membersihkan lukanya dan menempelkan plester di pipinya.
"Yuuya…"Kyouya mengusap rambut adiknya, "Kau sudah besar rupanya…"
to be continued...
